rumah tangga Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/rumah-tangga Thu, 22 Dec 2022 04:50:32 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png rumah tangga Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/rumah-tangga 32 32 4 Cara Menghadapi Masalah Rumah Tangga dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/cara-menghadapi-masalah-rumah-tangga-dalam-islam Fri, 02 Dec 2022 02:30:00 +0000 https://dalamislam.com/?p=11898 Dalam kehidupan rumah tangga, pasti kerap terjadi perselisihan antara suami dan istri. Pertengkaran tersebut merupakan hal yang dianggap biasa dan wajar, kembali lagi apabila masalah tersebut bisa diselesaikan dengan baik dengan mencari solusi terbaik. Dalam Al-Quran dijelaskan: “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan mengembang-biakan […]

The post 4 Cara Menghadapi Masalah Rumah Tangga dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam kehidupan rumah tangga, pasti kerap terjadi perselisihan antara suami dan istri. Pertengkaran tersebut merupakan hal yang dianggap biasa dan wajar, kembali lagi apabila masalah tersebut bisa diselesaikan dengan baik dengan mencari solusi terbaik.

Dalam Al-Quran dijelaskan:

“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan mengembang-biakan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan; dan bertakwalah kepada Allah SWT. yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah SWT. adalah pengawas atas kamu”. (An Nisa: 1)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

“Menikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku berarti bukan dari golonganku. Hendaklah kalian menikah, sungguh dengan jumlah kalian aku akan berbanyak-banyakkan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak hendaknya berpuasa, karena puasa itu merupakan tameng.”

Dalam hadits HR Muslim, dijelaskan:

إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ، فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ، وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا، كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلَاقُهَا  

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Ia tidak akan pernah lurus untukmu di atas sebuah jalan. Jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, maka bersenang-senanglah. Namun, padanya tetap ada kebengkokan. Jika engkau berusaha meluruskannya, engkau akan memecahnya. Dan pecahnya adalah talaknya,” (HR Muslim).

Dalam ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap keluarga harus memahami hakikat sabar dalam menyikapi masalah rumah tangga. Baik suami dan istri harus menerima koreksi dari pandangan satu sama lain.

Sampai menemukan solusi yang terbaik. Islam memandang cara menghadapi masalah rumah tangga dalam Islam berikut ini:

  • Diselesaikan Lewat Kasih Sayang

Setiap masalah yang terjadi bisa diselesaikan lewat kasih sayang, contohnya adalah mengajak pasangan bercanda, berbicara dari hati ke hati, jalan-jalan sambil ngobrol, atau memasak makanan bersama. Ketahui juga hukum mengganggu rumah tangga orang lain.

Layaknya api yang dipadamkan dengan air, cara ini efektif dilakukan bagi setiap pasangan. Nabi SAW juga selalu bersikap lembut dan penuh kasih sayang terhadap keluarganya. Jadi, kita sebagai umatnya harus menteladani sifat Rasulullah SAW.

Allah SWT berfirman: “Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159).

  • Saling Memberikan Nasehat Satu Sama Lain

Ketika ada masalah dalam kehidupan rumah tangga, jangan keduanya (suami dan istri) egois dan ikutan marah. Tindakan tersebut malah akan membuat masalah semakin runyam dan tidak ketemu titik solusinya.

Sebaliknya, kewajiban suami dalam islam adalah memberikan nasehat yang baik kepada istri. Ajak istri duduk di samping Anda kemudian ucapkanlah perkataan yang lembut dan nasehat kepadanya. Ketahui hak istri dalam rumah tangga agar senantiasa tahu apa yang istri butuhkan.

Allah SWT Berfirman :

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di termpat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (An Nisa’ :34-35).

  • Saling Terbuka

Setelah menikah jangan ada rahasia antar pasangan, selalu terbuka satu sama lain. Dengan sikap saling terbuka kepada pasangan, maka segala masalah dan unek-unek hati Anda lebih banyak terbuka kepada pasangan.

Jangan memendam masalah sendirian, karena hal ini bisa memicu kesalahpahaman yang berimbas pada hancurnya rumah tangga. Ketahui juga tips rumah tangga harmonis dalam Islam.

  • Saling Memaafkan

Masalah tidak akan selesai jika kedua pasangan sama-sama egois dan keras kepala. Cobalah bersikap saling memaafkan, dan jangan memandang suami dulu atau istri lebih dulu. Bersikaplah bijaksana, karena orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain, baginya balasan yang indah di sisi Allah Ta’ala.

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah : 263)

Pernikahan merupakan ikatan yang paling sakral dan menjadi ibadah seumur hidup yang harus dipertahankan. Berbagai usaha harus diupayakan agar rumah tangga tetap terjaga. Sebagai jalan keluar cara mengatasi masalah rumah tangga secara Islam di atas dapat diterapkan.

Namun begitu, tidak menutup kemungkinan segala usaha dalam mempertahankannya tidak berhasil, terdapat peraturan perundang-undangan yang mengharuskan setiap perceraian dengan tuntutan yang jelas dan dapat dibuktikan. Pahami hukum menceritakan masalah rumah tangga kepada orang lain.

Karena pernikahan dilakukan dengan tujuan makruf, maka penyelesaiannya pun harus dilakukan dengan cara makruf. Demikianlah informasi cara menghadapi masalah rumah tangga dalam islam. Semoga bermanfaat.

The post 4 Cara Menghadapi Masalah Rumah Tangga dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menceritakan Masalah Rumah Tangga dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-menceritakan-masalah-rumah-tangga Fri, 22 Feb 2019 01:58:24 +0000 https://dalamislam.com/?p=5487 Membangun rumah tangga dalam Islam merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Pernikahan dalam Islam menjadi sunnah Rasulullah yang memberikan banyak sekali pahala sepanjang hidup. Namun setiap rumah tangga tidaklah selalu mulus saja. Ada saja masalah dalam rumah tangga yang terkadang menimbulkan keributan antara suami dan istri. Permasalahan yang timbul dalam pernikahan kadang kala membuat […]

The post Hukum Menceritakan Masalah Rumah Tangga dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Membangun rumah tangga dalam Islam merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Pernikahan dalam Islam menjadi sunnah Rasulullah yang memberikan banyak sekali pahala sepanjang hidup.

Namun setiap rumah tangga tidaklah selalu mulus saja. Ada saja masalah dalam rumah tangga yang terkadang menimbulkan keributan antara suami dan istri. Permasalahan yang timbul dalam pernikahan kadang kala membuat kita jengkel sehingga menceritakan kepada teman tentang permasalahan tersebut.

Menceritakan masalah rumah tangga pada teman sebenarnya tidak dilarang, hanya saja ada aturan tertentu yang harus diperhatikan ketika menceritakan masalah rumah tangga pada orang lain. Menceritakan masalah rumah tangga juga pernah dilakukan oleh Fatimah. Dan kali ini akan dibahas hukum menceritakan masalah rumah tangga.

Baca juga:

Pahala Bagi Pasangan yang Mampu Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga dengan Baik

Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Fatimah radhiyallahu ‘anha, dan beliau tidak melihat Ali di rumah. Spontan beliau bertanya: “Di mana anak pamanmu?” ‘Tadi ada masalah dengan saya, terus dia marah kepadaku, lalu keluar. Siang ini dia tidak tidur di sampingku.’

