suami istri Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/suami-istri Thu, 22 Dec 2022 04:46:02 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png suami istri Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/suami-istri 32 32 5 Cara Menghadapi Suami Pemarah dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/cara-menghadapi-suami-pemarah-dalam-islam Tue, 06 Dec 2022 02:42:00 +0000 https://dalamislam.com/?p=11900 Dalam kehidupan rumah tangga, tentunya ada konflik yang kerap terjadi antar suami dan istri. Hal tersebut merupakan ujian dalam pernikahan. Khususnya untuk para suami, yang terkadang berpikir bahwa ia adalah kepala rumah tangga dan ia bebas mengatur sesukanya. Di kondisi yang sedang sama-sama emosi ini sebaiknya sebagai istri perlu meredakan amarah suami. Lantas bagaimana seorang […]

The post 5 Cara Menghadapi Suami Pemarah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam kehidupan rumah tangga, tentunya ada konflik yang kerap terjadi antar suami dan istri. Hal tersebut merupakan ujian dalam pernikahan.

Khususnya untuk para suami, yang terkadang berpikir bahwa ia adalah kepala rumah tangga dan ia bebas mengatur sesukanya. Di kondisi yang sedang sama-sama emosi ini sebaiknya sebagai istri perlu meredakan amarah suami.

Lantas bagaimana seorang istri menghadapi suami yang pemarah dan egois? Simak ayat QS. Al-Baqarah ayat 228 berikut ini:

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya.” (QS. Al-Baqarah: 228)

Sebenarnya sebagai istri, jangan sampai tersulut dengan api kemarahan suami. Karena hal tersebut hanya akan membuat keadaan semakin memburuk.

Islam melarang pertengkaran dalam rumah tangga bahkan sampai diam-diaman berhari-hari. Harus ada komunikasi antar keduanya agar menemukan solusi yang terbaik. Jika Anda telah sabar dalam menghadapi suami yang pemarah dalam Islam, ingat ayat berikut bahwa:

“Dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: 90)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 39)

Juga firman-Nya:

“Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Hud: 49)

Dari Siti Aisyah istri Rasulullah SAW pernah menceritakan bahwa Hindun istri Abu Sofyan berkata kepada Rasulullah SAW, sungguh Abu Sofyan adalah orang yang egois, kikir, dan juga batil. Abu Sofyan tidak memberikan Hindun belanja yang cukup untuk istri dan anaknya.

Sehingga Hindun mengambil uang sang suami tanpa izin. Kemudian Rasulullah SAW bersabda “Boleh mengambil uang suami, asal yang wajar, demi mencukupi kebutuhan belanja istri dan anak-anaknya.” Hukum istri mengambil uang suami dalam Islam jangan mengambil begitu saja, akan lebih baik bila diceritakan kepada suami dengan sikap terbuka. Kita sebagai umat muslim harus meneledani cara ala Rasulullah agar menjadi suami dambaan Istri.

Untuk lebih mengetahui cara menghadapi suami pemarah dalam Islam. Simak poin-poinnya berikut ini:

  • Memberi Jeda Waktu

Memberikan jeda waktu sejenak kepada suami apabila dia sedang marah. Hal itu merupakan keputusan yang tepat. Pada saat itu, istri menarik diri untuk tidak terlalu banyak bertanya yang nantinya hanya akan membuat suami makin emosi.

Ada kalanya, sang istri bisa memberikan jeda waktu sejenak kepada suami untuk menjernihkan pikirannya dulu. Apabila dirasa sang suami sudah lebih baik, Anda bisa berbicara lembut kepada suami.

  • Jangan Ikut Tersulut Amarah

Ketika suami sedang marah, entah marah terhadap Anda sebagai istri atau suami sedang ada masalah dalam pekerjaannya, usahakan Anda jangan ikut emosi terhadap suami. Sebaiknya salah satu pihak bisa lebih tenang, yakni Anda bisa lebih sabar dan tidak terbawa emosi.

Karena bagaimanapun amarah jangan di balas dengan amarah, hal tersebut hanya akan membuat runyam nantinya. Tenang dan bijak agar amarah suami lebih mereda. Simak hukum istri berbicara kasar kepada suami.

  • Beri Pasangan Waktu untuk Sendiri

Terkadang ketika suami sedang dalam masalah, sebenarnya hal yang dibutuhkannya adalah waktu untuk sendiri. Biasanya laki-laki cenderung menghadapi masalah mereka sendiri.

Namun, tetap Anda perlu berbicara dengannya setelah suami jauh lebih tenang dan beri ruang baginya untuk sendiri. Berilah kepercayaan kepadanya bahwa ia bisa menyelesaikan dan meredakan amarahnya. Simak hal yang boleh disembunyikan dalam Islam.

  • Menjadi Pendengar yang Baik

Poin keempat ini adalah, mungkin semua orang dapat pandai dalam bercerita namun tidak semua pandai untuk menjadi pendengar yang baik. Memahami dan mendengarkan cerita permasalahan dari pasangan menjadi hal yang dibutuhkan ketika suami dalam suasana hati yang buruk.

Mendengarkan keluh kesahnya terkadang menjadi hal yang lebih baik, dibandingkan terus memberikan saran kepadanya. Berikan rasa nyaman kepada suami agar ia mencurahkan segala keluh kesahnya dan menjadi pendengar yang baik agar suasana hati sang suami menjadi lebih baik.

  • Hindari Memberikan Banyak Masukan

Kenapa memberi masukan salah? Sebenarnya bukannya salah, namun beberapa orang terkadang tidak semua menyukai banyak masukan. Kembali lagi ke poin keempat, terkadang beberapa orang hanya ingin didengar.

Bagaimanapun laki-laki akan merasa dihargai bila diberikan rasa percaya bahwa ia bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Alangkah baiknya sebagai istri, Anda bisa banyak mendengarkannya terlebih dahulu, lalu kemudian mencoba memberi saran tanpa memaksanya untuk melakukan solusi dari Anda. Simak hukum istri mendiamkan suami.

Demikianlah informasi cara menghadapi suami pemarah dalam Islam. Semoga informasi tersebut bisa bermanfaat bagi setiap pasangan agar dapat sabar, tenang, dan bijak ketika suami sedang marah. Walau bagaimanapun sebagai istri harus menghormati sang suami.

The post 5 Cara Menghadapi Suami Pemarah dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Meninggalkan Istri Lebih Dari 3 Bulan dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-meninggalkan-istri-lebih-dari-3-bulan Tue, 09 Jul 2019 02:37:54 +0000 https://dalamislam.com/?p=7425 Sebuah pernikahan akan semakin harmonis jika segala yang ada di dalamnya dikerjakan bersama-sama. Kemesraan dan kecintaan antara suami dan istri akan semakin begitu indah jika sering menghabiskan waktu berdua. Namun ternyata tak selamanya sebuah pernikahan berjalan sesuai dengan mimpi kita. Masalah dalam sebuah pernikahan tentu bukan lagi hal baru bagi setiap pasangan suami istri. Salah […]

The post Hukum Meninggalkan Istri Lebih Dari 3 Bulan dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebuah pernikahan akan semakin harmonis jika segala yang ada di dalamnya dikerjakan bersama-sama. Kemesraan dan kecintaan antara suami dan istri akan semakin begitu indah jika sering menghabiskan waktu berdua. Namun ternyata tak selamanya sebuah pernikahan berjalan sesuai dengan mimpi kita.

Masalah dalam sebuah pernikahan tentu bukan lagi hal baru bagi setiap pasangan suami istri. Salah satunya adalah masalah ketika seorang suami meninggalkan istrinya selama berbulan-bulan. Bagaimana hukum meninggalkan istri lebih dari 3 bulan dalam pandangan Islam?

