tahun baru Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/tahun-baru Mon, 31 Dec 2018 07:58:23 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png tahun baru Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/tahun-baru 32 32 Hukum Meniup Terompet Saat Tahun Baru dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-meniup-terompet-saat-tahun-baru Thu, 27 Dec 2018 03:54:46 +0000 https://dalamislam.com/?p=4762 Tahun baru akan segera tiba. Berbagai macam pernak pernik banyak bertebaran dimana saja. Kemeriahan menyambut tahun baru semakin terasa di berbagai tempat, terutama dengan terdengarnya suara terompet dimana-mana. Namun bagaimana hukumnya merayakan tahun baru dengan ikut meniup terompet dalam pandangan Islam? Apakah diperbolehkan? Dalam Islam, seorang Muslim seharusnya tidak merayakan hari-hari khusus dalam kalender Masehi […]

The post Hukum Meniup Terompet Saat Tahun Baru dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tahun baru akan segera tiba. Berbagai macam pernak pernik banyak bertebaran dimana saja.

Kemeriahan menyambut tahun baru semakin terasa di berbagai tempat, terutama dengan terdengarnya suara terompet dimana-mana.

Namun bagaimana hukumnya merayakan tahun baru dengan ikut meniup terompet dalam pandangan Islam? Apakah diperbolehkan?

Dalam Islam, seorang Muslim seharusnya tidak merayakan hari-hari khusus dalam kalender Masehi atau tanggalan yang umum digunakan. Seorang Muslim hendaknya menggunakan penanggalan Hijriah dalam setiap aktivitasnya.

Namun sayangnya, justru saat ini banyak sekali Muslim yang menggunakan penanggalan Masehi dan bahkan ikut merayakan perayaan tahun baru.

Baca juga:

Perayaan tahun baru tidak seharusnya dirayakan oleh seorang Muslim yang taat, apalagi dengan ikut meniup terompet. Meniup terompet adalah salah satu kebiasaan kaum Yahudi yang seharusnya tidak kita ikuti.

Dari Abu ‘Umair bin Anas dari bibinya yang termasuk shahabiyah Anshar,

“Nabi memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang untuk shalat berjamaah. Ada beberapa orang yang memberikan usulan. Yang pertama mengatakan,

‘Kibarkanlah bendera ketika waktu shalat tiba. Jika orang-orang melihat ada bendera yang berkibar maka mereka akan saling memberi tahukan tibanya waktu shalat’. Namun Nabi tidak menyetujuinya. Orang kedua mengusulkan agar memakai terompet. Nabi pun tidak setuju, lantas beliau bersabda, ‘Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.’ Orang ketiga mengusulkan agar memakai lonceng.

Nabi berkomentar, ‘Itu adalah perilaku Nasrani.’ Setelah kejadian tersebut, Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi pun pulang.” (HR. Abu Daud no. 498. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad)

Begitu pula dalam riwayat lain, beliau bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.”

Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)

Baca juga:

Beliau juga bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.”

Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669)

Dari Amr ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

 لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ

Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, hasan)

Dari Umar radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

بعثت بين يدي الساعة بالسيف حتى يعبد الله تعالى وحده لا شريك له و جعل رزقي تحت ظل رمحي و جعل الذل و الصغار على من خالف أمري و من تشبه بقوم فهو منهم

Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga mereka menyembah Allah Ta’ala semata dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatupun, dan telah dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa yang menyelisihi perkaraku. Dan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani)

Baca juga:

Selain berperilaku layaknya kaum Yahudi, merayakan tahun baru juga sama dengan menghamburkan uang.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (QS. Al Isra’: 26-27).

Rasul bersabda, “Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian; kabar burung, membuang-buang harta, dan banyak bertanya.” (HR. Bukkhari)

Az Zujaj berkata bahwa yang dimaksud boros adalah,

النفقة في غير طاعة الله

“Mengeluarkan nafkah pada selain ketaatan pada Allah.” Disebutkan dalam Zaadul Masiir karya Ibnul Jauzi.

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.”

Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Seandainya seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).”

Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 8/474-475)

Baca juga:

Itulah penjelasan singkat mengenai hukum meniup terompet saat tahun baru. Perayaan tahun baru hendaknya diisi dengan merenungi atas apa saja yang telah dilakukan selama setahun ini dengan berzikir.

Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah keimanan kita kepada Allah SWT. Aamiin.


The post Hukum Meniup Terompet Saat Tahun Baru dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-merayakan-tahun-baru-masehi Fri, 05 Jan 2018 09:23:22 +0000 https://dalamislam.com/?p=2479 Perayaan tahun baru masehi adalah kebiasaan dari banyak orang di berbagai belahan dunia. Tidak terkecuali di Indonesia. Penanggalan masehi menjadi patokan waktu bergantinya hari dan bulan. Hal ini karena memang kalender masehi berawal sudah sejak zaman dahulu kala, dimana saat Yunani dalam masa kejayaannya. Namun hari ini, penanggalan secara umum tidak hanya dari kalender masehi. […]

The post Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Perayaan tahun baru masehi adalah kebiasaan dari banyak orang di berbagai belahan dunia. Tidak terkecuali di Indonesia. Penanggalan masehi menjadi patokan waktu bergantinya hari dan bulan. Hal ini karena memang kalender masehi berawal sudah sejak zaman dahulu kala, dimana saat Yunani dalam masa kejayaannya.

Namun hari ini, penanggalan secara umum tidak hanya dari kalender masehi. Ada penanggalan hijriah yang berasal dari islam dan juga memberikan sumbangsih tersendiri dalam metode penetapan waktu, hari, bulan, dsb. Tentu saja akhirnya ada juga yang dinamakan Tahun Baru Hijriah atau Tahun Baru Islam yang ditandai saat Rasul Hijrah dari Mekkah ke Madinah.

