non muslim Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/non-muslim Thu, 28 Oct 2021 03:39:24 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png non muslim Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/non-muslim 32 32 Hukum Bersalaman dengan Non Muslim, Bolehkah? https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-bersalaman-dengan-non-muslim Thu, 28 Oct 2021 03:39:23 +0000 https://dalamislam.com/?p=10240 Para ulama berbeda pendapat tentang hukum permasalahan ini. إذا مد الكافر يده للمصافحة فمدها وصافحه؛ لأن النبي – صلى الله عليه وسلم – إنما نهى عن ابتدائه أن نبدأهم بالسلام أما إذا بدؤا هم أو صافحونا ابتداءً نصافحهم لكن لا نمد أيدينا للمصافحة نحن، فصار الكافر إن سلم فرَّد عليه، وإن مد يده فمد يدك […]

The post Hukum Bersalaman dengan Non Muslim, Bolehkah? appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum permasalahan ini.

إذا مد الكافر يده للمصافحة فمدها وصافحه؛ لأن النبي – صلى الله عليه وسلم – إنما نهى عن ابتدائه أن نبدأهم بالسلام أما إذا بدؤا هم أو صافحونا ابتداءً نصافحهم لكن لا نمد أيدينا للمصافحة نحن، فصار الكافر إن سلم فرَّد عليه، وإن مد يده فمد يدك إليه، وإن لم يسلم فلا تسلم عليه، وإن لم يصافح فلا تصافح، وخذ هذه الآية الكريمة: ﴿وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا﴾[النساء: 86]

“Apabila orang kafir menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan maka julurkan tanganmu dan jabatilah ia. Karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam hanya melarang untuk memulainya. Yaitu kita memulai mengucapkan salam kepada mereka. Jika orang kafir tidak mengucapkan salam jangan mengucapkan salam kepadanya !.

Jika mereka tidak salam jangan ucapkan salam kepada mereka. Dan jika mereka tidak mengajak Jabat tangan jangan berjabat tangan.

Dan ambilah ayat yang mulia ini :

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.”
(QS An-Nisa’ : 86).

Berikut beberapa penjelasan hadits sesuai para ulama:

1. Ulama mazhab Hanafi

Ulama mazhab Hanafi menyatakan, hukum berjabat tangan dengan non muslim adalah makruh. Hanya saja jika ada kebutuhan maka hukumnya boleh.

Syekh Ibnu Abidin menuturkan:

(كَمَا كُرِهَ لِلْمُسْلِمِ مُصَافَحَةُ الذِّمِّي) أَيْ بِلَا حَاجَةٍ. لِمَا فِي الْقُنْيَةِ: لَا بَأْسَ بِمُصَافَحَةِ الْمُسْلِمِ جَارَهُ النَّصْرَانِيَّ إذَا رَجَعَ بَعْدَ الْغَيْبَةِ وَيَتَأَذَّى بِتَرْكِ الْمُصَافَحَةِ

Sebagaimana dimakruhkan bagi seorang Muslim berjabat tangan dengan non-Muslim dzimmi. Yaitu, tanpa ada hajat. Sebab disebutkan dalam kitab al-Qunyah, tidak apa-apa seorang Muslim berjabat tangan dengan tetangganya yang Nasrani, jika ia kembali dari bepergian, dan merasa tersakiti jika tidak berjabat tangan (Muhammad Amin Ibnu Abidin, Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar, juz 6, h. 412).

Senada dengan Ibnu Abidin, Syekh Nizamuddin al-Barnahaburi dan sekelompok ulama India menjelaskan:

تُكْرَهُ الْمُصَافَحَةُ مع الذِّمِّيِّ، وَلَا بَأْسَ بِمُصَافَحَةِ الْمُسْلِمِ جَارَهُ النَّصْرَانِيَّ إذَا رَجَعَ بَعْدَ الْغَيْبَةِ وَيَتَأَذَّى بِتَرْكِ الْمُصَافَحَةِ

“Dimakruhkan berjabat tangan dengan non-Muslim dzimmi. Dan tidak apa-apa seorang Muslim berjabat tangan dengan tetangganya yang Nasrani, jika ia kembali dari bepergian, dan merasa tersakiti jika tidak berjabat tangan” (Nizamuddin al-Barnahaburi dkk, Al-Fatawa Al-Hindiyyah, juz 5, h. 348).

2. Ibrahim An-Nakha’i Hasan al-Bashri dan ulama mazhab hambali

Mereka menegaskan berjabat tangan dengan non muslim hukumnya makruh. Baik hajat ataupun tidak.

Syekh Ibnu Muflih menyebutkan:

وَتُكْرَهُ مُصَافَحَةُ الْكَافِرِ

“Dan dimakruhkan berjabat tangan dengan non-Muslim” (Ibnu Muflih, Al-Adab Al-Syariyyah, juz 2, h. 365).

Senada dengan Ibnu Muflih, Syekh Mansur al-Bahuti menuliskan:

وَتُكْرَهُ مُصَافَحَتُهُ

“Dan dimakruhkan berjabat tangan dengan non-Muslim” (Mansur al-Bahuti, Kasysyaful Qina’ an Matnil Iqna’, juz 8, h. 329).

Akan tetapi di bagian lain dari kitab tersebut syekh al-bahuti menyatakan kebolehan muslim mengunjungi non-muslim dzimmi jika diharapkan keislamannya.

(تَجُوزُ الْعِيَادَةُ) أَيْ: عِيَادَةُ الذِّمِّيِّ (إنْ رُجِيَ إسْلَامُهُ)

“Diperbolehkan mengunjungi, yaitu mengunjungi non-Muslim dzimmi, jika diharapkan keislamannya” (Mansur al-Bahuti, Kasysyaful Qina’ an Matnil Iqna’, juz 8, h. 335).

3. Ulama mazhab Maliki

Ulama mazhab Maliki menyatakan seorang muslim tidak boleh berjabat tangan dengan non-muslim. Kecuali dalam keadaan darurat.

Artinya jika ada darurat yang memaksa seorang muslim berjabat tangan dengan non-muslim maka hukumnya boleh.

Syekh Ali Al-Adawi menuturkan:

(وَلَا الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ) أَيْ لِأَنَّ الشَّارِعَ طَلَبَ هَجْرَهُمَا وَمُجَانَبَتَهُمَا، وَفِي الْمُصَافَحَةِ وَصْلٌ مُنَافٍ لِمَا هُوَ الْمَطْلُوبُ.

“Dan tidak diperbolehkan seorang Muslim berjabat tangan dengan orang non-Muslim. Yaitu, karena Syari’ meminta menjauhi keduanya, sedangkan berjabat tangan berarti menyambung sesuatu yang dapat menafikan apa yang diminta syari’” (Ali Al-Adawi, Hasyiyah Al-Adwi, juz 8, h. 200).

Syekh Abu Bakar al-Kasynawi dalam kitab Ashalul Madarik Syarah Irsyadus Salik menegaskan:

وَلَا تَجُوزُ مُصَافَحَةُ الرَّجُلِ الْمَرْأَةَ، وَلَا الْمُسْلِمِ الْكَافِرَ إلَّا لِضَرُورَةٍ.

“Seorang laki-laki tidak diperbolehkan berjabat tangan dengan perempuan, sebagaimana seorang Muslim tidak diperbolehkan berjabat tangan dengan non-Muslim kecuali karena darurat” (Abu Bakar al-Kasynawi, Ashalul Madarik Syarah Irsyadus Salik, juz 2, h. 388).

4. Ulama mazhab syafi’i

Ulama mazhab syafi’i mengatakan berjabat tangan dengan non-muslim hukumnya boleh.