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat tentang keberadaan Ali. ‘Ya Rasulullah, dia di masjid, sedang tidur.’ Datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke masjid, dan ketika itu Ali sedang tidur, sementara baju atasannya jatuh di sampingnya, dan dia terkena debu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap debu itu, sambil mengatakan,

قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ

Bangun, wahai Abu Thurab… bangun, wahai Abu Thurab…” (HR. Bukhari 441 dan Muslim 2409)

Dari riwayat di atas jelas bahwa masalah rumah tangga adalah sesuatu yang biasa terjadi. Namun bagi pasangan yang mampu menghadapi masalah rumah tangga dengan baik, maka pahala pada mereka.

Baca juga:

Berceritalah Tentang Masalah yang Dihadapi Kepada Orang yang Bisa di Percaya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari 5641).

Menceritakan permasalahan rumah tangga pada orang lain hendaknya memilih orang yang benar-benar bisa dipercaya sehingga rahasia rumah tangga pun bisa dijaga dengan baik.

Allah berfirman,

وَ شَاوِرْهُمْ في الأَمْرِ

Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159)

Baca juga :

Tidak Baik Menceritakan Rahasia atau Keburukan Pasangan Kepada Orang Lain

Jangan pula menyebarkan rahasia rumah tangga yang penting seperti rahasia ranjang.

Abi Sa’id al Khudri ra. menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling buruk tempatnya disisi Allah pada hari kiamat adalah : suami yang memberitahu rahasia kepada istrinya dan istrinya pun memberitahukan kepadanya, kemudian salah seorang dari keduanya menyebarkan rahasia pemiliknya.” (HR. Abu Daud)

Dalam riwayat lain, “Sesungguhnya amanat yang paling besar disisi Allah pada hari kiamat adalah suami yang memberi tahu rahasia kepada istrinya, dan istrinya memberi tahu rahasia kepadanya, kemudian ia menyebarkan rahasia istrinya.” (HR. Muslim)

Janganlah Mengatakan Keburukan Pasangan Kepada Orang Lain

Menceritakan masalah rumah tangga juga hendaknya dengan menggunakan kata-kata yang baik tanpa menjelek-jelekkan pasangan.

Allah berfirman,

لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ

“Allah tidak menyukai ucapan buruk (caci maki), (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya.” (An-Nisa: 148)

Dalam Syarh Sunan Abu Daud dinyatakan,

لَا تَقُلْ لَهَا قَوْلًا قَبِيحًا وَلَا تَشْتُمْهَا وَلَا قَبَّحَكِ اللَّهُ

“Jangan kamu ucapkan kalimat yang menjelekkan dia, jangan mencacinya, dan jangan doakan keburukan untuknya..” (Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, 6/127).

Baca juga:

Allah SWT Menjadi Tempat Mengadu yang Paling Tepat

Meskipun dibolehkan, namun ada baiknya untuk tidak menceritakan masalah rumah tangga sembarangan. Mengadulah hanya pada Allah SWT.

Allah berfirman, “Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. ” (QS Qaf: 16). 

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُوْ بثّيْ وَ حُزْنِيْ إِلَى اللهِ

Dia (Ya’qub) menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS Yusuf: 86)

وَ إِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” [QS Al Baqarah: 186]

Rasul bersabda, “Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah” [Riwayat At Tirmidzi. Beliau berkomentar, “ (Hadits ini) hasan shahih.”]

Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” [QS Ghafir: 60]

Rasulullah shalawaturrabbi wa salamuh ‘alaih juga pernah bersabda:

لَا تَعْجِزُوْ فِي الدُّعَاءِ فَإِنّهُ لَنْ يَهْلِكَ مَعَ الدُّعَاءِ أَحَدٌ

“Jangan kalian lemah (sedikit) dalam berdoa. Karena tidak akan binasa orang yang selalu berdoa.” [Direkam oleh Ibnu Hibban dalam Ash Shahih, Al Hakim dalam Al Mustadrak, Adh Dhiya’ dalam Al Mukhtarah. Ketiganya menilainya shahih. Lihat Tuhfatudz Dzakirinhal. 31]

Itulah penjelasan singkat mengenai hukum menceritakan masalah rumah tangga. Sungguh boleh menceritakan masalah rumah tangga demi mendapatkan solusi yang baik, namun perhatikan selalu setiap perkataan dan orang yang dituju. Jangan sampai hanya karena mengikuti emosi, lalu bercerita dengan penuh amarah sehingga menyebabkan masalah menjadi semakin runyam.

Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

The post Hukum Menceritakan Masalah Rumah Tangga dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Wanita Nenafkahi Keluarga dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/wanita/hukum-wanita-nenafkahi-keluarga Tue, 05 Feb 2019 01:44:00 +0000 https://dalamislam.com/?p=5303 Dalam sebuah pernikahan, kewajiban seorang suami adalah memberikan nafkah lahir batin kepada istri. Tapi bagaimana dengan hukum wanita nenafkahi keluarga? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَآأَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ “Kaum lelaki itu adalah pemimpin kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum lelaki) atas […]

The post Hukum Wanita Nenafkahi Keluarga dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam sebuah pernikahan, kewajiban seorang suami adalah memberikan nafkah lahir batin kepada istri. Tapi bagaimana dengan hukum wanita nenafkahi keluarga?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَآأَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum lelaki itu adalah pemimpin kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum lelaki) atas sebagian yang lain (kaum wanita), dan karena mereka (kaum lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. [an Nisaa`/4 : 34].

Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah, sudah menjadi Ijma’ ulama, ayah (suami)lah yang menafkahi anak-anak, tanpa dibarengi oleh ibu (isteri).

Namun dalam beberapa kasus atau kondisi yang tidak diinginkan, entah itu karena suami belum mendapatkan pekerjaan atau mengalami sakit, maka biasanya istri lah yang akan turun tangan untuk menafkahi keluarga.

Baca juga:

Pandangan Islam Terhadap Wanita yang Menafkahi Keluarga

Lalu bagaimana Islam memandang hal ini? Dalam Islam, hukum wanita nenafkahi keluarga tidaklah menjadi kewajiban baginya. Namun bukan berarti tidak boleh. Hukum istri menafkahi suami adalah boleh. Tapi istri hanya bisa menjadi tulang punggung keluarga jika sudah mendapatkan ijin dari suaminya untuk bekerja.

Allah berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Tetaplah tinggal di rumah kalian, dan jangan melakukan tabarruj seperti tabarruj jahiliyah yang dulu. (QS. al-Ahzab: 33)

Musthafa ar-Ruhaibani mengatakan,

ويحرم خروج الزوجة بلا إذن الزوج أو بلا ضرورة ، كإتيانٍ بنحو مأكل ; لعدم من يأتيها به

Seorang istri diharamkan untuk keluar tanpa izin suami, kecuali karena alasan darurat. Seperti membeli makanan, karena tidak ada yang mengantarkan makanan kepadanya. (Mathalib Ulin Nuha, 5/271)

Istri yang Mencari Nafkah Dilarang untuk Tabarruj

Selain itu, istri yang ingin mencari nafkah di luar rumah haruslah mematuhi sumber syariat Islam. Ia dilarang untuk tabarruj yang dapat menimbulkan fitnah dan menjaga sebaik-baiknya harga dirinya.