Persoalan kemudian bukan hanya pada aspek adanya penanggalan ini saja, melainkan juga pada budaya dan kebiasaan. Penanggalan masehi pada sebagian orang islam dianggap tidak sesuai dengan islam. Namun, dilemanya pada banyak orang di belahan dunia manapun menggunakan penanggalan ini sebagai patokannya. Begitupun perusahaan, dalam berbisnis, proses evaluasi dan tutup buku. Selalu berdasarkan pada penanggalan Masehi

Lantas bagaimanakah jika tahun baru masehi ini menjadi patokan umat islam dalam keseharian. Dan bagaimanakah hukum merayakan tahun baru masehi dalam islam? Untuk menjawab lebih jelas mengenai masalah tersebut, tentu diperlukan pendekatan yang lebih integral melalui ayat-hadist dan dasar-dasar hukum islam yang lainnya.

Sejarah Ritual Perayaan Tahun Baru Masehi

Pada beberapa pendapat ulama diketahui bahwa tahun baru masehi adalah prosesi atau perayaan yang dilarang oleh islam. Hal ini karena tidak sesuai dengan  Rukun IslamDasar Hukum Islam, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, Sumber Syariat Islam, Rukun Iman, Akhlak Dalam Islam, Hubungan Akhlak dengan Iman dalam Islam, dan Hubungan Akhlak dan Tasawuf dalam Islam

Apalagi jika di dalamnya terdapat unsur unsur hedonisme, hura-hura atau berfoya-foya. Perayaan tahun baru ini ada dasarnya adalah bukan hari raya umat islam melainkan perayaan dari para orang-orang non muslim khususnya kaum nasrani.

Tahun baru ini dalam kebiasaannya dimulai dengan 1 Januari yang diresmikan oleh salah seorang kaisang Romawi yaitu Kaisar Julius Cesar di tahun 46 SM. Namun, dalam sejarah perayaan tahun baru ini kembali diresmikanoleh pemimpin katolik tertinggi yaitu Paus Gregorius XII di tahun 1582. Sedangkan, proses penetapan ini dilakukan juga oleh bangsa Eropa barat yang menggunakan kalender Greogorian di tahun 1752. Bentuk perayaannya sangat beragam. Ada yang bisa beruba ibadah, melakukan aktivitas hiburan, karnaval, berkumpul dengan keluarga, dan lain sebagainya.

Pendapat Tentang Larangan Umat Islam Merayakan Tahun Baru Masehi

Mengenai hukum perayaan tahun baru ini, ulama yang melarangnya memiliki dua dasar terkait hal tersebut. Yang pertama adalah mengenai larangan untuk menyerupai kaum muslim yaitu tasyabuh bi al kufaar baik berupa perilaku atau kebiasaan dan larangan untuk merayakan hari raya kaum kafir, yaitu tasyabbuh bi al kuffaar fi a’yadahihim.

  1. Dalil Larangan Menyerupai Orang-Orang Kafir

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) ‘Raa’ina’ tetapi katakanlah ‘Unzhurna’ dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.” (QS Al Baqarah : 104).

Ayat ini ditafisrikan oleh Imam Ibnu Katsir bahwa Allah melarang orang-orang yang beriman untuk menyerupai orang-orang kafir dalam ucapan maupun perbuatan. Orang yahudi sering menggunakan kata ru’uunah yang memiliki arti bodoh sekali sebagai ejekan kepada Rasulullah SAW. Padahal maksudnya adalah raa’ina yang artiya perhatikanlah kami. Penafsiran ini berasal dari Tafsir Ibnu Katsir.

Selain itu, terdapat juga dalam ayat lain yang menerangkan hal serupa, yaitu

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (QS Al Baqarah : 120)

Hal ini menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi akan berbuat apapun hingga umat islam mau mengikuti mereka. Sedangkan, mereka selalu dalam keadaan sesat dan memberikan ejekan bagi umat islam. Jika umat islam mengikutinya dan berbuat hal yang sama seperti mereka, tentu Allah sangat membencinya.

Di dalam hadist, Rasulullah juga memberikan peringatan kepada umat islam. Hal ini diantaranya adalah dari hadist berikut, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR Ahmad dan Abu Daud). Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani bahwa hadist ini tergolong pada hadist hasan.

Larangan Merayakan Tahun Baru dan Dalilnya, menjadi penerang kembali bahwa umat islam dilarang untuk mengikuti dan melakukan hal-hal yang sebagaimana tradisi kaum kafir. Apalagi jika aktivitas atau tradisi tersebut mengandung unsur ibadah dan pemujaan, atau mensakralkan aspek tertentu pada agama mereka. Maka hal ini yang membuat ulama melarang untuk umat islam melakukan perayaan tahun baru masehi yang bukan merupakan hari raya atau tahun baru dari ajaran islam.

  1. Dalil Larangan Merayakan Hari Raya Orang Kafir

Larangan merayakan tahun baru masehi juga para ulama mendasarkannya pada hadist yang ada berikut.  ”Rasulullah SAW datang ke kota Madinah, sedang mereka (umat Islam) mempunyai dua hari yang mereka gunakan untuk bermain-main. Rasulullah SAW bertanya,’Apakah dua hari ini?’ Mereka menjawab,’Dahulu kami bermain-main pada dua hari itu pada masa Jahiliyyah.’ Rasulullah SAW bersabda,’Sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR Abu Dawud)

Hadist ini jelas bagi ulama adalah pelarangan umat islam untuk merayakan hari raya orang kafir termasuk tahun baru masehi yang bukan berasal dari tradisi islam. Untuk itu termasuk aktivitas di dalamnya yang menyerupai kaum kafir, seperti meniup terompet, menyalakan kembang api, melakukan pesta, hiburan, dsb adalah haram karena termasuk pada yang menyerupai kaum kafir.