Imam Ramli menyebutkan:

(سُئِلَ) عَنْ مُصَافَحَةِ الْكَافِرِ هَلْ تَجُوزُ أَوْ لَا ؟ (فَأَجَابَ) بِأَنَّ مُصَافَحَةَ الْكَافِرِ جَائِزَةٌ، وَلَا تُسَنُّ.

“Ditanya tentang hukum berjabat tangan dengan non-Muslim; bolehkah atau tidak? Beliau menjawab bahwa berjabat tangan dengan non-Muslim hukumnya boleh, dan tidak disunnahkan” (Ahmad bin Hamzah al-Ramli, Fatawa al-Ramli, juz 5, h. 181).

Ibnu Abi Syaibah juga menyebutkan:

حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ العَسْقَلَانِي قَالَ: أَخْبَرَنِيْ مَنْ رَأَى ابْنَ مُحَيْرِيْز يُصَافِحُ نَصْرَانِيًّا فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ

“Waki’ bercerita kepada kami, dari Syu’bah, dari Abi Abdillah al-Asqalani, ia berkata: ‘Bercerita kepadaku orang yang melihat Ibnu Muhairiz berjabat tangan dengan seorang Nasrani di masjid Damaskus” (Abdullah bin Abi Syaibah, Al-Kitab al-Mushannaf fil Ahadits wal A’tsar, juz 5, h. 248).

Pendapat ini serupa dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Pusat Fatwa Elektronik Al-Azhar Mesir nomor 1020, berbunyi:

مُصَافَحَةُ غَيْرِ الْمُسْلِمِ جَائِزَةٌ، وَمِنَ الْبِرِّ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِهِ الشَّرْعُ

“Berjabat tangan dengan non-Muslim itu boleh, dan merupakan perbuatan baik yang diperintahkan oleh agama Islam kepada kita.”

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya berjabat tangan dengan non-muslim. Ulama mazhab Hanafi menghukuminya makruh secara mutlak.

Ulama mazhab Maliki Mengharamkannya. Kecuali jika ada darurat. Sedangkan mazhab syafi’i menganggapnya boleh. Keberagaman pendapat para ulama memberikan kemudahan bagi kita untuk memilih pendapat yang paling sesuai dengan kondisi kita. Dan semoga kita bisa semakin dewasa dalam menyikapi berbagai perbedaan yang ada.

The post Hukum Bersalaman dengan Non Muslim, Bolehkah? appeared first on DalamIslam.com.

]]>
3 Cara Mengajak Non Muslim Masuk Islam https://dalamislam.com/info-islami/cara-mengajak-non-muslim-masuk-islam Wed, 08 Jan 2020 05:26:37 +0000 https://dalamislam.com/?p=8210 Jika mau mengajak non muslim masuk ke agama islam jangan mengajak dengan cara sembarangan. Misalnya dengan cara merayu, memberi uang atau bahkan memberi sesuatu barang yang ia senangi. Sampai-sampai ia terpengaruh akan omongan anda tersebut. Ajaklah ia masuk ke agama islam dengan bertanya terlebih dahulu kepada si pengikut tersebut apakah ia benar-benar ingin masuk ke […]

The post 3 Cara Mengajak Non Muslim Masuk Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Jika mau mengajak non muslim masuk ke agama islam jangan mengajak dengan cara sembarangan. Misalnya dengan cara merayu, memberi uang atau bahkan memberi sesuatu barang yang ia senangi. Sampai-sampai ia terpengaruh akan omongan anda tersebut. Ajaklah ia masuk ke agama islam dengan bertanya terlebih dahulu kepada si pengikut tersebut apakah ia benar-benar ingin masuk ke agama islam dengan sepenuh hati. Jika ia masuk ke agama islam dengan yakin dan sepenuh hati maka ia akan bisa menjalankan caranya satu persatu dengan baik dan benar meskipun sebelumnya belum ia ketahui.

Sebelum mengajak non muslim masuk Islam, ada baiknya kita memberi tahu mengenai keuntungan menjadi mualaf. seperti salah satunya adalah dihapuskan dosanya dari awal. Sehingga dapat menambah kepercayaannya mengenai agama islam. Berikut ini cara mengajak non muslim masuk islam:

1. Mengucap Dua Kalimat Syahadat

Jika kita mengajak seorang non muslim masuk islam coba terlebih dahulu bertanya apakah ia benar-benar ingin mengikuti agama itu dengan hati percaya dan yakin ingin berpindah keyakinan. Ketika dia sudah yakin dan mau maka bimbinglah ia mengucap dua kalimat syahadat. Dimana syahadat merupakan salah satu rukun islam yang pertama

Cara pertama yang dianjurkan dalam agama islam untuk menghargai dan meyakini bahwa kita percaya terhadap agama tersebut. Yang mempunyai arti bahwasanya anda mempercayai bahwa tiada tuhan selain ALLAH dan bersaksi bahwa nabi muhammad adalah utusan ALLAH. Dan ikrar dua kalimat syahadat harus diucapkan di depan kaum muslim minimal dua orang muslim yang baik.Tujuan diadakan saksi tersebut agar mualaf tersebut diakui oleh masyarakat lain bahwasanya dia sudah berpindah agama atau keyakinan.

Berikut ini dua kalimat syahadat dalam bahasa arab

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

“Aku bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah”.

2. Menjalankan Solat 5 Waktu

Jika seseorang yang sudah masuk islam maka ia akan diwajibkan untuk melaksanakan solat lima waktu setiap harinya. Ajaklah ia menunaikan solat dimana setiap solat itu mempunyai waktu-waktu tertentu yang terdiri dari solat subuh 2 rakaat, dzuhur 4 rakaat, asar 4 rakaat, magrib 3 rakaat, isya 4 rakaat. Maka dari itu dia harus bisa mencari guru atau orang yang bisa membimbing dia melaksanakan ibadah tersebut dengan baik dan benar. Ibadah tersebut dilakukan tidak harus di masjid tapi dirumah juga bisa asalkan kita melaksanakannya dengan niat dan hati yang ikhlas. Karena salat adalah sebaik-baik amalan kedua setelah dua kalimat syahadat.

3. Berpuasa Pada Bulan Ramadhan

Bagi orang yang sudah masuk islam akan dianjurkan untuk berpuasa pada saat bulan suci ramadhan selama sebulan penuh, menahan lapar makan dan haus minum. Puasa ini dilakukan oleh orang-orang yang sudah berakal dan balig, puasa tidak boleh dikerjakan oleh orang-orang yang tidak berakal sehat seperti, orang gila, anak-anak yang belum dewasa atau disebut juga belum berakal,puasa juga tidak bisa dikerjakan oleh orang yang sedang hamil, ibu menyusui dan orang yang baru melahirkan.

Ada banyak keutamaan puasa bulan ramadhan yang dapat memperbanyak pahala umat muslim.Nah puasa juga bukan dikerjakan pada bulan puasa ramadhan bisa saja dikerjakan pada hari biasa seperti macam-macam puasa sunnah senin kamis dimana pahala yang kita peroleh akan lebih besar dan dijalankan dengan hati yang ikhlas dan sabar. Ketika kita berpuasa kita harus bisa menahan segala apapun, seperti godaan makanan,air minuman es dan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya dalam sekejap.

Niat puasa dalam bahasa arab

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghodin an’ adaai fardhi syahri romadhoona haadzihis sanati lillahi ta’ala.”

Artinya: ” Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan ramadan tahun ini karena Allah Ta’ala.

Demikian artikel cara mengajak non muslim masuk islam artikel ini tidak bertujuan untuk menyinggung siapa saja, karena setiap orang mempunyai sifat dan prinsip masing-masing yang berbeda dan mempunyai keyakinan masing-masing.