Hukum Meninggalkan Istri Berbulan-Bulan

Menanggapi hal ini tentu harus dilihat terlebih dahulu alasan di balik perginya seorang suami meninggalkan istrinya hingga lebih dari 3 bulan.

Pertama, jika seorang suami meninggalkan istrinya dengan alasan sebuah kepentingan seperti mencari nafkah, maka hal ini tidak mengapa.

Allah berfirman dalam surat At-Talaq Ayat 6

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَىٰ

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

Baca juga:

Al-Buhuti menjelaskan,

ولو سافر الزوج عنها لعذر وحاجةٍ سقط حقها من القسم والوطء وإن طال سفره ، للعذر

Ketika suami melakukan safar meninggalkan istrinya karena udzur atau ada hajat, maka hak gilir dan hubungan untuk istri menjadi gugur. Meskipun safarnya lama, karena udzur. (Kasyaf al-Qana’, 5/192).

Sang istri hendaknya bersabar terhadap sang suami karena suami meninggalkannya untuk bekerja. Apalagi jika sang suami selalu memberi kabar dan tetap memberikan nafkah lahir sehingga semua kebutuhan istri dan anak-anak tetap terpenuhi.

Namun berbeda halnya jika kondisi kedua yang terjadi, yakni jika suami meninggalkan istri tanpa udzur atau kepentingan. Dalam pernikahan di Indonesia, terdapat sighat ta’liq yang dibacakan dan ditandatangani suami. Jika sang suami menandatangi dan membacakan sighat ini, maka istri berhak mengajukan gugatan cerai setelah ditinggal selama 3 bulan.

Sesudah akad nikah, saya : ………………………………………. bin ……………………………………. berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama : ………………………….. binti ……………………………….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.

Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta’lik sebagai berikut :
Apabila saya :
1. Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih,

Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya. Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial.

Baca juga:

Allah berfirman,

وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَاراً لِتَعْتَدُوا

Janganlah kamu pertahankan mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka.. (QS. al-Baqarah: 231).

Maka bagi wanita yang tidak sanggup untuk menunggu sang suami yang tidak memberikan kejelasan diperbolehkan untuk mengajukan khulu’.

Batas Waktu Meninggalkan Istri

Ibnu Qudamah menyebutkan riwayat dari Imam Ahmad,

وسئل أحمد أي ابن حنبل رحمه الله: كم للرجل أن يغيب عن أهله؟ قال: يروى ستة أشهر

Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, “Berapa lama seorang suami boleh safar meninggalkan istrinya?” beliau menjawab, “Ada riwayat, maksimal 6 bulan.” (al-Mughni, 8/143).

Batas 6 bulan itu berdasarkan ijtihad Amirul Mukminin, Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita,

Ketika malam hari, Umar berkeliling kota. Tiba-tiba beliau mendengar ada seorang wanita kesepian bersyair,

تَطَاوَلَ هَذَا اللَّيْلُ وَاسْوَدَّ جَانِبُهُ

وَأَرَّقَنِى أَنْ لاَ حَبِيبٌ أُلاَعِبُهُ

فَوَاللَّهِ لَوْلاَ اللَّهُ إِنِّى أُرَاقِبُهُ

تَحَرَّكَ مِنْ هَذَا السَّرِيرِ جَوَانِبُهُ

Malam yang panjang, namun ujungnnya kelam

Yang menyedihkan, tak ada kekasih yang bisa kupermainkan

Demi Allah, andai bukan karena Allah yang mengawasiku

Niscaya dipan-dipan ini akan bergoyang ujung-ujungnya

Baca juga:

Umar menyadari bahwa wanita ini kesepian karena ditinggal lama suaminya. Dia bersabar dan tetap menjaga kehormatannya. Seketika itu, Umar langsung mendatangi Hafshah, putri beliau untuk menanyakan perihal kegelisahan dalam hatinya,

كَمْ أَكْثَرُ مَا تَصْبِرُ الْمَرْأَةُ عَنْ زَوْجِهَا؟

Berapa lama seorang wanita sanggup bersabar untuk tidak kumpul dengan suaminya?

Jawab Hafshah,

“Enam atau empat bulan.”

Kemudian Umar berjanji,

لاَ أَحْبِسُ الْجَيْشَ أَكْثَرَ مِنْ هَذَا

Saya tidak akan menahan pasukan lebih dari batas ini. (HR. Baihaqi dalam al-Kubro no. 18307)

Itulah penjelasan singkat mengenai hukum meninggalkan istri lebih dari 3 bulan. Sepenting apapun sebuah kondisi, hendaknya seorang suami tetap berusaha melakukan komunikasi dan menjaga hubungan dengan istri. Memberikan nafkah lahir batin juga seharusnya dapat dipenuhi apalagi dengan berbagai kemudahan di jaman yang sangat maju seperti ini.

Meninggalkan istri berbulan-bulan tanpa memberikan apapun kepada istri tentu hanya akan meninggalkan penderitaan bagi istri. Maka dari itu hendaknya suami tetap berusaha memenuhi segala kewajibannya meskipun hanya sekali dalam beberapa bulan.

Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua dan membuat kita semakin menghargai pasangan hidup kita saat ini.

The post Hukum Meninggalkan Istri Lebih Dari 3 Bulan dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Batas Waktu Tidak Menafkahi Istri dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/batas-waktu-tidak-menafkahi-istri Tue, 09 Jul 2019 02:29:58 +0000 https://dalamislam.com/?p=7424 Salah satu kewajiban seorang suami terhadap istrinya adalah memberikan nafkah. Nafkah disini bukan hanya nafkah lahir saja, tapi juga nafkah batin. Kewajiban inilah yang menyebabkan seorang laki-laki memiliki kelebihan dibandingkan dengan wanita. Allah berfirman, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum […]

The post Batas Waktu Tidak Menafkahi Istri dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Salah satu kewajiban seorang suami terhadap istrinya adalah memberikan nafkah. Nafkah disini bukan hanya nafkah lahir saja, tapi juga nafkah batin. Kewajiban inilah yang menyebabkan seorang laki-laki memiliki kelebihan dibandingkan dengan wanita.

Allah berfirman,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allâh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka [an-Nisâ`/4:34].

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَىٰ

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (At-talaq: 6 )

Baca juga:

Batas Waktu Tidak Menafkahi Istri

Perintah Allah bagi suami untuk menafkahi istrinya telah jelas disebutkan dalam Al Quran. Namun bagaimana jika seorang suami mengalami kesulitan keuangan atau masalah kesehatan sehingga tidak mampu memberikan nafkah? Adakah batas waktu khusus mengenai menafkahi istri?

Menurut pendapat Ibnu Hazm, seorang suami setidaknya harus memberikan nafkah minimal sebulan sekali jika ia mampu. Hal ini sesuai dengan surah Al Baqarah ayat 223.

Dalam ayat tersebut Allah berfirman, “Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu… Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya” (QS. Al Baqarah: 223)

Baca juga :

Sedangkan menurut Imam Ahmad, batas waktu seorang suami tidak menafkahi istrinya adalah empat bulan. Hal ini sesuai dengan keputusan di masa Umar bin Khattab yang mana banyak terjadi peperangan. Ia merasa gelisah dengan putrinya yang ditinggal oleh suaminya sehingga ia pun bertanya padanya.

Hafsoh, putri Umar bin Khattab kemudian menjawab, “Sekuat-kuat wanita dia hanya bisa bertahan selama empat bulan.

Tidak Menjadikan Perceraian

Namun meskipun suami tidak mampu menafkahi istri dalam waktu lama, bukan berarti sebuah pernikahan akan otomatis dalam kondisi cerai. Sebuah perceraian tetap harus dilakukan dengan jatuhnya talak dari suami.