Pendapat yang Tidak Mengharamkan

Di sisi lain ada beberapa ulama yang tidak terlalu melarang atau mengharamkan tahun baru masehi selagi ada beberapa catatan tersendiri. Dalam konteks masyarakat sekarang tidak dapat dipungkiri bahwa seluruh aktivtias, bisnis, dan berbagai macam perilaku didasarkan oleh kalender masehi. Tentu tidak berarti kita menganggap pergantian ini menjadi suatu yang sakral atau berlebihan. Untuk itu, berikut adalah pertimbangan yang harus dilakukan umat islam, terhadap pergantian tahun baru masehi.

  1. Tidak Menganggap Suatu yang Sakral

Walaupun ada tahun baru masehi, maka umat islam dilarang untuk menganggap sakral atau suatu yang berlebihan dari adanya tahun baru ini. Tentu anggap saja sesuatu yang biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan atau digembar gemborkan karena hal tersebut hal yang biasa saja. Maknanya adalah pergantian waktu dan menjadi patokan pergantian waktu berikutnya. Begitupun jika ingin menghayati setiap hari adalah pergantian waktu, tidak ada yang spesial atau khusus.

  1. Tidak Melakukan Aktivitas Peribadahan

Jikapun terdpaat acara yang berkaitan dengan pergantian tahun baru masehi, maka umat islam tidak boleh melakukannya yang di dalamnya terdapat suatu peribadahan. Hal ini akan merusak iman dan juga merusak amalan ibadah kita sendiri. Aktivitas peribadan biasanya mengandung puji-pujian, melakukan persembahan, atau melakukan pengaagungan terhadap sesuatu yang dianggap agung atau lebih. Jika di dalamnya mengandung hal tersebut, maka tentu saja aktivitas pergantian tahun baru tersebut, dilarang.

  1. Tidak Melakukan Akttivitas yang Mengandung Kemaksiatan

Jangan sampai pun jika ada acara dalam rangka tahun baru, terdapat hal yang mengandung kemaksiatan atau hal-hal yang dilarang oleh islam. Misalnya saja melakukan minum-minuman keras atau yang mengandung khamr, atau melakukan pergaulan bebas, dan lain sebagainya. Larangan ini tentu saja sebagiamana telah Allah tentukan dalam Al-Quran. Apalagi jika di dalamnya mengandung aspek zinah atau berpakaian yang tidak sesuai aturan aurat.

  1. Mengambil Hikmah dan Evaluasi dari Pergantian Waktu

Mengambil hikmah dan evaluasi pergantian waktu adalah yang seharusnya dilakukan oleh umat islam. Kebanyakan orang-orang melakukan dengan berfoya-foya dan melakukan hal-hal yang sia-sia. Padahal, lakukan evaluasi, muhasabah, dan mengambil hikmah dari setiap perjalanan adalah yang harus dilakukan umat islam daripada sekedar merayakan dan bersenang-senang. Tentu saja Allah tidak melarang manusia untuk merasakan kesenangan di dunia, tapi di moment seperti ini darpada terjebak oleh hal-hal yang bisa mengarah pada maksiat, tentu lakukan hal-hal yang bermanfaat adalah jauh lebih baik.

  1. Tahun Baru Islam Tetaplah Tahun Baru Hijriah

Bagaimanapun tahun baru islam tetaplah tahun baru hijriah. Hal ini ditandai dengan hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah. Peristiwa ini mengandung sejarah dan makna terdalam untuk itu, hikmah dan evaluasi ini adalah lebih baik dibanding hanya sekedar tahun baru masehi yang umat islam pun tidak dapat menghayati bagaimana sejarahnya.

Semoga hal ini menjadikan kita semakin menjauhi kemusyrikan dan tetap menjalankan Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama Dunia Menurut IslamSukses Menurut IslamSukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam.

The post Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Mengucapkan Natal dan Tahun Baru Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-mengucapkan-natal-dan-tahun-baru-dalam-islam Wed, 20 Dec 2017 15:10:20 +0000 https://dalamislam.com/?p=2506 Hari natal menurut Islam adalah perayaan yang dilakukan setiap satu tahun sekali oleh umat non muslim. Dan perayaan ini biasanya bersaaman dengan pergantian tahun Masehi 1 januari. Dalam perayaan natal biasanya para umat non muslim akan merayakannya seperti halnya umat muslim saat merayakan hari raya idul fitri. Dalam hidup ini kita tidak hanya hidup berdampingan […]

The post Hukum Mengucapkan Natal dan Tahun Baru Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hari natal menurut Islam adalah perayaan yang dilakukan setiap satu tahun sekali oleh umat non muslim. Dan perayaan ini biasanya bersaaman dengan pergantian tahun Masehi 1 januari. Dalam perayaan natal biasanya para umat non muslim akan merayakannya seperti halnya umat muslim saat merayakan hari raya idul fitri.

Dalam hidup ini kita tidak hanya hidup berdampingan dengan orang muslim, namun juga hidup berdampingan dengan orang non muslim. Lalu ketika natal dan tahun baru tiba, apakah kita sebagai umat muslim boleh mengucapkan selamat natal dan tahun baru kepada kerabat kita yang merupakan orang non muslim?

