najis Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/najis Tue, 17 Sep 2019 09:02:04 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png najis Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/najis 32 32 Cara Menghilangkan Najis Anjing di Pakaian dan Dalilnya https://dalamislam.com/landasan-agama/fiqih/cara-menghilangkan-najis-anjing-di-pakaian Tue, 17 Sep 2019 09:02:03 +0000 https://dalamislam.com/?p=7949 Anjing adalah salah satu binatang yang dilarang dalam Islam. Dagingnya haram untuk dimakan, dan air liurnya adalah salah satu najis berat yang harus dihindari. Allah berfirman, يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ ۖ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۙ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ ۖ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ ۖ […]

The post Cara Menghilangkan Najis Anjing di Pakaian dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Anjing adalah salah satu binatang yang dilarang dalam Islam. Dagingnya haram untuk dimakan, dan air liurnya adalah salah satu najis berat yang harus dihindari. Allah berfirman,

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ ۖ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۙ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ ۖ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”. Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya. (Al-Ma’idah : 4)

Rasul juga menegaskan tentang najisnya anjing dalam sebuah riwayat.

Bahwa Rasululah SAW diundang masuk ke rumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi undangan itu. Di kala lainya, kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua, beliau bersabda,”Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis.” (HR Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny).

Baca juga:

Dalam Islam, najis anjing merupakan salah satu najis berat yang harus dibersihkan dengan cara khusus. Lalu bagaimana dengan cara menghilangkan najis anjing yang menempel pada pakaian? Jika Anda terkena jilatan anjing, maka air liur anjing yang merupakan najis berat harus segera dibersihkan.

Dari hadits Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

إذا ولغ الكلب في إناء أحدكم ، فليرقه ، ثم ليغسله سبع مرات

“Apabila ada anjing yang menjilati wadah kalian maka buanglah isinya, kemudian hendaknya dia cuci sebanyak tujuh kali.”

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam kitabnya yang berjudul “Al-Majmu’ “, bahwa siraman debu atau tanah dianjurkan pada basuhan pertama. Bila tidak memungkinkan, maka boleh dilakukan pada salah satu basuhan berikutnya asal bukan basuhan terakhir atau ketujuh. (Lihat : Al-Majmu’ Syarhul Muhazdzab, 2/600)

Maka dari itu, pakaian tidak akan mungkin kotor terkena tanah karena basuhan tanah atau debu tidak dilakukan pada bilasan terakhir sehingga baju tetap akan bersih setelah dicuci. Al-Iraqi berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut bejana secara khusus karena itulah alat perabot yang biasa dijilat anjing.” Berdasarkan dalil tersebut, wajib hukumnya mencuci bejana atau pakaian yang dijilat anjing sebanyak tujuh kali, satu kali di antaranya dicuci dengan tanah. Itu merupakan pendapat Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhum, Muhammad bin Siriin, Thawus, Al-Auza’i, Asy-Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur dan lainnya.

Baca juga:

Begitu pula yang dijelaskan dalam Fataawa alLajnah adDaaimah, pertanyaan ke-4 nomor 17558,

“لعاب الكلب نجس ، يجب غسل ما أصابه من إناء أو ثوب لقوله صلى الله عليه وسلم : (طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ) . والثياب إذا ألقيت في الماء الطهور وغسلت حتى زال أثر النجاسة عنها طهرت جميعا من نجاسة الكلب وغيره ، بشرط أن يتكرر غسلها من نجاسة الكلب سبع مرات ، تكون أولاهن بالتراب أو ما يقوم مقامه كالصابون والأشنان” انتهى

Air liur anjing najis. Wajib dicuci bagian yang terkenainya, baik pada bejana atau pakaian. Berdasarkan sabda Nabi shollallahu alaihi wasallam (yg artinya): “Bejana salah seorang dari kalian saat terkena jilatan anjing bisa menjadi suci dengan dicuci 7 kali, yang pertama dengan tanah” (H.R Muslim) Pakaian jika diletakkan pada air yang suci dan dicuci hingga hilang bekas najis, menjadi suci. Baik najisnya anjing atau selainnya. Namun syarat untuk menghilangkan najis anjing adalah cucian berulang sebanyak 7 kali, yg pertama dengan tanah atau yang bisa menggantikannya seperti sabun atau “asynaan”

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pakaian yang terkena air liur anjing wajib untuk dibersihkan dengan cara disamak. Namun jika pakaian hanya terkena bulu anjing, maka tidak perlu diperlakukan sebagaimana najis berat. Cukup dihilangkan bulunya saja sebagaimana bulu hewan lainnya. Hal ini dikarenakan bulu anjing tidak dapat disamakan dengan air liur nya.

Baca juga:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الحلال ما أحل الله في كتابه . والحرام ماحرم الله في كتابه . وما سكت عنه فهو عفا عنه

Benda halal adalah segala sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, benda haram adalah segala sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Adapun yang Allah diamkan maka itu yang Dia bolehkan.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibn Majah, dan dihasankan Al-Albani)

Itulah penjelasan singkat mengenai cara menghilangkan najis anjing pada pakaian. Meskipun telah mengetahui cara membersihkan najis anjing, namun ada baiknya untuk selalu menghindari terkena najis berat ini.

The post Cara Menghilangkan Najis Anjing di Pakaian dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Cara Mensucikan Najis Mughallazah Sesuai Syariat Islam https://dalamislam.com/landasan-agama/fiqih/cara-mensucikan-najis-mughallazah Tue, 17 Sep 2019 08:44:16 +0000 https://dalamislam.com/?p=7916 Dalam Al Fiqhul Muyassar dijelaskan mengenai najis, Dalam Islam, najis adalah kotoran. Istilah kotoran disini adalah segala wujud, aroma, dan warna yang harus dibersihkan karena membawa mudharat. النجاسة: هي كل عين مستقذرة أمر الشارع باجتنابها “Najasah adalah setiap hal yang dianggap kotor yang diperintahkan oleh syariat untuk menjauhinya” ( Al Fiqhul Muyassar fi Dhau’il Kitab was Sunnah (1/35)) Namun, tidak […]

The post Cara Mensucikan Najis Mughallazah Sesuai Syariat Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam Al Fiqhul Muyassar dijelaskan mengenai najis,

Dalam Islam, najis adalah kotoran. Istilah kotoran disini adalah segala wujud, aroma, dan warna yang harus dibersihkan karena membawa mudharat.

النجاسة: هي كل عين مستقذرة أمر الشارع باجتنابها

Najasah adalah setiap hal yang dianggap kotor yang diperintahkan oleh syariat untuk menjauhinya” ( Al Fiqhul Muyassar fi Dhau’il Kitab was Sunnah (1/35))

Namun, tidak semua yang kita anggap kotor adalah najis dalam Islam. Hal ini dikarenakan pada dasarnya segala sesuatu yang ada di dunia ini awalnya adalah suci kecuali terdapat dalil yang mengkategorikannya ke dalam najis. Hal ini juga dijelaskan dalam Irsyad Ulil Bashair wa Albab li Nailil Fiqhi (19-21) oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di,

يجب أن يعلم أن الأصل في جميع الأشياء الطهارة فلا تنجس و لا ينجس منها إلا ما دل عليه الشرع

“wajib diketahui bahwa hukum asal dari segala sesuatu itu suci, maka tidak boleh mengatakan ia sesuatu itu najis atau menajiskan kecuali ada dalil dari syariat”

Baca juga:

Maka dari itu, kita tidak bisa sembarangan menentukan apa yang najis dan tidak sekehendak hati kita. Banyak dalil yang menunjukkan kewajiban untuk membersihkan najis. Salah satunya adalah dalil di bawah ini,

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melewati dua kuburan. Lalu beliau bersabda: “kedua orang ini sedang diadzab, dan mereka diazab bukan karena dosa besar. Orang yang pertama diadzab karena berbuat namimah (adu domba). Adapun yang kedua, ia diadzab karena tidak membersihkan diri dari sisa kencingnya”” (HR. Muslim no. 292).

