syarat nikah Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/syarat-nikah Wed, 20 Sep 2017 08:00:03 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png syarat nikah Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/syarat-nikah 32 32 Nikah Misyar – Pengertian – Hukum – Dalil https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/nikah-misyar Wed, 20 Sep 2017 07:59:31 +0000 https://dalamislam.com/?p=2092 Pernikahan adalah jalinan cinta dan ikatan yang suci dari lelaki dan perempuan untuk menempuh hidup bersama. Pernikahan menjadi sesuatu yang suci dan sakral karena janji ini diikat langsung oleh aturan Islam, dihadapan saksi, keluarga, dan tentunya atas nama Allah SWT. Untuk itu, pernikahan bukan sesuatu yang main-main, melainkan memiliki konsekwensi serta tanggung jawab dari masing-masing […]

The post Nikah Misyar – Pengertian – Hukum – Dalil appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan adalah jalinan cinta dan ikatan yang suci dari lelaki dan perempuan untuk menempuh hidup bersama. Pernikahan menjadi sesuatu yang suci dan sakral karena janji ini diikat langsung oleh aturan Islam, dihadapan saksi, keluarga, dan tentunya atas nama Allah SWT. Untuk itu, pernikahan bukan sesuatu yang main-main, melainkan memiliki konsekwensi serta tanggung jawab dari masing-masing pasangan yang ada.

Adanya pernikahan juga memiliki tujuan tertentu sebagai bagian dari mencapai tujuan hidup manusia di muka bumi yaitu menjadi khalifah fil ard. Untuk itu, ada fungsi untuk melahirkan keturunan, memperkuat kehidupan bersama, menunjang sumber daya, memperkuat satu sama lain, dalam ikatan keimanan dan hingga kepada apa yang diridhoi Allah SWT.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan Allah dalam Al-Quran, Dalam ayat dijelaskan bahwa pernikahan agar mereka saling tentram satu sama lainnya.

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar Rum : 21)

Selain itu juga diperintahkan dalam QS An-Nur ayat 32, “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, maka Allah Swt akan mengkayakan mereka. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.”

Karena pernikahan bagian dari agama, maka tentu saja ini bukan hal main-main. Sedangkan, dalam kenyataannya ada yang disebut dengan misyar atau Nikah Misyar. Nikah misyar ini adalah pasangan yang menikah hidup terpisah satu sama lain namun tetap ada pemenuhan syahwat atau kebutuhan biologis. Bagaimanakah islam memandang hal ini?

Pengertian Nikah Misyar

Nikah misyar sudah ada sejak di masa lalu, bukan hanya saat ini saja. Bentuk pernikahan ini adalah suami mensyaratkan bahwa istrinya tidak akan diperlakukan sama seperti istri-istri yang lainnya. Tentu saja hal ini terjadi jika sebelumnya atau suami telah memiliki istri yang lebih dari satu.

Untuk itu, biasanya sang suami akan meminta istrinya atau memenuhi hak istrinya di siang hari saja atau malam hari saja atau waktu tertentu saja. Masing-masing mau untuk membagi hak-nya, baik si suami atau si istri. Misalnya suami hanya datang bersama dia di hari tertentu saja dan waktu tertentu saja, walaupun di hari-hari lainnya suami akan memenuhi hak istri yang lain.

Nikah misyar seperti ini biasa terjadi pada pasangan yang selingkuh atau menyembunyikan informasi pernikahannya dari keluarga suami, dari istri pertama, dan lain sebagainya. Tentu saja menjadi haram jika tanpa ada status pernikahan dan berbeda jika telah ada akad yang sah.

Aturan dan Hukum Pernikahan dalam Islam

Para ulama menyampaikan bahwa nikah misyar tetap akan sah jika terpenuhi syarat dan rukun nikahnya. Namun beberapa ulama mensyaratkan nikah seperti ini diketahui atau diizinkan oleh salah satu pasangannya. Tetapi ada juga yang menyampaikan bahwa nikah seperti ini sah asal sesuai syarat dan rukun nikah yang sesuai dengan syariat islam.