Imam Ibnu Baz menjelaskan, kapan seorang wanita bisa dianggap telah ditalak,

تعتبر المرأة طالقاً إذا أوقع زوجها عليها الطلاق ، وهو عاقل مختار ليس به مانع من موانع الطلاق كالجنون والسكر ، ونحو ذلك . وكانت المرأة طاهرة طهراً لم يجامعها فيه أو حاملاً أو آيسة

Seorang wanita berstatus ditalak apabila,

  • Suami menjatuhkan talak kepadanya,
  • Ketika menjatuhkan talak, suami sehat akal, tidak dipaksa, tidak gila, tidak mabuk, atau semacamnya
  • Ketika menjatuhkan talak, istrinya sedang suci (tidak sedang haid) dan belum digauli, atau sedang hamil, atau sudah menapause. (Fatawa at-Talak Ibnu Baz, 1/35)

Baca juga:

Jika seorang suami memang tidak sanggup menafkahi istrinya, maka sang istri diperbolehkan untuk mengajukan khulu’ atau gugatan cerai. Jadi perceraian tidak bisa terjadi begitu saja, namun tetap melalui sebuah proses. Keduanya harus bisa mencoba untuk memperbaiki permasalahan yang ada terlebih dahulu. Jika memang sudah tidak bisa diperbaiki lagi barulah diperbolehkan mengajukan khulu’.

Allah berfirman,

وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ

“Janganlah kamu pertahankan (dengan rujuk) mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” (QS. al-Baqarah: 231)

Sayid Sabiq mengatakan,

وإن على القاضي أن يزيل هذا الضرر.  وإذا كان من المقرر أن يفرق القاضي من أجل الغيب بالزوج فإن عدم الانفاق يعد أشد إيذاءا للزوجة وظلما لها من وجود عيب بالزوج، فكان التفريق لعدم الانفاق أولى

Wajib bagi hakim (KUA) untuk menghilangkan sesuatu yang membahayakan istri. Ketika dipahami bahwa hakim boleh memisahkan suami istri karena suami lama menghilang, sementara tidak memberi nafkah termasuk menyakiti dan mendzlimi istri, lebih menyakitkan dari pada sebatas adanya aib pada suami, maka wewenang hakim untuk memisahkan suami istri karena tidak memberi nafkah, lebih kuat. (Fiqh Sunah, 2/288).

Baca juga:

Maka dari itu, sekecil dan sebesar apapun masalah yang ada dalam sebuah rumah tangga hendaknya dibincangkan terlebih dahulu. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua.

The post Batas Waktu Tidak Menafkahi Istri dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Batas Waktu Istri Meninggalkan Suami dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/batas-waktu-istri-meninggalkan-suami Mon, 08 Jul 2019 09:32:49 +0000 https://dalamislam.com/?p=7423 Keharmonisan dalam rumah tangga tidak selamanya terus berlangsung. Terkadang masalah datang menerpa pasangan suami istri. Beberapa istri pun tidak mampu mengatasi masalah sehingga meninggalkan suami mereka. Perkara seperti ini sangat miris dan justru sering terjadi di jaman sekarang ini. Banyak wanita yang menganggap sepele hal ini dan justru membenarkan berbagai masalah yang terjadi dalam rumah […]

The post Batas Waktu Istri Meninggalkan Suami dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Keharmonisan dalam rumah tangga tidak selamanya terus berlangsung. Terkadang masalah datang menerpa pasangan suami istri. Beberapa istri pun tidak mampu mengatasi masalah sehingga meninggalkan suami mereka.

Perkara seperti ini sangat miris dan justru sering terjadi di jaman sekarang ini. Banyak wanita yang menganggap sepele hal ini dan justru membenarkan berbagai masalah yang terjadi dalam rumah tangga seperti masalah keuangan, perselingkuhan, dan masalah lain.

Dalam Islam, hukum seorang istri meninggalkan suami adalah haram sehingga tidak ada batas waktu istri meninggalkan suami dalam Islam. Istri yang keluar rumah tanpa izin suami, maka ia akan mendapatkan laknat dari malaikat, bahkan meski hanya satu detik saja.

Baca juga:

Rasul bersabda,

Hak suami terhadap isterinya adalah isteri tidak menghalangi permintaan suaminya sekalipun semasa berada di atas punggung unta , tidak berpuasa walaupun sehari kecuali dengan izinnya, kecuali puasa wajib. Jika dia tetap berbuat demikian, dia berdosa dan tidak diterima puasanya. Dia tidak boleh memberi, maka pahalanya terhadap suaminya dan dosanya untuk dirinya sendiri. Dia tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Jika dia berbuat demikian, maka Allah akan melaknatnya dan para malaikat memarahinya kembali , sekalipun suaminya itu adalah orang yang alim.” (Hadist riwayat Abu Daud Ath-Thayalisi daripada Abdullah Umar)

Allah sendiri telah memerintahkan setiap istri untuk selalu berada di dalam rumah dan tidak keluar tanpa izin suami, apalagi meninggalkan suami.

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Baca juga:

Seorang istri yang meninggalkan suami berarti ia telah melakukan dosa besar. Suami adalah jalan menuju surga seorang istri, maka sudah seharusnya meski sebesar apapun masalah yang ada hendaknya seorang istri tetap memperhatikan suaminya.

Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata: 

“Saya datang menemui Rasulullah SAW. Beliau lalu bertanya: “Apakah kamu mempunyai suami?” Saya menjawab: “Ya”. Rasulullah SAW bertanya kembali: “Apa yang kamu lakukan terhadapnya?” Saya menjawab: “Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk hal-hal yang memang saya membutuhkannya” . Rasulullah SAW bersabda kembali: “Bagaimana kamu dapat berbuat seperti itu, sementara suami kamu itu adalah yang menentukan kamu masuk ke surga atau ke neraka”(HR. Imam Nasai, Hakim, Ahmad dengan Hadis Hasan).

Rasul juga bersabda,

“Tidaklah istri menyakiti suami di dunia kecuali ia bicara pada suami dengan mata yang berbinar, janganlah sakiti dia (suami), agar Allah tidak memusuhimu, jika suamimu terluka maka dia akan segera memisahkanmu kepada Kami (Allah dan Rasul)”. (HR. Tirmidzi dari Muadz bin Jabal)

Istri yang pergi meninggalkan suami akan lebih memudahkan terjadinya perceraian. Maka dari itu sangat dilarang untuk seorang istri pergi meninggalkan rumahnya. Sedangkan perceraian adalah hal yang sangat diinginkan oleh setan.

Dari Jabir berkata,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengutus bala tentaranya, maka yang akan menjadi pasukan yang paling dekat dengan dia adalah yang paling banyak fitnahnya. Lalu ada yang datang dan berkata, ‘Saya telah berbuat ini dan itu’. Maka iblis berkata, ‘Engkau tidak berbuat apa-apa’. Kemudian ada yang datang lagi dan berkata, ‘Saya tidak meninggalkan seorang pun kecuali telah aku pisahkan antara dia dengan istrinya’. Maka iblis mendekatkan dia padanya dan mengatakan, ‘Engkaulah sebaik-baik pasukanku’.” (Muslim, no.2167)

Baca juga:

Maka dari itu, hendaknya dalam sebuah pernikahan diutamakan untuk bersabar dalam menghadapi pasangan. Pasangan hidup kita adalah pilihan yang harus kita pertahankan. Sebagai seorang wanita, sudah seharusnya mentaati suami selama tidak melanggar syariat agama.

