orang meninggal Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/orang-meninggal Tue, 11 Jan 2022 10:27:16 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png orang meninggal Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/orang-meninggal 32 32 Adab Memandikan Jenazah dan Tata Caranya https://dalamislam.com/akhlaq/adab-memandikan-jenazah Wed, 05 Jan 2022 09:35:09 +0000 https://dalamislam.com/?p=10320 Dalam islam terdapat kewajiban yang harus dilakukan oleh orang yang hidup terhadap orang yang meninggal yakni memberikan pengurusan yang terbaik. Yang harus diperhatikan dengan baik adalah tata cara memandikan jenazah dengan baik dan benar. Sebagai persembahan terakhir untuk orang yang meninggal. Memandikan mayit adalah proses yang pertama kali dilakukan dan membersihkan tubuh orang yang meninggal. […]

The post Adab Memandikan Jenazah dan Tata Caranya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam islam terdapat kewajiban yang harus dilakukan oleh orang yang hidup terhadap orang yang meninggal yakni memberikan pengurusan yang terbaik. Yang harus diperhatikan dengan baik adalah tata cara memandikan jenazah dengan baik dan benar. Sebagai persembahan terakhir untuk orang yang meninggal. Memandikan mayit adalah proses yang pertama kali dilakukan dan membersihkan tubuh orang yang meninggal.

Tentunya ada aturan dan tata cara memandikan jenazah khusus yang harus dilakukan dengan benar. Selain itu, disyariatkannya memandikan jenazah adalah sebagai bagian dari memuliakan dan membersihkannya. Ini wajib dilakukan kepada setiap jenazah orang Muslim, kecuali orang yang mati syahid di dalam peperangan.

Mengenai tata cara memandikan jenazah ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu tentang hal-hal lain terkait kewajiban ini, seperti berikut ini:

1. Hukum Memandikan Jenazah

Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah artinya jika sudah ada satu orang yang memandikan jenazah maka tidak ada kewajiban lagi bagi yang lain untuk melaksanakannya. Tapi jika belum ada yang melakukannya, maka semua orang di daerah tersebut berkewajiban melakukannya.

Dalam sebuah hadis dari Ummi Athiyyah al-Anshariyyah RA yang diriwayatkan oleh banyak imam hadits, diantaranya ialah Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan al-Tirmidzi berbunyi:

“Ummu Athiyah berkata, bahwa Rasulullah SAW masuk ke (ruang) kami saat putrinya meninggal, beliau bersabda: ‘Mandikanlah ia tiga, lima kali, atau lebih dari itu, jika kalian melihatnya itu perlu, dengan air atau daun bidara, jadikanlah yang terakhir dengan kapur atau sesuatu dari kapur, jika kalian selesai memandikan, beritahu aku,’. Ketika kami sudah selesai, kami pun memberitahu beliau, kemudian beliau memberikan kepada kami selendang (sorban besar)nya sambil bersabda: ‘Selimutilah ia dengan selendang itu’.”

Selain itu, ada juga hadis dari Abdullah Ibnu ‘Abbas RA yang diriwayatkan oleh banyak imam hadits, di antaranya ialah Imam al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasa`i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Bazzar. Berikut bunyi hadits tersebut:

“Seorang lelaku berihram (haji) dijatuhkan untanya dan ia meninggal karena patah tulang lehernya, dan kami bersama Nabi SAW. Kemudian Nabi bersabda: “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, dan kafankanlah ia dengan dua kain (ihram)’.”

2. Jenazah yang Harus dan Tidak Boleh Dimandikan

Ada beberapa syarat dari jenazah yang wajib di mandikan, yakni:

  • Jenazah seorang muslim atau muslimah.
  • Ada tubuhnya kematiannya buka kategori mati syahid.
  • Bukan bayi yang meninggal karena keguguran.

Siapa saja jenazahnya yang tidak boleh dimandikan? Ada dua jenazah yang tidak boleh dimandikan yaitu:

  • Orang yang mati syahid atau gugur saat berperang melawan orang kafir dalam rangka membela agama islam.
  • Bayi yang meninggal keguguran saat didalam kandungan.

Kedua jenazah ini tidak boleh dimandikan dan juga tidak boleh untuk dishalati. Melainkan cuman cukup dikafankan dan dikuburkan. Ini sesuai dengan ketentuan syar’i yang mendapatkan contoh langsung dari Rasulullah SAW.