Hukum Mengucapkan Natal dan Tahun Baru Menurut Islam

Berbeda dengan hukum mengucapkan selamat hari raya, perihal hukum mengucapkan selamat natal dalam Islam dan mengucapkan tahun baru terdapat beberapa perbedaan pendapat dikalangan para ulama, karena tidak ada hadits atau ayat yang menerangkan secara langsung larangan mengenai hal tersebut. Dan berikut pendapat beberapa para ulama :

  1. Diperbolehkan (asalkan tidak mempengaruhi agama)

Ada sebagian ulama yang memperbolehkan untuk mengucapkan selamat natal kepada kerabat yang merupakan orang non muslim dikarenakan menurut mereka hal tersebut sebagai bentuk untuk menunjukan bahwa Islam adalah agama yang baik dan mengajarkan umatnya untuk bersikap baik kepada semua orang meskipun berbeda keyakinannya. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah SWT. berikut ini :

“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtanah ayat 8)

Maskud dari ayat tersebut adalah, Allah tidak melarang umat muslim untuk berlaku adil dan berbuat baik terhadap orang-orang non muslim, asalkan kaum non muslim tersebut bukanlah orang-orang yang memerangi umat muslim dalam urusan agama dan tidak mengusir umat muslim dari kampung halamannya. Dan sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil, artinya orang yang tidak berpandangan dan memukul rata bahwa semua orang non muslim tidak pantas mendapat perlakuan baik dan keadilan dari umat Islam.

Selain sebagai bentuk perbuatan baik, sebagian ulama yang memperbolehkan mengucapkan natal dan tahun baru adalah sebagai bentuk balasan penghormatan atas suatu penghormatan, karena tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang non muslim juga mengucapkan selamat hari Raya Idul Fitri kepada umat muslim sebagai bentuk menghargai umat muslim dan untuk menjaga hubungan baik yang terjalin.

Dalam (QS. An-Nisa ayat 86), Allah SWT. berfirman :

“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah (penghormatan itu dengan yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.”

Segala sesutau yang kita lakukan telah pasti akan diperhitungkan oleh Allah, termasuk mengucapkan selamat natal dan tahun baru, hal tersebut tergantung pada niat kita dalam mengucapkannya.

  1. Tidak diperbolehkan

Sebagian ulama yang tidak memperbolehkan ucapan natal dan selamat tahun baru, beralasan :

Hal tersebut bukanlah perayaan kaum muslimin, perayaan umat muslim dalam Islam hanya ada dua yaitu ‘Hari Raya Idul Fitri ‘ dan ‘Hari Raya Idul Adha’. Dari Anas bin Malik ra. berkata :

“Ketika Rasulullah SAW. datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Lalu Rasulullah SAW. berkata : ‘Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban (Idul Adha) dan hari raya (Idul Fitri)’. (HR. Ahmad)

Selain itu, dengan mengucapkan selamat natal dan tahun baru seorang muslim dianggap menyetujui dan mengakui agama mereka serta turut mesyiarkan agama mereka. Sedangkan di dalam Islam jelas dikatakan dalam (QS. Al-Kafirun ayat 6) :

“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”

Dari beberapa perbedaan pendapat diatas, perihal mengenai mengucapkan selamat natal dan tahun baru diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Dan semua kembali pada masing-masing individu bagaimana mereka menyikapi dan berpendapat mengenai perkara tersebut. Sebagai umat muslim, alangkah baiknya jika kita selalu berpedoman pada sumber syariat Islam dan dasar hukum Islam, namun, apabila suatu perkara tidak disebutkan secara langsung di dalam Al-Qur’an dan Hadits, lebih baik kita tidak melakukannya jika merasa ragu. Tetapi, jika ingin mengucapkan selamat natal dan tahun baru kepada kerabat karena merasa tidak enak maka ucapkanlah dan niatkan hanya untuk menghormati dan bukan toleransi ataupun turut meyakini agamanya, karena sesungguhnya Allah SWT. memperhitungkan segala sesuatu.

Sekian, semoga bermanfaat (:

The post Hukum Mengucapkan Natal dan Tahun Baru Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Larangan Merayakan Tahun Baru dan Dalilnya https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/larangan-merayakan-tahun-baru Mon, 11 Dec 2017 09:23:29 +0000 https://dalamislam.com/?p=2461 Tahun baru Masehi saat ini memang dirayakan secara megah dan besar besaran yang dihiasi dengan suara terompet dan atraksi kembang api yang cantik di seluruh dunia yang dirayakan semua orang baik umat muslim. Namun perlu diketahui jika perayaan tersebut identik dengan hari besar yang dirayakan orang Nasrani. Selain itu, banyak keyakinan batil yang terdapat dalam […]

The post Larangan Merayakan Tahun Baru dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tahun baru Masehi saat ini memang dirayakan secara megah dan besar besaran yang dihiasi dengan suara terompet dan atraksi kembang api yang cantik di seluruh dunia yang dirayakan semua orang baik umat muslim. Namun perlu diketahui jika perayaan tersebut identik dengan hari besar yang dirayakan orang Nasrani.

Selain itu, banyak keyakinan batil yang terdapat dalam perayaan malam tahun baru tersebut seperti minum segelas anggur terakhir dari botol sesudah tengah malam akan membawa keberuntungan dan berbagai kegiatan lainnya. Inilah yang menjadi alasan mengapa larangan merayakan tahun baru dalam Islam berlaku bagi umat muslim. Selain itu, ada banyak kerusakan yang terdapat dalam perayaan tahun baru seperti yang akan kami berikan berikut ini.