The post 3 Cara Mengajak Non Muslim Masuk Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Mengenal Sejarah Toleransi dalam Islam https://dalamislam.com/sejarah-islam/mengenal-sejarah-toleransi-dalam-islam Fri, 21 Jun 2019 11:54:12 +0000 https://dalamislam.com/?p=7326 Saling menghargai antar umat beragama adalah salah satu sifat yang harus dipegang oleh seorang muslim. Pasalnya, terlepas dari agama kita yang memang memiliki ajaran sendiri, menghargai ajaran yang dianut orang lain juga merupakan bagian dari ilmu yang diajarkan kepada kita. Itulah kenapa perlu adanya toleransi yang harus dipelihara. Allah Berfirman dalam QS. Al Kafirun ayat […]

The post Mengenal Sejarah Toleransi dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Saling menghargai antar umat beragama adalah salah satu sifat yang harus dipegang oleh seorang muslim. Pasalnya, terlepas dari agama kita yang memang memiliki ajaran sendiri, menghargai ajaran yang dianut orang lain juga merupakan bagian dari ilmu yang diajarkan kepada kita. Itulah kenapa perlu adanya toleransi yang harus dipelihara.

Allah Berfirman dalam QS. Al Kafirun ayat 6 :

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ

“Untukmu Agamamu dan Untukku Agamaku.”

Kandungan ayat diatas tidaklah memiliki arti yang mana setiap agama yang tidak sejalan dengan kita harus diperangi. Melainkan memiliki maksud harus adanya toleransi kepada keyakinan lain. Karena agama kita tidak akan berpengaruh dengan agama lain, sama halnya agama lain tidak akan berpengaruh dengan agama kita.

Misalkan, apabila seorang non Muslim memutuskan untuk bersedekah dan dalam perhitungannya sedekah mereka lebih banyak dari orang muslim, maka sejatinya orang muslim tidak akan mengalami kerugian. Karena menurut islam, Fastabiqul Khoirot  atau berlomba-lomba dalam kebaikan merupakan perlombaan yang tidak ada orang yang kalah. Semuannya menang, tergantung Allah yang menilai siapa yang terbaik.

Disisi lain, orang yang tidak memiliki rasa toleransilah yang layak untuk diperangi

Allah SWT berfirman dalam QS. Al Muthaharah ayat 8 :

لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Baca juga:

Dari ayat diatas dijelaskan bahwa tidak ada alasan memerangi suatu kaum kecuali mereka memerangi karena agama dan melakukan kolonialisme.

Toleransi Pada Zaman Rasulullah

Mengenal sejarah toleransi dalam islam, Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mengajarkan kepada para sahabat dan umatnya untuk bertoleransi. Rasululullah tidak  pernah membenci seorang hanya karena agamanya berbeda. Bahkan tatkala masa-masa peperangan, Rasululluah tidak akan melakukan sesuatu hal yang berdampak intoleran berdasarkan pada QS Al Muthaharah ayat 8 diatas.

Berikut adalah contoh toleransi pada Zaman Rasulullah.

1. Menghormati Jenazah Yahudi

Allah berfirman dalam QS Al Baqarah ayat 120 :

وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ ٱلْيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ ٱتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُم بَعْدَ ٱلَّذِى جَآءَكَ مِنَ ٱلْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّ وَلَا نَصِيرٍ

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.

Imam al-Thabari mengutarakan pendapatnya bahwa, ayat diatas diturunkan karena umat Yahudi maupun Nashrani mengklaim bahwa yang akan masuk surga hanyalah kelompok mereka saja, bukan kelompok yang menerima ajaran baru dari Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam (ajaran Islam).

Itulah kenapa diturunkan ayat tersebut sebagai motivasi dari Allah SWT bahwasannya statement yang dikeluarkan oleh umat Yahudi dan Nasrani hanyalah klaim saja, dan mereka akan terus mengatakan demikian sampai Nabi Muhammad mau mengikuti ajaran mereka.

Baca juga:

Meskipun begitu, Rasulullah tidak pernah membenci maupun memusuhi mereka. Rasulullah tetap saja menganggap semua orang sama. Bahkan toleransi Rasulullah tetap berlaku tatkala ada seorang jenazah Yahudi yang melintas didepan beliau. Hal ini dijelaskan dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah  yang berbunyi :

 (Suatu ketika) kami (para sahabat Nabi) dilalui oleh sebuah keranda jenazah. Kemudian Rasulullah pun berdiri (saat keranda itu melewati kami), dan kami pun ikut berdiri seperti yang beliau lakukan.“Rasul, itu kan jenazahnya orang Yahudi, mengapa kita harus berdiri?” tanya para sahabat pada Rasulullah.“Kematian itu sangat menakutkan. Karena itu, apabila kalian melihat jenazah (apapun agamanya) yang sedang lewat, berdirilah sejenak (agar kalian ingat mati),” jawab Rasulullah pada para sahabat

(HR Bukhari, Muslim, an-Nasai, dan Abu Daud).

2. Mengucapkan Salam kepada Non Muslim

Hal ini sering menjadi perdebatan, pasalnya di masyarakat awam. Sering sekali muncul pendapat bahwasannya menjawab salam maupun mengucapkan salam kepada non muslim merupakan perkara yang haram atau tidak diperbolehkan. Tentu saja apabila dilihat dari kasat mata, hal ini terkesan sangat mengabaikan sifat toleransi.

Imam Nawawi dalam buku Syarah Muslim berpendapat bahwasannya tidak boleh mendahului memberikan salam, assalamu ‘alaikum, pada non-Muslim. Namun pendapat tersebut merupakan satu dari sekian pendapat yang diutarakan tanpa mengabaikan pendapat yang lain.

Menurut  Al-Baihaqi (yang dikutip oleh Imam Nawawi) salah satu sahabat Rasulullah yaitu  Abu Umamah selalu mendahulukan memberi salam, assalamu ‘alaikum pada non-Muslim. Beliau berpendapat bahwa, salam kita pada sesama Muslim merupakan bentuk tahiyyah (penghornatan), sementara salam kita pada non-Muslim merupakan upaya untuk menjaga ketentraman dan kedamaian dengan mereka (aman).

3. Bersedekah kepada Non Muslim

An Nawawi dalam Al Majmu’ mengatakan bahwa :

Dianjurkan agar sedekah itu diberikan kepada orang sholeh, orang yang rajin melakukan kebaikan, menjaga kehormatan dan dia membutuhkan. Namun jika ada orang yang bersedekah kepada orang fasik, atau orang kafir, di kalangan yahudi, nasrani, atau majusi, hukumnya boleh.

Baca juga:

Beberapa ulama berpendapat bahwa sedekah kepada non muslim terbatas kepada sedekah sunnah saja. Sedangkan sedekah wajib hanya diperuntukan kepada orang-orang yang berhak menerimanya secara syar’i.

Dala suatu riwayat Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, ia berkata :

Aku menyembelih kambing untuk Ibnu Umar dan keluarganya. Ibnu Umar berkata: “apakah engkau sudah hadiahkan kambing ini juga kepada tetangga kita yang Yahudi itu?” Mereka berkata: “Belum” Ibnu Umar berkata: “berikan sebagian untuk mereka, karena aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Jibril senantiasa mewasiatkan aku untuk berbuat baik pada tetangga, hingga hampir aku menyangka tetangga akan mendapatkan harta waris”

(HR. Tirmidzi 1943, dishahihkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i dalam Shahih Al Musnad 797).

Dari riwayat diatas, dapat disimpulkan bahwasannya sedekah kepada non muslim itu tidak haram dan diperbolehkan. Hal ini tentu menunjukkan bahwa sikap toleransi itu kuat maknannya karena dari ajaran islam itu sendiri menyerukan untuk tidak memusuhi setiap manusia tanpa alasan dan memperlakukannya sama. Adapun setiap pengadilan, Allah lah yang akan menentukannya.