3. Syarat Orang yang Memandikan Jenazah

Orang yang bertugas memandikan jenazah tidak boleh sembarangan, karena harus memiliki syarat-syarat tertentu. Syaratnya adalah:

  • Orang muslim.
  • Berakal.
  • Baligh.
  • Jujur.
  • Shalih.
  • Terpercaya.
  • Tahu tata cara memandikan jenazah.
  • Mampu menutupi aib jenazah.

Karena hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah, jadi siapa berhak memandikannya selama memenuhi syarat tersebut. Walau demikian terdapat urutan mengenai siapa yang paling berhak dalam memandikan jenazah.

Penjelasan tentang urutan tersebut adalah sebagai berikut:

  • Jika jenazah laki-laki maka urutannya: laki-laki yang masih ada hubungannya dengan keluarga. Seperti kakak adik, orang tua, kakek, istri dan laki-laki lain yang tidak ada hubungan kekerabatan.
  • Perempuan yang masih mahram (haram dinikahi oleh si jenazah semasa hidupnya). Jika jenazah perempuan maka urutannya: suami, seorang suaminya yang paing berhak memandikan istrinya, karena suami diperbolehkan melihat semua anggota tubuh istrinya tanpa terkecuali. Perempuan yang masih ada hubungan keluarga, seperti kakak, adik, orang tua atau nenek. Perempuan yang tidak ada hubungan kekerabatan.

4. Tata Cara Memandikan Jenazah

Memandikan jenazah adalah bentuk penghormatan yang diberikan kepada jenazah yang meninggal oleh orang-orang yang ditinggalkan. Oleh karena itu ada beberapa adab yang perlu diperhatikan selain dari tata cara memandikan jenazah sebelumnya, yakni:

  • Memandikan harus ditempat yang terlindungi. Ini gunanya untuk melindungi aurat jenazah agar tidak sampai terlihat oleh orang yang bukan pasangannya dan bukan muhrim dengannya.
  • Memandikan oleh orang yang memenuhi syarat. Tidak setiap orang bisa memandikan jenazah. Ada syarat dna ketentuannya yang perlu diperhatikan agar proses memandikan jenazah sesuai dengan syariat islam seperti diterangkan diatas.
  • Mendikan dengan menutup auratnya. Karekan sebelum jenazah dimandikan ada baiknya keluarga mempersiapkan selembar kain agar digunakan untuk menutup aurat jenazah hingga terjaga oleh orang lain yang mungkin melihatnya.
  • Memandikan dengan lembut. Meskipun sudah tidak bernyawa namun jenazah tetap harus diperlakukan dengan lembut. Hal ini karena islam sangat menghargai sesama manusia. Termasuk orang yang sudah meninggal.
  • Membersihkan najis dan kotoran. Orang yang memandikan jenazah sebaiknya juga membersihkan segala jenis najis dan kotoran didalam tubuh jenazah. Semua proses dilakukan secara lembut dan tidak memaksa.
  • Merapikan jenazah setelah dimandikan. Diperbolehkan menyisakan dan mengepang rambut jenazah serta memotong kukunya jika terlihat panjang.
  • Menutup aib jenazah selama memandikan jenazah dan setelahnya.

The post Adab Memandikan Jenazah dan Tata Caranya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Amalan agar Meninggal dalam Keadaan Husnul Khatimah https://dalamislam.com/info-islami/amalan-agar-meninggal-dalam-keadaan-husnul-khatimah Tue, 09 Feb 2021 04:30:30 +0000 https://dalamislam.com/?p=9099 Sesungguhnya, segala sesuatu yang kita miliki, pada hakikatnya adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa pun yang kita miliki, Allah hanya menitipkannya kepada kita. Suatu saat, Allah akan minta kembali apa yang telah dititipkannya. Karena semuanya dari Allah dan akan kembali kepada Allah, maka kita tidak perlu bersedih hanya karena merasa kehilangan atau merasa kekurangan […]

The post Amalan agar Meninggal dalam Keadaan Husnul Khatimah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sesungguhnya, segala sesuatu yang kita miliki, pada hakikatnya adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa pun yang kita miliki, Allah hanya menitipkannya kepada kita. Suatu saat, Allah akan minta kembali apa yang telah dititipkannya. Karena semuanya dari Allah dan akan kembali kepada Allah, maka kita tidak perlu bersedih hanya karena merasa kehilangan atau merasa kekurangan sesuatu.