Meninggalkan suami bukanlah solusi dari masalah dalam rumah tangga. Setan akan selalu berada dalam rumah tangga kita untuk selalu membujuk agar terjadi pertengkaran hingga berujung perpisahan. Hal ini akan selalu ada hingga akhir hayat kita.

Jika memang tidak sanggup menyelesaikan masalah, maka berdiskusi dengan keluarga atau mengajukan gugatan cerai adalah jalan terbaik dibandingkan harus meninggalkan rumah.

The post Batas Waktu Istri Meninggalkan Suami dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tata Cara Rujuk dalam Islam https://dalamislam.com/info-islami/tata-cara-rujuk-dalam-islam Sun, 23 Jun 2019 22:18:39 +0000 https://dalamislam.com/?p=7395 Agama Islam sangat menjaga keutuhan biduk rumah tangga kaum muslimin sebagaimana keluarga bahagia menurut islam. Hal ini bisa dilihat dalam pengaturan tentang perceraian (talak), bahwasanya Islam tidak menjadikan talak hanya sekali, namun sampai tiga kali. Disebutkan dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala. الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ “Talak (yang dapat dirujuk setelah […]

The post Tata Cara Rujuk dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Agama Islam sangat menjaga keutuhan biduk rumah tangga kaum muslimin sebagaimana keluarga bahagia menurut islam. Hal ini bisa dilihat dalam pengaturan tentang perceraian (talak), bahwasanya Islam tidak menjadikan talak hanya sekali, namun sampai tiga kali.

Disebutkan dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala.

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“Talak (yang dapat dirujuk setelah perceraian suami istri) dua kali. Setelah itu boleh rujuk setelah perceraian suami istri lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. [Al-Baqarah/2:229]

Juga adanya pensyariatan ‘iddah yakni kewajiban istri dalam masa iddah. Yaitu masa menunggu bagi yang ditalak, seperti tersebut dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu‘iddah itu serta bertakwalah kepada Allâh Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka, dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar, kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.[Ath-Thalâq/65:1]

Dengan demikian, seorang suami yang menceraikan istrinya satu kali yakni mengalami hukum iddah bagi lelaki dalam islam, ia masih memungkinkan untuk memperbaiki kembali bila dirasa hal itu perlu dan baik bagi keduanya. Semua ini menunjukkan perhatian Islam yang sangat besar dalam pembangunan rumah tangga yang kokoh dan awet.

Adapun syarat sahnya rujuk setelah perceraian suami istri, di antaranya:

  • Rujuk setelah perceraian suami istri setelah talak satu dan dua saja, baik talak tersebut langsung dari suami atau dari hakim.
  • Rujuk setelah perceraian suami istri dari istri yang ditalak dalam keadaan pernah digauli. Apabila istri yang ditalak tersebut sama sekali belum pernah digauli, maka tidak ada rujuk setelah perceraian suami istri. Demikian menurut kesepakatan ulama.
  • Rujuk setelah perceraian suami istri dilakukan selama masa ‘iddah. Apabila telah lewat masa ‘iddah -menurut kesepakatan ulama fikih- tidak ada rujuk setelah perceraian suami istri.

Dalam rujuk setelah perceraian suami istri, yakni karena penyebab talak dalam islam, tidak disyaratkan keridhaan dari wanita. Sedangkan bila masih dalam masa ‘iddah, maka anda lebih berhak untuk diterima rujuk setelah perceraian suami istrinya, walaupun sang wanita tidak menyukainya. Dan bila telah keluar (selesai) dari masa ‘iddah tetapi belum ada kata rujuk setelah perceraian suami istri, maka sang wanita bebas memilih yang lain. Bila wanita itu kembali menerima mantan suaminya, maka wajib diadakan nikah baru.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam firman-Nya :

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allâh dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allâh dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuk setelah perceraian suami istrinya dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Al-Baqarah/2 : 228]

Di dalam Fathul Bâri, Ibnu Hajar rahimahullâh mengatakan tentang tips keluarga bahagia menurut islam: “Para ulama telah bersepakat, bahwa bila orang yang merdeka menceraikan wanita yang merdeka setelah berhubungan suami istri, baik dengan talak satu atau dua, maka suami tersebut lebih berhak untuk rujuk setelah perceraian suami istri kepadanya, walaupun sang wanita tidak suka. Apabila tidak rujuk setelah perceraian suami istri sampai selesai masa iddahnya, maka sang wanita menjadi orang asing (ajnabiyah), sehingga tidak halal baginya, kecuali dengan nikah baru”.

Cara untuk rujuk setelah perceraian suami istri, ialah dengan menyampaikan rujuk setelah perceraian suami istri kepada istri yang ditalak, atau dengan perbuatan. Rujuk setelah perceraian suami istri dengan ucapan ini disahkan secara ijma’ oleh para ulama, dan dilakukan dengan lafazh yang sharih (jelas dan gamblang), misalnya dengan ucapan “saya rujuk setelah perceraian suami istri kembali kepadamu” atau dengan kinayah (sindiran), seperti ucapan“sekarang, engkau sudah seperti dulu”. Kedua ungkapan ini, bila diniatkan untuk rujuk setelah perceraian suami istri, maka sah. Sebaliknya, bila tanpa diniatkan untuk rujuk setelah perceraian suami istri, maka tidak sah.

Sedangkan rujuk setelah perceraian suami istri dengan perbuatan, para ulama masih bersilang pendapat, namun yang rajih (kuat) -insya Allâh- yaitu dengan melakukan hubungan suami istri atau muqaddimahnya, seperti ciuman dan sejenisnya dengan disertai niat untuk rujuk setelah perceraian suami istri.

Demikian ini pendapat madzhab Malikiyah dan dirajihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullâh dan Syaikh as-Sa’di rahimahullâh. Apabila disertai dengan saksi, maka itu lebih baik, apalagi jika perceraiannya dilakukan di hadapan orang lain, atau sudah diketahui khalayak ramai.

Rujuk setelah perceraian suami istri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

  • Rujuk setelah perceraian suami istri untuk talak 1 dan 2 (talak raj’iy)

Dalam suatu hadist disebutkan : dari Ibnu Umar r.a. waktu itu ia ditanya oleh seseorang, ia berkata, “Adapun engkau yang telah menceraikan ( istri) baru sekali atau dua kali, maka sesungguhnya Rasulullah SAW telah menyuruhku merujuk setelah perceraian suami istri istriku kembali” (H.R. Muslim)

Karena besarnya hikmah yang terkandung dalam ikatan perkawinan, maka bila seorang suami telah menceraikan istrinya, ia telah diperintahkan oleh Allah SWT agar merujuk setelah perceraian suami istriinya kembali.

Firman  Allah SWT :

Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujuk setelah perceraian suami istriilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula). janganlah kamu rujuk setelah perceraian suami istrii mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah : 231)

  • Rujuk setelah perceraian suami istri untuk talak 3 (talak ba’in)

Hukum rujuk setelah perceraian suami istri pada talak ba’in sama dengan pernikahan baru, yaitu tentang persyaratan adanya mahar, wali, dan persetujuan. Hanya saja jumhur berpendapat bahwa utuk perkawinan ini tidak dipertimbangkan berakhirnya masa iddah.

Rukun rujuk

  • Ada suami yang merujuk atau wakilnya
  • Ada istri yang dirujuk dan sudah dicampuri
  • Kedua belah pihak sama-sama suka dan ridho
  • Dengan pernyataan ijab dan qobul

Misalnya, “Aku rujuk engkau pada hari ini” atau “Telah kurujuk istriku yang bernama ………… pada hari ini” dan lain sebagainya yang semakna.