Demikianlah sedikit pembahasan tentang mengenal sejarah toleransi dalam islam. Semoga apa yang dijelaskan diatas dapat membuat kita semakin baik dan selalu dihindarkan dari segala fitnah. Amin, InsyaAllah.

Hamsa,

The post Mengenal Sejarah Toleransi dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menerima THR dari Non Muslim https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menerima-thr-dari-non-muslim Wed, 12 Jun 2019 04:29:02 +0000 https://dalamislam.com/?p=7091 Menjelang lebaran tiba, maka seringkali tradisi di Indonesia adalah membeli baju baru. Namun, kali ini ada hal lain dan telah ditunggu-tunggu yaitu terkait THR. THR merupakan kepanjangan dari tunjangan hari raya. Tunjangan ini biasanya akan  didapatkan sekitar satu tahun sekali tepatnya pada hari Raya Idul Fitri. Tunjangan hari raya ini akan dibagikan untuk kalangan anak […]

The post Hukum Menerima THR dari Non Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menjelang lebaran tiba, maka seringkali tradisi di Indonesia adalah membeli baju baru. Namun, kali ini ada hal lain dan telah ditunggu-tunggu yaitu terkait THR. THR merupakan kepanjangan dari tunjangan hari raya. Tunjangan ini biasanya akan  didapatkan sekitar satu tahun sekali tepatnya pada hari Raya Idul Fitri. Tunjangan hari raya ini akan dibagikan untuk kalangan anak kecil hingga usia remaja bahkan dewasa sekalipun.

Tunjangan Hari Raya (THR)

Tunjangan Hari Raya atau yang dikenal juga dengan THR merupakan hak pendapatan bagi pekerja. Tunjangan ini wajib dibayarkan oleh para pengusaha kepada pekerja menjelang hari keagamaan berupa uang atau pun dalam bentuk lain. Dengan THR tersebut seorang pekerja dapat membeli baju baru, kue dan makanan hari raya, dan terutama bagi para perantau THR bisa digunakan sebagai ongkos mudik atau pulang kampung.

Berdasarkan Pasal pada butir pertama, maka Tunjangan hari raya ini sendiri telah diatur dalam peraturan menteri tenaga kerja Republik Indonesia terletak pada Nomor Per.04/Men/1994 Tahun 1994 tentang:

Tunjangan Hari Raya keagamaan bagi para pekerja di perusahaan (THR), adalah pendapatan pekerja wajib dibayarkan oleh pihak pengusaha kepada para pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan dan berupa uang atau bentuk lain.Hari Raya keagamaan adalah hari Raya Idul Fitri bagi pekerja beragama Islam, Hari Raya Nyepi bagi pekerja beragama Hindu, Hari Raya Natal bagi pekerja beragama Kristen katolik dan protestan, dan Hari Raya Waisak bagi pekerja beragama Budha

Hukum Terima THR dari Nonmuslim dalam Islam

Pada dasarnya sebuah pemberian termasuk juga ke dalam kategori hadiah apabila diberikan tanpa konpensasi. Hukum memberikan hadiah adalah sunnah sedangkan menerima hadiah itu diperbolehkam karena bisa memberikan efek positif., yaitu akan menumbuhkan welas –asih dan menjauhkan permusuhan. Hal ini telah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Al-Qurthubi :

Baca juga:

Hukum hadiah itu disunnahkan dan hadiah itu bisa mewariskan kasih saying dan dapat menghilangkan permusuhan. Imam malik juga telah meriwayatkan dari atha bin abdillah al-Khurasani, ia berkata bahwa Rasulullah saw pernah bersabda ‘Hendaknya kalian saling bersalaman maka kedengkian akan sirna, dan hendaklah kalian saling memberi hadiah maka kalian akan saling menyayangi satu sama lain dan permusuhan akan sirna’

Jika Menerima THR dari nonmuslim dalam suatu perusahaan setelah bekerja di tempat tersebut merupakan menuntut hak. Tidak masalah karena itu termasuk hak kaum muslim yang bekerja. Dan memberikan THR sudah diatur dalam negeri Indonesia. Sehingga hukum menerima THR dari non muslim sendiri menurut Ust. Abdul Somad, Lc. MA adalah diperbolehkan.

THR bila menerima dari nonmuslim hukumnya adalah diperbolehkan. Buya Yayah pernah berkata bahwa umat muslim tidak diperbolehkan untuk mengucapkan ikrar seperti ucapan selamat dari sesuatu ciri kekafiran atau sebagainya. Tapi kalau dalam interaksi kebersamaan dan silahturahmi juga diperbolehkan untuk menerima hadiah dari non muslim.

Adanya Bagi-bagi THR juga termasuk dalam langkah untuk bersilahturami antar sesama umat beragama islam . Bahkan umat islam ketika hari raya Idul fitri diperbolehkan untuk mengunjungi saudara atau tetangga non muslim agar dapat menjalin hubungan silahturahmi.

Tetapi alangkah baiknya bila tidak terlalu sering memberikan THR karena dikhawatirkan akan menjadi kecanduan sehingga tidak ikhlas dalam berkunjung, bersilahturahmi dan niat seharusnya dalam momen hari raya idul fitri berubah.

Tradisi Menerima dan Memberikan Tunjangan Hari Raya (THR)

Bagi para pekerja baik berstatus pegawai negeri maupun swasta pada akhir bulan Ramadhan biasanya akan mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) berupa sejumlah uang atau barang kebutuhan pokok (sembako) atau bentuk lainnya.

Baca juga:

Uang yang mereka terima biasanya digunakan belanja. Tradisi THR ini juga melahirkan perilaku konsumtif bagi kalangan umat Islam. Kecenderungan mereka adalah menganggap bahwa hari Raya Idul Fitri harus dengan makanan yang khusus, pakaian baru, perabot rumah tanggan terbaru dan sebagainya.

Bila tidak berhati-hati dalam mengelola keuangan terdapat kemungkinan untuk lupa dalam hal membayar zakat fitrah, sedekah, zakat mal dsb. Hal tersebut sebenarnya di Bulan Ramadhan itu dianjurkan dan pahalanya dilipat gandakan apabila dilaksanakan. Berikut dalilnya,

“Dari Ibnu Abbas pernah berkata bahwa Adalah Rasulullah saw orang yang paling gemar untuk bersedekah dan beliau juga gemar bersedekah di bulan Ramadhan. Rasulullah pernah bertemu Jibril setiap malam di bulan Ramadhan untuk bertadarus Al-Qur’an. Dan Sungguh Rasulullah saw bersedekah di bulan Ramadhan seperti angina berjalan”

Dari Segi Pemberi THR

Memberikan tunjangan Hari Raya (THR) ketika Hari Raya Idul Fitri Tiba bukanlah sesuatu yang diwajibkan untuk dilaksanakan. THR adalah pemberian sukarela. Namun pemberian THR juga telah diatur dalam peraturan di Indonesia.

Ada beberapa kondisi dimana suatu perusahaan tidak perlu memberikan THR jika memasuki kondisi yang tidak baik di keuangannya. Hal tersebut lebih kepada perusahaan atau pengusaha yang memiliki kewajiban untuk memberikan THR.

Sedangkan THR untuk saudara dan anak-anak berkunjung ketika Idul Fitri itu merupakan bentuk semangat untuk anak-anak tetapi tidak dianjurkan untuk selalu diberikan karena nanti dikhawatirkan anak-anak kecanduan dan menjadi ada sesuatu yang diharapkan. Sehingga tidak ikhlas dan pamrih.