Namun, dari sekian banyak jenis najis, terdapat najis yang diharuskan dibersihkan dengan cara khusus yakni najis berat atau najis mughallazah. Najis mughallazah harus dibersihkan dengan menggunakan campuran air dan tanah.

Baca juga:

Adapun yang termasuk dalam jenis najis Mughal adalah air liur, air kencing, darah, dan kotoran dari anjing dan babi.

Sedangkan cara membersihkan najis mughallazah adalah dengan menggunakan air dan tanah sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

cara mensucikan bejana dari seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, cucian yang pertama menggunakan tanah” (HR. Al Bukhari no. 182, Muslim no. 279)

Banyak dalil lain yang juga menunjukkan cara mensucikan najis mughallazah yang sama,

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذْ وَلَغَ فِيهِ اَلْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاهُنَّ بِالتُّرَابِ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sucinya wadah air kalian yang diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali salah satunya dengan tanah. (HR. Muslim)

Baca juga:

عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ ‏ ‏‏أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا شَرِبَ الكَلْبُ فيِ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا‏-‏متفق عليه ‏‏ ‏

Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahw Rasulullah SAW bersabda”Bila anjing minum dari wadah air milikmu harus dicuci tujuh kali.(HR. Bukhari dan Muslim).

Meskipun dalam dalil tersebut hanya menyebutkan tentang najis yang berasal dari anjing, namun bukan berarti babi tidak termasuk ke dalam najis berat.

Dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdab, Al-Imam An-Nawawi menjelaskan tentang cara membersihkan najis mughallazah dari babi sebagai berikut :

وإن ولغ الخنزير فقد قال ابن القاص: قال في القديم: يغسل مرة واحدة وقال سائر أصحابنا يحتاج إلى سبع مرات وقوله في القديم مطلق لأنه قال يغسل وأراد به سبع مرات والدليل عليه أن الخنزير أسوأ من الكلب على ما بيناه فهو باعتبار العدد أولى

Bila babi minum (dari wadah) maka menurut Ibnu Al-Qash dalam qaul qadim cukup dicuci sekali saja. Namun seluruh ulama kami (dalam mazhab Asy-Syaf’iyah) mengharuskan pencucian tujuh kali. Kalaupun disebutkan bahwa dalam qaul qadim harus dicuci (tanpa menyebutkan tujuh kali) maka yang benar maksudnya adalah mencuci tujuh kali. Adapun dalilnya bahwa babi itu lebih buruk dari pada anjing sebagai yang telah kami sebutkan. Maka dari sisi jumlah pencuciannya harus lebih dari anjing.

Baca juga:

Perlakuan yang sama pada najis yang berasal dari babi ini didasarkan pada firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disebut selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “(QS. Al-Baqarah: 173)

Maka dari itu, baik anjing maupun babi merupakan najis berat yang mendapatkan perlakuan sama ketika dibersihkan. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah ilmu agama kita.

The post Cara Mensucikan Najis Mughallazah Sesuai Syariat Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Cara Menghilangkan Najis Anjing di Lantai dan Dalilnya https://dalamislam.com/landasan-agama/fiqih/cara-menghilangkan-najis-anjing-di-lantai Tue, 17 Sep 2019 08:40:38 +0000 https://dalamislam.com/?p=7946 Anjing adalah salah satu binatang yang diharamkan dalam Islam. Allah sendiri telah menjelaskan keharamannya dalam Al Quran, Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ “Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933) Dari Abu Mas’ud Al Anshori, beliau berkata, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – […]

The post Cara Menghilangkan Najis Anjing di Lantai dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Anjing adalah salah satu binatang yang diharamkan dalam Islam. Allah sendiri telah menjelaskan keharamannya dalam Al Quran,

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ

Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933)

Dari Abu Mas’ud Al Anshori, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh melarang dari upah jual beli anjing, upah pelacur dan upah tukang ramal.” (HR. Bukhari no. 2237)

Baca juga:

Diharamkannya anjing membuat anjing termasuk ke dalam najis berat atau najis mughallazah. Dalam Islam, najis berat atau mughallazah harus dibersihkan dengan cara tersendiri, yakni dengan menyiramnya sebanyak tujuh kali dan satu kali dengan tanah.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

cara mensucikan bejana dari seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, cucian yang pertama menggunakan tanah” (HR. Al Bukhari no. 182, Muslim no. 279).

Lalu bagaimana dengan lantai yang terkena najis anjing? Sebelum menjawab pertanyaan ini, maka harus diperhatikan terlebih dahulu najis yang seperti apakah yang terkena lantai?

Jika air liur, air kencing, atau kotoran anjing terdapat di atas lantai, maka wajib dibersihkan seperti cara di atas. Namun agar kotoran tidak menyebar kemana-mana, maka ada baiknya untuk mengelapnya terlebih dahulu, barulah dibersihkan dengan cara disiram dengan menggunakan air bersih sebanyak 7 kali dan diselingi dengan tanah satu kali.

Baca juga:

Namun jika kotoran yang menempel hanyalah jejak kaki anjing saja, seperti yang banyak terjadi di Bali dimana teras rumah yang tidak memiliki pagar sering dilewati anjing, maka perlakuan untuk membersihkan najis anjing tersebut tidak perlu sampai menggunakan air sebanyak 7 kali.

Hal ini sesuai dengan penjelasan Syaikhul Islam dalam kitabnya,

Terkait dengan anjing, ulama ada tiga pendapat yang cukup terkenal :

Pertama, anjing semuanya najis, termasuk bulunya.  ini adalah pendapat Imam Syafii dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapat beliau

Kedua, anjing semuanya tidak najis, termasuk liurnya. Ini adalah pendapat Imam Malik menurut keterangan yang masyhur.

Baca juga:

Ketiga, anjing, air liurnya najis, sedangkan bulunya tidak najis. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah menurut keterangan yang masyhur dan salah satu pendapat Imam Ahmad.
Pendapat yang kuat dalam masalah ini, bahwa bulu anjing statusnya tidak najis, tidak sebagaimana air liurnya. Untuk itu, jika ada bulu anjing yang basah terguyur air kemudian mengenai pakaian seseorang maka dia tidak wajib mencucinya. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, seperti Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dalam salah satu riwayat. (Al-Fatawa Al-Kubro, 1:284 – 285)

Namun kami lebih cenderung kepada pendapat ketiga dimana bulu anjing tidaklah najis selama tidak terkena air liurnya. Hal ini berdasarkan firman Allah yang menyatakan asal sesuatu sebenarnya adalah suci dan dalil lah yang menguatkan keharamannya. Sedangkan dalil yang ditemukan hanyalah mengenai air liurnya saja, bukan seluruh tubuh anjing.

Allah berfirman, “Allah telah menjelaskan dengan rinci segala sesuatu yang Dia haramkan untuk kalian, kecuali jika kalian terpaksa.” (QS. Al-Anam: 119)

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Benda halal adalah segala sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, benda haram adalah segala sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Adapun yang Allah diamkan maka itu yang Dia bolehkan.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibn Majah, dan dihasankan Al-Albani)

Maka dari itu, jika yang terdapat di lantai adalah najis bekas jejak kaki anjing, cukup dibersihkan sebagaimana memperlakukan najis sedang, yakni dibersihkan hingga tidak ada lagi warna, wujud, maupun aromanya. Jika jejak bekas kaki anjing di lantai tidak terlalu kotor, maka jika disiram air saja sudah cukup. Hal serupa juga diberlakukan ketika seorang Arab Badui buang air di bagian masjid.

Baca juga:

Anas bin Malik radhiallahu’anhu, beliau berkata:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ المَسْجِدِ، فَزَجَرَهُ النَّاسُ، «فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ»

Seorang arab badwi kencing di satu bagian masjid, maka orang-orang pun hendak memarahinya. Namun Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mereka. Ketika ia selesai kencing, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk menyiram air kencingnya dengan seember air” (HR. Bukhari no. 221, Muslim no. 284).