Tata cara rujuk setelah perceraian suami istri

Pasangan mantan suami istri yang akan melakukan rujuk setelah perceraian suami istri harus datang menghadap PPN (Pegawai Pencatat Nikah) atau Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) yang mewilayahi tempat tinggal istri dengan membawa surat keterangan untuk rujuk setelah perceraian suami istri dari Kepala Desa/ Lurah serta Kutipan dari Buku Pendaftaran Talak/ Cerai atau Akta Talak/ Cerai.

Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :

  • Di hadapan PPn suami mengikrarkan rujuk setelah perceraian suami istrinya kepada istri disaksikan minimal dua orang saksi
  • PPN mencatatnya dalam Buku Pendaftaran Rujuk setelah perceraian suami istri, kemudian membacanya dihadapan suami-istri tersebut terhadap saksi-saksi, dan selanjutnya masing-masing membubuhkan tanda tangan.
  • PPN membuatkan kutipan Buku Pendaftaran Rujuk setelah perceraian suami istri rangkap dua dengan nomor dan kode yang sama

  • Kutipan diberikan kepada suami-istri yang rujuk setelah perceraian suami istri
  • PPN membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk setelah perceraian suami istri dan mengirimnya ke Pengadilan Agama yang mengeluarkan akta talak yang bersangkutan
  • Suami-istri dengan membawa Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk setelah perceraian suami istri datang ke Pengadilan Agama tempat terjadinya talak untuk mendapatkan kembali Akta Nikahnya masing-masing
  • Pengadilan Agama memberikan Kutipan Akta Nikah yang bersangkutan dengan menahan Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk setelah perceraian suami istri.

Semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya.

The post Tata Cara Rujuk dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
3 Hal yang Boleh Disembunyikan Istri dari Suami Menurut Islam https://dalamislam.com/info-islami/hal-yang-boleh-disembunyikan-istri-dari-suami-menurut-islam Sun, 05 May 2019 11:24:40 +0000 https://dalamislam.com/?p=6604 Setelah seorang laki-laki dan perempuan telah sah menjadi suami istri, maka keduanya akan menjalani kehidupan bersama. Kebersamaan mereka setiap hari dan bahkan setiap waktunya akan menimbulkan sikap keterbukaan di antara keduanya. Sehingga hampir tidak ada yang bisa ditutupi oleh suami maupun istri. Dalam suatu hadits dikatakan bahwa setiap apapun yang hendak dilakukan sang istri, maka […]

The post 3 Hal yang Boleh Disembunyikan Istri dari Suami Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Setelah seorang laki-laki dan perempuan telah sah menjadi suami istri, maka keduanya akan menjalani kehidupan bersama. Kebersamaan mereka setiap hari dan bahkan setiap waktunya akan menimbulkan sikap keterbukaan di antara keduanya. Sehingga hampir tidak ada yang bisa ditutupi oleh suami maupun istri.

Dalam suatu hadits dikatakan bahwa setiap apapun yang hendak dilakukan sang istri, maka ia wajib meminta ijin kepada suaminya.

“Janganlah seorang istri menginfakkan suatu (harta dari dalam rumah suaminya melainkan dengan seizinnya.” Beliau kemudian ditanya, “Tidak pula makanan, wahai Rasullah? “Beliau menjawab, “Itu adalah hata kami yang paling utama,”

(HR Ahmad dan Tirmidzi)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda, 

“Hak kalian (para suami, –pen.) atas mereka (para istri, -pen.) adalah mereka tidak memasukkan seorang pun—yang tidak kalian sukai—ke rumah kalian. Jika mereka melakukannya,pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menimbulkan bekas.” 

(HR. Muslim no. 1218)

Walaupun sikap keterbukaan antara suami dan istri begitu penting. Namun, ada beberapa hal yang boleh disembunyikan istri dari suami menurut Islam. Apakah itu? Simaklah ulasannya berikut ini.

1. Menyembunyikan Amalan Shaleh

Setiap amal shaleh yang kita kerjakan memang sebaiknya disembunyikan. Cukuplah diri kita dan Allah saja yang mengetahuinya. Tidak perlu diceritakan pada orang lain atau mempostingnya dalam sosial media agar orang lain mengetahuinya. Mengapa?

Baca juga :

Mengumbar amal shaleh diri kita dikhawatirkan akan menimbulkan sifat riya terhadap diri sendiri dan hasad pada orang lain. Yang imbasnya akan membawa pada perilaku yang negatif.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ

Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu

(QS. Al Baqarah: 271)

Menyembunyikan amalan shaleh kita terhadap sepengetahuan suami juga diperbolehkan. Namun, apabila seorang istri ingin melaksanakan puasa sunnah, hendaklah ia meminta izin pada suaminya terlebih dahulu.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ

“Tidak halal bagi istri berpuasa (sunnah, –pen.) dalam keadaan suaminya ada di rumah, kecuali dengan izin sang suami.”

(Hadits shahih, riwayat al-Bukhari 7/39, Muslim dengan syarah an-Nawawi 7/115 dan lain-lain)

2. Menyembunyikan Beberapa Aib

Hal yang boleh disembunyikan istri dari suami menurut Islam selanjutnya ialah aib seorang istri. Beberapa aib seorang istri sebaiknya tetap disembunyikan dari suaminya, sebab bila diutarakan dikhawatirkan dapat menyebabkan kerenggangan dalam rumah tangga mereka. Berikut ini dalil tentang hukum menutup aib orang lain.

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ فِي الدُّنْيَا يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di dunia dan akhirat.

Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya.”

(HR. Tirmidzi)

3. Menyembunyikan Kemaksiatan

Seorang istri hendaknya menyembunyikan kemaksiatan yang terjadi antara dirinya dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana yang tertuang dalam dalil di bawah ini.

Baca juga :

Dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ : يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

Seluruh umatku diampuni kecuali al-mujaahirun (orang yang melakukan al-mujaaharah). Dan termasuk bentuk al-mujaaharah adalah seseorang berbuat dosa pada malam hari, kemudian di pagi hari Allah telah menutupi dosanya namun dia berkata, “Wahai fulan semalam aku telah melakukan dosa ini dan itu.” Allah telah menutupi dosanya di malam hari, akan tetapi di pagi hari dia membuka kembali dosa yang telah ditutup oleh Allah tersebut.”

(Shahih. HR. Bukhari dan Muslim)

Itulah 3 hal yang boleh disembunyikan istri dari suami menurut Islam. Semoga dapat memberikan manfaat kepada pembaca sekalian agar dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.

Aamiin, insya Allah.

The post 3 Hal yang Boleh Disembunyikan Istri dari Suami Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Istri Mengambil Uang Suami Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-istri-mengambil-uang-suami Thu, 14 Feb 2019 03:33:28 +0000 https://dalamislam.com/?p=5389 Dalam kehidupan berumah tangga, menafkahi keluarga merupakan tanggung jawab suami sebagai kepala rumah tangga. Namun, terkadang nafkah yang diberikannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Kebutuhan hidup tersebut mungkin semakin meningkat seiring dengan jumlah tanggungan dalam keluarga. Lantas, apakah hukum istri mengambil uang suami tanpa sepengetahuannya? وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ […]

The post Hukum Istri Mengambil Uang Suami Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam kehidupan berumah tangga, menafkahi keluarga merupakan tanggung jawab suami sebagai kepala rumah tangga. Namun, terkadang nafkah yang diberikannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Kebutuhan hidup tersebut mungkin semakin meningkat seiring dengan jumlah tanggungan dalam keluarga. Lantas, apakah hukum istri mengambil uang suami tanpa sepengetahuannya?