  1. Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan Ied Haram

Kerusakan yang pertama adalah jika seorang merayakan tahun baru berarti juga merayakan ied atau hari perayaan yang haram hukumnya. Ini bisa terjadi karena hanya ada 2 ied bagi kaum muslim yakni Idul Fitri dan juga Idul Adha.

Anas bin Malik berkata, “Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fitri dan Idul Adha.’”.

  1. Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh Orang Kafir

Kerusakan yang kedua adalah merayakan tahun baru berarti tasyabbuh atau meniru orang kafir. Nabi Muhammad sedari dulu sudah memperingatkan jika umat ini akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan juga Nasrani dan kaum muslim akan mengikuti mereka baik dari segi berpakaian ataupun dari segi hari raya.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“.

  1. Merekayasa Amalan Tanpa Tuntunan Malam Tahun Baru

Seperti yang kita ketahui jika perayaan tahun baru berasal dari budaya orang kafir dan menjadi tradisi. Akan tetapi, orang jahil mensyariatkan amalan tertentu untuk malam pergantian tahun tersebut. Hal terbaik yang bisa dilakukan umat muslim untuk malam tahun baru sebaiknya diisi dengan dzikir berjamaah di masjid yang lebih bermanfaat. Persyariatan tersebut sungguh aneh sebab sudah melakukan amalan tanpa diikuti dengan tuntunan dan lagi pula ini bukanlah perayaan atau ritual umat muslim.

  1. Terjerumus Pada Haram Saat Mengucapkan Selamat Tahun Baru

Tahun baru merupakan syiar orang kafir dan bukanlah menjadi syiar umat muslim sehingga tidak pantas bagi umat muslim untuk memberi selamat dalam syiar orang kafir berdasarkan dari kesepakatan para ulama.

Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah berkata, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.

  1. Meninggalkan Perkara Wajib

Begadang selama semalam sambil menunggu detik pergantian tahun tentunya akan membuat umat muslim meninggalkan perkara wajib yakni sholat 5 waktu seperti sholat subuh. Meninggalkan sholat 5 waktu tersebut bukanlah perkara yang sepele dan bahkan para ulama menyatakan hal tersebut sebagai perkara dosa besar dalam Islam.

Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”

  1. Begadang Tanpa Hajat

Bergadang dalam Islam tanpa diikuti dengan syar’i sangat dibenci oleh Rasulullah SAW termasuk salah satunya adalah merayakan tahun baru sebab tidak memiliki manfaat sama sekali.

Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”

  1. Terjerumus Dalam Zina

Perayaan tahun baru juga tidak lepas dengan ikhtilath atau bercampurnya antara wanita dan laki laki dan juga berkholawat atau berdua duaan dan ini bisa menjerumuskan umat muslim ke dalam zina dalam Islam. Hal inilah yang akan terjadi dalam malam pergantian tahun baru padahal melakukan pandangan, bersentuhan tangan dan bahkan sampai kemaluan adalah perbuatan zina dan menjadi hal yang sangat diharamkan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.

Demikian penjelasan terkait apa saja hukum dan larangan merayakan tahun baru masehi bagi umat islam beserta alasan-alasan yang  menjelaskan mengapa hal itu dilarang. Semoga bermanfaat.

The post Larangan Merayakan Tahun Baru dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
11 Makna Tahun Baru Islam yang Istimewa https://dalamislam.com/landasan-agama/makna-tahun-baru-islam Tue, 12 Sep 2017 02:06:00 +0000 http://dalamislam.com/?p=2058 Tahun baru Islam Hijriah mempunyai arti dan makna tersendiri untuk umat muslim. Apabila seluruh dunia merayakan tahun baru berdasarkan penanggalan Masehi, berbeda dengan umat muslim yang menyambut tahun baru Islam memakai penanggalan Hijriah.  Tahun baru Islam diperingati setiap tanggal 1 Muharram oleh kaum muslim dan umumnya diadakan banyak kegiatan perayaan yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat […]

The post 11 Makna Tahun Baru Islam yang Istimewa appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tahun baru Islam Hijriah mempunyai arti dan makna tersendiri untuk umat muslim. Apabila seluruh dunia merayakan tahun baru berdasarkan penanggalan Masehi, berbeda dengan umat muslim yang menyambut tahun baru Islam memakai penanggalan Hijriah.  Tahun baru Islam diperingati setiap tanggal 1 Muharram oleh kaum muslim dan umumnya diadakan banyak kegiatan perayaan yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat mulai dari anak – anak sampai dewasa, laki – laki dan perempuan.

Pengertian Tahun Baru Islam

Tahun baru Islam merupakan pergantian tahun di dalam agama Islam memakai perhitungan Masehi dengan sistem matahari yang sudah dimulai sejak zaman Nabi Isa As. Apabila disimpulkan, tahun baru Islam merupakan pergantian tahun umat muslim memakai metode penanggalan bulan [qomariyah] dan sudah dimulai sejak Nabi Muhammad Saw hijrah dari Mekah menuju Madinah.

Artikel terkait:

Arti yang terkandung dalam Tahun Baru Islam

Ada beberapa makna dan juga arti yang terkandung dalam tahun baru Islam yang pada kesempatan kali ini akan kami ulas satu per satu secara lengkap untuk anda.

  1. Momentum Pergantian Tahun

Apabila dilihat dari sejarah mengenai kalender Islam pertama kali, maka tahun baru Islam memiliki arti momentum pergantian tahun Islam dari tahun satu menuju tahun berikutnya.