Syarat-syarat nikah tersebut dalam islam adalah :

  • Adanya Calon Pengantin Laki-Laki yang siap menikah
  • Adanya Calon Pengantin Perempuan yang siap untuk dinikahi
  • Wali Nikah, khususnya untuk Calon Pengantin Perempuan harus ada yaitu ayahnya atau jika ayah tidak ada, diwakilkan oleh Keluarga Ayah
  • Dua orang saksi pernikahan (2 orang laki-laki)
  • Pernyataan Ijab dan Qobul
  • Adanya mahar, bersifat semampunya dan sesuai yang dimiliki (tidak memberatkan)

Hal ini berbeda hal jika wanita melakukannya tanpa wali, maka tentu statusnya tidak sah, dan bisa jadi terjadi perselingkuhan yang berakibat zina. Hal sebagaimana yang disampaikan dalam sebuah hadist,

Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad

Selain itu juga disampaikan dalam sebuah hadist lain, “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. (HR. Abu Daud ,Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Terlihat syarat sah dari pernikahan di atas, bahwa syarat nikah hanyalah aspek tersebut. Jika dilihat lebih lanjut, maka sebetulnya nikah misyar bukanlah menjadi masalah atau tidak ada yang salah. Namun yang perlu diukur dan ditindak lanjuti adalah dari aspek etis dan dampak setelahnya. Tentu tidak ada yang salah jika hanya melihat dari aspek syarat. Namun bagaimanakah dampak dan lanjutannya dari pernikahan tersebut, harus diperhitungkan dan dipertimbangkan lebih lanjut.

Mengenai pernikahan secara umum dalam islam, juga dapat dipahami mengenai :

Hal-hal diatas perlu dipahami agar kita tidak salah melangkah dalam melaksanakan pernikahan dan sesuai dengan tujuan pernikahan yang diharapkan oleh Allah SWT.

Mempertimbangkan Nikah Misyar dalam Islam

Walaupun secara hukum islam dan syarat sah dari Nikah Misyar adalah sah, namun perlu kita pertimbangkan juga secara personal dan adakah dampak yang terjadi setelah itu. Walaupun sah, namun ketika menjalankannya salah dan pelaksanaannya setelah itu membawakan mudharat, tentu Allah juga menilai hal yang berbeda. Untuk itu, berikut adalah hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam aspek pernikahan misyar.

  1. Niat Untuk Menikah

Sebelum melaksanakan nikah misyar, tentunya yang perlu dipertimbangkan pertama kali adalah aspek niat. Apakah niat yang dimiliki untuk menikah. Tentunya menikah bukan hanya sekedar memenuhi aspek hawa nafsu atau kebutuhan biologis. Lebih dari jauh itu, banyak tanggung jawab dan amalan yang harus dipenuhi.

Menikah semata-mata bukan karena rasa cinta dan keinginan saja, tapi disana ada fungsi untuk membangun keluarga, anak-anak, memberikan manfaat untuk masyarakat, dan juga memberikan dampak sosial yang lebih jauh dibanding hanya sekedar memenuhi kebutuhan biologis. Untuk itu, perlu dipertimbangkan niatnya.

Jika niat menikah hanya untuk memenuhi hasrat yang pendek dan sementara saja, tentu tidak akan mendapatkan berkah dan dampak yang besar bagi ibadah kita di muka bumi. Tentu kebahagiaan dunia juga hanya sesaat saja.

  1. Kemampuan Untuk Melaksanakan Tanggung Jawab

Sebelum melaksanakan nikah misyar hendaknya kita juga mempertimbangkan untuk mampukan terus melaksanakan tanggung jawab. Tentu memiliki tanggung jawab seperti dalam sebuah pernikahan tidaklah mudah. Harus dipertimbangkan adakah nanti kita bisa bersikap adil, sesuai dengan janji, dan juga sesuai dengan tanggung jawab istri atau suami dalam islam. Hal ini misalnya mengenai:

Untuk itu, pertimbangkan baik-baik masalah ini. Tentunya masalah tanggung jawab pernikahan bukan hanya mengarah kepada manusia saja, melainkan juga kepada Allah SWT. Dan itulah yang paling berat karena pertanggungjawaban di dunia dan akhirat.

  1. Adakah Pihak yang Tersakiti

Meminta izin istri yang lain atau pihak yang lain memang bukan kewajiban atau syarat sah dari suatu pernikahan. Jika sesuai dengan rukun dan syarat sah menikah, tentu saja ini bukanlah hal yang membatalkan suatu pernikahan.