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” (Al Baqarah, 2:233)

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَاهُ اللهُ لاَيُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ مَآءَاتَاهَا

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya.“ (Ath Thalaq, 65:7)

Baca juga :

Bagi seorang istri yang berstatus sebagai ibu rumah tangga, gaji bulanan suami merupakan hal yang diandalkannya. Jika terjadi suatu kondisi dimana ia terpepet akan suatu keperluan dan mendapati dalam dompet suaminya masih terdapat uang lebih, mungkin ia dengan terpaksa akan mengambil sebagian atau bahkan seluruh isinya untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Nah, bagaimanakah Islam memandang hal ini?

Ada penggalan kisah menarik mengenai hal ini.

عن عائشة قالت: جاءت هند إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقالت: يارسول الله إن أبا سفيان رجل شحيح، لايعطيني ما يكفيني وولدي، إلا ما أخذت من ماله، وهو لايعلم، فقال: خذي مايكفيك وولدك بالمعروف.

“Aisyah RA menceritakan bahwa Hindun pernah bertanya kepada Nabi SAW. ‘Wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya Abu Sufyan suami yang pelit. Nafkah yang diberikannya kepadaku dan anakku tidak cukup sehingga aku terpaksa mengambil uang tanpa sepengetahuannya,’ kata Hindun. ‘Ambil secukupnya untuk kebutuhanmu dan anakmu,’ jawab Nabi SAW, ” (HR. Al-Bukhari, Ibnu Majah, dan lain-lain).

Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan bahwa mengambil dengan cara yang ma’ruf, maksudnya adalah sesuai kadar yang dibutuhkan secara ‘urf (menurut kebiasaan setempat). (Fath Al-Bari, 9: 509)

Baca juga :

Kendati diperbolehkan untuk mengambil uang suami, namun tetap harus dengan cara yang baik dan ambillah seperlunya. Jangan berlebihan! Semendesak bagaimanapun, sebaiknya mintalah uang suami dengan cara yang baik.

Bagi suami, janganlah bersikap pelit terhadap istri dan anak-anak. Ingat, menafkahi istri merupakan kewajibanmu! Prioritaskanlah kebutuhan keluarga dibandingkan kebutuhan pribadi, apalagi yang sifatnya kebutuhan sekunder atau tersier.

Bagi istri, janganlah bersikap boros dan menghambur-hamburkan uang untuk keinginan semata. Pahamilah kemampuan suami dalam mencari nafkah. Sekali lagi, utamakanlah keluarga.

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27)

Ketahuilah bahaya hidup boros dalam Islam bagi siapa saja. Tidak terkecuali suami dan istri. Salah satu bahaya boros ialah membuat hati menjadi tidak tenang karena sifat konsumtif dan ingin memiliki ini itu yang terus menggebu. Jadi, hiduplah semampunya dan berhematlah dalam pengeluaran sehari-hari.

Itulah penjelasan mengenai hukum istri mengambil uang suami. Semoga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

The post Hukum Istri Mengambil Uang Suami Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Istri Menyuruh Suami Sholat dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-istri-menyuruh-suami-sholat Thu, 24 Jan 2019 00:09:22 +0000 https://dalamislam.com/?p=4934 Sebuah pernikahan adalah ibadah yang tidak ada putusnya. Di dalam sebuah pernikahan, baik suami maupun istri dianjurkan untuk saling mengingatkan dan membimbing dalam beribadah kepada Allah SWT, terutama dalam hal sholat. Sholat merupakan kewajiban seorang Muslim yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Allah berfirman, يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ (42) خَاشِعَةً […]

The post Hukum Istri Menyuruh Suami Sholat dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebuah pernikahan adalah ibadah yang tidak ada putusnya. Di dalam sebuah pernikahan, baik suami maupun istri dianjurkan untuk saling mengingatkan dan membimbing dalam beribadah kepada Allah SWT, terutama dalam hal sholat.

Sholat merupakan kewajiban seorang Muslim yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Allah berfirman,

يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ (42) خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ (43)

Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (Q.S. Al Qalam [68] : 43)

“…, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong”. (Qs. Al-Hajj [22]: 78).

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al ankabut: 45)

Baca juga:

Bagaimana jika seorang suami ternyata tidak rajin memenuhi kewajiban sholatnya? Apakah istri boleh mengingatkannya? dan Bagaimana dengan hukum istri menyuruh suami sholat?

Sebuah pernikahan ibarat sebuah kerjasama dimana keduanya wajib untuk saling mengingatkan dan membimbing satu sama lain. Jika seorang suami ternyata lemah dalam ilmu agama, maka sudah sepantasnya seorang istri mengingatkan dan membimbing suaminya. Sebagaimana telah dijelaskan Rasul bahwa sholat adalah pembatas Islam dan kafir.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dari sahabat Jabir:

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat”

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir”

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An Nur [24] : 56)

Baca juga:

Ingatkanlah suami bahwa setiap orang akan bertanggung jawab atas diri mereka masing-masing.

Allah SWT berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ (38) إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ (39) فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ (40) عَنِ الْمُجْرِمِينَ (41) مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43) وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ (44) وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ (45) وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ (46) حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ (47)

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga, mereka tanya menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian”.” (QS. Al Mudatstsir [74] : 38-47)

Mush’ab ibn Sa’d ibn Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu pernah berkata kepada bapaknya saat membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,” (QS. Al-Ma’un: 5)

Dia berkata, “Wahai bapakku, apakah mereka adalah orang-orang yang tidak shalat?” Maka berkatalah Sa’d: “Tidak, seandainya mereka meninggalkan shalat, maka mereka telah kafir, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang mengakhirkan (menunda)nya dari waktunya.” (H.R. Al-Bazzar 1145, dan Thabarani dalam Al-Aushath 2276)

Mulailah membujuk suami untuk lebih mengutamakan sholatnya dengan cara yang lembut. Berikan pengertian dan penjelasan kepada suami mengenai betapa pentingnya memenuhi kewajiban sholat dan betapa bahayanya ancaman bagi yang meninggalkan sholat.

Baca juga :

Berikan suami motivasi dengan mengajak suami mendengarkan ceramah, mengikuti pengajian, serta bersahabat dengan orang-orang shaleh. Hal yang sederhana namun rutin dilakukan seperti ini lama kelamaan akan meluluhkan hati suami sehingga ia pun akan mengerjakan kewajiban ibadahnya dengan sendirinya.

Allah Ta’ala berfirman.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu” [Ali Imran : 159]

Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim no. 2593,

يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيْقٌ يُحِبُ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعطِِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَالاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ

Wahai Aisyah, sesunguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya

Muslim juga meriwayatkan hadits dalam kitab Shahihnya no.2594 dimana dari Aisyah, Nabi bersabda.

إِنَّالرِّفْقَ لاَيَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَ عُ مِنْ شَيءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek

Baca juga:

Dalam hadits Muslim no. 2592 dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi bersabda.

مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ يُحْرَمِ الْخَيْرَ

“Barangsiapa yang tidak memiliki sifat lembut, maka tidak akan mendapatkan kebaikan”.

Itulah hukum istri menyuruh suami sholat dimana Islam memperbolehkan bahkan wajib untuk menasehati suami. Namun tidak dibolehkan untuk memaksa suami dengan cara yang keras. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini menambah wawasan kita tentang hukum Islam. Terima kasih.