  1. Nabi Muhammad SAW Hijrah

Tahun baru Islam juga memiliki arti hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah menuju ke Madinah dna menjadi peristiwa penting lahirnya Islam sebagai agama yang berjaya. Dari hijrah tersebut, Islam mulai mengalami perkembangan yang pesat dan semakin luas sampai ke Mekah dan beberapa daerah di sekitarnya. Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah bukan tanpa alasan, namun karena memperoleh wahyu dan juga sebuah bentuk respon untuk menanggapi masyarakat Arab yang tidak terlalu berkenan dengan ajaran Islam.

Dengan hijrahnya Nabi Muhammad tersebut, Islam juga mulai mengalami peningkatan dalam menunjukkan diri dan menjadi negara Islam [Daulah Islamiyah] terbentuk. Daulah Islamiyah di zaman Nabi Muhammad sangat menjunjung tinggi toleransi yang termaktib dalam Piagam Madinah.

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung” (QS. Alhasyar: 9)

  1. Semangat Perjuangan Tanpa Putus Asa

Bersangkutan dengan hijrahnya Nabi Muhammad tersebut, maka ini sekaligus memiliki arti semangat perjuangan tanpa mengenal kata putus asa serta rasa optimis yang tinggi yakni semangat hijrah dari hal buruk menuju hal yang penuh dengan kebaikan. Rasulullah SAW serta para sahabatnya melawan rasa sedih dan juga takut saat hijrah dimana mereka harus meninggalkan tanah kelahiran, saudara dan juga harta benda yang mereka miliki.

Artikel terkait:

  1. Bukti Maha Adil Allah

Tidak seperti tahun Masehi dimana permulaan hari atau pergantian hari terjadi di jam 00:01, namun tahun baru Islam dimulai saat matahari terbenam atau munculnya bulan. Inilah yang menyebabkan Tahun Masehi dari Isa Al Masih dalam Islam dinamakan Tahun Syamsyiah [matahari], sementara untuk tahun Hijriah atau tahun Islam dinamakan tahun Qimariah [bulan]. Apabila tahun baru Masehi berjumlah 30 atau 31 hari kecuali Februari 28 atau 29, maka tahun baru Islam memiliki 29 atau 30 hari. Ini yang menyebabkan terjadi selisih sekitar 10 sampai 12 hari setiap tahunnya.

Bukti maha adil Allah SWT terlihat di daerah dekat equator atau khatulistiwa seperti Indonesia, Malaysia dan beberapa negara Arab yang merupakan negara dengan umat Islam terbesar, gluktuasi lamanya berpuasa untuk setiap tahun hampir tidak banyak memiliki perbedaan. Hal ini tidak terjadi di beberapa belahan bumi lain dimana waktu berpuasa bisa lebih singkat atau lebih lama.

  1. Intropeksi Diri atau Muhasabah

Dengan memasuki tahun baru Islam atau Hijriah, maka kita akan memasuki 1 Muharram dengan arti sudah meninggalkan tahun yang sudah berlalu dan memasuki tahun yang baru. Dalam urusan menyambut tahun baru Islam, berbeda dengan orang non-Muslim seperti saat merayakan tahun baru Masehi. Umat Islam merayakan tahun baru Islam seperti yang sudah dicontohkan Rasulullah SAW.

Dalam menyambut tahun baru Islam, sangat penting untuk berkaca pada diri sendiri sekaligus menimbang serta menilai apa saja amalan yang sudah diperbuat dan juga dosa atau kemaksiatan yang sudah dilakukan. Ini dilakukan supaya pada tahun mendatang, akan lebih banyak ibadah serta amalan saleh yang dilakukan untuk mengurangi perbuatan dosa dan juga amal yang salah.

  1. Menghindari Kultus Individu

Penentuan tahun baru Islam tidak didasari dengan kelahiran namun pada peristiwa. Ini memperlihatkan jika Islam merupakan agama yang progresif, bergerak terus maju, tidak stagnan dan juga bergerak dari satu peristiwa menuju ke peristiwa yang lainnya sesuai dengan perkembangan zaman, kebutuhan tempat dan juga kebutuhan manusia yang hidup pada saat tersebut.

  1. Paling Dihormati

Sementara Muharram memiliki arti yang diharamkan atau paling dihormati. Pada bulan haram tersebut, umat Islam diharamkan untuk berperang dan melakukan gencatan senjata. Dengan kata lain, semangat Muharram adalah semangat penuh perdamaian. Ini membuat saat mengenal esensi tahun Hijriah yang dimulai pada 1 Muharram, umat muslim sudah memiiki kesadaran akan perdamaian dan menjadikan kehadirannya sebagai berkah untuk alam semesta.

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu” (QS. Attaubah : 36)

“Ketahuilah bahwa zaman itu akan terus berputar seperti bentuknya. Hari menciptakan Allah Swt pada langit dan bumi itu dalam setahun sebanyak 12 bulan diantaranya ada 4 bulan Haram, 3 yang berturutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram sedangkan bulan Rajab dihimpit antara bulan Jumadi (Jumadil Awwal dan Jumadil Akhir) dan bulan Sya’ban.”( HR. Bukhari- Muslim)

Artikel terkait:

  1. Perubahan Menuju Kebaikan

Tahun baru Islam juga mengandung makna perubahan pada sesuatu yang menuju kebaikan, memiliki manfaat untuk seluruh manusia dan juga untuk semua alam semesta dengan menggunakan semangat damai penuh kasih sayang. Ini membuat tujuan Allah SWT menurunkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS. Al-Baqarah : 218)