Padahal memberi THR termasuk dalam pemanis di Hari Raya Idul Fitri sewaktu bersilahturahmi. Dan juga termasuk sedekah seperti digemari oleh Rasulullah SAW. Sesuai dengan dalil di penjelasan diatas sebleumnya dimana telah disebutkan dalilmya oleh sahabat nabi.

Penjelasan Secara Singkatnya

Tunjangan Hari Raya atau biasa disebut THR adalah hak pendapatan wajib diberikan kepada pekerja oleh para pengusaha. Tetapi Hukum bila didapatkan dari non muslim itu diperbolehkan jika itu menuntut dalam artian itu hak bagi para pekerja.

Baca juga:

Menurut Ust. Abdul Somad hukum menerima THR dari non muslim adalah diperbolehkan. Tapi tidak diperkenankan ikut merayakan pada acara keagamaan agama lain dengan mengucapkan selamat atau suatu ciri kekafiran.

Namun akan berbeda arti jika THR diberikan kepada anak-anak atau saudara keluarga, THR yang diberikan atau diterima termasuk dalam hadiah  Menerima Hadiah dari non muslim ini juga hukumnya diperbolehkan asal tidak ikut merayakan perayaan agama selain agama islam. Karena menerima bukan merayakan tentu saja islam akan memperbolehkan.

Tradisi THR sendiri ada sebagai lahan untuk para pekerja membelanjakan seperti baju lebaran atau ongkos pulang kampung (mudik) sebagai langkah berkumpul dan bersilahturahmi dengan keluarga terdekatnya. Tidak lupa perihal juga telah diatur dalam peraturan menteri tenaga kerja Indonesia pada butir pertama atau ke satu. Sehingga THR sesuai dengan ketentuan.

Dari segi pemberi sebenarnya memberi THR tidak wajib dalam islam itu sendiri. Namun tradisi ini merupakan pemanis dalam hubungan dekat dengan siapapun itu agar tidak terjadi permusuhan sesuai dalil sebelumnya. Dengan THR maka masyarakat akan mengetahui indahnya berbagi kebahagian sesuai kemampuannya dalam memberikan THR itu sendiri.

Semoga bermanfaat pembahasan tentang hukum menerima THR dari non muslim ini dan semoga kita semua mendapat berkah bulan ramadhan.

The post Hukum Menerima THR dari Non Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Memakan Sembelihan Non Muslim https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-memakan-sembelihan-non-muslim Mon, 07 Jan 2019 06:57:52 +0000 https://dalamislam.com/?p=4879 Memakan sembelihan non muslim tidak dibolehkan dalam Islam kecuali sembelihan yang dimaksud berasal dari Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Selain sembelihan, yang juga tidak diperbolehkan adalah kuah dari sembelihan tersebut. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 5 yang artinya, “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan […]

The post Hukum Memakan Sembelihan Non Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Memakan sembelihan non muslim tidak dibolehkan dalam Islam kecuali sembelihan yang dimaksud berasal dari Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani.

Selain sembelihan, yang juga tidak diperbolehkan adalah kuah dari sembelihan tersebut. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 5 yang artinya,

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka …” (QS. Al Maidah : 5).  

Merujuk ayat di atas, para ulama sepakat bahwa sembelihan para Ahli Kitab adalah halal.

Dan jika sembelihan dilakukan oleh seorang penyembah berhala atau orang yang murtad maka sembelihannya tersebut tidak halal.  

Jika hewan yang disembelih dipersembahkan kepada selain Allah maka hukumnya adalah haram.

Dalam artian, hewan yang disembelih diperuntukkan untuk selain Allah seperti berhala, laut, penghuni kubur, dan lain sebagainya maka hukumnya adalah haram.

Dalam surat Al Baqarah ayat 173 Allah SWT berfirman yang artinya,

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih selain untuk Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah : 173).

Allah SWT juga berfirman dalam surat Al An’am ayat 145 yang artinya,

“Katakanlah, “Tiadalah aku dapatkan di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi orang yang ingin memakannya, kecuali bangkai, darah yang mengalir, daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor, dan hewan yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am : 145).

Jika memakan hewan yang disembelih dengan nama selain Allah, maka hukumnya juga haram. Allah SWT berfirman dalam surat Al An’am ayat 121 yang artinya,

“Dan janganlah kamu makan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (QS. Al-An’am : 121).

Dikutip dari Shahih Bukhari,

“Telah menceritakan kepada kami Mu’alla bin Asad berkata, telah menceritakan Abdul Aziz yaitu Ibnul Mukhtar berkata, telah mengabarkan kepada kami Musa bin Uqbah ia berkata, telah mengabarkan kepadaku Salim bahwasannya ia mendengar Abdullah menceritakan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasannya beliau berjumpa dengan Zaid bin Amru bin Nufail di bawah Baldah dan itu adalah ketika belum turun wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian menyodorkan kepadanya nampan berisi daging, namun ia enggan untuk memakannya. Beliau pun bersabda, ‘Sesungguhnya aku tidak makan apa yang kalian sembah untuk sesembahan kalian, dan aku juga tidak makan sesuatu yang tidak disebut nama Allah atasnya.” (HR. Bukhari)

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum memakan sembelihan non muslim. Artikel lain yang dapat dibaca di antaranya adalah makanan halal, makanan haram, cara menyembelih hewan qurban yang syar’i,
keutamaan membaca basmalah, makanan haram dalam Islam, hewan halal menurut Islam, binatang haram dalam Islam, akibat makan makanan haram, daging biawak dalam Islam, dan manfaat madu dalam pandangan Islam. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Memakan Sembelihan Non Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menerima Sumbangan Dari Non Muslim dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menerima-sumbangan-dari-non-muslim Thu, 16 Aug 2018 03:05:37 +0000 https://dalamislam.com/?p=4079 Sumbangan adalah salah satu bentuk empati atau peduli terhadap sesama yang sangat dianjurkan dalam Islam. Sumbangan dapat membantu mereka yang membutuhkan sehingga mempunyai standart hidup yang lebih baik. Menerima sumbangan sama hukumnya dengan hukum berbisnis dengan non Muslim. Begitu pula dengan menerima sumbangan dari non Muslim, hukumnya adalah mubah atau boleh. Hal ini sesuai dengan […]

The post Hukum Menerima Sumbangan Dari Non Muslim dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sumbangan adalah salah satu bentuk empati atau peduli terhadap sesama yang sangat dianjurkan dalam Islam. Sumbangan dapat membantu mereka yang membutuhkan sehingga mempunyai standart hidup yang lebih baik.

Menerima sumbangan sama hukumnya dengan hukum berbisnis dengan non Muslim. Begitu pula dengan menerima sumbangan dari non Muslim, hukumnya adalah mubah atau boleh. Hal ini sesuai dengan yang diriwayatkan Rasulullah saw.

Ali bin Abi Thalib RA meriwayatkan, bahwa Kisra [Raja Persia] pernah memberi hadiah kepada Rasulullah SAW lalu beliau menerimanya. Kaisar [Raja Romawi] pernah pula memberi hadiah kepada Rasulullah SAW lalu beliau menerimanya. Para raja (al-muluuk) juga memberi hadiah kepada beliau lalu beliau menerimanya. (HR Ahmad dan At-Tirmidzi, dan dinilai hadits hasan oleh Imam At-Tirmidzi) (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1172).

Baca juga:

Allah Ta’ala berfirman,

لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8)

Ibnu Jarir Ath Thobari –rahimahullah– mengatakan, “Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menjalin hubungan dan berbuat adil dengan setiap orang dari agama lain yang tidak memerangi kalian dalam agama. (Jaami’ul Bayan fii Ta’wilil Qur’an, 28: 81)

Ibnu Katsir –rahimahullah– menjelaskan, “Allah tidak melarang kalian berbuat ihsan (baik) terhadap orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin dalam agama dan juga tidak menolong mengeluarkan wanita dan orang-orang lemah, yaitu Allah tidak larang untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada mereka. Karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 247).