Namun jika jejak kaki anjing tampak sulit dibersihkan, maka sebaiknya disikat atau dipel untuk menghilangkan bekasnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan tata cara menyucikannya,

تحته ثم تقر صه بالماء وتنضحه وتصلي قيه

“Menyikat, lalu menguceknya dengan air kemudian menyiramnya, dan baru setelah itu boleh mengerjakan shalat dengan mengenakan (pakaian tersebut).” (Shahih, riwayat Bukhari (no. 227) dan Muslim (no. 240 dan 291))

Itulah cara membersihkan najis anjing di lantai yang perlu diketahui. Demikianlah artikel ini. Semoga dapat menambah ilmu fiqih kita.

The post Cara Menghilangkan Najis Anjing di Lantai dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Cara Menjaga Diri dari Najis Dalam Kehidupan Sehari-hari https://dalamislam.com/landasan-agama/fiqih/cara-menjaga-diri-dari-najis Wed, 11 Sep 2019 08:12:10 +0000 https://dalamislam.com/?p=7898 Islam sangat menjunjung kebersihan karena kebersihan adalah cermin dari keimanan seseorang. Seorang yang beriman tentu akan selalu terlihat bersih dan rapi. Ia akan selalu menjaga dirinya dari najis, baik ringan, sedang, maupun berat. Berikut ini adalah beberapa cara menjaga diri dari najis yang perlu diketahui: 1. Mandi Cara yang paling umum untuk membersihkan najis adalah […]

The post 5 Cara Menjaga Diri dari Najis Dalam Kehidupan Sehari-hari appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Islam sangat menjunjung kebersihan karena kebersihan adalah cermin dari keimanan seseorang. Seorang yang beriman tentu akan selalu terlihat bersih dan rapi. Ia akan selalu menjaga dirinya dari najis, baik ringan, sedang, maupun berat. Berikut ini adalah beberapa cara menjaga diri dari najis yang perlu diketahui:

1. Mandi

Cara yang paling umum untuk membersihkan najis adalah dengan mandi, baik itu mandi biasa maupun mandi wajib. Untuk menjaga diri agar jauh dari najis, maka mandilah setidaknya 2 kali dalam sehari atau setiap kali merasa tubuh telah kotor. Begitu pula jika ingin melaksanakan sholat hari raya dimana kita disunnahkan untuk mandi terlebih dahulu.

Riwayat dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu,

سَأَلَ رَجُلٌ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهَ عَنِ الغُسْلِ قَالَ اِغْتَسِلْ كُلًّ يَوْمٍ إِنْ شِئْتَ فَقَالَ لاَ الغُسْل الَّذِي هُوَ الغُسْلُ قَالَ يَوْمَ الجُُُمُعَةِ وَيَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ الفِطْرِ

Seseorang pernah bertanya pada ‘Ali radhiyallahu ‘anhu mengenai mandi. ‘Ali menjawab, “Mandilah setiap hari jika kamu mau.” Orang tadi berkata, “Bukan. Maksudku, manakah mandi yang dianjurkan?” ‘Ali menjawab, “Mandi pada hari Jum’at, hari ‘Arofah, hari Idul Adha dan Idul Fithri.” (HR. Al Baihaqi 3/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ 1/177)

Begitu pula ketika mimpi basah atau bahkan selesai berjima’, baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk mandi.

Ummu Sulaim pernah berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَحْيِى مِنَ الْحَقِّ ، فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ ؟ قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم :« إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ » .

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak merasa malu menerangkan kebenaran, maka apakah wanita harus mandi ketika mimpi?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apabila dia melihat air (mani).” (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)

Baca juga:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

“Apabila seseorang duduk di antara cabangnya yang empat (kedua tangan dan kedua kaki), khitan pun bersentuhan dengan khitan, maka wajib mandi.” (HR. Muslim)

2. Wudhu

Cara menjaga diri dari najis selanjutnya adalah dengan wudhu. Wudhu juga merupakan syarat sahnya sholat sehingga wajib dilakukan. Wudhu diwajibkan untuk menjaga kebersihan dan kesucian ketika akan menghadap Allah SWT. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka cucilah muka-muka kalian dan tangan-tangan kalian sampai ke siku, usaplah kepalamu dan cucilah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki” [QS. Al Maidah: 6]

Baca juga:

3. Cuci tangan

Mencuci tangan bukan hanya anjuran dari Dinas Kesehatan tapi sudah menjadi sunnah Rasul yang harusnya kita amalkan. Dengan mencuci tangan, maka kita akan terlindungi dari serangan berbagai bibit penyakit yang ada di telapak tangan kita.

Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa tertidur dan di tangannya terdapat lemak (kotoran bekas makanan) dan dia belum mencucinya lalu dia tertimpa oleh sesuatu, maka janganlah dia mencela melainkan dirinya sendiri.” (H.R. Abu Daud)

4. Istinja’

Islam adalah satu-satunya agama yang mewajibkan penganutnya untuk membersihkan diri atau istinja’ setelah buang air. Bahkan terdapat ancaman siksa kubur jika seseorang tidak beristinja’ dengan baik.

عَنْ سَلْمَانَ قَالَ قِيلَ لَهُ قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- كُلَّ شَىْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ. قَالَ فَقَالَ أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ

Dari Salman, ia berkata bahwa ada yang bertanya padanya, “Apakah nabi kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai pun dalam hal buang kotoran?” Salman menjawab, “Iya. Nabi kami shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar maupun air kecil. Beliau juga melarang kami beristinja’ dengan tangan kanan. Beliau juga melarang kami beristinja’ dengan kurang dari tiga batu. Begitu pula kami dilarang beristinja’ dengan menggunakan kotoran dan tulang.” (HR. Muslim, no. 262)

Baca juga:

Hal ini diperkuat kembali dalam hadits lainnya,

5. Mensucikan najis

Cara mensucikan najis bergantung pada najis yang akan disingkirkan. Jika najis ringan, maka hanya dipercikkan dengan air saja dapat dianggap bersih. Namun jika najis sedang, maka harus dicuci hingga hilang bau dan warnanya. Dan jika najis berat, harus disucikan dengan membasuhnya menggunakan air biasa sebanyak 7 kali dan tanah sebanyak 1 kali.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ

“Membersihkan kencing bayi perempuan adalah dengan dicuci, sedangkan bayi laki-laki dengan diperciki.” (HR. Abu Daud 376, Nasa`i 304 dan dinilai sahih oleh al-Albani)

Dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang wanita pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian dia berkata, “Di antara kami ada yang bajunya terkena darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ

“Singkirkan darah haidh dari pakaian tersebut kemudian keriklah kotoran yang masih tersisa dengan air, lalu cucilah. Kemudian shalatlah dengannya.” (HR. Bukhari 225)

Baca juga:

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

cara mensucikan bejana dari seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, cucian yang pertama menggunakan tanah” (HR. Al Bukhari no. 182, Muslim no. 279)

Itulah 5 cara menjaga diri dari najis. Dengan selalu menjaga kebersihan diri, maka kesehatan dan keimanan pun akan semakin bertambah. Semoga kita termasuk dalam orang yang menyukai kebersihan dan amal sholeh. Aamiin.

The post 5 Cara Menjaga Diri dari Najis Dalam Kehidupan Sehari-hari appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Cara Menghilangkan Najis Anjing Dengan Tanah dan Dalilnya https://dalamislam.com/landasan-agama/fiqih/cara-menghilangkan-najis-anjing-dengan-tanah Wed, 11 Sep 2019 07:32:36 +0000 https://dalamislam.com/?p=7860 Sebagaimana kita ketahui, anjing adalah salah satu binatang yang diharamkan dalam Islam. Muslim dilarang untuk mengkonsumsi daging anjing seperti yang telah dikatakan oleh Rasul, Dari Abi Tsa’labah, beliau berkata, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ . “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap […]

The post Cara Menghilangkan Najis Anjing Dengan Tanah dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebagaimana kita ketahui, anjing adalah salah satu binatang yang diharamkan dalam Islam. Muslim dilarang untuk mengkonsumsi daging anjing seperti yang telah dikatakan oleh Rasul,

Dari Abi Tsa’labah, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ .

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap hewan buas yang bertaring.” (HR. Bukhari no. 5530 dan Muslim no. 1932)

Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim no. 1934)

Baca juga:

An Nawawi rahimahullah mengatakan dalam Syarh Muslim,

قَالَ أَصْحَابنَا : الْمُرَاد بِذِي النَّاب مَا يُتَقَوَّى بِهِ وَيُصْطَاد

“Yang dimaksud dengan memiliki taring adalah –menurut ulama Syafi’iyah-, taring tersebut digunakan untuk berburu (memangsa).”

Hewan yang digunakan untuk berburu mangsa tentu adalah anjing. Maka dari itu, anjing diharamkan untuk dimakan. Selain haram untuk dimakan, anjing juga haram untuk diperjualbelikan.

Dari Abu Mas’ud Al Anshori, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh melarang dari upah jual beli anjing, upah pelacur dan upah tukang ramal.” (HR. Bukhari no. 2237)

Selain itu, air liur anjing juga merupakan najis berat dalam Islam. Jika kita terkena air liur anjing, meskipun sedikit, maka kita wajib untuk membersihkannya. Berbeda dengan najis lain yang cukup dibasuh air saja untuk menghilangkan kenajisannya. Najis dari air liur anjing harus dibersihkan dengan cara khusus yakni menggunakan air dan tanah.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ ، أُولاهُنَّ بِالتُّرَابِ

“Sucikanlah bejana kalian apabila anjing minum padanya, dengan cara dibasuh tujuh kali. Cucian yang pertama dengan tanah (debu).” (Muslim no. 279).

Baca juga:

Dari hadits ‘Abdullah bin Mughaffal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِى الإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ وَعَفِّرُوهُ الثَّامِنَةَ فِى التُّرَابِ

“Jika anjing menjilati bejana kalian, cucilah sebanyak tujuh kali dan gosoklah yang kedelapan dengan debu.” (HR. Muslim no. 280).

Cara ini dilakukan jika terkena air liur, darah, maupun air kencing anjing. Mungkin terdengar merepotkan, namun Islam selalu memberikan manfaat dari setiap perintah dan aturan di dalamnya. Begitu pula dengan aturan yang ini. Islam memerintahkan pembersihan najis anjing ini adalah agar umat Muslim terbiasa untuk menghindari anjing.

Anjing merupakan salah satu hewan yang diharamkan dalam Islam. Dengan beratnya membersihkan bagian tubuh yang terkena air liur atau kencing anjing, maka diharapkan seorang muslim menjauhkan dirinya dari anjing. Ya, kita memang dilarang untuk memelihara anjing jika tidak memiliki keperluan. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasul secara langsung.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ اتَّخَذَ كَلْباً إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ ، أوْ صَيْدٍ ، أوْ زَرْعٍ ، انْتُقِصَ مِنْ أجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ

“Siapa yang memelihara anjing, kecuali anjing untuk menjaga hewan ternak, berburu dan menjaga tanaman, maka akan dikurangi pahalanya setiap hari sebanyak satu qirath” (HR. Muslim, no. 1575).

Baca juga:

Bahkan dalam riwayat lain justru disebutkan bahwa pahala yang berkurang bisa mencapai 2 qirath.

مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ مَاشِيَةٍ أَوْ ضَارِيَةٍ ، نَقَصَ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطَانِ

“Barangsiapa memanfaatkan anjing, bukan untuk maksud menjaga hewan ternak atau bukan maksud dilatih sebagai anjing untuk berburu, maka setiap hari pahala amalannya berkurang sebesar dua qirath” (HR. Bukhari no. 5480 dan Muslim no. 1574).

Maka dari itu, sebaiknya kita hindari untuk melakukan kontak dengan anjing. Selain najis dan sulit untuk dibersihkan, anjing juga termasuk hewan yang haram untuk dimakan karena termasuk binatang buas. Ikutilah apa yang diperintah oleh Rasul sebagaimana beliau memberikan wasiatnya kepada kita,

دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian, hanyasanya orang-orang sebelum kalian binasa karena mereka gemar bertanya dan menyelisihi nabi mereka, jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian” (HR. Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337, dari Abu Hurairah)

Begitu pula dalam hadits lain yang menyatakan keharaman tetaplah keharaman dan harus dijauhi.

أَلاَ إِنِّى أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلاَ يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلاَلٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ أَلاَ لاَ يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الأَهْلِىِّ وَلاَ كُلُّ ذِى نَابٍ مِنَ السَّبُعِ وَلاَ لُقَطَةُ مُعَاهِدٍ إِلاَّ أَنْ يَسْتَغْنِىَ عَنْهَا صَاحِبُهَا وَمَنْ نَزَلَ بِقَوْمٍ فَعَلَيْهِمْ أَنْ يَقْرُوهُ فَإِنْ لَمْ يَقْرُوهُ فَلَهُ أَنْ يُعْقِبَهُمْ بِمِثْلِ قِرَاهُ

“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al -Qur’an dan yang semisal bersamanya (As Sunnah). Lalu ada seorang laki-laki yang dalam keadaan kekenyangan duduk di atas kursinya berkata, “Hendaklah kalian berpegang teguh dengan Al-Qur’an! Apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur’an dari perkara halal maka halalkanlah. Dan apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur’an dari perkara haram maka haramkanlah. Ketahuilah! Tidak dihalalkan bagi kalian daging keledai jinak, daging binatang buas yang bertaring dan barang temuan milik orang kafir mu’ahid (kafir dalam janji perlindungan penguasa Islam, dan barang temuan milik muslim lebih utama) kecuali pemiliknya tidak membutuhkannya. Dan barangsiapa singgah pada suatu kaum hendaklah mereka menyediakan tempat, jika tidak memberikan tempat hendaklah memberikan perlakukan sesuai dengan sikap jamuan mereka.” (HR. Abu Daud no. 4604. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Semoga kita semua dijauhkan dari segala bentuk keharaman dan selalu berada dalam barisan orang sholeh. Aamiin.

The post Cara Menghilangkan Najis Anjing Dengan Tanah dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Cara Membersihkan Najis Darah Dalam Islam https://dalamislam.com/info-islami/cara-membersihkan-najis-darah Tue, 10 Sep 2019 04:48:43 +0000 https://dalamislam.com/?p=7845 Islam adalah agama yang suci. Menjaga kebersihan dan kesucian merupakan bagian penting dalam agama Islam. Bahkan ibadah sholat mewajibkan wudhu atau bersuci dari segala najis agar dapat dikatakan sah. Salah satu jenis najis yang harus dibersihkan adalah darah. Namun beberapa ulama ada juga yang menyatakan bahwa darah itu tidaklah najis. Namun ini biasanya berlaku hanya […]

The post Cara Membersihkan Najis Darah Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Islam adalah agama yang suci. Menjaga kebersihan dan kesucian merupakan bagian penting dalam agama Islam. Bahkan ibadah sholat mewajibkan wudhu atau bersuci dari segala najis agar dapat dikatakan sah.

Salah satu jenis najis yang harus dibersihkan adalah darah. Namun beberapa ulama ada juga yang menyatakan bahwa darah itu tidaklah najis. Namun ini biasanya berlaku hanya pada darah yang sedikit atau berupa cipratan atau darah yang keluar akibat luka.

Allah sendiri telah mengharamkan meminum atau memakan darah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an,

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu rijsun (kotor).” (QS. Al-An’am: 145). Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari menyatakan bahwa yang dimaksud rijsun di sini adalah najis dan kotor. (Jami’ Al-Bayan, 8:93)

Baca juga:

Maka dari itu, darah sebaiknya segera disucikan atau dibersihkan, terutama sebelum beribadah. Cara membersihkan najis darah juga berbeda-beda sesuai dengan jenisnya.