Perlu kita ketahui, setiap malam, nyawa kita diambil oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kita tidak mempunyai jaminan, apakah Allah Ta’ala akan kembalikan kita pada saat pagi hari datang?

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” (QS. az-Zumar: 42)

Jika kita tidur dalam keadaan memiliki wudhu, maka ruh kita mampu untuk bersujud di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, tidak ada jaminan bahwa ruh kita akan Allah kembalikan. Bisa saja, saat kita tidur Allah mengambil ruh kita dan ruh kita tidak di kembalikan.

Jika semua itu terjadi, berarti tidur kita menjadi tidur yang terakhir. Oleh karena itu, sebelum kita tidur, ambillah air wudhu kemudian angkat kedua tangan kita, mohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memaafkan kesalahan semua orang kepada kita.

Jika malam ini menjadi malam terakhir kita, kita tidak akan bangun dan melihat dunia lagi, kita sudah meninggal dunia. Maka, insya Allah Qalbu atau hati kita sudah menjadi bersih. Dengan memaafkan orang sebelum tidur, menghalalkan serta mengikhlaskan dunia akhirat, batin kita pun menjadi bersih.

Sedangkan, dengan berwudhu sebelum tidur, lahir kita akan menjadi bersih. Sehingga tidur kita dalam keadaan bersih lahir dan batin. Insya Allah kita meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah karena mukmin yang menjaga wudhu merupakan mukmin yang memiliki kesempurnaan iman.

Mari kita semua menjaga wudhu kita, dalam keadaan apa pun kita sudah memiliki wudhu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Dari Tsauban, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beristiqamahlah kalian, dan sekali-kali kalian tidak akan dapat menghitung (pahala)nya. Dan ketahuilah, sesungguhnya amalan kalian yang paling utama adalah shalat, dan tidak ada orang yang menjaga wudhu kecuali orang Mukmin.” (HR. Ibnu Majah)

Tidak akan ada orang yang dapat menjaga wudhunya, kecuali orang yang beriman. Tanda-tanda sempurnanya iman seseorang yaitu dapat menjaga wudhunya. Meskipun bukan pada saat waktu shalat, atau pun kita sedang tidak membaca Al-Qur’an, seseorang yang beriman akan menjaga wudhunya 24 jam.

Ketika saat tertidur, kita ragu dan merasa tidak tahu dengan jelas, apakah selama kita tidur wudhu kita batal atau tidak, itu tidak menjadi masalah. Karena yang terpenting kita tidur dalam keadaan berwudhu sebelum tidur kita sudah berwudhu.

Sudah cukup dengan menjaga wudhunya, tanda seseorang memiliki kesempurnaan iman. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidaklah ada yang menjaga wudhu kecuali orang yang beriman.” Ini adalah perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berarti jika kita seorang Mukmin, apa tandanya? Tandanya adalah selalu menjaga wudhu.

The post Amalan agar Meninggal dalam Keadaan Husnul Khatimah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Golongan yang Tidak Mendapat Pertanyaan Kubur https://dalamislam.com/fatwa-ulama/golongan-yang-tidak-mendapat-pertanyaan-kubur Mon, 08 Feb 2021 15:16:40 +0000 https://dalamislam.com/?p=9013 Sebagai mukmin, tentu kita mengimani bahwa setiap orang mati, setelah ia dikubur di liang lahat, akan datang kepadanya dua malaikat yang bernama Mungkar dan Nakir. Tugas dua Malaikat ini adalah untuk menanyai si mayit dengan pertanyaan kubur. Dalam satu riwayat, dikatakan pertanyaan kubur hanya terjadi satu kali. Yakni setelah para pelayat pulang dari kubur. Riwayat […]

The post Golongan yang Tidak Mendapat Pertanyaan Kubur appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebagai mukmin, tentu kita mengimani bahwa setiap orang mati, setelah ia dikubur di liang lahat, akan datang kepadanya dua malaikat yang bernama Mungkar dan Nakir. Tugas dua Malaikat ini adalah untuk menanyai si mayit dengan pertanyaan kubur.

Dalam satu riwayat, dikatakan pertanyaan kubur hanya terjadi satu kali. Yakni setelah para pelayat pulang dari kubur. Riwayat yang lain mengatakan, pertanyaan kubur datang sampai 40 kali.