The post Hukum Istri Menyuruh Suami Sholat dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
10 Sunnah Sebelum Akad Nikah https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/sunnah-sebelum-akad-nikah Mon, 21 Jan 2019 07:40:06 +0000 https://dalamislam.com/?p=4968 Akad nikah merupakan ikatan syar’i antara pasangan suami istri. Dengan hanya kalimat ringkas ini, telah mengubah berbagai macam hukum antara kedua belah pihak. Karena itu, Allah Ta’ala menyebutnya sebagai mitsaq ghalidz [Arab: ميثاقاً غليظاً] artinya ikatan yang kuat. Allah berfirman,  “Mereka (para wanita itu) telah mengambil perjanjian yang kuat dari kalian.” (QS. An Nisa’: 21) […]

The post 10 Sunnah Sebelum Akad Nikah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Akad nikah merupakan ikatan syar’i antara pasangan suami istri. Dengan hanya kalimat ringkas ini, telah mengubah berbagai macam hukum antara kedua belah pihak. Karena itu, Allah Ta’ala menyebutnya sebagai mitsaq ghalidz [Arab: ميثاقاً غليظاً] artinya ikatan yang kuat. Allah berfirman,  “Mereka (para wanita itu) telah mengambil perjanjian yang kuat dari kalian.” (QS. An Nisa’: 21)

Agar akad nikah Anda semakin berkah, berikut 10 Sunnah Sebelum Akad Nikah yang perlu diperhatikan:

Pertama, syarat laki laki menikah dalam islam, hindari semua hal yang menyebabkan ketidak absahan akad nikah.

Karena itu, pastikan kedua mempelai saling ridha dan tidak ada unsur paksaan, pastikan adanya wali pihak wanita, saksi dua orang yang amanah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Tidak sah nikah, kecuali dengan wali (pihak wanita) dan dua saksi yang adil (amanah).” (HR. Turmudzi dan lainnya serta dishahihkan Al Albani)

Kedua, dasar menikah dalam islam, dianjurkan adanya khutbatul hajah sebelum akad nikah.

Dalil anjuran ini adalah hadis dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,  “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami khutbatul hajah… sebagaimana lafadz di atas – …(HR. Abu Daud 2118 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Ketiga, hukum akad nikah di bulan ramadhan. tidak ada anjuran untuk membaca syahadat ketika hendak akad,

atau anjuran untuk istighfar sebelum melangsungkan akad nikah, atau membaca surat Al Fatihah.  Semua itu sudah diwakili dengan lafadz khutbatul hajah di atas. Tidak perlu calon pengantin diminta bersyahadat atau istighfar.

Keempat, hukum melakukan akad nikah dua kali. hendaknya pengantin wanita tidak ikut dalam majlis akad nikah.

Karena umumnya majlis akad nikah dihadiri banyak kaum lelaki yang bukan mahramnya, termasuk pegawai KUA. Pengantin wanita ada di lokasi itu, hanya saja dia dibalik tabir. Karena pernikahan dilangsungkan dengan wali si wanita.

Allah Ta’ala mengajarkan,  “Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (wanita yang bukan mahram), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)

Semua orang tentu menginginkan hatinya lebih suci, sebagaimana yang Allah nyatakan. Karena itu, ayat ini tidak hanya berlaku untuk para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tapi juga untuk semua mukmin.

Jika dalam kondisi normal dan ada lelaki yang hendak menyampaikan kebutuhan atau hajat tertentu kepada wanita yang bukan mahram, Allah syariatkan agar dilakukan di balik hijab maka tentu kita akan memberikan sikap yang lebih ketat atau

setidaknya semisal untuk peristiwa akad nikah. Karena umumnya dalam kondisi ini, pengantin wanita dalam keadaan paling menawan dan paling indah dipandang. Dia didandani dengan make up yang tidak pada umumnya dikenakan.

Kesalahan yang banyak tersebar di masyarakat dalam hal ini, memposisikan calon pengantin wanita berdampingan dengan calon pengantin lelaki ketika akad. Bahkan keduanya diselimuti dengan satu kerudung di atasnya. Bukankah kita sangat yakin, keduanya belum berstatus sebagai suami istri sebelum akad?

Menyandingkan calon pengantin, tentu saja ini menjadi pemandangan yang bermasalah secara syariah. Ketika Anda sepakat bahwa pacaran itu haram, Anda seharusnya sepakat bahwa ritual semacam ini juga terlarang.

Kelima, sunnah setelah akad nikah, tidak ada lafadz khusus untuk ijab qabul.

Dalam pengucapn ijab kabul, tidak disyaratkan menggunakan kalimat tertentu dalam ijab kabul. Akan tetapi, semua kalimat yang dikenal masyarakat sebagai kalimat ijab kabul akad nikah maka status nikahnya sah.

Lajnah Daimah ditanya tentang lafadz nikah. Mereka menjawab,
Semua kalimat yang menunjukkan ijab Kabul, maka akad nikahnya sah dengan menggunakan kalimat tersebut, menurut pendapat yang lebih kuat. Yang paling tegas adalah kalimat: ‘zawwajtuka’ dan ‘ankahtuka’ (aku nikahkan kamu), kemudian ‘mallaktuka’ (aku serahkan padamu). (Fatawa Lajnah Daimah, 17:82).

Keenam, hindari bermesraan setelah akad di tempat umum

Pemandangan yang menunjukkan kurangnya rasa malu sebagian kaum muslimin, bermesraan setelah akad nikah di depan banyak orang. Kita sepakat, keduanya telah sah sebagai suami istri. Apapun yang sebelumnya diharamkan menjadi halal. Hanya saja, Anda tentu sadar bahwa untuk melampiaskan kemesraan ada tempatnya sendiri, bukan di tempat umum semacam itu.

Bukankah syariah sangat ketat dalam urusan syahwat? Menampakkan adegan semacam ini di muka umum, bisa dipastikan akan mengundang syahwat mata mata masyarakat yang ada di sekitarnya. Hadis berikut semoga bisa menjadi pelajaran penting bagi kita.

Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhuma beliau menceritakan: Fadhl bin Abbas (saudaranya Ibn Abbas) pernah membonceng Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di belakang beliau, karena tunggangan Fadhl kecapekan. Fadhl adalah pemuda yang cerah wajahnya.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti di atas tunggangannya, untuk menjawab pertanyaan banyak sahabat yang mendatangi beliau. Tiba tiba datang seorang wanita dari Bani Khats’am, seorang wanita yang sangat cerah wajahnya untuk bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ibnu Abbas melanjutkan, Maka Fadhl pun langsung mengarahkan pandangan kepadanya, dan takjub dengan kecantikannya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memalingkan wajah beliau, namun Fadhl tetap mengarahkan pandangannya ke wanita tersebut. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang rahang Fadhl dan memalingkan wajahnya agar tidak melihat si wanita…. (HR. Bukhari, no.6228)

Bagaimana sikap orang yang bertaqwa sekelas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak mengandalkan taqwanya, merasa yakin tidak mungkin terpengaruh syahwat, dst.. Beliau juga tidak membiarkan pemuda yang ada didekatnya untuk melakukan kesalahan itu.

Beliau palingkan wajahnya. Apa latar belakangnya? Tidak lain adalah masalah syahwat. Apa yang bisa Anda katakan untuk kasus bermesraan pasca akad nikah di tempat umum? Tentu itu lebih mengundang syahwat.

Ketujuh, adakah anjuran akad nikah di masjid?

Terdapat hadis yang menganjurkan untuk mengadakan akad nikah di masjid, hadisnya berbunyi:  “Umumkan pernikahan, adakan akad nikah di masjid dan meriahkan dengan memukul rebana.” (HR. At Turmudzi, 1:202 dan Baihaqi, 7:290)

Hadis dengan redaksi lengkap sebagaimana teks di atas statusnya dhaif. Karena dalam sanadnya ada seorang perawi bernama Isa bin Maimun Al Anshari yang dinilai dhaif oleh para ulama, di antaranya Al Hafidz Ibn Hajar, Al Baihaqi, Al Bukhari, dan Abu Hatim. Akan tetapi, hadis ini memiliki penguat dari jalur yang lain hanya saja tidak ada tambahan “..Adakan akad tersebut di masjid..”.