  1. Merenungkan Eksistensi Bangsa Indonesia

Tahun baru Islam atau Hijriah juga menjadi momentum untuk merenungkan kembali eksistensi bangsa Indonesia pada titik paling nadir. Tahun baru Islam yang diperingati umat Islam dan juga bangsa Indonesia ini diharapkan menjadi refleksi yang panjang supaya bisa merajut perubahan dalam arti yang sebenarnya, subtantif, produktif dan juga populistik. Semangat hijrah ini nantinya akan dijadikan modal untuk mengembalikan inisiatif pada perubahan tersebut sehingga sangat sayang jika hanya direfleksikan sebatas seremonial saja.

baca juga:

  1. Pengingat Memori Keemasan Sejarah

Setiap umat muslim akan kembali diingatkan dengan memori keemasan sejarah dengan memasuki tahun baru Islam. Setiap tahun juga semangat dan juga makna Hijriah akan menjadi kekuatan untuk revitalisasi sekaligus mendorong semangat umat Islam. Semangat Hijrah ini diharapkan bisa menjadi semangat umat Islam dalam memulai sejarah pada detik ini dan juga untuk masa selanjutnya.

  1. Pengingat Pentingnya Akhlak Mulia

Makna tahun baru Islam berikutnya adalah saat untuk menegaskan kembali pentingnya menerapkan akhlak yang mulia dalam kehidupan di dunia yang hanya bersumber dari Al Quran. Beberapa contoh hal memperbaiki akhlak yang bisa dilakukan adalah meninggalkan minuman beralkohol, meninggalkan judi, kebiasaan berzinah, mencuri, korupsi, meninggalkan narkoba dan semua hal yang melanggar apa yang sudah dilarang Allah SWT dan menggantinya dengan taat melaksanakan perintah Allah Taala.

Artikel terkait:

Satu hal paling penting dari tahun baru Islam adalah puncak dari kejayaan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin [rahmat untuk alam semesta] yang akan membawa kebaikan, kebenaran, mengajarkan cinta dan kasih sayang sekaligus sebagai lahirnya keadilan yang dimulai dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah menuju ke Madinah. Marilah kita memaknai dan merayakan tahun baru Islam dengan selalu menyebarkan kebaikan dan cinta untuk segenap makhluk Allah yang ada di muka bumi ini.

Selain itu, sebagai umat muslim layaknya kita semua memperingati tahun baru Islam dengan doa dan dzikir dan juga mendengarkan tausiyah dan juga berbagai kegiatan positif seperti acara di Musholla dan juga Masjid.

baca juga:

Demikian penjelasan terkait apa saja makna tahun baru islam yang terkandung dan penjelasan berdasarkan dalil Al-Quran. Semoga setelah mengetahui informasi terkait arti dari merayakan tahun baru islam

The post 11 Makna Tahun Baru Islam yang Istimewa appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tahun Baru dalam Islam https://dalamislam.com/fatwa-ulama/tahun-baru-dalam-islam Fri, 15 Jan 2016 08:05:46 +0000 http://dalamislam.com/?p=477 Tahun Baru Hijriyah Dalam menentukan hari-hari tertentu atau hari-hari khusus sebaga hari besar atau hari raya (id) adalah ditentukan oleh syari’at, bukan dari adat atau kebiasaan suatu kaum atau bangsa. Ketika Rasulullah SAW pertama kali datang ke Madinah dimana penduduknya memiliki dua hari besar, maka Rasulullah bertanya; “Apakah dua hari ini?” dan dijawablah oleh mereka; “(Hari […]

The post Tahun Baru dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tahun Baru Hijriyah

Dalam menentukan hari-hari tertentu atau hari-hari khusus sebaga hari besar atau hari raya (id) adalah ditentukan oleh syari’at, bukan dari adat atau kebiasaan suatu kaum atau bangsa. Ketika Rasulullah SAW pertama kali datang ke Madinah dimana penduduknya memiliki dua hari besar, maka Rasulullah bertanya;

“Apakah dua hari ini?” dan dijawablah oleh mereka; “(Hari besar) yang kami biasa bergembira padanya pada masa jahiliyah.” Maka, Rasulullah SAW bersabda; “Sesungguhnya Allah telah menggantikan dua hari tersebut dengan hari raya yang lebih baik, yaitu ‘Idul Adha dan ‘Idul Fitri.“

Pergantian tahun dalam Islam terjadi pada tanggal 1 Muharram. Pada zaman Rasulullah tidak ada yang namanya perayaan tahun baru, bahkan sampai empat abad setelahnya. Perayaan tahun baru mulai muncul sejak zaman Khilafah Al-Fathimiyyun pada abad keempat Hijriyah, 362 H.

Taqiyyuddin Al-Maqrizi RA menyebutkan;

Khilafah Al-Fathimiyyun sepanjang tahun memiliki beberapa hari raya dan hari peringatan, yaitu: Perayaan akhir tahun, perayaan awal tahun (tahun baru), hari Asyura`, perayaan maulid (hari lahir) Nabi Muhammad SAW, maulid Ali, maulid Al-Hasan, maulid Al-Husain, maulid Fathimah, perayaan maulid (ulang tahun) khalifah saat itu, perayaan malam pertama dan pertengahan bulan Rajab, malam pertama serta pertengahan dari bulan Sya’ban.”

Tidak hanya itu, kaum ini juga meyakini bahwa Ali bin Abi Thalid RA merupakan yang patut disembah selain Allah SWT. Mereka juga melakukan penyelewengan makna (tahrif ma’nawy) terhadapa ayat-ayat Allah yakni memalingkan makna zhahir kepada yang tidak masuk akal, yang mereka yakini sebagai makna bathin ayat tersebut.

Contoh: Al-Qur’an surah Al-Lahab ayat 1 yang artinya “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” Maka, mereka menafsirkan bahwa dua tangan itu ialah Abu Bakar RA dan Umar bin Khattab RA.