Allah berfirman dalam Al-Quran;

وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلاَّلاَبَائِهِنَّ

Hendaknya wanita tidak menampakkan kecantikan (perhiasan)-nya kecuali yang boleh tampak dari dirinya. Hendaknya wanita tidak menampakkan kecantikan (perhiasan)-nya kecuali kepada suami-suami mereka atau bapak-bapak mereka.” (QS: an-Nur [24]: 31).

Baca juga:

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata: “Adapun pakaian tipis maka itu akan semakin menjadikan seorang wanita bertambah (terlihat) cantik dan menggoda. Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Akan ada di akhir umatku (nanti) wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, di atas kepala mereka (ada perhiasan) seperti punuk unta, laknatlah mereka karena (memang) mereka itu terlaknat (dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala)”.

Dalam hadits lain ada tambahan:

Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak dapat mencium bau (wangi)nya, padahal sungguh wanginya dapat dicium dari jarak sekian dan sekian”

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang perempuan keluar rumah dengan memakai atau menyentuh wangi-wangian dikarenakan hal ini sungguh merupakan sarana (sebab) untuk menarik perhatian laki-laki kepadanya. Karena baunya yang wangi, perhiasannya, posturnya dan kecantikannya yang diperlihatkan sungguh mengundang (hasrat laki-laki) kepadanya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang wanita ketika keluar rumah (untuk shalat berjamaah di mesjid) agar tidak memakai wangi-wangian, berdiri (di shaf) di belakang jamaah laki-laki, dan tidak bertasbih (sebagaimana yang diperintahkan kepada laki-laki) ketika terjadi sesuatu dalam shalat, akan tetapi (wanita diperintahkan untuk) bertepuk tangan (ketika terjadi sesuatu dalam shalat). Semua ini dalam rangka menutup jalan dan mencegah terjadinya kerusakan (fitnah)”

Baca juga:

Pahala Bagi Seorang Istri yang Mencari Nafkah

Istri yang menafkahi keluarganya pun akan mendapatkan dua pahala sekaligus.

Al Bukhari meriwayatkan hadits Abu Sa’id Radhiyallahu ‘anhu dalam Shahihnya, ia berkata:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه : …جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ أَيُّ الزَّيَانِبِ فَقِيلَ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ نَعَمْ ائْذَنُوا لَهَا فَأُذِنَ لَهَا قَالَتْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ

“Dari Abu Sa’id al Khudri Radhiyallahu anhu : … Zainab, isteri Ibnu Mas’ud datang meminta izin untuk bertemu. Ada yang memberitahu: “Wahai Rasulullah, ini adalah Zainab,” beliau bertanya,”Zainab yang mana?” Maka ada yang menjawab: “(Zainab) isteri Ibnu Mas’ud,” beliau menjawab,”Baiklah. Izinkanlah dirinya,” maka ia (Zainab) berkata: “Wahai, Nabi Allah. Hari ini engkau memerintahkan untuk bersedekah. Sedangkan aku mempunyai perhiasan dan ingin bersedekah. Namun Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dirinya dan anaknya lebih berhak menerima sedekahku,” Nabi bersabda,”Ibnu Mas’ud berkata benar. Suami dan anakmu lebih berhak menerima sedekahmu.” Dalam lafazh lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salllam menambahkan:

نَعَمْ لَهَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ

“Benar, ia mendapatkan dua pahala, pahala menjalin tali kekerabatan dan pahala sedekah.”

Namun meskipun hukum wanita bekerja dalam Islam adalah boleh, kewajiban suami dalam mencari nafkah tidak akan luntur, maka dari itu hendaknya suami melakukan usaha sesuai dengan kemampuannya.

Baca juga:

Allah Ta’ala berfirman,

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya” (QS. Ath Tholaq: 7)

Demikianlah artikel yang singkat ini tentang hukum wanita nenafkahi keluarga. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah keimanan kita semua. Aamiin.

The post Hukum Wanita Nenafkahi Keluarga dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Mewalikan Anak Luar Nikah Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-mewalikan-anak-luar-nikah-dalam-islam Sat, 22 Dec 2018 02:25:27 +0000 https://dalamislam.com/?p=4752 Menikah dalam Islam merupakan wahana bagi manusia untuk saling berkasih sayang dan memperoleh ketenteraman antara laki-laki dan wanita. Menikah sangat dianjurkan dalam Islam karena dengan menikah maka kebutuhan naluri manusia yang paling mendasar dapat terpenuhi, dan memperoleh ketenangan hidup. Tujuan pernikahan dalam Islam lainnya adalah untuk membentengi akhlak, meningkatkan ibadah kepada Allah SWT, memperoleh keturunan […]

The post Hukum Mewalikan Anak Luar Nikah Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menikah dalam Islam merupakan wahana bagi manusia untuk saling berkasih sayang dan memperoleh ketenteraman antara laki-laki dan wanita.

Menikah sangat dianjurkan dalam Islam karena dengan menikah maka kebutuhan naluri manusia yang paling mendasar dapat terpenuhi, dan memperoleh ketenangan hidup.

Tujuan pernikahan dalam Islam lainnya adalah untuk membentengi akhlak, meningkatkan ibadah kepada Allah SWT, memperoleh keturunan yang shalih, serta menegakkan rumah tangga yang Islami.

Pernikahan hanya akan terjadi manakala ada wali. Dalam artian, jika seorang wanita menikah tanpa wali maka pernikahahannya menjadi batal. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Wanita mana saja yang menikah tanpa seizing walinya, maka nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah).

Wali merupakan salah satu rukun nikah dalam Islam yang mengacu pada orang tua mempelai wanita dan pihak-pihak lainnya sesuai dengan urutan wali nikah dalam Islam dan memenuhi syarat wali nikah. Hal ini berlaku bagi wanita yang lahir dari pernikahan yang sah.

Bagaimana jika wanita yang akan dinikahkan tidak memiliki wali karena merupakan anak luar nikah?

Anak luar nikah biasanya mengacu pada anak hasil dari perbuatan zina dari kedua orang tuanya. Zina dalam Islam merupakan perbuatan yang keji dan termasuk dalam dosa besar.

Karena itu, sebagai umat Islam hendaknya kita menerapkan cara menjauhi zina dan terus memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari perbuatan zina. Allah SWT berfirman dalam surat Al Isra’ ayat 32 yang artinya,

“Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al isra’ : 32)

Hukum menikahi wanita hamil karena zina tergantung pada beberapa kondisi. Wanita yang hamil karena zina boleh dinikahkan dengan laki-laki yang menzinainya dengan syarat keduanya telah bertaubat dengan taubat nashuha sesuai dengan tata cara menghapus dosa zina dan keduanya bersedia untuk dinikahkan.

Hal ini didasarkan pada fatwa dari para sahabat dan kesepakatan para ulama. Adapun anak hasil zina dinasabkan kepada ibunya, bukan pada bapak biologisnya atau laki-laki yang menzinai ibunya. Hal ini merupakan kesepakatan mahzab yang empat.

Jika laki-laki yang akan menikahi wanita yang hamil karena zina adalah bukan laki-laki yang menzinainya maka hal itu tidak diperbolehkan kecuali setelah wanita tersebut melahirkan.