Maka potongan teks yang pertama untuk hadis ini, yang menganjurkan diumumkannya pernikahan statusnya shahih. Sedangkan potongan teks berikutnya statusnya mungkar. (As Silsilah Ad Dla’ifah, hadis no. 978).

Karena hadisnya dhaif, maka anjuran pelaksanaan walimah di masjid adalah anjuran yang tidak berdasar. Artinya syariat tidak memberikan batasan baik wajib maupun sunah berkaitan dengan tempat pelaksanaan walimah nikah.

Syaikh Amr bin Abdul Mun’im Salim mengatakan, “Siapa yang meyakini adanya anjuran melangsungkan akad nikah di masjid atau akad di masjid memiliki nilai lebih dari pada di tempat lain maka dia telah membuat bid’ah dalam agama Allah.” (Adab Al Khitbah wa Al Zifaf, Hal.70)

Kedelapan, dianjurkan untuk menyebutkan mahar ketika akad nikah.

Tujuan dari hal ini adalah menghindari perselisihan dan masalah selanjutnya. Dan akan lebih baik lagi, mahar diserahkan di majlis akad. Meskipun ulama sepakat, akad nikah tanpa menyebut mahar statusnya sah.

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan: Menyebut mahar ketika akad bukanlah syarat sah nikah. Karena itu, boleh nikah tanpa menyebut mahar dengan sepakat ulama. (Mausu’ah fiqhiyah Kuwaitiyah, 39:151) Hanya saja, penyebutan mahar dalam akad nikah akan semakin menenangkan kedua belah pihak, terutama keluarga.

Kesembilan, dianjurkan mengikuti prosedur administrasi akad nikah,

sebagaimana yang ditetapkan KUA. Ini semua dalam rangka menghindari timbulnya perselisihan dan masalah administrasi negara. Hanya saja, sebisa mungkin proses pernikahan dimudahkan dan tidak berbelit belit. Semakin mudah akad nikah, semakin baik menurut kaca mata syariah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  “Nikah yang terbaik adalah yang paling mudah.” (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan Al Albani) Sifat mudah ini mencakup masalah nilai mahar, tata cara nikah, proses akad, dst.

Kesepuluh, tidak ada anjuran untuk melafadzkan ijab kabul dalam sekali nafas,

sebagaimana anggapan sebagian orang. Karena inti dari ijab qabul akad nikah adalah pernyataan masing masing pihak, bahwa wali pengantin wanita telah menikahkan putrinya dengannya, dan pernyataan kesediaan dari pengantin laki laki. Mengharuskan akad nikah dan ijab kabul dengan harus satu nafas bisa disebut pemaksaan yang berlebihan.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 10 Sunnah Sebelum Akad Nikah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Memaksa Anak Perempuan Menikah dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-memaksa-anak-perempuan-menikah Thu, 10 Jan 2019 08:27:03 +0000 https://dalamislam.com/?p=4887 Pernikahan adalah salah satu ibadah dalam Islam. Dengan menikah, banyak sekali bentuk pahala yang didapatkan oleh suami maupun istri. Allah berfirman, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda […]

The post Hukum Memaksa Anak Perempuan Menikah dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan adalah salah satu ibadah dalam Islam. Dengan menikah, banyak sekali bentuk pahala yang didapatkan oleh suami maupun istri.

Allah berfirman, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum 21)

Selain memiliki banyak pahala, menikah juga tentunya menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi pasangan yang saling mencintai. Kehidupan berkeluarga dengan kasih sayang di dalamnya menjadi impian banyak orang.

Baca juga;

Namun apa jadinya jika pernikahan tersebut merupakan paksaan? Banyak sekali anak perempuan yang dipaksa menikah oleh orang tuanya dengan berbagai alasan.

Apakah hukumnya memaksa anak perempuan untuk menikah tanpa memikirkan perasaan sang anak?

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dan wanita perawan tidak boleh dinikahkan sehingga diminta pendapatnya.” [HR. Al-Bukhari 5136 dan Muslim 1419]

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dan wanita perawan, bapaknya meminta persetujuannya.” [HR. Muslim 1421.]

Dari hadits tersebut jelas bahwa pernikahan yang dipaksakan kepada anak perempuan hukumnya adalah tidak boleh. Orang tua haruslah meminta izin terlebih dahulu kepada sang anak perempuan.

Seorang anak perempuan yang akan menikah tidak bisa dipaksakan karena menyangkut seluruh sisa umurnya nanti.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihin wa sallam telah bersabda.

لاَ تُنْكَحُ اْلأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ  قالوا: يا رسول الله كيف إذنها، قال أن تسكت

Wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pendapat, dan wanita gadis tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai izin darinya. Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, bagaimana izinnya ? ‘Beliau menjawab : ‘Ia diam”. [Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]

Baca juga:

Maka dari itu, kepada anak perempuan yang dipaksa menikah oleh orang tuanya, ia diperbolehkan untuk menolaknya dan jangan sampai hanya berdiam diri saja namun ungkapkan karena diam adalah pertanda setuju.

Syaikhul Islam juga telah mengatakan,

Menikahkan anak perempuan padahal dia tidak menyukai pernikahan itu, adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip agama dan logika sehat.

Allah tidak pernah mengizinkan wali wanita untuk memaksanya dalam transaksi jual beli, kecuali dengan izinnya. Demikian pula, ortu tidak boleh memaksa anaknya untuk makan atau minum atau memakai baju, yang tidak disukai anaknya.

Maka bagaimana mungkin dia tega memaksa anaknya untuk berhubungan dan bergaul dengan lelaki yang tidak dia sukai berhubungan dengannya.

Allah menjadikan rasa cinta dan kasih sayang diantara pasangan suami istri. Jika pernikahan ini terjadi dengan diiringi kebencian si wanita kepada suaminya, lalu dimana ada rasa cinta dan kasih sayang??” (Majmu’ Fatawa, 32/25).

Baca juga:

Pernah diceritakan oleh Buraidah bin Hashib radhiyallahu ‘anhu, ada seorang wanita yang bercerita kepada Rasulullah mengenai pernikahan yang dipaksakan kepadanya. Ia berkata, 

Ayahku memaksa aku menikah dengan keponakannya. Agar dia terkesan lebih mulia setelah menikah denganku.”

Kemudian Rasulullah memberikan keputusan urusan pernikahannya bergantung kepada ridho si wanita.

Lalu wanita tersebut berkata, “Sebenarnya aku telah merelakan apa yang dilakukan ayahku.

Hanya saja, aku ingin agar para wanita mengetahui bahwa ayah sama sekali tidak punya wewenang memaksa putrinya menikah. (HR. Ibn Majah 1874, dan dishahihkan oleh al-Wadhi’I dalam al-Shahih al-Musnad, hlm. 160).

Baca juga:

Bukan hanya terlarang dalam Islam, memaksakan seorang perempuan untuk menikah dengan laki-laki yang tidak diinginkan juga dilarang dalam hukum negara.

Sebagaimana bunyi pasal 6 UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan,

“Oleh karena perkawinan mempunyai maksud agar suami dan isteri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak azasi manusia, maka perkawinan harus disetujui oleh kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa ada paksaan dari pihak manapun

Berdasarkan dalil dan pasal yang telah dipaparkan di atas, maka jelas hukum menikahkan anak perempuan untuk menikah adalah tidak boleh. Pernikahan tersebut dapat dibatalkan karena tidak adanya keridhoan dari pihak perempuan. 

Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

The post Hukum Memaksa Anak Perempuan Menikah dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>