Namun, tentu secara etis haruslah dipertimbangkan apakah nantinya ada pihak yang tersakiti. Tentu saja kita tidak ingin jika kita menikah dengan istri yang lain, ternyata membawa dampak kebencian, perpecahan, tersakitinya salah satu pihak. Untuk itu, hal ini harus diperhatikan benar-benar, walaupun tidak masuk dalam syarat sah nikah. Tentu Allah menyukai hamba-hamba Nya yang menjaga hati atau sikap pada orang yang lain.

  1. Kemungkinan Untuk Terpecahnya Keluarga Besar

Saat mempertimbangkan menikah misyar, tentu kita juga harus mempertimbangkan apakah ada kemungkinan terpecahnya keluarga besar dengan istri yang sebelumnya? Hal ini dikarenakan walaupun istri atau suami sepakat, tetapi jika keluarga besar nantinya saling salah menyalahkan, tidak sepakat, dan berpotensi untuk terpecah maka harus dipertimbangkan baik-baik. Tentunya kekeluargaan itu mahal harganya daripada harga sebuah kita menjalin cinta dengan yang lain. Hal ini karena keluarga besar menyangkut banyak pihak dan orang.

  1. Bagaimana Jika Nanti Memiliki Anak

Hal ini yang sangat penting sekali untuk dipertimbangkan. Jika nanti dari istri yang dinikahi misyar memiliki anak tentunya harus dipertimbangkan apakah bisa benar-benar sesuai dengan tanggung jawab ayah terhadap anaknya. Walaupun istri dan suami bersepakat, akan tetapi hak anak dan tanggung jawab orang tua terhadap anak adalah sesuatu yang harus benar-benar dipikirkan matang-matang.

Untuk itu, dalam hal ini tentu harus menjadi aspek utama yang dipertimbangkan dari suami istri yang menikah secara misyar. Bagaimanapun anak adalah titipan Allah yang tanggung jawabnya akan kembali pada orang tuanya yang mendidik dan membesarkan.

  1. Memahami Fitrah Wanita

Suami yang menikahi istri dengan nikah misyar, tentunya juga harus memahami fitrah wanita. Walaupun istri mau untuk dinikahi misyar, dibagi waktu, dan dibagi hidupnya tetapi wanita memiliki sifat universal. Sifat universal ini adalah ingin diperhatikan, rasa memiliki yang tinggi, dan juga sikap untuk menjadi yang spesial dalam rumah tangga.

Mengenai wanita, bisa juga memahami tentang :

Demikian penjelasan terkait hukum melaksanakan nikah misyar dalam Islam dipdipandang dan berdasarkan dengan dalil-dalil Quran. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin ya Rabbal A’lamin

The post Nikah Misyar – Pengertian – Hukum – Dalil appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Nikah Siri Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/nikah-siri Sat, 11 Jun 2016 18:54:01 +0000 http://dalamislam.com/?p=676 Pernikahan siri sering kali dikenal dengan istilah pernikahan yang tidak sah atau pernikahan diam-diam yang sering kali dilakukan oleh orang-orang yang memiliki perselingkuhan atau menikah tanpa diketahui istrinya. Bagaimanakah sebetulnya syarat nikah siri dalam pandangan islam? Tentunya melangsungkan pernikahan yang suci harus sesuai dengan hukum pernikahan sesuai dengan ketentuan Allah SWT dalam ajaran Islam. Pengertian […]

The post Nikah Siri Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan siri sering kali dikenal dengan istilah pernikahan yang tidak sah atau pernikahan diam-diam yang sering kali dilakukan oleh orang-orang yang memiliki perselingkuhan atau menikah tanpa diketahui istrinya. Bagaimanakah sebetulnya syarat nikah siri dalam pandangan islam? Tentunya melangsungkan pernikahan yang suci harus sesuai dengan hukum pernikahan sesuai dengan ketentuan Allah SWT dalam ajaran Islam.

Pengertian Nikah Siri

Siri berasal dari Bahasa Arab (Sirri) yang artinya rahasia. Dalam istilah lain nikah siri memiliki makna nikah di bawah tangan. Dalam konteks ke-Indonesiaan berarti nikah di bawah tangan belum atau tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Dalam kata lain, nikah sirri berarti tidak tercatat secara hukum dan tidak ada naungan hukum yang menaunginya.