Hal ini didasarkan pada pendapat Imam Ahmad dan Imam Malik rahimahullah. Dari Ruwaifi’ bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alalihi wasallam bersabda,

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyiramkan air (maninya) ke anak orang lain (yang sedang dikandung oleh wanita yang hamil dari orang lain). (HR. Tirmidzi).

Adapun anak hasil zina dinasabkan kepada ibunya, bukan pada bapak biologisnya atau laki-laki yang menzinai ibunya), dan juga bukan dinasabkan kepada bapak yang menikahi ibunya.

Mahzab yang empat sepakat bahwa anak hasil zina tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki. Ia dinasabkan kepada ibunya bukan bapak biologisnya.

Konsekuensinya adalah anak hasil zina atau anak luar nikah tidak memiliki bapak dan tidak saling mewaris dengan bapak biologisnya.

Jika anak luar nikah berjenis kelamin wanita, maka yang menjadi wali nikahnya adalah sulthan karena sejatinya ia tidak memiliki wali. Hal ini didasarkan pada riwayat dari ‘Aisyah rahdiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Sulthan adalah sebagai wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum mewalikan anak luar nikah hanya boleh dilakukan oleh sulthan.

Hal ini dikarenakan, hukum anak yang lahir diluar nikah tidak memiliki nasab kepada bapak biologisnya maupun bapak yang menikahi ibunya. Akibatnya, anak tersebut tidak memiliki wali dan hak perwalian jatuh pada sulthan.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum mewalikan anak luar nikah. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Mewalikan Anak Luar Nikah Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Mempermainkan Pernikahan Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-mempermainkan-pernikahan-dalam-islam Fri, 07 Dec 2018 07:30:02 +0000 https://dalamislam.com/?p=4719 Menurut syari’ah, nikah diartikan sebagai akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing. Sementara itu menurut Undang-Undang Pernikahan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) […]

The post Hukum Mempermainkan Pernikahan Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menurut syari’ah, nikah diartikan sebagai akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing.

Sementara itu menurut Undang-Undang Pernikahan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Istilah perkawinan pada pengertian tersebut merujuk pada pernikahan. Dengan demikian, perkawinan diartikan sama dengan pernikahan.

Menikah dalam Islam sangat dianjurkan karena menikah merupakan sunatullah yang berlaku bagi seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman dalam surat Adz-Zariyat ayat 49 yang artinya,

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (QS. Adz-Zariyat : 49).

Pernikahan juga merupakan sunnah para Rasul termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Ra’d ayat 38 yang artinya,

“Dan sesungguhnya Kami mengutus beberapa Rasul sebelummu, dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar-Ra’d : 38).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,

“Nikah itu Sunnahku, barangsiapa yang membenci Sunnahku ini, maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah SWT menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk berkasih sayang dan memperoleh ketentraman antara seorang laki-laki dan wanita.

Adapun tujuan pernikahan dalam Islam lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling mendasar, memperoleh ketenangan hidup, membentengi akhlak, meningkatkan ibadah kepada Allah SWT, mendapatkan keturunan yang shalih, dan menegakkan rumah tangga yang Islami. Selain itu, menikah juga memiliki beberapa manfaat.

Manfaat menikah dalam Islam adalah memelihara kelangsungan hidup manusia, memelihara keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketentraman jiwa.

Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, ialah Dia menciptakan makhluk untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum : 21).

Mengingat pernikahan adalah salah satu bentuk perjanjian yang kuat antara suami dan istri, di mana perjanjian tersebut disaksikan oleh penghuni langit dan bumi, maka sudah selayaknya  umat Islam tidak menjadikan pernikahan sebagai permainan.

Mempermainkan pernikahan sama saja artinya dengan mempermainkan hukum Allah dan hal itu termasuk dosa besar (Kitab Al-Kabair, Syamsuddin Muhammad bin ‘Utsman bin Qaimaz At-Turmaniy Al-Fariqiy Ad-Dimasyqiy Asy-Syafi-iy)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan,

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat Al Muhallil dan Muhallal lahu.” (HR. An-Nasai)

Abdullah bin ‘Abbas berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang muhallil. Lalu beliau menjawab, “Jangan! Hendaknya pernikahan itu didasari oleh suatu keinginan dan bukan kepura-puraan! Jangan pula ia merupakan pelecehan terhadap Kitab Allah SWT! Sampai ia merasakan lezatnya persetubuhan! (HR. Ath-Thabrani dalam At-Kabir (11567) dari Ibnu Abbas, sedangkan isnadnya dha’if)

Yang dimaksud dengan Al Muhalil adalah orang yang menikahi wanita yang telah diceraikan oleh suami yang pertama dengan talak tiga dengan tujuan agar suami yang pertama halal untuk menikahinya kembali.

Dari ulasan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa hukum mempermainkan pernikahan dalam Islam adalah dilarang dan merupakan salah satu dosa besar.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum mempermainkan pernikahan. Artikel lain yang dapat dibaca di antaranya adalah hukum suami membandingkan istri dengan ibunya, hukum suami membantu pekerjaan rumah tangga, hukum istri tidak mau ikut suamihukum suami yang tidak memuliakan istri, hukum suami yang tidak shalat, hukum suami membentak istri dalam Islamhukum menampar istri dalam Islam, hukum menghina istri dalam Islam, hukum suami tidak menafkahi istri dalam Islam, hukum tidak bertegur sapa dengan suami, hukum taat kepada suami, hukum istri yang membohongi suami, dan hukum wanita tidak melayani suami. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

The post Hukum Mempermainkan Pernikahan Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Suami Membantu Pekerjaan Rumah Tangga https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-suami-membantu-pekerjaan-rumah-tangga Mon, 03 Dec 2018 09:04:22 +0000 https://dalamislam.com/?p=4708 Dalam rumah tangga, istri sebagai ibu rumah tangga dalam Islam bertanggung jawab mengurus rumah tangga sedangkan kewajiban suami terhadap istri dalam Islam adalah mencari nafkah. Konsekuensinya adalah istrilah yang melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga. Namun ada juga suami yang membantu istrinya melakukan pekerjaan rumah tangga. Bagaimanakah hukum suami membantu pekerjaan rumah tangga? Berikut adalah ulasan […]

The post Hukum Suami Membantu Pekerjaan Rumah Tangga appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam rumah tangga, istri sebagai ibu rumah tangga dalam Islam bertanggung jawab mengurus rumah tangga sedangkan kewajiban suami terhadap istri dalam Islam adalah mencari nafkah.

Konsekuensinya adalah istrilah yang melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga. Namun ada juga suami yang membantu istrinya melakukan pekerjaan rumah tangga. Bagaimanakah hukum suami membantu pekerjaan rumah tangga? Berikut adalah ulasan singkatnya.

Dalam Islam, suami yang membantu istri dengan melakukan pekerjaan rumah tangga merupakan perbuatan yang baik dan termasuk kebiasaan orang-orang shalih. Bahkan hal tersebut menunjukkan keluhuran akhlak sang suami dan dicontohkan sendiri oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

‘Aisyah (istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) tatkala ditanya, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?”. ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Muslim).

Dari salah satu kisah teladan NabiMuhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di atas, di samping merupakan cara Rasulullah memuliakan istri, cara Rasulullah menyayangi istri dan cara Rasulullah memanjakan istri, juga merupakan wujud nyata akhlak mulia beliau yang tawadhu atau rendah hati.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di rumah, beliau membantu pekerjaan rumah tangga seperti menyapu rumah, memerah susu kambing, menjahit baju, makan bersama pembantunya, dan membeli kebutuhannya di pasar.