Misalnya saja pada darah haid. Adapun darah haid sebaiknya dibersihkan dengan cara dicuci pada bagian tubuh atau pakaian yang terkena dengan darah haid.

Dari Asma’ radhiyallahu anha, ia berkata,

جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ قَالَ تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ

“Seorang perempuan datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Pakaian salah seorang dari kami terkena darah haid, apa yang harus ia lakukan?’ Beliau menjawab, ‘Keriklah darah itu terlebih dahulu, kemudian bilaslah dengan air, kemudian cucilah ia. Setelah itu engkau boleh memakainya untuk shalat.” (HR. Bukhari, no. 330 dan Muslim, no. 291)

Baca juga:

Namun berbeda halnya dengan darah akibat luka ketika berperang. Maka ia tetap diperbolehkan shalat meskipun dalam keadaan terluka. Hal ini sesuai dengan kondisi para sahabat ketika berperang bersama Rasulullah.

Al Hasan Al Bashri mengatakan,

مَا زَالَ الْمُسْلِمُونَ يُصَلُّونَ فِى جِرَاحَاتِهِمْ

“Kaum muslimin (yaitu para sahabat) biasa mengerjakan shalat dalam keadaan luka.”

Begitu pula dengan riwayat dari Ibnu Mas’ud yang menceritakan tentang sholatnya Rasul dengan darah dan kotoran,

صَلَّى بْنُ مَسْعُوْدٍ وَعَلَى بَطْنِهِ فَرْثٌ وَدَمٌّ مِن جَزْرِ نَحْرِهَا وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

“Ibnu Mas’ud pernah shalat dan di bawah perutnya terdapat kotoran (hewan ternak) dan terdapat darah unta yang disembelih, namun beliau tidak mengulangi wudhunya.”

Baca juga:

Hal ini diperkuat kembali dalam hadits lainnya,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di sisi Ka’bah. Sedangkan Abu Jahl dan sahabat-sahabatnya sedang duduk-duduk ketika itu. Sebagian mereka mengatakan pada yang lainnya, “Coba kalian pergi ke tempat penyembelihan si fulan”. Lalu Abu Jahl mendapati kotoran hewan, darah sembelihan dan sisa-sisa lainnya, kemudian ia perlahan-lahan meletakkannya pada pundak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sujud. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa kesulitan dalam shalatnya. Ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, Abu Jahl kembali meletakkan kotoran dan darah tadi di antara pundaknya. Beliau tetap sujud, sedangkan Abu Jahl dan sahabatnya dalam keadaan tertawa.” (HR. Bukhari no. 240 dan Muslim no. 1794)

Dalil tersebut menunjukkan kemudahan dalam melakukan ibadah sholat di tengah ujian dari para orang kafir. Seorang lelaki juga pernah menanyakan perihal bekas darah pada baju yang sulit hilang.

 وعن ابى هريرة رضي الله عنه قال قالت حوله يارسول  الله فانلم يذهب الدم؟ قال يكفيك الماء ولا يضرّك اثره (اخرحه  الترمىذى وسنده ضعيف

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Khaulah bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimana kalau darah itu tidak hilang? Rasulullah bersabda : “cukup bagimu mencucinya dengan air, dan tidak apa-apa bekasnya bagimu”. (HR. Tirmidzi dan sanadnya lemah).

Baca juga:

Kemudahan dari najis ini hendaknya pun benar-benar dimanfaatkan oleh etiap muslim agar tidak pernah meninggalkan ibadah sholat. Allah berfirman,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Itulah penjelasan singkat mengenai cara membersihkan najis darah dalam Islam. Meskipun diberikan kemudahan, namun hendaknya kita tetap harus mengusahakan untuk membersihkan najis darah yang terlihat demi kenyamanan beribadah. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga bermanfaat dan memotivasi kita untuk semakin rajin dalam menjaga kebersihan. Aamiin.

The post Cara Membersihkan Najis Darah Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Cara Membersihkan Najis Babi Dalam Islam https://dalamislam.com/landasan-agama/fiqih/cara-membersihkan-najis-babi Tue, 10 Sep 2019 04:12:21 +0000 https://dalamislam.com/?p=7857 Salah satu hewan yang diharamkan dalam Islam adalah babi. Hewan yang satu ini dengan jelas disebutkan keharamannya dalam Al Qur’an dan hadits. Banyaknya mudharat yang dari hewan ini membuatnya termasuk dalam jenis makanan yang diharamkan. إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ […]

The post Cara Membersihkan Najis Babi Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Salah satu hewan yang diharamkan dalam Islam adalah babi. Hewan yang satu ini dengan jelas disebutkan keharamannya dalam Al Qur’an dan hadits. Banyaknya mudharat yang dari hewan ini membuatnya termasuk dalam jenis makanan yang diharamkan.

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.” (QS. Al Baqarah: 173)

Tak hanya sekedar mengharamkan dagingnya untuk dikonsumsi, babi juga diharamkan untuk diternak maupun dijual, bahkan disentuh.

Baca juga:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْمَيْتَةَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْخِنْزِيرَ وَثَمَنَهُ

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan hasil penjualannya dan mengharamkan bangkai dan hasil penjualannya serta mengharamkan babi dan hasil penjualannya.” (HR. Abu Daud)

Mengapa babi diharamkan seluruh bagian tubuhnya bahkan hasil penjualannya? Hal ini juga telah dijelaskan Allah dalam kalamNya. Babi mengandung banyak sekali jenis bakteri dan virus sehingga termasuk dalam najis berat. Allah berfirman,

قُل لاَّ أَجِدُ فِي مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَماً مَّسْفُوحاً أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقاً أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor (najis)” (QS. Al An’aam: 145)

Baca juga:

Karena babi termasuk dalam benda yang diharamkan, maka secara otomatis juga masuk dalam najis atau kotoran yang harus dibersihkan jika terkena bagian tubuh atau pakaian. Meskipun tidak disebutkan secara khusus mengenai cara membersihkan najis babi, namun sebagian besar ulama berpendapat bahwa najis babi harus dibersihkan sesuai dengan cara membersihkan najis anjing.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

“Sucinya wadah air seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan dicuci sebanyak tujuh kali, permulaannya dicampur dengan tanah.” (HR. Muslim no. 279)

Baca juga:

Imam Syafi’i dalam Al-Minhaj 1/13, Maktabah Syamilah juga mengatakan,

وَمَا نَجُسَ بِمُلَاقَاةِ شَيْءٍ مِنْ كَلْبٍ غُسِلَ سَبْعًا إحْدَاهُنَّ بِتُرَابٍ وَالْأَظْهَرُ تَعَيُّنُ التُّرَابِ، وَ أَنَّ الْخِنْزِيرَ كَكَلْبٍ.

“Sesuatu yang menjadi najis karena terkena bagian dari anjing, maka dicuci sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah. Yang tampak, harus dengan tanah (tidak boleh diganti dengan yang lain). Dan babi sama seperti anjing”

Dari dalil tersebut dapat diketahui bahwa najis pada babi disamakan dengan najis anjing pada saat membersihkannya nanti. Namun berbeda dengan kisah seorang sahabat di masa Rasul yang mana tidak diperintahkan untuk membersihkan dengan cara sebagaimana membersihkan najis bekas anjing.