Di dalam kitab Fathul Majid Syarah Durul Farid, Imam Nawawi, memberi bocoran pertanyaan sekaligus jawabannya. Bahwa pertanyaan kubur adalah persoalan-persoalan seputar akidah. Seperti pertanyaan siapa Tuhanmu? Apakah agamamu? Siapa Nabimu? Apa kitabmu? Siapa saudaramu? Dan dimana kiblatmu?

Tapi, apakah semua orang yang telah meninggal akan mendapat pertanyaan-pertanyaan kubur itu? Atau adakah orang-orang tertentu yang selamat darinya? Kalau ada, lalu bagaimana caranya agar lolos dari pertanyaan Mungkar dan Nakir, yang dalam hadis dinarasikan dengan deskripsi sebagai Malaikat yang garang dan menakutkan?

Imam Nawawi al-Bantani al-Jawwi dari Tanara Banten di dalam kitab Fathul Majid, yakni kitab Syarah dari Kitab Durul Farid, menjelaskan bahwa tidak semua umat Nabi Muhammad mendapat pertanyaan kubur. Ada orang-orang tertentu dari umat Nabi Muhammad yang tidak mendapat pertanyaan kubur. Siapakah mereka?

Diantara umat Rasulullah yang tidak mendapat pertanyaan kubur adalah Sayyidina Umar bin Khatab. Begitulah keterangan Imam Nawawi Banten dalam kitabnya Fathul Majid.

Keterangan ini sesuai dengan penjelasan yang diungkapkan di dalam kitab al-Hawwy lil Fatawy karya Imam Suyuthi. Beliau mengutip keterangan Imam Jazuli di dalam kitab Syahrur Risalah. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa ketika Sayyidina Umar telah wafat, Abdullah bermimpi bersua ayahnya. Abdullah bin Umar bertanya, “Wahai Ayah, apa yang dilakukan Mungkar dan Nakir kepadamu?”.

Sayyidina Umar pun menceritakan ikhwal bahwa ketika Beliau ditanya oleh Mungkar dan Nakir yang dicitrakan memiliki bentuk fisik mengerikan itu, Sayyidina Umar malah balik bertanya, “Man Rabuka?” Atau “Siapa Tuhanmu?”.

Tentu dua Malaikat itu menjadi bingung, dan saling pandang. Karena merekalah sesungguhnya yang harusnya bertanya, akan tetapi malah ditanyai. Mereka kemudian bertanya, “Apakah Engkau adalah Umar bin Khatab?”. Sayyidina Umar pun mengiyakan pertanyaan sang malaikat.

Setelah jawaban diutarakan, dua Malaikat itu tidak melanjutkan pertanyaan dan malah meninggalkan Sayyidina Umar sendiri. Dan Sang Amirul Mukminin yang dikenal dengan julukan Umar al-Faruq itu pun, tak lagi mendapat pertanyaan kubur.

Selain Sayyidina Umar, menurut Imam Nawai ada beberapa orang yang juga tidak ditanyai oleh Malaikat Mungkar dan Nakir, yaitu Imam Kharamain, dan Sultan Harun ar-Rasyid.

Selain itu ada lima golongan orang yang tidak ditanya oleh Mungkar dan Nakir. Mereka adalah:

  • Para pasukan yang mati syahid.
  • Orang yang meninggal karena sakit perut.
  • Mereka yang mati terkena pagebluk atau wabah.
  • Orang yang wafat pada malam Jumat atau pada hari Jumat.
  • Orang yang istiqamah membiasakan diri membaca surah al-Mulk setiap malam.

Dengan keterangan Imam Nawawi di dalam kitab Fathul Majid Syarah Durul Farid ini, menjadi jelas bagi kita bahwa tidak semua orang mati mendapat pertanyaan kubur. Ada orang-orang yang dikecualikan oleh Allah, untuk tidak mendapat pertanyaan kubur. Semoga kita termasuk bagian dari mereka. Aamiin.