Sebagai muslim, tentunya kita harus menumbuhkembangkan sifat rendah hati atau tawadhu karena tawadhu dalam Islam merupakan perintah Allah SWT. Adapun keutamaan rendah hati dalam Islam salah satunya adalah mencegah seseorang bersikap sombong. Dalam surat Asy Syu’araa ayat 215 Allah SWT berfirman yang artinya,

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. Asy Syu’araa : 215)

Selain itu, keutamaan memiliki sifat tawadhu dalam Islam adalah diangkat derajatnya oleh Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Tidaklah seseorang bertawadhu karena Allah melainkan Allah mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku ‘Tawadhulah kalian sehingga tidak ada seorang pun yang menyombongkan dirinya dan berlaku aniaya terhadap orang lain”. (HR. Muslim)

Dengan demikian, hukum suami membantu pekerjaan rumah tangga adalah sangat dianjurkan dalam Islam karena perbuatan ini merupakan salah satu wujud akhlak dalam Islam yang mulia dan dicontohkan sendiri oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melalui beberapa sikap dan perbuatannya telah menunjukkan pentingnya bagi seorang muslim memiliki akhlak yang mulia. Pahala yang diperoleh pun begitu besar. Dari Usamah bin Syarik, ia berkata,

“Tatkala kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datang beberapa orang kepadanya seraya berkata, ‘Siapakah hamba yang paling dicintai oleh Allah SWT? Beliau bersabda, ‘Orang yang paling baik akhlaknya.’” (HR. Tabrani)

Dalil lainnya adalah dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma ia berkata,

“Tidakkah aku beritahu kepada kalian orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti?” Mereka berkata, “Iya ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Orang yang paling baik akhlaknya di antara kamu.“ (HR. Ahmad)

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

“Tiada sesuatu yang lebih berat pada timbangan seorang hamba pada hari kiamat nanti dari akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)

Jadi, untuk para suami, rajin-rajinlah membantu istri di rumah. Selain akan semakin dicintai oleh sang istri, membantu pekerjaan rumah tangga merupakan perbuatan baik sekaligus menunjukkan betapa mulianya akhlak sang suami.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum suami membantu pekerjaan rumah tangga. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Suami Membantu Pekerjaan Rumah Tangga appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Istri Tidak Mau Ikut Suami Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-istri-tidak-mau-ikut-suami-dalam-islam Mon, 03 Dec 2018 09:03:48 +0000 https://dalamislam.com/?p=4707 Acapkali timbul dilema dalam diri seorang istri manakala sang suami ditugaskan bekerja di luar kota. Dilema yang dimaksud adalah apakah ikut suami ke kota tujuan atau tetap tinggal di kota asal bersama sanak saudara. Di satu sisi, jika tidak mengikuti suami ke luar kota tempat dia bekerja dianggap membantah perintah suami. Namun, di sisi lain, […]

The post Hukum Istri Tidak Mau Ikut Suami Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Acapkali timbul dilema dalam diri seorang istri manakala sang suami ditugaskan bekerja di luar kota. Dilema yang dimaksud adalah apakah ikut suami ke kota tujuan atau tetap tinggal di kota asal bersama sanak saudara.

Di satu sisi, jika tidak mengikuti suami ke luar kota tempat dia bekerja dianggap membantah perintah suami.

Namun, di sisi lain, anak-anak baru masuk sekolah sehingga tidak mungkin mengurus kepindahan dalam waktu singkat. Bagaimana jika suami sang istri adalah tentara yang ditugaskan ke negara lain menjadi salah satu anggota pasukan perdamaian dunia? Apakah harus ikut suami juga?

Dalam rumah tangga, seorang istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya. Namun, sebagai pemimpin keluarga, suami memiliki hak yang lebih tinggi satu tingkatan dibandingkan istrinya. Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 228 yang artinya,

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan yang lebih daripada istri-istrinya.” (QS. Al Baqarah : 228).

Ayat di atas menetapkan hak masing-masing suami istri satu atas lainnya, dan memberikan kekhususan derajat yang lebih kepada suami atas istrinya karena beberapa hal tertentu yang dimilikinya.

Merujuk ayat di atas, maka hukum taat kepada suami  bagi seorang istri adalah wajib sepanjang tidak bertentangan dengan syariat. Seorang istri haruslah memahami bahwa ketaatan seorang istri kepada suaminya merupakan salah satu dari ciri-ciri istri shalehah. Allah SWT berfirman dalam surat An Nisaa’ ayat 34 yang artinya,

“Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS, An Nisaa’ : 34).

Mengacu pada ayat di atas,  jika suami meminta istri untuk ikut dengannya ke tempat suami bekerja di luar kota maka istri wajib menaatinya karena kewajiban istri terhadap suami dalam Islam salah satunya adalah selalu taat pada suami.

Namun, jika istri menolak karena berbagai pertimbangan seperti masalah keamanan atau terkait dengan anak, maka suami harus secara bijak mengajak sang istri musyawarah, diskusi, memberikan pemahaman kepada istri, dan lain-lain. Hal yang juga harus dipahami adalah suami tidak boleh terburu-buru untuk menjatuhkan talak kepada istrinya.

Mengingat hukum melawan suami menurut Islam adalah dilarang dan maka kewajiban suami terhadap istri dalam Islam adalah mendidik istri dengan cara-cara yang ma’ruf sesuai dengan tuntunan yang diberikan oleh Allah SWT.

Cara-cara yang dimaksud yaitu dengan menasehatinya, tanpa caci maki, dan tidak pula menjelekkannya. Dan, jika ia taat maka cukup baginya. Namun, bila istri tidak taat maka suami memisahkan istrinya dari ranjangnya. Dan, jika ia taat, maka cukup baginya.

Bila istri masih tidak taat, maka suami boleh memukulnya selain wajah dengan pukulan yang tidak keras atau tidak mencelakai istri, tidak membuat darah istri mengalir, atau mengakibatkan luka, serta tidak menyebabkan hilangnya salah satu fungsi anggota tubuhnya.

Allah SWT berfirman dalam surat An Nissa’ ayat 34 yang artinya,

“Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS, An Nisaa’ : 34)

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum istri tidak mau ikut suami. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Istri Tidak Mau Ikut Suami Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Suami Membandingkan Istri Dengan Ibunya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-suami-membandingkan-istri-dengan-ibunya Mon, 03 Dec 2018 09:02:09 +0000 https://dalamislam.com/?p=4673 Di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang pria bernama Aus ibn Shamit. Ia memiliki istri bernama Khaulah binti Tsa’labah. Suatu hari, Aus ibn Shamit mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap istirnya dengan mengatakan, “Engkau bagiku seperti punggung ibuku.” Kemudian, Aus ibn Shamit menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada istrinya. Dalam kebiasaan Jahiliyyah, kalimat zhihar yang diucapkan […]

The post Hukum Suami Membandingkan Istri Dengan Ibunya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang pria bernama Aus ibn Shamit. Ia memiliki istri bernama Khaulah binti Tsa’labah.

Suatu hari, Aus ibn Shamit mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap istirnya dengan mengatakan, “Engkau bagiku seperti punggung ibuku.” Kemudian, Aus ibn Shamit menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada istrinya.