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,

أُهْدِىَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – جُبَّةُ سُنْدُسٍ ، وَكَانَ يَنْهَى عَنِ الْحَرِيرِ ، فَعَجِبَ النَّاسُ مِنْهَا فَقَالَ « وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَمَنَادِيلُ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ فِى الْجَنَّةِ أَحْسَنُ مِنْ هَذَا »

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diberikan hadiah jubah sutera yang halus. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memakai sutera. Orang-orang takjub ketika itu (ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menolaknya, pen.). Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh sapu tangan Saad bin Muadz di surga, lebih baik dari ini.” (HR. Bukhari, no. 2615)

Namun akan berbeda  halnya jika sumbangan dari non Muslim tersebut ditujukan untuk menyebarluaskan kekufurannya. Jika sumbangan tersebut ditujukan untuk hal yang membuat akidah Muslim rusak, maka hal tersebut diharamkan. Hal ini telah difirmankan oleh Allah SWT dalam Alquran.

Baca juga:

Allah berfirman,

وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً

“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)” (An-Nisaa’:89)

Sedangkan jika sumbangan yang diberikan oleh non Muslim tersebut tidak mengandung mudarat, maka dibolehkan. Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Seorang muslim diperbolehkan berserikat dengan orang kafir, dengan syarat orang kafir tersebut tidak berkuasa penuh mengaturnya. Bahkan, orang kafir tersebut harus berada di bawah pengawasan muslim agar tidak melakukan transaksi riba atau keharaman yang lain jika ia berkuasa penuh.” (al-Mulakhkhash al-Fiqhi)

Dalam Fatwa Lajnah Daimah dijelaskan,

يجوز للمسلمين أن يمكنوا غير المسلمين من الإنفاق على المشاريع الإسلامية؛ كالمساجد والمدارس إذا كان لا يترتب على ذلك ضرر على المسلمين أكثر من المنفعة

“Boleh bagi kaum muslimin menerima infak dari non-muslim untuk kegiatan Islam semisal membangun masjid dan sekolah/pesantren, jika tidak ada bahaya yang ditimbulkan bagi kaum muslimin dan banyak manfaatnya” (Fatwa Lajnah Daimah 5/256 nomor 21334 )

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah disebutkan:

فلا مانع من أن تطلبوا من كافر إعانة مالية يهبكم إياها ثم تستعينون بها في بناء مسجد ، كما لا حرج في قبولها منه دون طلب لا سيما مع عجزكم عن بنائه وحاجتكم إليه، ولا يلزمكم البحث عن مصدر ماله الذي تبرع به هل هو من حلال أو من حرام ، ولكن إذا علمتم أن عين المال الذي أعطاكم إياه حراما فلا يجوز لكم قبوله وصرفه في بناء المسجد

“Tidak ada masalah meminta sumbangan dari orang kafir dalam bentuk harta, kemudian digunakan untuk membangun masjid. Sebagaimana juga dibolehkan menerima pemberian orang kafir tanpa melalui permintaan. Terlebih jika kalian (kaum muslimin) tidak mampu membangun masjid, sementara kalian sangat membutuhkannya. Tidak ada kewajiban untuk mencari tahu sumber harta mereka, apakah dari jalan yang halal ataukah dari jalur yang haram. Akan tetapi, jika kalian tahu persis bahwa uang yang diberikan orang kafir itu adalah uang haram, maka tidak boleh diterima dan tidak boleh digunakan untuk membangun masjid” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 75831)

Baca juga:

Namun kita dilarang untuk merendahkan diri kita di hadapan non Muslim dalam meminta sumbangan.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menyatakan,

فقبول هبات الكفار وتبرعاتهم دون طلب لا بأس به ويجوز صرف هذا المال في المشاريع الإسلامية ونفقاتها المختلفة . أما طلب التبرعات من الكفار ففيه بعض المحاذير مثل الذلّ أمامهم وملكهم قلب الطالب إذا أعطوه . فلو خلا من هذه المحاذير فلا بأس ، فقد كان النبي صلى الله عليه وسلم يستعين ( دون ذلّ ) في أمور الدعوة – وهو بمكة – ببعض المشركين كعمه أبي طالب وغيره

“Menerima pemberian orang kuffar dan bantuan mereka, tanpa meminta terlebih dahulu, itu tidak mengapa. Dan boleh menggunakan harta pemberian tersebut untuk berbagai keperluan umat Islam. Adapun meminta bantuan dari orang kafir, di sana terdapat perkara-perkara yang perlu dijauhi diantaranya bersikap dzull (merendahkan diri) di depan mereka dan timbulnya kecenderungan hati dari peminta sehingga mudah pengaruhi oleh mereka, jika permintaannya diberikan. Jika tidak ada perkara-perkara yang terlarang ini, maka tidak mengapa. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dahulu pernah meminta bantuan (tanpa merendahkan diri) kepada sebagian kaum Musyrikin di Mekkah dalam urusan dakwah, semisal kepada paman beliau Abu Thalib dan yang selainnya” (Fatawa Islam Sual Wal Jawab no.212)

Itulah penjelasan singkat mengenai hukum menerima sumbangan dari non Muslim. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

The post Hukum Menerima Sumbangan Dari Non Muslim dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Wali Nikah Untuk Wanita Mualaf dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-wali-nikah-untuk-wanita-mualaf Sun, 22 Jul 2018 03:36:42 +0000 https://dalamislam.com/?p=3831 Menikah merupakan salah satu cara suatu kaum untuk mempertahankan keturunan. Menikah dapat dilakukan setelah seorang pria dan wanita telah mencapai baah. Hukum tidak menikah dalam Islam telah menjelaskan bahwa wajib apabila telah mampu melaksanakannya. Banyak sekali tujuan pernikahan dalam Islam tidak sekadar memiliki keturunan dan menghindari zina. Banyak sekali tantangan yang akan dilalui selama mempersiapkan pernikahan. Tak […]

The post Hukum Wali Nikah Untuk Wanita Mualaf dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menikah merupakan salah satu cara suatu kaum untuk mempertahankan keturunan. Menikah dapat dilakukan setelah seorang pria dan wanita telah mencapai baah. Hukum tidak menikah dalam Islam telah menjelaskan bahwa wajib apabila telah mampu melaksanakannya. Banyak sekali tujuan pernikahan dalam Islam tidak sekadar memiliki keturunan dan menghindari zina.

Banyak sekali tantangan yang akan dilalui selama mempersiapkan pernikahan. Tak jarang juga pasangan yang akan menikah, terlebih wanita, merupakan wanita berasal dari keluarga non muslim yang telah mualaf. Pernikahan yang akan berlangsung ini lantas bagaimana dengan wali nikah untuk wanita mualaf tersebut?  Apakah pernikahan masih dapat dilangsungkan?