Dalam istilah islam sebetulnya nikah sirri berarti pernikahan rahasia yang tidak banyak diketahui oleh orang. Sedangkan di Indonesia sendiri menjadi bermakna tidak tercatat dan resmi diketahui oleh negara dalam hal ini oleh KUA.

Secara umum, dalam perkembangannya, pemaknaan terhadap nikah siri terdapat dua jenis, yaitu :

  1. Pernikahan yang tidak tercatat negara atau dalam naungan hukum. Dalam konteks ini oleh Kantor Urusan Agama (KUA)
  2. Pernikahan yang dimana tidak terdapat wali nikah yang sah bagi perempuan

Pandangan Islam tentang Pernikahan Siri

Menikah secara diam-diam tanpa diketahui banyak orang sebetulnya bukanlah sesuai dengan ajaran islam. Ajaran islam justru memberikan perintah agar umat islam yang menikah justru disosialisasikan kepada lingkungan sekitar, terutama orang-orang dan tetangga terdekat tempat tinggalnya.

Rasulullah dalam sebuah hadist mengatakan bahwa “Rahasiakanlah khitbah (lamaran) umumkanlah pernikahan, selenggarakanlah di masjid dan juga bunyikanlah tetabuhan” (HR Ahmad dan Tirmidzi)

Saat di zaman Rasululah, persoalan mengenai nikah siri tidak dikenal. Karena memang saat itu perintah melaksanakan Walimah (dalam istilah Indonesia adalah Resepsi) sudah menjadi budaya dan dilaksanakan untuk mensosialisasikan sah-nya pernikahan, setelah melakukan akad nikah.

Dalam hal ini, sebetulnya islam menganjurkan untuk membuka informasi, mensosialisasikan kabar pernikahan tersebut kepada khalayak. Namun, dalam kenyataannya banyak faktor-faktor atau kasus yang membuat orang tidak mau mensosialisasikan terlebih dahulu atau hendak menyembunyikan statusnya.

Hal ini sekaligus untuk menghindari fitnah terhadap orang yang sudah menikah dari orang-orang yang melihatnya. Tentunya seorang suami-istri tidak mungkin berperilaku biasa-biasa atau tidak menunjukkan ke-intiman yang berbeda dengan hubungan antara yang lain. Hal ini tentu bisa menyebabkan persepsi dan fitnah. Untuk itu wajarlah jika aturan islam memberikan perintah untuk mensosialisasikan pada masyarakat.

Menikah Siri Tanpa Adanya Wali Nikah

Dalam pembahasan di atas diketahui bahwa menikah siri bisa berarti pernikahan rahasia yang dilakukan tanpa adanya wali nikah yang sah bagi perempuan. Apakah pernikahan siri dengan pengertian tersebut diperbolehkan dalam islam? Untuk itu kita bisa melihatnya dalam beberapa pendekatan.

  1. Dilihat dari Syarat dan Rukun Nikah Islam pada Umumnya

Untuk pernikahan yang dimana tidak terdapat wali nikah sah bagi perempuan apalagi dalam kesengajaan, tentu saja pernikahan tersebut tidak sah. Karena dalam syarat sah pernikahan tentunya disyarakatkan harus ada wali nikah. Tanpa adanya wali nikah, bagaimanapun pernikahan itu di lakukan maka pernikahan tidak bernilai sah.

Untuk nikah siri yang bermakna pernikahan rahasia tanpa adanya wali nikah khususnya bagi perempuan, maka itu dilarang oleh islam, tidak sesuai dengan syarat pernikahan dalam islam. Tentunya ajaran islam pun sangat melarang pelaksanaan nikah tanpa wali. Untuk itu penting kiranya mengetahui urutan wali nikah dalam islam, agar tidak salah menentukannya saat akan melangsungkan pernikahan.