The post Golongan yang Tidak Mendapat Pertanyaan Kubur appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ciri-ciri Orang yang Akan Meninggal dalam Islam https://dalamislam.com/info-islami/ciri-ciri-orang-yang-akan-meninggal Mon, 06 Jul 2020 08:58:43 +0000 https://dalamislam.com/?p=8728 Mengetahui tanda-tanda 40 hari sebelum kematian sebenarnya bisa bermanfaat bagi orang-orang yang akan ditinggalkan. Dengan mengetahui apa saja sinyal dari mereka yang tak lama lagi pergi, berdamai dengan kehilangan bisa lebih terbayang. Berikut ini ciri ciri orang yang akan meninggal. 1. Tubuh Melemas, Terus Mengantuk dan Tidak Lagi Menerima Asupan Makanan Imam Bukhari meriwayatkan dari […]

The post Ciri-ciri Orang yang Akan Meninggal dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Mengetahui tanda-tanda 40 hari sebelum kematian sebenarnya bisa bermanfaat bagi orang-orang yang akan ditinggalkan.

Dengan mengetahui apa saja sinyal dari mereka yang tak lama lagi pergi, berdamai dengan kehilangan bisa lebih terbayang. Berikut ini ciri ciri orang yang akan meninggal.

1. Tubuh Melemas, Terus Mengantuk dan Tidak Lagi Menerima Asupan Makanan

Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam).

“Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki sakaratul maut”.

Lalu beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya melemas”

2. Halusinasi

Dalam dunia kedokteran, seseorang yang akan meninggal dunia tidak menyadari di mana dirinya berada (linglung), bahkan sering mengaku melihat sesuatu yang tidak nyata (halusinasi) seperti bertemu dengan rekan atau kerabat yang sudah lama meninggal dunia.

Selain itu, mungkin juga terjadi linglung sehingga penderita tidak mengenali di mana dia berada, jam berapa, atau sedang berada bersama siapa.

Disorientasi ini dapat membuat penderita resah dan susah tidur. Kedua hal ini dapat terjadi karena perubahan keseimbangan zat kimia dalam otak dan efek samping obat-obatan.

Di saat lain, kondisi ini dapat membuat penderita merasa frustrasi, dan meminta untuk dipindahkan dari tempat tidurnya.

3. Tangan dan Kaki Hingga Sekujur Tubuh Menjadi Dingin

Perubahan sirkulasi tubuh dapat menimbulkan kaki dan tangan penderita terasa dingin.

Kekurangan oksigen dalam darah dapat menyebabkan kulit berubah warna menjadi kebiruan atau sianosis. Kaos kaki dan selimut mungkin dapat menghilangkan rasa dingin.

The post Ciri-ciri Orang yang Akan Meninggal dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum 7 Harian Orang Meninggal Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-7-harian-orang-meninggal Tue, 10 Sep 2019 04:04:48 +0000 https://dalamislam.com/?p=7724 Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan adat istiadatnya. Bukan hanya yang berbau kemasyarakatan, tetapi juga yang berakaitan dengan peribadahan. Salah satu adat di Indonesia yang masih sangat kental ialah peringatan 7 harian orang meninggal. Ketika seseorang meninggal dunia, maka ahli waris atau keluarga yang ditinggalkan mengadakan doa bersama (yasin tahlil) selama 7 malam […]

The post Hukum 7 Harian Orang Meninggal Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan adat istiadatnya. Bukan hanya yang berbau kemasyarakatan, tetapi juga yang berakaitan dengan peribadahan. Salah satu adat di Indonesia yang masih sangat kental ialah peringatan 7 harian orang meninggal.

Ketika seseorang meninggal dunia, maka ahli waris atau keluarga yang ditinggalkan mengadakan doa bersama (yasin tahlil) selama 7 malam berturut-turut. Pada umumnya mereka yang mendoakan ialah keluarga dan tetangga sekitarnya.

Padahal kegiatan 7 harian orang meninggal tersebut tidak ada dalilnya dalam Al Qur’an. Lantas, bagaimanakah sebenarnya hukum 7 harian orang meninggal dalam Islam?

Simak selengkapnya berikut ini!

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ

“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”. (QS. Az Zukhruf [43] : 22)

Budaya atau tradisi yang melibatkan unsur ibadah bukan terjadi baru-baru ini, melainkan sudah sejak dahulu kala. Bahkan sebelum Islam datang. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam dalil di atas.