Ada syarat-syarat dalam akad nikah, yaitu mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua orang saksi, dan shighat. Hal ini dijelaskan sebagai berikut:

فَصْلٌ فِي أَرْكَانِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا وَأَرْكَانُهُ خَمْسَةٌ صِيغَةٌ وَزَوْجَةٌ وَشَاهِدَانِ وَزَوْجٌ وَوَلِيٌّ

Artinya: “Fasal tentang rukun nikah dan selainnya. Rukun nikah itu ada lima yaitu, shigat, mempelai perempuan, dua orang saksi, mempelai laki-laki, dan wali” (Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 3, h. 139)

Ketika wanita mualaf tersebut masih memiliki wali non muslim, maka wanita tersebut tidak memiliki wali meskipun ayahnya sendiri. Ada beberapa syarat seorang wali, antara lain:

  1. Berakal
  2. Baligh
  3. Merdeka (bukan budak)
  4. Kesamaan agama
  5. Adil, bukan fasik.
  6. Laki-laki
  7. Bijak

Syarat wali sudah jelas dan ulama juga sepakat bahwa seorang wali pada wanita harus memiliki agama yang sama karena Allah berfirman,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ

Artinya:  “Mukmin lelaki dan mukmin wanita, satu sama lain menjadi wali.” (QS. at-Taubah: 71)

Urutan wali nikah pada anggota keluarga adalah ayahnya, kakek dari ayah, anak, cucu lelaki dari anak lelaki, saudara lelaki kandung, saudara lelaki sebapak, keponakan lelaki dari saudara lelaki sekandung atau sebapak, lalu paman. Apabila seluruh keluarga nyatanya tidak ada yang muslim, maka wali nikah dapat diberikan kepada penguasa. Maksud dari penguasa adalah hak perwalian dialihkan ke pemerintah muslim setempat. Hal ini dijelaskan pada hadits berikut,

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ، وَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

Artinya: “Tidak ada menikah kecuali dengan wali dan sultan yang merupakan wali dari mereka yang tidak memiliki wali” (HR. Ahmad 26235, Ibn Majah 1880)

Bagaimana jika wanita muallaf ini hidup di sebuah daerah yang memiliki mayoritas non muslim. Siapakah yang akan menjadi wali bagi wanita ini?

Agama Islam merupakan agama yang indah. Islam selalu memberikan kemudahan bagi umatNya. Siapapun muslim tidak dihalangi untuk melakukan pernikahan, hanya karena latar belakang posisi dan lingkungannya. Wanita mualaf ini tetap dapat menikah dengan keadaan berada pada penguasa atau pemerintah non muslim dengan cara seseorang yang menjadi wali adalah pemuka agama di lingkungan wanita ini. Hal ini dijelaskan sebagai berikut

فإنْ لم يوجَدْ لِلمرأة وليٌّ ولا ذو سُلطان، فَعَنْ أحْمَد ما يدلُّ على أنَّه يزوِّجها رجلٌ عدْلٌ بِإِذْنِها

Artinya: “Jika seorang wanita tidak memiliki wali di dalam keluarganya dan tidak memiliki pemerintah yang muslim, itu diriwayatkan dari Imam Ahmad, yang menunjukkan bahwa dia dinikahkahkan dengan lelaki adil (terpercaya) atas izin wanita tersebut” (Al-Mughni, 7/18).

The post Hukum Wali Nikah Untuk Wanita Mualaf dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Memakan Makanan Natal dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-memakan-makanan-natal Tue, 17 Jul 2018 03:05:56 +0000 https://dalamislam.com/?p=3854 Islam adalah agama sempurna yang menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Tidak ada agama lain yang diterima oleh Allah SWT selain Islam. Bahkan bagi mereka yang kafir atau non Muslim, yang menyembah Tuhan lain selain Allah, telah mendapat ancaman keras dari Allah SWT, termasuk mereka yang menyembah Nabi Isa maupun Maryam. لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ […]

The post Hukum Memakan Makanan Natal dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Islam adalah agama sempurna yang menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Tidak ada agama lain yang diterima oleh Allah SWT selain Islam. Bahkan bagi mereka yang kafir atau non Muslim, yang menyembah Tuhan lain selain Allah, telah mendapat ancaman keras dari Allah SWT, termasuk mereka yang menyembah Nabi Isa maupun Maryam.

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam”, padahal Al-Masih berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS Al-Maidah: 72)

لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَـهٍ إِلاَّ إِلَـهٌ وَاحِدٌ وَإِن لَّمْ يَنتَهُواْ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS Al-Maidah: 73)

baca juga:

Namun dalam kehidupan sehari-hari, tidak bisa dipungkiri bahwa kita juga berinteraksi dengan mereka. Bahkan saat perayaan Natal datang, mereka dengan senang hati memberikan berbagai makanan dan hadiah kepada kita yang Muslim. Lalu bagaimana hukumnya menerima atau bahkan memakan makanan Natal sedangkan hukum Natal dalam Islam adalah haram dan hukum mengucapkan selamat hari raya hanya boleh pada sesama Muslim.

Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ ditanya, “Bolehkah seorang muslim memakan makanan dari perayaan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) ata dari perayaan orang musyrik di hari raya mereka atau menerima pemberian yang berhubungan dengan hari raya mereka?”

Jawaban para ulama Lajnah, “Tidak boleh seorang muslim memakan makanan yang dibuat oleh orang Yahudi dan Nashrani atau orang musyrik yang berhubungan dengan hari raya mereka. Begitu pula seorang muslim tidak boleh menerima hadiah yang berhubungan dengan perayaan tersebut. Karena jika kita menerima pemberian yang berhubungan dengan hari raya mereka, itu termasuk bentuk memuliakan dan menolong dalam menyebarluaskan syi’ar agama mereka. Hal itu pun termasuk mempromosikan ajaran mereka yang mengada-ada (baca: bid’ah) dan turut gembira dalam perayaan mereka. Seperti itu pun dapat dianggap menjadikan perayaan mereka menjadi perayaan kaum muslimin. Boleh jadi awalnya mereka ingin mengundang kita, namun diganti dengan yang lebih ringan yaitu dengan memberi makanan atau hadiah saat mereka berhari raya. Ini termasuk musibah dan ajaran agama yang mengada-ada (baca: bid’ah). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan amalan baru yang bukan ajaran dari kami, maka amalannya tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim). Sebagaimana pula tidak boleh bagi seorang muslim memberi hadiah kepada non muslim yang berhubungan dengan perayaan mereka.

Baca juga:

[Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 2882, pertanyaan kedua, 22: 398-399, ditanda tangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selaku anggota]

Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama tersebut, jelas bahwa kita dilarang untuk memakan atau menerima segala sesuatu yang berhubungan dengan perayaan keagamaan agama lain, dan bukan hanya Kristen, tapi juga Hindu, Buddha, Yahudi, maupun agama dan kepercayaan lainnya. Hal ini dikarenakan sama saja kita mengamini atau ikut memeriahkan perayaan agama tersebut, sama halnya dengan hukum mengucapkan selamat natal dalam Islam.

Dari Amr ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallambersabda,

 لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ

Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, hasan)

Baca juga:

Dari Ibn Umar beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud, hasan)

Dari Umar radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

بعثت بين يدي الساعة بالسيف حتى يعبد الله تعالى وحده لا شريك له و جعل رزقي تحت ظل رمحي و جعل الذل و الصغار على من خالف أمري و من تشبه بقوم فهو منهم

Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga mereka menyembah Allah Ta’ala semata dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatupun, dan telah dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa yang menyelisihi perkaraku. Dan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani)

Juga terdapat hadits dalam masalah menyelisihi kaum musyrikin yaitu dari Ibn Umar dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam beliau bersabda,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

Selisihilah kaum musyrikin, biarkanlah jenggot, pendekkanlah kumis” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari Ya’la ibn Syaddad ibn Aus dari bapaknya beliau berkata, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallambersabda,

خَالِفُوا الْيَهُودَ فَإِنَّهُمْ لَا يُصَلُّونَ فِي نِعَالِهِمْ وَلَا خِفَافِهِمْ

Selisihilah kaum Yahudi karena sesungguhnya mereka tidak pernah shalat dengan memakai sandal mereka dan tidak pula dengan khuf mereka” (HR Abu Dawud, sanadnya hasan)

Baca:

Sedangkan menerima hadiah yang diberikan oleh non Muslim tapi tidak berhubungan dengan perayaan keagamaan mereka adalah dibolehkan. Sebagaimana Rasul juga pernah menerima hadiah dari orang kafir.