  1. Dilihat dari Hadist dan Hukum dari Rasulullah SAW

Aisyah pernah menyampaikan atas apa yang Rasulullah katakan padanya, “Wanita manapun yang menikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)

Hal ini disampaikan Rasulullah “Tidak ada pernikahan kecuali dengan Wali” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Dari apa yang disampaikan Rasulullah melalui hadist yang diriwayatkan tersebut, pada dasarnya pernikahan dalam islam mensyaratkan wali. Untuk itu, bagi pernikahan sirri yang dilangsungkan tanpa wali tentunya menjadi suatu hal yang keliru dan tidak sah pernikahannya.

  1. Dilihat dari Pendapat Ulama

Banyak ulama mahzab memberikan syarat bahwa pernikahan wajib memiliki wali, karena selaku rukun atau syarat dalam sebuah pernikahan dalam ajaran islam. Tanpa adanya wali, para ulama mahzab menganggap pernikahan tersebut tidak sah.

Imam Abu Hanifah, yang merupakan salah satu ulama mahdzab yang ternama, tidak memberikan syarat wali nikah sebagai rukun nikah. Namun, pernikahan tanpa wali yang dimaksud Abu Hanifah adalah bagi perempuan yang telah ditinggal suaminya (janda) atau mereka yang sudah tidak memiliki siapapun yang bertanggungjawab atau berkuasa atas dirinya seperti Ayah, Kakek, Kakak Laki Laki, dan lain sebagainya. Namun, islam pun sebetulnya telah mengatur siapa saja wali nikah yang sah, termasuk wali nikah janda yang sering menjadi kasus di masyarakat. Selebihnya, bagi wanita yang masih dalam tanggungan keluarga tentu Abu Hanifah sepakat dan mengharuskan adanya wali tersebut. Pendapat Abu Hanifah tersebut terikat oleh kondisi tertentu yang bukan pada umumnya.

Untuk itu, pendapat Imam Abu Hanifah bukanlah suatu dalil yang bisa mendukung adanya nikah siri yang tanpa wali. Pendapat Abu Hanifah bermula dari situasi dan kondisi khusus yang juga harus jelas alasan dan pertanggungjawabannya. Selebihnya ia pun memiliki pendapat yang sama sebagaimana ulama-ulama pada umumnya

Menikah Siri Tanpa Pencatatan Sipil

Pada dasarnya, aturan pernikahan untuk dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA) dan pengakuan negara tidak pernah ada dalam masa Rasulullah dan juga tidak disampaikan eksplisit dalam Al-Quran. Hukum tersebut berlaku pada masyarakat moderen lalu diterapkan di Negara Indonesia saat ini. Untuk menilai apakah pernikahan siri tanpa pencatatan sipil dan negara adalah suatu yang benar atau tidak, maka dapat kita melihat dari aspek berikut ini.

Dalam aturan islam, rukun menikah adalah hal-hal yang harus ada dalam sebuah pernikahan. Jika salah satu syarat tidak ada, maka tidak sah lah pernikahan tersebut. Syarat tersebut diantaranya adalah adanya :

  • Calon Pengantin Laki-Laki
  • Calon Pengantin Perempuan
  • Wali Nikah, khususnya untuk Calon Pengantin Perempuan
  • Dua orang saksi pernikahan (2 orang laki-laki)
  • Pernyataan Ijab dan Qobul

Jika dilihat dari syarat-syarat yang ada tersebut, yang juga sebagai rukun nikah dalam islam, syarat pencatatan dalam negara atau KUA tidak terdapat dalam syarat pernikahan dalam Islam. Artinya, selagi hal-hal yang ada diatas dipenuhi, maka pernikahan menjadi sah.

Hal ini didukung pula oleh argumentasi dan Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa pernikahan tanpa pencatatan masih bisa dianggap sah selama syarat pernikahan lengkap dan sesuai dengan ketentuannya. Pencatatan menjadi aspek tambahan yang dipenuhi agar pihak suami-istri dapat melakukan kewajiban dan hak nya dengan baik, dengan bantuan hukum negara yang berlaku.

Di Indonesia, pemerintah menetapkan agar semua bentuk pernikahan harus diketahui dan dicatat resmi oleh Kantor Urusan Agama. Untuk itu, terhadap aturan dan pemerintah yang baik islam memerintahkan untuk melaksanakannya, dan mematuhinya. Pencatatan sipil bukanlah suatu yang mudharat melainkan sesuatu yang bermanfaat untuk dilakukan.