Dalam kebiasaan Jahiliyyah, kalimat zhihar yang diucapkan oleh Aus ibn Shamit itu sama seperti menalak istrinya. Khalulah binti Tsa’labah kemudian menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menggugat hal ini. Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjelaskan bahwa hal tersebut belum ada keputusan dari Allah.

Dalam suatu riwayat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Engkau telah diharamkan bersetubuh dengannya.” Lalu Khaulah berkata, “Suamiku belum menyebutkan kata-kata talak.” Kemudian Khaulah berulang kali mendesak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar menetapkan suatu keputusan dalam hal ini, sehingga kemudian turunlah surat Al Mujadalah ayat 1-4 yang artinya,

  1. Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah., dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
  2. Orang-orang di antara kamu yang menzhihar istrinya (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
  3. Dan mereka yang menzhihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan Allah kepadamu, dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.
  4. Maka barang siapa tidak dapat (memerdekakan) budak, maka (dia wajib) berpuasa dua bulan berturut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barang siapa tidak mampu (berpuasa), maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat azab yang sangat pedih.

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata,

“Segala puji bagi Allah Yang Pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu. Sungguh. Ada seorang wanita yang mengajukan gugatan datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara dengan Beliau, sedangkan aku berada di pojok rumah, aku tidak mendengarkan apa yang diucapkannya, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menurunkan ayat, “Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dst” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Bukhari secara mu-allaq, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Jarir dan Hakim)

Ayat 1-4 dalam surat Al Mujadalah tersebut dengan jelas menegaskan bahwa perbuatan menzhihar istrinya dilarang dalam Islam.

Apabila sang suami menyesali apa yang telah ia perbuat terhadap istrinya dan bermaksud kembali kepada istrinya maka menurut ayat di atas ia wajib memerdekakan seorang budak.

Jika tidak mampu memerdekakan seorang budak, maka ia wajib berpuasa dua bulan berturut-turut. Dan jika tidak mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut maka ia wajib memberi makan enam puluh orang miskin.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum suami membandingkan istri dengan ibunya. Artikel lain yang dapat dibaca seputar fikih di antaranya adalah hukum suami yang tidak memuliakan istri, hukum suami yang tidak shalat, hukum suami membentak istri dalam Islamhukum menampar istri dalam Islam, hukum menghina istri dalam Islam, hukum suami tidak menafkahi istri dalam Islam, hukum tidak bertegur sapa dengan suami, hukum taat kepada suami, hukum istri yang membohongi suami, dan hukum wanita tidak melayani suami. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

The post Hukum Suami Membandingkan Istri Dengan Ibunya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
11 Syarat Memilih Istri dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/syarat-memilih-istri-dalam-islam Mon, 26 Nov 2018 06:54:16 +0000 https://dalamislam.com/?p=4689 Setiap laki laki pasti memiliki impian untuk mempunyai istri yang baik ketika kelak menikah agar tercapai keluarga bahagia menurut islam. Hal ini merupakan impian yang wajar dan logis dimiliki oleh semua laki laki, bahkan tidak hanya laki laki yang beragama Islam saja, tetapi juga laki laki yang beragama selain Islam sekalipun. Oleh karena itu, bukan […]

The post 11 Syarat Memilih Istri dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Setiap laki laki pasti memiliki impian untuk mempunyai istri yang baik ketika kelak menikah agar tercapai keluarga bahagia menurut islam. Hal ini merupakan impian yang wajar dan logis dimiliki oleh semua laki laki, bahkan tidak hanya laki laki yang beragama Islam saja, tetapi juga laki laki yang beragama selain Islam sekalipun. Oleh karena itu, bukan hal yang mengherankan apabila para laki laki berlomba lomba dalam mendapatkan istri yang baik untuk dijadikan istri dan sebaliknya.

Selain itu, istri juga merupakan manusia pendamping yang kelak akan mendampinginya seumur hidup agar tercapai keluarga sakinah dalam islam, serta menyayangi dan mendidik anak anaknya. Banyak sekali syarat istri baik yang layak untuk dijadikan seorang istri. Namun dalam artikel ini

syarat yang akan dibahas ialah Syarat Memilih Istri dalam Islam. Dengan kata lain, syarat istri di sini sebagaimana dijelaskan atau dianjurkan dalam ajaran Islam, baik dari firman Allah SWT di dalam Al Qur’an maupun sabda Nabi Muhammad SAW di dalam Hadits. Berikut selengkapnya:

  • Taat Beragama (Sholehah)

Syarat pertama ialah taat beragama sehingga tercapai keluarga harmonis menurut islam. Dalam istilah Islam dikenal sebagai istri yang sholehah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadits nya yang artinya: “Perempuan itu dikawini atas empat perkara, yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, atau karena agamanya. Akan tetapi, pilihlah berdasarkan agamanya agar dirimu selamat.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dari hadits di atas sudah jelas bahwa dasar agama walau disebutkan pada urutan terakhir, tetapi tetap diutamakan dari yang lainnya. Dan yang dimaksud dengan istri sholehah tentunya ialah istri yang taat kepada Agamanya. Dalam artian, taat kepada Tuhannya, Allah SWT, dan taat kepada Rasulnya, Muhammad SAW. Tentunya juga menjauhi segala larangan yang telah diperintahkan kepadanya.

  • Berasal Dari Keluarga yang Baik

Syarat kedua ialah berasal dari keluarga yang baik sehingga jauh dari konflik dalam keluarga. Tentunya yang dimaksud berasal dari keluarga yang baik di sini ialah dilihat dari bagaimana keadaan silsilah keturunannya. Syarat ini juga senada dengan hadits pada poin 1, di mana dalam hadits tersebut juga dijelaskan “karena keturunannya”.

Dari situ jelas bahwa istri yang baik untuk dijadikan istri ialah istri yang berasal dari keturunan atau keluarga yang baik. Di samping itu, istri yang berasal dari keturunan atau keluarga yang baik biasanya juga berasal dari lingkungan yang baik pula. Dengan kata lain, bukan hanya lingkungan keluarganya semata, tetapi juga lingkungan masyarakat di sekitarnya.

  • Cantik

Syarat ketiga ialah cantik sesuai pandangan wanita cantik dalam islam. Syarat ini juga senada dengan hadits pada poin 1, di mana dalam hadits tersebut juga dijelaskan “karena kecantikannya”. Syarat ini juga terlihat logis karena semua laki laki pasti juga menginginkan untuk memiliki istri yang cantik. Sehingga menyenangkan apabila dipandang.

Meskipun sebenarnya kecantikan bernilai relatif. Artinya, semua laki laki pasti memiliki selera dan definisinya sendiri tentang mana istri yang menurutnya cantik dan tidak. Namun tetap saja, kecantikan merupakan syarat yang juga dianjurkan agar tidak membuat Anda (laki laki) tidak mudah berpaling ke istri yang lainnya.

  • Sekufu’ (Sederajat)

Syarat keempat ialah sekufu’ (sederajat). Yang dimaksud sekufu’ atau sederajat di sini ialah istri yang sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, dan hal hal lainnya. Terkait dengan penjelasan pada poin 4, yang dimaksud sekufu’ dalam urusan kekayaan tentunya ialah istri yang sebanding dengan Anda (laki laki) dalam hal kekayaannya.