Sebenarnya bila ditelusuri lebih dalam, doa bersama yang dilafalkan dalam kegiatan 7 harian orang meninggal tersebut ialah pembacaan QS. Yaasin dan Doa Tahlil. Dimana doa tersebut merupakan doa yang baik. Keistimewaan surat yasin itu sendiri dapat diketahui dari artinya. Sedangkan keistimewaan Doa Tahlil dapat diketahui dari dalil di bawah ini:

إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَة

(مسلم )

“Rasulullah bersabda: Sesungguhnya dengan setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap amar makruf adalah sedekah, setiap nahi munkar adalah sedekah” (HR. Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, setiap tahlil adalah sedekah menurut Islam. Jadi, saat kita terlibat dalam doa bersama 7 harian orang meninggal, maka insya Allah setiap kalimat tahlil yang kita lafalkan dihitung sebagai sedekah. Masya Allah!

Namun, yang menjadi permasalahan ialah waktu diadakannya doa bersama tersebut. Yakni dikhususkan pada hari atau keadaan tertentu. Bolehkah?

عَنِ ‏ابْنِ عُمَرَ ‏رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ‏قَالَ: ‏كَانَ النَّبِيُّ ‏صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏يَأْتِي ‏ ‏مَسْجِدَ قُبَاءٍ ‏‏كُلَّ سَبْتٍ، مَاشِيًا وَرَاكِبًا، وَكَانَ ‏عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ ‏رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ‏ ‏يَفْعَلُهُ ‏

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mendatangi Masjid Quba setiap hari Sabtu, baik dengan berjalan kaki maupun berkendaraan, sedangkan Abdullah bin Umar ra pun selalu melakukannya.” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Dari hadits di atas diketahui bahwa tak apa bila berdoa dengan maksud ibadah pada waktu atau keadaan tertentu. Dalam arti lain, hal tersebut diperbolehkan selama tidak melanggar dasar hukum Islam.

Terkadang ada perbedaan antara hukum syariat Islam dan hukum tradisi. Utamakanlah untuk mematuhi hukum syariat Islam. Sebab semua itu tanggung jawabnya di dunia dan akhirat. Dan ada banyak kebaikan dan hikmah yang dapat kita peroleh bila bertakwa kepada Allah Ta’ala.

Berdasarkan ulasan di atas maka telah jelas bahwa hukum 7 harian orang meninggal dalam Islam itu diperbolehkan selama sesuai dengan syari’at Islam. Semoga ulasan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca sekalian, sekaligus dapat meningkatkan semangat diri dalam mengamalkan macam-macam amal shaleh. Aamiin.

The post Hukum 7 Harian Orang Meninggal Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menyebut Almarhum Kepada Orang yang Sudah Meninggal https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menyebut-almarhum-kepada-orang-yang-sudah-meninggal Tue, 12 Feb 2019 04:32:30 +0000 https://dalamislam.com/?p=5372 Dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar masyarakat menyebut kata almarhum untuk orang yang sudah meninggal dunia. Terutama jika orang itu berstatus muslim/ah tanpa memedulikan bagaimana keislamannya. Maksudnya ialah apakah orang yang meninggal tersebut dalam keadaan beriman atau kafir. Seolah-olah kata almarhum ini seperti suatu gelar yang bisa dimiliki oleh setiap orang yang telah tiada. Kata almarhum [المرحوم] […]

The post Hukum Menyebut Almarhum Kepada Orang yang Sudah Meninggal appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar masyarakat menyebut kata almarhum untuk orang yang sudah meninggal dunia. Terutama jika orang itu berstatus muslim/ah tanpa memedulikan bagaimana keislamannya. Maksudnya ialah apakah orang yang meninggal tersebut dalam keadaan beriman atau kafir. Seolah-olah kata almarhum ini seperti suatu gelar yang bisa dimiliki oleh setiap orang yang telah tiada.

Kata almarhum [المرحوم] memiliki arti orang yang dirahmati oleh Allah swt. Jadi, kata almarhum ini merupakan bentuk doa untuk orang yang telah tiada, bukan sebuah gelar. Dan kali ini akan dibahas hukum menyebut Almarhum kepada orang yang sudah meninggal.

Larangan memanggil Almarhum pada orang yang kafir

Doa ini tentulah sudah sepatutnya diberikan pada mereka yang meninggal dalam keadaan beriman kepada Allah swt. dan rasul-Nya. Tidak disarankan menyebut almarhum kepada orang yang meninggal dalam keadaan kafir atau menyekutukan Allah. Hal ini seperti yang tertuang dalam dalil berikut ini.