Syarat-Syarat Pernikahan Siri

Persyaratan pernikahan siri yang dimaksud disini adalah pernikahan siri yang tidak ada pencatatan sipil bukan pernikahan siri yang tanpa wali. Pada umumnya pernikahan memiliki syarat yang sama dimana hal-hal ini harus dipenuhi sebagaimana harus dipenuhi syarat-syarat dalam akad nikah, dalam hal ini terutama memperhatikan syarat wali nikah yang harus dipenuhi. Tanpa adanya wali nikah dengan kesengajaan maka batal atau tidak sah.

Sehingga, syarat pernikahan siri tentu tidak berbeda dengan syarat pernikahan secara umumnya. Yang membedakan hanyalah pada aspek diketahuinya oleh orang banyakatau tidak, serta dicatat dalam payung hukum atau tidak. Sedangkan, pernikahan siri yang dilakukan tanpa wali nikah tentu tidak diperbolehkan oleh ajaran islam. Fiqh pernikahan dalam islam tentunya tidak pernah memberatkan, jikalaupun terdapat kondisi khusus islam memberikan aturan-aturan yang lebih longgar, namun tetap mampu memecahkan persoalan.

Dampak Pernikahan Siri

Pernikahan siri bukanlan tanpa adanya dampak. Aturan islam mengenai pernikahan yang harus disosialisasikan bukan tanpa maksud melainkan ada manfaat yang didapatkan. Untuk itu perlu diketahui pula apa dampaknya jika pernikahan siri ini tetap dilangsungkan oleh pasangan yang hendak menikah.

  1. Tidak ada perlindungan hukum

Pihak yang paling dirugikan dari pernikahan siri yang tidak bertanggung jawab adalah perempuan. Jika tidak ada pencatatan hukum, dampaknya bisa terhadap masalah harta waris, status secara legal formal, serta jika ada masalah antara suami-istri maka negara tidak bisa membantu dikarenakan status mereka tidak terdaftar secara formal dalam payung hukum.

Mengingat di zaman ini banyak sekali kasus penipuan, kezaliman terhadap pihak wanita, akibat nikah siri bisa jadi membuat korban tidak bisa mendapat pembelaan atau dukungan dari negara akibat hukum yang tidak mengikat pada mereka.

Untuk itu, perlu ditimbang kembali bagi pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan tanpa adanya pencatatan yang sah oleh negara. Bisa jadi dampaknya bukan waktu dekat, melainkan saat di masa yang akan datang, di masalah-masalah yang tidak kita prediksi saat ini.

  1. Rawan terkena fitnah

Status hubungan suami-istri yang tidak banyak diketahui atau adanya bukti yang legal, tentu akan memicu lahirnya persepsi, opini negatif, atau adanya fitnah dari masyarakat. Hal ini bisa wajar terjadi, karena bukti pernikahan sangat lemah.

  1. Menjadi masalah bagi administrasi di negara

Masalah pernikahan siri tanpa pencatatan sipil pun bisa berdampak pada masalah administrasi negara. Hal ini seperti status dalam keluarga, pencatatan status anak, identitas dalam KTP, dan seabgainya. Merahasiakan dan tanpa adanya pencatatan pernikahan tentunya mempersulit negara untuk memastikan status dan juga perlindungan bagi warga negaranya.

Dari hal-hal tersebut tentunya Islam tidak menganjurkan pernikahan siri sedangkan syarat pernikahan siri sama sebagaimana pernikahan pada umumnya akan dilaksanakan.

The post Nikah Siri Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Syarat – Syarat Dalam Akad Nikah https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/syarat-syarat-dalam-akad-nikah Mon, 25 Jan 2016 10:05:31 +0000 http://dalamislam.com/?p=499 Yang dimaksud dengan akad nikah adalah ikatan antara pasangan suami istri menurut yang terbentuk menurut syariat islam. Allah SWT menyebutnya sebagai mitsaq ghalidz (ميثاقاً غليظاً) yang artinya ikatan yang kuat. Dengan adanya sebuah akad nikah maka akan dapat mengubah berbagai bentuk hukum bagi kedua belah pihak (perempuan dan laki-laki). Misalnya dari yang tidak boleh berpegangan […]

The post 5 Syarat – Syarat Dalam Akad Nikah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Yang dimaksud dengan akad nikah adalah ikatan antara pasangan suami istri menurut yang terbentuk menurut syariat islam. Allah SWT menyebutnya sebagai mitsaq ghalidz (ميثاقاً غليظاً) yang artinya ikatan yang kuat. Dengan adanya sebuah akad nikah maka akan dapat mengubah berbagai bentuk hukum bagi kedua belah pihak (perempuan dan laki-laki).