Namun yang lebih utama dalam syarat sekufu’ ini ialah sebanding dalam agamanya. Artinya, sama sama beragama Islam, di samping sebanding pula ketaatan dan akhlak atau tingkah lakunya. Sedemikian sehingga telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman Nya yang artinya: “Istri istri yang keji untuk laki laki yang keji. Dan laki laki yang keji untuk istri istri yang keji pula. Istri istri yang baik untuk laki laki yang baik. Dan laki laki yang baik untuk istri istri yang baik pula.” (Q.S. An Nur: 26).

  • Perawan

Syarat kelima ialah perawan. Tentunya yang dimaksud perawan di sini bukanlah istri yang lantas mengeluarkan darah keperawanan ketika pertama kali melakukan hubungan intim dengan Anda (laki laki) sebagai suaminya, tetapi ialah istri yang belum pernah sekalipun bersetubuh dengan laki laki lain sebelum menikah dengan Anda. Sedangkan kalau masalah darah keperawanan yang misalkan tidak keluar, bisa saja karena sang istri pernah mengalami jatuh atau kecelakaan yang menyebabkan dinding darah keperawanannya pecah. Kemungkinan ini bisa saja terjadi pada istri manapun.

  • Penyabar

Syarat keenam ialah penyabar. Syarat ini juga sangat logis untuk dipertimbangkan. Apabila Anda ditanya, “Apakah Anda (laki laki) tidak mau memiliki istri yang penyabar?”. Jawaban Anda pasti “mau” tentunya. Di samping itu, Allah SWT juga menjelaskan dalam salah satu firman Nya yang artinya:

“Allah menjadikan istri Fir’aun perumpamaan bagi orang orang yang beriman ketika ia berkata: “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi Mu dalam surya; dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya; dan selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim.”” (Q.S. At Tahriim: 11).

Dari ayat tersebut dapat diambil sebuah ibarah (pelajaran) bahwa istri yang sabar menghadapi perilaku buruk suaminya akan sangat membantu dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga. Yang mana, dalam kasus di atas, istri Fir’aun sangat sabar menerima kekejaman suaminya sendiri, Fir’aun, terhadap dirinya. Ia tetap tabah menghadapi kekejaman suaminya sendiri dan hanya berpasrah diri kepada Allah SWT.

  • Memikat Hati

Syarat ketujuh ialah memikat hati. Yang dimaksud dengan memikat hati di sini bukan hanya sekedar kecantikannya saja, tetapi lebih dari itu. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman Nya yang artinya: “Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), kawinilah istri istri (lain) yang kamu senangi…” (Q.S. An Nisa’: 3).

Dari ayat tersebut dapat diambil sebuah ibarah (pelajaran) agar laki laki memilih perempuan yang memikat atau menyenangkan hatinya sebagai istri. Yang mana, sebenarnya kata kata yang digunakan dalam ayat tersebut ialah “thaaba”. Kata ini memiliki arti, diantaranya:

Seperti dalam kalimat “hadzaa syaiun thayyib”, artinya “ini adalah urusan yang baik. Kata “thayyib” berasal dari “thaaba”. Hatinya baik. Seperti dalam kalimat “hiya imra’atun thaabat nafsuha”, artinya “perempuan ini baik hatinya”. Kata “thaabat” berasal dari “thaaba”.

  • Amanah

Syarat kedelapan ialah amanah. Amanah merupakan salah satu sifat atau ciri dari orang yang dapat dipercaya. Dengan kata lain, Anda (laki laki) pasti mau apabila istri Anda adalah orang yang amanah, orang yang dapar dipercaya. Anjuran untuk memilih istri yang amanah sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya:

“…Oleh sebab itu, istri yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara (dirinya dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah (menyuruh) memeliharanya..” (Q.S. An Nisa’: 34). Dan Nabi Muhammad SAW juga bersabda dalam hadits nya yang artinya:

“Sebaik baiknya istri, yaitu yang menyenangkanmu ketika kamu lihat, taat kepadamu ketika kamu suruh, menjaga dirinya dan hartamu ketika kamu pergi.” (H.R. Thabarani dari Abdullah bin Salam). Dari ayat dan hadits tersebut sudah jelas bahwa istri yang amanah ialah istri yang mampu menjaga sesuatu ketika suaminya tidak ada. Tentunya bukan sekedar harta, tetapi juga kepercayaan suaminya.

  • Tidak Matrealistis

Syarat kesembilan ialah tidak matrealistis. Bayangkan saja, dalam berpacaran pun Anda (laki laki) pasti tidak ingin memilih istri yang matrealistis, apalagi dalam pernikahan dan menjadikannya istri. Tentunya sudah jelas sekali bahwa Anda (tidak) ingin memiliki istri yang hanya tertarik pada harta yang Anda miliki. Syarat istri tidak matrealistis baik untuk dinikahi dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya yang artinya:

“Ada empat perkara, siapa yang mendapatkannya berarti kebaikan dunia dan akhirat, yaitu hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, bersabar ketika mendapatkan musibah, dan perempuan yang mau dikawini bukan bermaksud menjerumuskan (suaminya) ke dalam perbuatan maksiat dan bukan menginginkan hartanya.” (H.R. Thabarani, adapun hadits ini adalah Hadits Hasan (baik)).

  • Mampu Menjaga Ikatan Kekerabatan

Syarat kesepuluh ialah mampu menjaga ikatan kekerabatan. Yang dimaksud di sini ialah istri yang senang untuk menjalin ikatan kekerabatan yang dimilikinya, entah kerabat dari pihak suami maupun kerabat dari pihaknya sendiri. Dan tentunya yang juga penting di sini ialah tetap mampu menjaga jalinan kekerabatan tersebut agar tidak terputus. Singkatnya ialah istri yang senang menyambung tali silaturahmi dengan para kerabat atau saudara yang ada, baik dari pihak suami maupun dari pihaknya sendiri.

  • Subur (Mampu Memberi Keturunan)

Syarat kesebelas ialah subur. Subur di sini tentunya ialah istri yang mampu melahirkan keturunan. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Nikahilah istri yang penyayang dan subur karena aku berbangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud, senada dengan An Nasa’i dan Ahmad)

“Nikahilah ibu ibu dari anak anak (yaitu istri istri yang bisa melahirkan) karena sesungguhnya aku akan membanggakan mereka pada hari kiamat.” (HR. Ahmad) Dari kedua hadits tersebut sudah jelas bahwa istri yang baik untuk dijadikan istri ialah istri yang subur (mampu melahirkan keturunan).

Demikian yang dapat penulis sampaikan semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 11 Syarat Memilih Istri dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Kewajiban Istri Dalam Masa Iddah dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/kewajiban-istri-dalam-masa-iddah Mon, 19 Nov 2018 02:37:00 +0000 https://dalamislam.com/?p=4626 Dalam sebuah pernikahan, keluarga yang sakinah mawadah warahmah tentulah menjadi tujuan pernikahan dalam Islam. Namun pernikahan tetaplah hanya sebuah hubungan antar manusia yang akan ada ujungnya, baik dipisahkan karena kematian maupun karena perceraian. Dalam Islam, perpisahan dalam sebuah pernikahan akan meninggalkan masa iddah bagi pihak wanita. Masa iddah adalah masa dimana istri harus menunggu hingga […]

The post 5 Kewajiban Istri Dalam Masa Iddah dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam sebuah pernikahan, keluarga yang sakinah mawadah warahmah tentulah menjadi tujuan pernikahan dalam Islam.