Dari hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiyallahu ‘anhu, suatu hari beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang bolehnya menggunakan wadah (panci) bekas memasak babi milik ahli kitab. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

فَإِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا فَلاَ تَأْكُلُوا فِيهَا، وَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَاغْسِلُوهَا وَكُلُوا فِيهَا

“Jika Engkau mendapatkan wadah lainnya, jangan makan menggunakan wadah tersebut. Jika Engkau tidak mendapatkan yang lainnya, maka cucilah wadah tersebut, dan makanlah dengan menggunakan wadah tersebut.” (HR. Bukhari no. 5478 dan Muslim no. 1930)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah kembali menjelaskan,

وهذا قياس ضعيف ؛ لأن الخنزير مذكور في القرآن ، وموجود في عهد النبي صلى الله عليه وسلم ، ولم يرد إلحاقه بالكلب ، فالصحيح أن نجاسته كنجاسة غيره ، لا يغسل سبع مرات إحداها بالتراب

“(Menyamakan kulit babi dengan air liur anjing) adalah qiyas (analogi) yang lemah. Karena babi telah disebutkan dalam Al-Quran dan sudah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun tidak terdapat keterangan yang menyamakan babi dengan anjing. Oleh karena itu, yang tepat, status najis babi adalah sama dengan benda najis lainnya. Tidak perlu dicuci sampai tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah,”Berbilangnya pencucian (sampai tujuh kali) hanya khusus untuk najis anjing dan tidak bisa di-qiyas-kan dengan najis lainnya, seperti babi. Karena ibadah bersifat tauqifiyyah (berdasarkan dalil dari Al-Qur’an atau As-Sunnah). Ini adalah masalah yang tidak bisa dijangkau oleh akal dan qiyas. Tidak terdapat keterangan pada selain najis anjing, berbilangnya proses pencucian. Babi telah disebutkan di dalam Al-Qur’an dan sudah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun tidak terdapat keterangan yang menyamakannya (dengan anjing). Oleh karena itu, status najis babi adalah sama seperti najis lainnya.

Adapun najis lainnya (selain anjing), maka yang wajib adalah dicuci sekali yang menghilangkan dzat najis dan bekasnya. Jika belum hilang, maka bisa diulangi, sampai hilang bekasnya, meskipun sampai lebih dari tujuh kali. Baik yang dicuci tersebut adalah tanah, pakaian, alas tidur, dan wadah. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama). Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا أَصَابَ ثَوْبَ إِحْدَاكُنَّ الدَّمُ مِنَ الحَيْضَةِ فَلْتَقْرُصْهُ، ثُمَّ لِتَنْضَحْهُ بِمَاءٍ، ثُمَّ لِتُصَلِّي فِيهِ

‘Jika (pakaian) salah seorang di antara kalian terkena darah haid, maka percikilah dengan air, lalu dicuci, setelah itu silakan gunakan untuk shalat.’ (HR. Bukhari no. 277 dan Muslim no. 291).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk dicuci dengan bilangan tertentu. Jika beliau menghendakinya, tentu akan beliau sebutkan sebagaimana dalam hadits air liur anjing. Karena tujuannya adalah hilangnya najis, maka jika najis hilang, hilang pula status (hukum) najisnya” 

Itulah penjelasan singkat mengenai cara membersihkan najis babi dalam Islam. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan dan keimanan kita semua. Aamiin.

The post Cara Membersihkan Najis Babi Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
3 Golongan Najis Dalam Islam dan Cara Membersihkannya https://dalamislam.com/info-islami/golongan-najis-dalam-islam Fri, 30 Aug 2019 03:25:11 +0000 https://dalamislam.com/?p=7744 Kebersihan adalah sebagian dari iman. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kebersihan. Dari Abi Malik Al-Asy’ari, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Kesucian itu sebagian dari iman,Alhamdulillah memberatkan timbangan, Subhanallah walhamdulillah memenuhi ruang antara langit dan bumi, salat itu cahaya, sedekah itu bukti nyata, sabar itu pelita, Al-Qur’an itu hujjah (yang membela atau menghujat). Setiap manusia bekerja sampai ada […]

The post 3 Golongan Najis Dalam Islam dan Cara Membersihkannya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Kebersihan adalah sebagian dari iman. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kebersihan. Dari Abi Malik Al-Asy’ari, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Kesucian itu sebagian dari iman,Alhamdulillah memberatkan timbangan, Subhanallah walhamdulillah memenuhi ruang antara langit dan bumi, salat itu cahaya, sedekah itu bukti nyata, sabar itu pelita, Al-Qur’an itu hujjah (yang membela atau menghujat). Setiap manusia bekerja sampai ada yang menjual dirinya, hingga ia jadi merdeka atau jadi celaka.” (HR. Muslim)

Suci dari najis merupakan salah satu syarat sahnya ibadah dalam Islam, terutama sholat.

عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ (رواه النسائي)

Dari Abil Malih dari bapaknya, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak akan menerima salat dengan tanpa bersuci. Dan Allah tidak akan menerima sadaqah dari korupsi.” (HR. An-Nasa’i)

Islam sendiri membagi beberapa najis dalam golongan tertentu. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai golongan najis dalam Islam yang perlu diketahui:

1. Najis Mukhaffafah

Najis Mukhaffafah atau najis ringan adalah najis yang berasal dari air kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun atau masih menyusui. Cara menyucikan najis ini cukup mudah yakni hanya dengan memercikkan air saja tanpa harus mencucinya dengan air yang banyak. Namun ini hanya berlaku pada air kencing anak laki-laki saja, untuk air kencing anak perempuan tetap harus dicuci untuk menghilangkan najisnya.

Dari Abu Samh Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ

Air kencing anak perempuan itu dicuci, sedangkan air kencing anak laki-laki itu dipercikkan” (HR. Abu Daud 377, An Nasa’i 303, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i).

Baca juga:

2. Najis Mutawassithah

Najis Mutawassithah atau najis sedang adalah segala jenis najis yang keluar dari dubur atau kemaluan manusia atau hewan. Maksudnya disini adalah air kencing, tinja, madzi atau mani, air susu dari hewan yang haram dan lainnya. Cara membersihkan najis sedang seperti ini adalah dengan mencucinya atau membilasnya.

». قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ.

“(Suatu saat) seorang Arab Badui kencing di masjid. Lalu sebagian orang (yakni sahabat) berdiri. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dan jangan hentikan (kencingnya)”. Setelah orang badui tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta satu ember air lalu menyiram kencing tersebut.” (HR. Muslim no. 284)

Dari ‘Ali bin Abi Thalib, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,

كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ « يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ ».

“Aku termasuk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallm dikarenakan kedudukan anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Perintahkan dia untuk mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu”.

Baca juga:

Jika wadi keluar banyak, maka orang tersebut harus mencucinya dengan cara mandi agar bersih dan bisa melaksanakan sholat kembali.

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

الْمَنِىُّ وَالْمَذْىُ وَالْوَدْىُ ، أَمَّا الْمَنِىُّ فَهُوَ الَّذِى مِنْهُ الْغُسْلُ ، وَأَمَّا الْوَدْىُ وَالْمَذْىُ فَقَالَ : اغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ.

Mengenai mani, madzi dan wadi; adapun mani, maka diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi dan madzi, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Cucilah kemaluanmu, lantas berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.

Begitu pula dengan darah haidh.

Dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang wanita pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata,

إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ

“Di antara kami ada yang bajunya terkena darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ

Gosok dan keriklah pakaian tersebut dengan air, lalu percikilah. Kemudian shalatlah dengannya.” 

Baca juga:

3. Najis Mughallazhah

Najis ini adalah najis berat yang cara membersihkannya pun harus dengan cara khusus. Yang termasuk dalam najis berat ini adalah jilatan, kotoran, dan darah anjing dan babi.

Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ

Cara menyucikan bejana di antara kalian apabila dijilat anjing adalah dicuci sebanyak tujuh kali dan awalnya dengan tanah.

Itulah beberapa golongan najis dalam Islam yang perlu diketahui. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang bagaimana menghadapi najis.

The post 3 Golongan Najis Dalam Islam dan Cara Membersihkannya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
6 Jenis Najis yang Dimaafkan Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/info-islami/najis-yang-dimaafkan Mon, 26 Aug 2019 03:35:29 +0000 https://dalamislam.com/?p=7743 Islam sangat menjunjung tinggi kebersihan. Bagaimana tidak? Salah satu syarat diterimanya sebuah ibadah dalam Islam seperti sholat adalah dengan berwudhu atau bersuci terlebih dahulu. Bahkan dalam sehari saja, seorang muslim diwajibkan bersuci sebanyak 5x. Berwudhu ditujukan untuk membersihkan najis atau kotoran yang ada pada tubuh. Namun adakalanya terdapat najis yang sulit dibersihkan sehingga dapat dimaafkan […]

The post 6 Jenis Najis yang Dimaafkan Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Islam sangat menjunjung tinggi kebersihan. Bagaimana tidak? Salah satu syarat diterimanya sebuah ibadah dalam Islam seperti sholat adalah dengan berwudhu atau bersuci terlebih dahulu. Bahkan dalam sehari saja, seorang muslim diwajibkan bersuci sebanyak 5x.