Baca juga :

(113) مَا كَانَ لِلنَّبِىِّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن يَسْتَغْفِرُوا۟ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوٓا۟ أُو۟لِى قُرْبَىٰ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَٰبُ ٱلْجَحِيمِ


(114) وَمَا كَانَ ٱسْتِغْفَارُ إِبْرَٰهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥٓ أَنَّهُۥ عَدُوٌّ لِّلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَٰهِيمَ لَأَوَّٰهٌ حَلِيمٌ

Artinya:

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At- Taubah (9): 113)

Baca juga :

“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At- Taubah (9) 9: 114)

Jadi, itulah ulasan mengenai hukum menyebut almarhum kepada orang yang sudah meninggal. Jelas tidak diperbolehkan untuk orang yang meninggal dalam keadaan kafir, sekalipun itu saudaranya sendiri.

Namun, jika kita mengetahui bahwa orang terdekat kita meninggal dalam keadaan beriman kepada Allah swt. dan rasul-Nya, maka ia layak disebut sebagai almarhum.

Demikianlah hukum menyebut Almarhum kepada orang yang sudah meninggal. Pelajari pula hukum meratapi orang yang sudah meninggal dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya di website ini. Semoga bermanfaat.

Wallahua’lam

The post Hukum Menyebut Almarhum Kepada Orang yang Sudah Meninggal appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Larangan Menangisi Orang Meninggal Dalam Islam https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/larangan-menangisi-orang-meninggal-dalam-islam Tue, 24 Apr 2018 07:29:42 +0000 https://dalamislam.com/?p=3391 Diriwayatkan dalam lebih dari satu hadits dari Nabi SAW bahwa almarhum menderita karena ratap tangis keluarganya atas dirinya. Misalnya, Muslim diriwayatkan dalam Shahihnya  dari Ibn ‘Umar bahwa Hafsah menangis untuk’ Umar, dan dia berkata, “Tenanglah, wahai anakku! Apakah kamu tidak tahu bahwa Rasulullah SAW berkata: ‘Orang yang meninggal menderita karena tangisan keluarganya atas dirinya’? “ […]

The post Larangan Menangisi Orang Meninggal Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Diriwayatkan dalam lebih dari satu hadits dari Nabi SAW bahwa almarhum menderita karena ratap tangis keluarganya atas dirinya.

Misalnya, Muslim diriwayatkan dalam Shahihnya  dari Ibn ‘Umar bahwa Hafsah menangis untuk’ Umar, dan dia berkata, “Tenanglah, wahai anakku! Apakah kamu tidak tahu bahwa Rasulullah SAW berkata: ‘Orang yang meninggal menderita karena tangisan keluarganya atas dirinya’? “

Dan itu juga membuktikan bahwa Nabi SAW menangis untuk almarhum pada lebih dari satu kesempatan, seperti ketika ia menangis pada kematian putranya Ibraahim, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhaari dan Muslim dari hadits Anas Ra. Dia juga menangis pada kematian salah satu putrinya, ketika ia dikuburkan, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhaari, 1258 dari hadits Anas seperti manfaat menangis.

Dan dia menangis ketika salah satu cucunya meninggal, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhaari (1284) dan Muslim (923), dari hadits Usaamah ibn Zayd. Jika diminta, bagaimana kita bisa berdamai di antara hadits-hadits yang melarang orang yang sudah meninggal dan yang mengizinkannya?

Jawabannya adalah:

Nabi SAW menjelaskan bahwa dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhaari (7377) dan Muslim (923) dari Usaamah ibn Zayd, yang menurutnya Nabi SAW menangis untuk putra salah satu putrinya. Sa’d ibn ‘Ubaadah berkata: “Apa ini, wahai Rasulullah?” Dia berkata,

Ini adalah welas asih yang Allah tempatkan di dalam hati para hamba-Nya. Allah menunjukkan belas kasihan kepada para hamba-Nya yang berbelas kasihan. ”

Al-Nawawi berkata: Apa artinya ini adalah bahwa Sa’d berpikir bahwa semua jenis tangisan adalah haram, dan bahwa air mata menetes adalah haram. Dia berpikir bahwa Nabi SAW telah melupakan itu, jadi dia mengingatkannya.