Dari Abu Humaid As-Sa’idy, dia berkata, ‘Kami berperang bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada perang Tabuk, lalu raja Ailah memberi hadiah kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam berupa baghlah putih, maka beliau mengenakan padanya burdah…” (HR. Bukhari, no. 2990)

Dari Katsir bin Abbas bin Abdul-Muththalib, dia berkata, ‘Abbas berkata, ‘Aku ikut perang Hunain bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu aku dan Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul-Muththalib selalu berada di samping Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sedangkan beliau menunggang baghlah putih, pemberian dari Farwah bin Nufasah Al-Juzami.’ (HR. Muslim, no. 1775)

The post Hukum Memakan Makanan Natal dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Interaksi dengan Non Muslim https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-interaksi-dengan-non-muslim Sat, 07 Jul 2018 02:19:14 +0000 https://dalamislam.com/?p=3753 Interaksi merupakan komunikasi antara dua orang atau lebih. Berinteraksi sudah menjadi kegiatan yang selalu dilakukan oleh jutaan orang manusia dan termasuk dalam adab pergaulan yang dijelaskan dalam ayat pergaulan dalam Islam. Berinteraksi merupakan kebutuhan manusia karena pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial. Mereka perlu berbagi cerita dan berita kepada orang lain agar menerima informasi penting. […]

The post Hukum Interaksi dengan Non Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Interaksi merupakan komunikasi antara dua orang atau lebih. Berinteraksi sudah menjadi kegiatan yang selalu dilakukan oleh jutaan orang manusia dan termasuk dalam adab pergaulan yang dijelaskan dalam ayat pergaulan dalam Islam.

Berinteraksi merupakan kebutuhan manusia karena pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial.

Mereka perlu berbagi cerita dan berita kepada orang lain agar menerima informasi penting. Lantas bagaimana hukum Orang muslim berteman dengan teman non muslim. Apakah diperbolehkan?

Pada dasarnya orang kafir memiliki empat macam, sebagai berikut:

  1. Kafir muahid, yakni orang kafir yang tinggal di negeri mereka sendiri dan salah satu mereka dan kaum muslim memiliki perjanjian.
  2. Kafir dzimmi, yakni orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslim dan meminta perlindungan kepada kaum muslim kemudian memberikan balas jasa (jizyah) sebagai bentuk pengganti atas perlindungan dari kaum muslim kepada mereka.
  3. Kafir mustaman, yakni orang kafir masuk ke negeri kaum muslim dan diberi garansi keamanan oleh penguasa muslim atau dari salah seorang muslim.
  4. Kafir harbi, yakni orang kafir di samping tiga jenis di atas. Kaum muslim disyari’atkan guna memerangi orang kafir semacam ini cocok dengan kekuatan mereka.

Allah SWT senantiasa menginginkan OrangNya selalu dalam kebaikan sebagaimana dengan firmanNya

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maaidah: 2).

Bentuk Interaksi yang diperbolehkan

Sebagai seorang muslim sudah selayaknya manusia untuk saling melindungi, tidak menutup kemungkinan kepada seseorang kafir dzimmi atau mustaman.

Seorang muslim harus tetap melindungi kafir tersebut ketika mereka meminta perlindungan. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut,

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْلَمُونَ

Artinya: “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”(QS. At Taubah: 6)

Ketika seorang muslim tetap melindungi seorang kafir yang meminta perlindungan, itu artinya seorang muslim tersebut bersikap adil kepada orang lain.

Orang muslim tidak boleh bersikap tidak adil sebab ada hukum tidak adil dalam Islam. Allah SWT selalu memerintahkan Orang muslim harus berlaku adil terhadap sesamai sebagaimana dalam firmannya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah: 8)

Orang muslim juga diperbolehkan untuk memberikan zakat kepada orang kafir sebagaimana pada firman Allah SWT sebagai berikut,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, orang-orang yang ingin dibujuk hatinya.” (QS. At Taubah: 60)

Orang muslim juga diperbolehkan untuk mengunjungi dan menolong orang yang sedang sakit. Ada banyak sekali keutamaan menjenguk orang sakit seperti Rasulullah SAW bersabda,

فِى كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ

Artinya: “Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR. Bukhari dan HR. Muslim)

Terakhir, orang muslim boleh memberi atau menerima hadiah dari non muslim.

Namun ketika orang muslim menerima hadiah, ada beberapa hal yang perlu diketahui, seperti: bukan hadiah berupa penyembelihan dari hari raya kaum mereka, bukan berupa hadiah yang menyerupai hari raya mereka, dan lain-lain.

The post Hukum Interaksi dengan Non Muslim appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Berteman dengan Non Muslim dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-berteman-dengan-non-muslim Wed, 27 Jun 2018 08:24:16 +0000 https://dalamislam.com/?p=3684 Berteman sudah hampir menjadi hal yang sering terjadi pada manusia. Persahabatan dalam Islam sangatlah penting karena pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial. Sebagai umat haruslah pandai untuk berteman namun tetap hati-hati. Namun bagaimana hukum umat muslim berteman dengan teman non muslim. Apakah diperbolehkan? Berteman pada dasarnya dijelaskan dalam hadits berikut, الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ […]

The post Hukum Berteman dengan Non Muslim dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Berteman sudah hampir menjadi hal yang sering terjadi pada manusia. Persahabatan dalam Islam sangatlah penting karena pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial. Sebagai umat haruslah pandai untuk berteman namun tetap hati-hati. Namun bagaimana hukum umat muslim berteman dengan teman non muslim. Apakah diperbolehkan?

Berteman pada dasarnya dijelaskan dalam hadits berikut,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Artinya: “(Agama) seseorang itu sesuai dengan agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memperhatikan siapa yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Hakim dan Ahmad)

Hal ini menjelaskan bahwa berteman itu sangat penting dan harus saling memengaruhi satu sama lain sehingga umat muslim harus memperhatikan siapa yang menjadi teman dekat seperti hadits berikut

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Artinya: “Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud no. 4833, Tirmidzi no. 2378, Ahmad 2: 344.)

Ada beberapa hadits yang menyebutkan bahwa ada baiknya untuk berada dalam lingkaran pertemanan yang baik artinya sesama muslim. Sebab pada dasarnya muslim memang bersaudara dan berusaha untuk menghindari non muslim untuk berteman lebih jauh. Ada penjelasan dalam dalam Alquran mengenai larangan untuk berteman, Allah SWT bersabda sebagai berikut

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS. Al-Mumtahanah: 1)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَrا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran: 118)

Adapun dalam sebuah surat di dalam Alquran yang menjadikan seorang mukmin menjadi seorang yang munafik sebagai berikut:

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۚ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا

Artinya: “Kabarkanlah orang-orang munafik bahwa mereka memiliki hukuman yang menyakitkan, yaitu Mereka yang mengambil orang-orang kafir sebagai teman penolong dengan meninggalkan orang mukmin, Apakah mereka mencari kekuatan di sisi kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS. An-Nisa: 138-139)

Walaupun beberapa surat dalam Al-quran menyebutkan untuk tidak berteman dengan orang kafir, namun tidak menutup kemungkinan untuk berteman dengan mereka. Hal yang harus diperhatikan dalam persahabatan dengan orang non muslim adalah tidak menjadikan mereka orang terdekat yang dicintai yang melebihi kaum muslim. Apabila seorang muslim hanya sekadar bertemu dan berbincang sesaat, makan bersama, atau hal yang bersifat umum tersebut diperbolehkan.

The post Hukum Berteman dengan Non Muslim dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>