Namun pernikahan tetaplah hanya sebuah hubungan antar manusia yang akan ada ujungnya, baik dipisahkan karena kematian maupun karena perceraian.

Dalam Islam, perpisahan dalam sebuah pernikahan akan meninggalkan masa iddah bagi pihak wanita. Masa iddah adalah masa dimana istri harus menunggu hingga waktu yang ditentukan oleh Allah selesai sebelum ia menikah lagi. Masa iddah telah diatur langsung oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an.

Selama menjalani masa iddah, terdapat beberapa kewajiban bagi istri dalam menjalankan masa iddahnya. Untuk lebih memahaminya, berikut ini adalah beberapa kewajiban istri selama berada di dalam masa iddah:

1. Mendekatkan diri pada Allah

Perpisahan dalam pernikahan tentunya akan membuat seorang wanita menjadi sangat rapuh. Kehilangan orang yang dicintai tentunya membuat siapa saja akan jatuh dalam kesedihan.

Bahkan seorang Nabi Muhammad saja bersedih ketika Khadijah wafat meninggalkannya. Namun meskipun berada dalam kesedihan, seorang istri diharapkan untuk semakin meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Baca juga:

Allah ‘azzawajalla berfirman,

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Wahai manusia, Kami akan menguji kalian dengan kesempitan dan kenikmatan, untuk menguji iman kalian. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan kembali” (QS. Al-Anbiya: 35).

2. Membaca doa kesedihan

Ketika seorang bersedih, hendaknya ia memperbanyak membaca doa. Sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah,

اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن ..

// Allahumma innii a’uudzubika minal hammi wal hazani…//

“Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari gundah gulana dan rasa sedih…” (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Berdiam diri di rumah

Seorang istri yang masih berada dalam masa iddah diwajibkan untuk tetap berdiam diri di rumah alias tidak keluar rumah. Hal ini juga telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Allah berfirman, “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat iddahnya dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.

Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang…”(QS. At-Talak: 1)

Baca juga:

Namun hal ini tidak berlaku bagi wanita yang mendapat talak bain. Talk bain atau talak tiga membuat istri menjadi tidak lagi berhak untuk mendapatkan nafkah sehingga ia harus mencari nafkah dengan tangannya sendiri.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ  قَال : طَلُقَتْ خَالَتِي ثَلاَثًا فَخَرَجَتْ تَجِدُّ نَخْلاً لَهَا فَلَقِيَهَا رَجُلٌ فَنَهَاهَا فَأَتَتِ النَّبِيَّ  فَقَالَتْ ذَلِكَ لَهُ فَقَال لَهَا : اخْرُجِي فَجُدِّي نَخْلَكِ لَعَلَّكِ أَنْ تَصَدَّقِي مِنْهُ أَوْ تَفْعَلِي خَيْرًا

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu, dia berkata,”Bibiku ditalak yang ketiga oleh suaminya. Namun beliau tetap keluar rumah untuk mendapatkan kurma (nafkah), hingga beliau bertemu dengan seseorang yang kemudian melarangnya. Maka bibiku mendatangi Rasulullah SAW sambil bertanya tentang hal itu.

Dan Rasululah SAW berkata,”Silahkan keluar rumah dan dapatkan nafkahmu, barangkali saja kamu bisa bersedekah dan mengerjakan kebaikan. (HR. Muslim).

Baca juga:

4. Tidak berhias

Ummu Athiyah radhiyallahu ‘anha berkata,

كُنَّا نُنْهَى أَنْ نُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا وَلَا نَكْتَحِلَ وَلَا نَتَطَيَّبَ وَلَا نَلْبَسَ ثَوْبًا مَصْبُوغًا إِلَّا ثَوْبَ عَصْبٍ وَقَدْ رُخِّصَ لَنَا عِنْدَ الطُّهْرِ إِذَا اغْتَسَلَتْ إِحْدَانَا مِنْ مَحِيضِهَا فِي نُبْذَةٍ مِنْ كُسْتِ أَظْفَارٍ وَكُنَّا نُنْهَى عَنْ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ

“Kami dilarang ihdaad (berkabung) atas kematian seseorang di atas tiga hari kecuali atas kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari.

Selama masa itu kami tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai wewangian, tidak boleh memakai pakaian yang berwarna kecuali pakaian ashab.

Dan kami diberi keringanan bila hendak mandi seusai haid untuk menggunakan sebatang kayu wangi. Dan kami juga dilarang mengantar jenazah.” (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 2739)

Nabi Muhammad SAW,”Janganlah perempuan itu menyentuh wangi-wangian.” (wa laa tamassu thiiban). (HR Bukhari no 5342, Muslim no 938).

5. Menahan diri dari khitbah dan pernikahan

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَسْلَمَ يُقَالُ لَهَا سُبَيْعَةُ كَانَتْ تَحْتَ زَوْجِهَا تُوُفِّيَ عَنْهَا وَهِيَ حُبْلَى فَخَطَبَهَا أَبُو السَّنَابِلِ بْنُ بَعْكَكٍ فَأَبَتْ أَنْ تَنْكِحَهُ فَقَالَ وَاللَّهِ مَا يَصْلُحُ أَنْ تَنْكِحِيهِ حَتَّى تَعْتَدِّي آخِرَ الْأَجَلَيْنِ فَمَكُثَتْ قَرِيبًا مِنْ عَشْرِ لَيَالٍ ثُمَّ جَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ انْكِحِي

Dari Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seorang wanita dari Aslam bernama Subai’ah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil.

Lalu Abu Sanâbil bin Ba’kak melamarnya, namun ia menolak menikah dengannya. Ada yang berkata,

“Demi Allâh, dia tidak boleh menikah dengannya hingga menjalani masa iddah yang paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam berlalu, ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menikahlah!” [HR al-Bukhâri no. 4906].

Baca juga:

Allah juga berfirman, “Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis iddahnya.” (QS Al-Baqarah [2] : 235)

Imam Nawawi menyebutkan, “Tidak boleh menikahi wanita yang berada pada masa ‘iddah karena suatu sebab. … Salah satu tujuan masa ‘iddah adalah untuk menjaga nasab. Jika kita membolehkan nikah pada masa tersebut, tentu akan bercampurlah nasab dan tujuan nikah pun jadi sia-sia (karena kacaunya nasab).” (Al Majmu’, 16: 240)

Namun Allah memperbolehkan istri yang dalam masa iddah dikhitbah dengan sindiran alias tidak terang-terangan.

Allah berfirman, “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.

Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf.

Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya.

Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS Al-Baqarah [2] : 235)

Itulah 5 kewajiban istri selama dalam masa iddah. Masa iddah memang merupakan masa berkabung bagi istri yang membuat istri harus memenuhi beberapa kewajiban tertentu. Namun disinilah letak penghargaan dan penghormatan terhadap sebuah pernikahan agar pernikahan tidak dianggap remeh oleh manusia.

Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua dan rumah tangga kita selalu berada dalam perlindungan Allah SWT. Aamiin.

The post 5 Kewajiban Istri Dalam Masa Iddah dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>