Misalnya dari yang tidak boleh berpegangan tangan, maka setelah di adakannya akad nikah maka keduanya sah berpegangan tangan, dan lain sebagainya. Selain itu, adanya akad nikah maka pasangan yang telah mengikat diri mereka dalam sebuah penjanjian suci berarti mereka telah se-iya sekata untuk membangun sebuah rumah tangga sesuai dengan syariat islam. Membangun rumah tangga dalam islam haruslah disertai ridho dari Allah, dan dari orangtua. Ridho orangtualah yang paling utama, sebab Allah akan meridhoi sesuatu atas dasar ridho orangtua, juga doa dari pada orangtua menjadi salah satu penuntun menuju keridhoan Allah.

Akan tetapi perjanjian yang mengikat di antara lelaki dan perempuan tersebut memiliki beberapa persyaratan untuk bisa dikatakan sah. Adapun syarat-syarat agar sebuah akad nikah dikatakan sah adalah :

  1. Ta’yin Az Zaujain

Syarat-syarat akad nikah yang pertama adalah Ta’yin Az Zaujain merupakan salah satu syarat sahnya sebuah pernikahan. Arti dari  Ta’yin Az Zaujain adalah memastikan siapa (individu) yang dinikahkan. Artinya adalah harus diketahui dengan pasti dalam sebuah pernikahan yaitu siapa yang menjadi suami dan siapa yang menjadi istri. Hal ini bertujuan agar tidak timbul kerancuan pada pihak pengantin yang dinikahkan. Sebagaimana yang terjadi dalam sebuah jual beli barang, di mana pihak penjual dan pembeli harus sama-sama tahu tentang objeck yang diperjual belikan.

Ada hal yang perlu diperhatikan terkait dengan ta’yin Az Zaujain ini, yaitu : dalam akad nikah tidak diharuskan menyebutkan nama calon pengantin, akan tetapi bisa juga dilakukan dengan hanya menyebutkan ciri-ciri melalui isyarat tunjuk atau dengan menyebutkan keterangan lainnya tentang calon pengantin.

Yang terpenting adalah kejelasan tentang orang yang hendak dinikahkan. Akan tetapi jika terdapat unsur ketidakjelasan, maka keterangan lain seperti menyebutkan nama pengantin dapat dilakukan guna menegaskan tentang orang yang dimaksud.

Untuk memahami masalah ta’zin Az zaujain ini, simak ucapan Ibnu Qudamah yang terdapat dalam al-Mughni berikut ini :

من شرط صحة النكاح تعيين الزوجين لأن كل عاقد ومعقود عليه يجب تعيينهما‏,‏ كالمشترى والمبيع

ثم ينظر فإن كانت المرأة حاضرة‏,‏ فقال‏:‏ زوجتك هذه صح فإن الإشارة تكفى في التعيين فإن زاد على ذلك‏,‏ فقال‏:‏ بنتى هذه أو هذه فلانة كان تأكيدا، وإن كانت غائبة فقال‏:‏ زوجتك بنتى وليس له سواها جاز فإن سماها باسمها مع ذلك‏,‏ كان تأكيدا

فإن كان له ابنتان أو أكثر فقال‏:‏ زوجتك ابنتى لم يصح حتى يضم إلى ذلك ما تتميز به من اسم أو صفة‏,‏ فيقول‏:‏ زوجتك ابنتى الكبرى أو الوسطى أو الصغرى فإن سماها مع ذلك كان تأكيدا

لو قال‏:‏ زوجتك ابنتى وله بنات لم يصح حتى يميزها بلفظه

Artinya:

“Termasuk syarat nikah adalah ’ta’yin az-zaujain’, karena antara pelaksana akad dan apa yang diakadkan, harus dipastikan keduanya. Sebagaimana pembeli dan barang yang dibeli. Kemudian perlu diperhatikan, jika sang istri hadir di tempat akad, lalu wali mengatakan, ’Aku nikahkah kamu dengan ini.’ Status pernikahan sah. Karena isyarat bisa sebagai ta’yin. Jika wali menambahkan, ’Aku nikahkah kamu dengan putriku yang ini’ atau ’dengan putriku yang bernama si x’, tambahan ini semakin menguatkan. Dan jika pengantin perempuan tidak ada di tempat, kemudian si wali mengatakan, ’Aku nikahkan kamu dengan putriku’ dan si wali hanya memiliki satu anak perempuan, maka nikahnya sah. Jika si wali menyebut nama anaknya, ini sebagai penguat. Jika si wali memiliki dua anak perempuan atau lebih, lalu dia mengatakan, ’Aku nikahkan kamu dengan putriku’ maka nikahnya tidak sah, sampai dia tambahkan nama atau keterangan lain yang membedakan satu anak dengan anak lainnya. Sehingga dia bisa mengatakan, ’Aku nikahkan kamu dengan putrinya yang sulung’ atau ’yang nomor 2’, atau ’yang bungsu.’ Jika dia menyebut namanya, sifatnya mempertegas. Jika wali mengatakan, ’Aku nikahkan kamu dengan putriku’, sementara dia memiliki beberapa anak perempuan, nikah tidak sah. Sampai dia tegaskan anak yang dimaksud dengan ucapannya.”

  1. Adanya keridhoan dari masing-masing pihak

Dalam sebuah hadist, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :

لاَ تُنْكَحُ اْلأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ

Artinya:

Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Artinya adalah apabila salah satu pihak yang dinikahkan tersebut tidak menyetujui diadakannya pernikahan tersebut, maka akad nikah yang dilaksanakan menjadi tidak sah. Kecuali apabila pihak yang dinikahkan (wanita) belum baligh, maka wali bisa menikahkannya tanpa seizin dari wanita tersebut.

  1. Wali

Islam telah mensyariatkan bahwa seorang wanita yang menikah tanpa adanya wali, maka pernikahannya tersebut dianggap tidak sah. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam berikut :

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ

Artinya “Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i)

Dalam hadist yang lain, Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيْهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ

Artinya “Wanita mana saja yang menikah tanpa izin wali-walinya maka nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil.” (HR. Abu Dawud)

Para jumhur ulama memiliki perbedaan pendapat terkait siapa yang berhak menjadi wali dalam suatu pernikahan, yaitu :

  • Al-Imam Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad berpendapat bahwa wali nasab seorang wanita dalam pernikahannya adalah dari kalangan ‘ashabah, yaitu kerabat dari kalangan laki-laki yang hubungan kekerabatannya dengan si wanita terjalin dengan perantara laki-laki (bukan dari pihak keluarga perempuan atau keluarga ibu tapi dari pihak keluarga ayah/laki-laki), seperti ayah, kakek dari pihak ayah3, saudara laki-laki, paman dari pihak ayah, anak laki-laki paman dari pihak ayah, dan seterusnya. Dan apabila seorang wanita tidak memiliki wali nasab, maka hak wali bisa dilimpahkan kepada hakim atau penguasa lainnya.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam :

فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ

Artinya “Maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali.” (HR. Abu Dawud)

  • Para ulama dari madzab hanafiah dan malikiyah menyatakan bahwa golongan fasik memiliki hak untuk menjadi seorang wali, selama kefasikannya tersebut belum mencapai batas seperti berani berbuat dosa dengan terang-terangan.

4. Saksi

Syarat-syarat akad nikah selanjutnya adalah adanya saksi. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhum, bahwasannya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ

Artinya “Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi)

5. Tidak ada hal-hal yang menghalangi sahnya pernikahan

Ada beberapa hal yang bisa menghalangi keabsahan suatu pernikahan, di antaranya :

  • Kedua calon pengantin termasuk mahram
  • Kedua calon pengantin masih memiliki hubungan saudara sepersusuan
  • Calon pengantin wanita sedang dalam masa iddah
  • Kedua calon pengantin memiliki agama dan keyakinan yang berbeda

artikel terkait:

The post 5 Syarat – Syarat Dalam Akad Nikah appeared first on DalamIslam.com.

]]>