Tapi Nabi SAW menjelaskan bahwa menangis dan meneteskan air mata bukanlah haram atau makruh, melainkan welas asih dan sesuatu yang baik. Apa itu haram meratap dan meratap, dan tangisan yang disertai oleh satu atau kedua tindakan ini, sebagaimana Nabi SAW berkata: “Allah tidak menghukum untuk air mata yang ditumpahkan atau untuk dukacita di hati, bukan Dia menghukum atau menunjukkan belas kasihan karena ini “dan dia menunjuk lidahnya.

Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah diminta  seperti yang dikatakan di al- Fataawa, 24/380 apakah tangisan seorang ibu atau saudara laki-laki dan perempuan memiliki efek pada almarhum. Dia berkata: “Sebaliknya tidak ada dosa dalam air mata yang ditumpahkan oleh mata dan kesedihan di dalam hati, tetapi meratap dan meratap dilarang.”

 Berkenaan dengan tangisan bagi orang yang meninggal bahkan setelah beberapa waktu berlalu, tidak ada yang salah dengan itu, selama tidak disertai dengan ratapan, meratap atau merasa tidak senang dengan kehendak dan keputusan Allah seperti hukum lelaki membuat wanita menangis dalam islam.

Muslim meriwayatkan bahwa Abu Hurairah  berkata: Nabi SAW mengunjungi makam ibunya dan menangis, dan mereka yang ada di sekitarnya juga menangis. Dia berkata:

“Saya meminta izin kepada Tuhan saya untuk berdoa memohon pengampunan baginya, dan Dia tidak memberi saya izin; dan saya meminta izin kepada Dia untuk mengunjungi makamnya dan Dia memberi saya izin. Jadi kunjungi kuburan, karena mereka akan mengingatkan Anda tentang kematian. ” Dan Allaah tahu yang terbaik.

“Kami pasti akan menguji Anda melalui rasa takut dan lapar, dengan cara mengurangi harta benda, nyawa, dan hasil panen Anda. Berikan kabar gembira kepada mereka yang sabar. Ketika kejadian seperti itu menimpa mereka, mereka berkata: “Kita milik Tuhan dan kita pasti akan kembali ke hadirat-Nya.” Mereka adalah orang-orang yang memiliki dukungan dan kasih karunia yang konstan dari Guru mereka. Mereka adalah orang-orang yang berada di jalan yang benar. ” (Al-Baqarah 155-157)

Ini telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW:

“Aneh adalah cara orang percaya untuk ada kebaikan dalam setiap urusannya dan ini tidak terjadi pada orang lain kecuali dalam kasus orang percaya karena jika dia memiliki kesempatan untuk merasa senang, dia berterima kasih (Tuhan), sehingga ada kebaikan baginya di dalamnya, dan jika ia mendapat masalah dan menunjukkan pengunduran diri (dan bertahan dengan sabar), ada kebaikan baginya di dalamnya. ” (Referensi: Sahih Muslim 2999, Referensi dalam buku: Buku 55, Hadis 82, referensi: Buku 42, Hadis 7138)

Menangis atas peristiwa semacam itu tidak dilarang asalkan Anda tidak memberontak melawan Allah dan Anda menyerah pada perintah-Nya. Memang telah diceritakan tentang Nabi Muhammad SAW bahwa ia telah menangis untuk kematian anak-anak dan cucu-cucunya. Setelah pemakaman dan penguburan, keluarga terdekat akan berkumpul dan menerima pengunjung.

Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat untuk menyediakan makanan bagi keluarga selama beberapa hari pertama masa berkabung (biasanya tiga hari). Umumnya, periode berkabung berlangsung selama 40 hari, tetapi tergantung pada tingkat keagamaan keluarga, periode berkabung mungkin jauh lebih singkat seperti hukum menangis saat puasa.

Menangis sudah mengacu pada air mata dari mata. Adapun ratapan, menurut para ulama ada hubungannya dengan kata-kata dan suara yang berasal dari wanita atau pria yang meratap.

Kata-kata yang dimaksud di sini adalah pujian, mencantumkan sifat-sifat baiknya, keingintahuan nyanyian wanita yang terkenal ketika mereka meratap dan meratapi, berteriak dan tindakan terkenal lainnya yang dilakukan oleh perempuan yang menangis. Beberapa fuqaha mengatakan bahwa ini berlaku jika ada juga yang menangis, dan yang lain mengatakan bahwa itu tidak harus disertai dengan menangis; melainkan terhubung dengan tindakan ratapan yang disebutkan di atas.

The post Larangan Menangisi Orang Meninggal Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>