Berwudhu ditujukan untuk membersihkan najis atau kotoran yang ada pada tubuh. Namun adakalanya terdapat najis yang sulit dibersihkan sehingga dapat dimaafkan dalam Islam. Karena sejatinya, Islam adalah agama yang memudahkan dan tidak memberatkan pemeluknya dalam beribadah. Berikut ini adalah beberapa jenis-jenis najis dalam Islam yang termasuk dalam najis yang dapat dimaafkan:

1. Percikan air kencing

Najis yang dapat dimaafkan salah satunya adalah percikan air kencing. Percikan air kencing yang telah menyebar dan sulit untuk dilihat dengan mata dapat dimaafkan dalam Islam. Kebolehan ini berlaku pada najis ringan, berat, maupun sedang.

Namun ini hanya berlaku pada percikan yang sedikit dan tidak menyebar pada daerah yang luas. Jika percikan terlalu banyak, sebaiknya ganti baju atau bersihkan seluruhnya.

Sebagaimana yang dapat dilihat djalam kitab Al-Ikhtiyar li ta’lilil Mukhtar:

والمانع من الخفيفة أن يبلغ ربع الثوب

Dan yang terlarang dari najis yang ringan adalah yang sampai seperempat pakaian

Baca juga:

Ditegaskan kembali pada Khatib Asy-Syarbini. Al-Iqna’ fi Hilli alfadzi Abi Syuja’. 1/91,


وَأما مَا لَا يُدْرِكهُ الْبَصَر فيعفى عَنهُ وَلَو من النَّجَاسَة الْمُغَلَّظَة لمَشَقَّة الِاحْتِرَاز عَن ذَلِك

Adapun apa-apa yang tidak terlihat oleh penglihatan maka dimaafkan meskipun itu adalah najis yang mughalladzah karena hal tersebut susah dihindari.

Begitu pula oleh imam Ibnu hajar Al haitami:

مَا لَا يُدْرِكُهُ الطَّرْفُ لَا يُنَجِّسُ وَإِنْ كَانَ مِنْ مُغَلَّظٍ

Apa-apa yang tidak terlihat maka tidak menajiskan meskipun itu mughalladzah (Ibnu hajar Al Haitami. Tuhfatul Muhtaj.2/135)

2. Darah dan nanah

Selanjutnya najis yang dimaafkan adalah darah dan nanah yang berasal dari hewan atau orang lain. Pemakluman ini berlaku jika darah atau nanah hanya sedikit. Misalnya pada darah tukang jagal yang terciprat pada pakaiannya.

Abu Ja’far At-Thahawi dari Hanafiah mengatakan:

وإذا كان في ثوب المصلي من الدم أو القيح أو الصديد أو الغائط أو البول، أو ما يجري مجراهن من النجاسة أكثر من قدر الدرهم: لم تجزه صلاته

Dan apabila pada pakaian orang yang shalat ada darah atau nanah atau muntah atau kotoran besar atau kencing, atau yang serupa dengan itu dari benda-benda yang najis lebih besar dari koin dirham: maka tidak diperbolehkan (haram) dia mengerjakan shalat. (Imam AL Jishoh Al hanafi. Syarhu Mukhtasor At Thahawi. 2/32)

Baca juga:

3. Darah dan nanah yang banyak

Jika sebelumnya yang dimaafkan adalah darah dan nanah yang sedikit, maka selanjutnya adalah darah dan nanah yang banyak. Najis ini dimaafkan jika berasal dari diri sendiri dan keluarnya tidak dipaksakan. Misalnya pada luka yang terbuka.

Al Hasan Al Bashri mengatakan,

مَا زَالَ الْمُسْلِمُونَ يُصَلُّونَ فِى جِرَاحَاتِهِمْ

Kaum muslimin (yaitu para sahabat) biasa mengerjakan shalat dalam keadaan luka.” (Disebutkan oleh Bukhari secara mu’allaq (tanpa sanad) dalam kitab shahihnya)

4. Kotoran binatang

Kotoran binatang yang dimaafkan disini adalah kotoran binatang yang menempel pada biji-bijian yang diolah untuk dikonsumsi. Jika kotoran tersebut menempel dengan tidak disengaja dan sedikit, maka tidak mengapa.

Begitu pula dengan kotoran ikan yang ada di dalam air. Kotoran ikan yang ada di dalam sungai tidak akan mempengaruhi kejernihan air sungai. Jika kotoran binatang seperti itu tidak dapat dimaafkan, maka seluruh sungai di Mekah dan Madinah tentu tidak dapat digunakan.

Baca juga:

5. Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir

Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir juga termasuk dalam najis yang dimaafkan. Misalnya pada lalat, lebah, dan semut yang masuk ke dalam minuman. Malah Rasul menyarankan untuk mencelupkan seluruh bagian tubuh lalat jika minuman teh dihinggapi lalat. Sebagaimana sabda Rasulullah,

Jika ada seekor lalat yang terjatuh pada minuman kalian maka tenggelamkan, kemudian angkatlah (lalat itu dari minuman tersebut), karena pada satu sayapnya ada penyakit dan pada sayap lainnya terdapat obat.” (HR. Al Bukhari)

Beberapa orang mungkin menganggap hal ini menjijikkan, namun sebuah penelitian yang dilakukan oleh sekelompok muslim di Mesir menunjukkan kebenaran dari hadits ini.

Diketahui bahwa lalat membawa banyak bakteri dan virus pada sayap sebelah kirinya. Bakteri dan virus inilah yang akan disebarkan melalui setiap benda yang ia hinggapi. Namun ternyata ia juga memiliki perlindungan sendiri terhadap bakteri dan virus ini pada sayap sebelah kanannya.

Hal inilah yang akan melindungi dirinya sendiri dari serangan bakteri dan virus yang ada pada tubuhnya. Sayap sebelah kanannya mengandung anti bakteri dan virus yang akan menetralkan makanan atau minuman yang telah ia cemari.

6. Muntahan bayi

Muntahnya bayi akibat kekenyangan atau gumoh juga dapat dimaafkan. Namun perlu diingat bahwa ini hanya berlaku pada bayi yang belum makan dan hanya mengandalkan ASI sebagai makanannya. Masalah ini diperlakukan sama dengan air kencingnya yang mana cukup supervisi tanpa perlu dibasuh hingga bersih.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بول الغلام ينضح وبول الجار يه يغسل. (وهذا ما لم يطعما فإذا طعما غسلا جميعا

“Kencing anak laki-laki itu dengan diperciki, sedangkan kencing anak perempuan dengan dicuci. (Hal ini dilakukan selama keduanya belum mengkonsumsi makanan. Adapun bila sudah mengkonsumsi makanan, maka harus dibasuh kedua-duanya).” (Shahih, riwayat Ahmad dalam Al-Musnad (I/76), Abu Dawud (no. 377), Tirmidzi (no. 610), Ibnu Majah (no. 525). Adapun lafazh di dalam kurung merupakan riwayat Abu Dawud (no.378))

Itulah beberapa najis yang dimaafkan dalam Islam. Meskipun begitu, setidaknya kita tetap harus selalu memperhatikan kebersihan pakaian terutama saat akan melakukan sholat.

The post 6 Jenis Najis yang Dimaafkan Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
3 Cara Mensucikan Najis Dalam Islam yang Wajib Diketahui! https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/cara-mensucikan-najis-dalam-islam Mon, 26 Aug 2019 03:15:03 +0000 https://dalamislam.com/?p=7741 Najis berasal dari kata najasah yang memiliki arti kotoran. Dalam kitab Ar Raudhatun Nadiyyah (1/12) dijelaskan bahwa, النجاسات جمع نجاسة, و هي كل شيئ يستقذره أهل الطبائع السليمة و يتحفظون عنه و يغسلون الثياب إذا أصابهم كالعذرة و البول “Najasat adalah bentuk jamak dari najasah, ia adalah segala sesuatu yang dianggap kotor oleh orang-orang yang memiliki fitrah yang bersih […]

The post 3 Cara Mensucikan Najis Dalam Islam yang Wajib Diketahui! appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Najis berasal dari kata najasah yang memiliki arti kotoran. Dalam kitab Ar Raudhatun Nadiyyah (1/12) dijelaskan bahwa,

النجاسات جمع نجاسة, و هي كل شيئ يستقذره أهل الطبائع السليمة و يتحفظون عنه و يغسلون الثياب إذا أصابهم كالعذرة و البول

Najasat adalah bentuk jamak dari najasah, ia adalah segala sesuatu yang dianggap kotor oleh orang-orang yang memiliki fitrah yang bersih dan mereka akan berusaha menjauhinya dan membersihkan pakaiannya jika terkena olehnya semisal kotoran manusia dan air seni”

Dalam Islam, kebersihan adalah sebagian dari iman. Kita diwajibkan untuk membersihkan atau mensucikan najis sesuai dengan syariat Islam. Hal ini juga dijelaskan dalam Al Quran.

وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

Dan kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail untuk mensucikan rumah-Ku bagi orang-orang yang ber-thawaf, ber-i’tikaf dan orang-orang yang rukuk dan sujud” (QS. Al Baqarah: 125).

Begitu pula yang terdapat dalam sebuah riwayat Rasul yang memberitahukan ancaman bagi orang yang tidak mau bersuci selama hidupnya.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melewati dua kuburan. Lalu beliau bersabda: “kedua orang ini sedang diadzab, dan mereka diazab bukan karena dosa besar. Orang yang pertama diadzab karena berbuat namimah (adu domba). Adapun yang kedua, ia diadzab karena tidak membersihkan diri dari sisa kencingnya”” (HR. Muslim no. 292)

Baca juga:

Dalam Islam, terdapat 3 macam najis yang mana perlakuan penyuciannya pun berbeda-beda. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai cara mensucikan najis dalam Islam,

Najis mughallazhah 

Najis ini adalah najis berat yang harus dibersihkan dengan cara khusus. Cara membersihkannya mengkombinasikan air dan tanah dalam jumlah dan tata cara tertentu. Caranya adalah dengan mencuci atau membilas bagian yang terkena najis dengan air yang dicampur dengan tanah pada basuhan pertama dan selanjutnya bisa dengan air biasa. Mencucinya juga harus dilakukan sebanyak tujuh kali. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul,

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

cara mensucikan bejana dari seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, cucian yang pertama menggunakan tanah” (HR. Al Bukhari no. 182, Muslim no. 279)

Adapun yang termasuk dalam najis ini adalah anjing dan babi. Jika terdapat seekor anjing menjilat pakaian atau benda, maka kita wajib mensucikan bedan tersebut sebagaimana cara di atas. Sedangkan jika ia menjilat makanan yang padat atau beku, maka bagian makanan yang terkena jilatan itu harus dibuang dan sisanya dapat dimakan karena tidak terkena jilatan anjing dan masih suci. Namun jika anjing menjilat air yang terdapat pada sebuah wadah, maka seluruh air tersebut wajib dibuang.

Baca juga:

Najis mukhaffafah

Najis yang satu ini disucikan dalam tiga cara yang berbeda sesuai dengan jenisnya. Untuk lebih mudah memahaminya, berikut ini adalah penjelasan singkatnya:

1. Dengan memercikkan air

Salah satu jenis najis mukhaffafah adalah air kencing bayi yang belum makan. Cara mensucikan atau membersihkannya hanya perlu dengan memercikkan air.

Dari Abu Samh Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ

Air kencing anak perempuan itu dicuci, sedangkan air kencing anak laki-laki itu dipercikkan” (HR. Abu Daud 377, An Nasa’i 303, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i).

Selain air kencing bayi yang belum makan, ada juga madzi yang diperbolehkan untuk disucikan hanya dengan memercikkan air saja.

Baca juga:

Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, ia berkata:

أرسَلْنا المِقْدَّادَ بنَ الأسودٍ إلى رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ،فسألَه عن المَذْيِ يَخْرُجُ مِنَ الإنسانِ كيفَ يَفْعَلُ به ؟ فقال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : تَوَضَّأْ ،وانْضَّحْ فَرْجَكَ

Miqdad bin Al Aswad mengutusku kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Lalu aku bertanya mengenai madzi yang keluar dari seseorang, bagaimana menyikapinya? Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘berwudhulah dan percikkan kemaluanmu dengan air‘” (HR. Muslim 303).

2. Cukup dengan sekali siram atau objeknya hilang

Perlakuan seperti ini dilakukan pada najis yang berada di atas lantai. Seperti halnya yang terjadi pada masa Rasul.

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, beliau berkata:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ المَسْجِدِ، فَزَجَرَهُ النَّاسُ، «فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ»

Seorang arab badwi kencing di satu bagian masjid, maka orang-orang pun hendak memarahinya. Namun Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mereka. Ketika ia selesai kencing, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk menyiram air kencingnya dengan seember air” (HR. Bukhari no. 221, Muslim no. 284).

3. Menyentuhkan ke tanah

Cara mensucikan yang satu ini dilakukan pada sandal atau pakaian yang terkena najis di atas tanah. Kita tidak perlu mengganti gamis yang mungkin terseret saat berjalan di tanah karena gamis tersebut telah disucikan oleh tanah setelahnya.

Dari Ummu Salamah radhiallahu’anha. Dari jalan Ummu Walad (disebut juga: Hamidah), ia berkata:

قُلْتُ لأُمِّ سَلَمَةَ: إِنِّي امْرَأَةٌ أُطِيلُ ذَيْلِي وَأَمْشِي فِي الْمَكَانِ القَذِرِ؟ فَقَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ

Aku bertanya kepada Ummu Salamah: ‘saya ini wanita yang panjang gaunnya dan saya biasa berjalan di tempat yang kotor’. Ummu Salamah berkata: ‘Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘tanah yang setelahnya sudah membersihkannya””(HR. Tirmidzi 143, ia berkata: “hadits ini shahih”)

Baca juga:

Najis mutawashitah

Najis kali ini adalah najis yang termasuk dalam darah, tinja, bangkai, dan lainnya yang mana harus dibersihkan hingga hilang wujudnya, warnanya, dan juga baunya. Syaikh As Sa’di menjelaskan:

“Najasah (mutawashitah) ketika ia bisa hilang dengan cara apapun, dengan alat apapun, maka itu sudah cukup untuk mensucikannya. Tanpa disyaratkan adanya jumlah bilangan dan tidak harus menggunakan air. Ini yang ditunjukkan oleh zhahir nash dalil-dalil. Karena syariat dalam hal ini hanya memerintahkan untuk menghilangkan najis. Dan najis itu terkadang hilang dengan menggunakan air, kadang dengan membasuhnya, kadang dengan istijmar (menggunakan batu, kayu atau semisalnya), dan terkadang dengan cara yang lain. Dan syariat tidak memerintahkan untuk menghilangkan najis sebanyak tujuh kali, kecuali najis anjing. Sebagaimana juga pendapat ini juga merupakan kelaziman dari nash dalil-dalil syar’i, karena pendapat ini memiliki kesesuaian yang tinggi dengan nash. Karena penghilangan najis itu adalah penghilangan sesuatu yang mahsuusah (bisa diindera)” ( Irsyad Ulil Bashair wal Albab li Nailil Fiqhi, 21)

Itulah beberapa penjelasan singkat tentang cara mensucikan najis dalam Islam.

The post 3 Cara Mensucikan Najis Dalam Islam yang Wajib Diketahui! appeared first on DalamIslam.com.

]]>