Ibnu Katsir menyebutkan pada tahun 402 H, sejumlah ulama, para hakim, orang-orang terpandang, orang-orang yang adil, orang-orang saleh, serta para ahli fiqh, menuliskan sebuah pencacatan dan celaan pada nasab keturunan Al-Fathimiyyun Al-Ubaidiyyun. Dalam tulisan itu disebutkan beberapa pemikiran mereka; Mereka (kaum Al-Fathimiyyun Al-Ubaidiyyun) telah menelantarkan aturan-aturan, menghalalkan perzinahan, menghalalkan khamar, pertumpahan darah, mencerca para Nabi, melaknat Salaf (para sahabat Rasulullah SAW dan pengikutnya) serta mengaku bahwa guru-guru mereka memiliki sifat ketuhanan.

Allah SWT berfirman yang artinya;

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya”. (Q, S. Al-Isra` : 36)

“…Kecuali orang-orang yang bersaksi dalam keadaan mereka mengetahui (apa yang mereka persaksikan)”. (Q. S. Az-Zukhruf : 86).

Hukum Merayakan Tahun Baru

Al-Imam Abdul Aziz Ibnu Baz tatkala ditanya tentang sebagian perayaan seperti maulid Nabi, Isra` Mi’raj, dan Tahun Baru Hijriah, beliau menjelaskan;

Allah telah menyempurnakan agama Islam Dia melarang dari berbuat bid’ah di dalamnya. Perayaan-perayaan itu tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW sedangkan Rasulullah ialah manusia yang paling fasih dan paling tahu tentang syari’at Allah SWT.  Para Sahabat pun tidak pernah melakukan perayaan ini. Begitu juga dengan para Imam di zaman-zaman keutamaan dahulu tidak pernah melakukannya. Belakangan, bid’ah ini tidaklah diadakan kecuali oleh orang-orang yang mengaku berlandaskan ijtihad dan sangkaan yang baik, namun tidak ada dalil yang menyertai.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

“Siapa saja yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami sesuatu yang tidak ada di dalamnya, maka itu tertolak.” Dalam hadist lain disebutkan Rasulullah SAW bersabda yang artinya; Saya terutus kepada kalian sedang kalian (dulunya) mempunyai dua hari raya yang kalian bermain di dalamnya pada masa jahiliyah, dan sungguh Allah telah mengganti keduanya untuk kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, (yaitu) hari Nahr (idul Adh-ha) dan hari Fithr (idul Fitri)”.

Sama halnya dengan melakan hari perayaan lainnya, contohnya seperti merayakan ulang tahun dalam islam yang tidak ada dalam ajaran Nabi. Sebab ulang tahun berarti umur telah berkurang, dan semakin mendekati ajal. Bukan tidak mungkin seseorang memiliki umur yang panjang, tapi apakah amal ibadah selama ini telah cukup untuk menghadap Allah SWT? Jawabanya tentu tidak.

Untuk itulah manusia harus di bekali perasaan takut mati, takut tidak bisa menghadapi azab apa yang akan di terima sesuai dengan perbuatan yang telah di lakukan di dunia. Namun jika dalam perayaan ulang tahun tersebut mendatangkan manfaat untuk dirinya maupun orang lain, seperti berbagi kepada fakir miskin dan anak yatim, maka di rasa hal ini bukanlah bid’ah.

Asy-Syaikh Saleh bin Abdil Aziz Alu Asy-Syaikh menyebutkan beberapa bid’ah dan larangan yang berkenaan dengan tauhid:

“Mengadakan perayaan-perayaan yang beraneka ragam dengan maksud taqarrub kepada Allah dengannya. Seperti perayaan maulid nabawi, perayaan hijrah (Nabi), perayaan tahun baru hijriah, perayaan Isra` dan Mi’raj, dan yang semisalnya. Perayaan-perayaan ini adalah bid’ah, karena dia adalah ajang berkumpulnya (manusia) pada amalan-amalan yang dimaksudkan sebagai taqarrub kepada Allah. Sedangkan tidak boleh bertaqarrub kepada Allah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, dan Allah tidaklah boleh disembah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan. Maka semua perkara yang baru dalam agama adalah bid’ah dan semua bid’ah terlarang untuk mengerjakannya.” (Dalam Kitab Al-Minzhor fii Bayani Katsirin minal Akhtho` Asy-Sya`i’ah halaman 17).

Jadi, jelas sudah bahwa merayakan Tahun Baru merupakan perbuatan bid’ah yang daripadanya ialah dilarang oleh syari’at islam.

Hukum Mengucapkan “Selamat Tahun Baru” dan Menjawabnya

Fatwa dari Asy-Syaikh Saleh bin Al-Utsaimin;

“Jika ada seseorang yang mengucapkan selamat (tahun baru) kepadamu maka jawablah, akan tetapi jangan kamu yang memulai memberikan ucapan selamat kepada orang lain. Inilah pandangan yang tepat dalam permasalahan ini. Jadi jika ada seseorang yang berkata kepadamu, ”Kami mengucapkan selamat tahun baru kepadamu,” maka kamu bisa menjawab, “Semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu dan semoga Allah menjadikan tahun ini sebagai tahun yang mendatangkan kebaikan dan keberkahan kepadamu.” Hanya saja jangan kamu yang mulai memberikan ucapan selamat kepada orang-orang, karena saya tidak mengetahui adanya keterangan dari para ulama salaf bahwa mereka mengucapkan selamat tahun baru, bahkan ketahuilah bahwa mereka (para ulama salaf) tidak pernah menganggap kalau 1 muharram itu adalah awal tahun baru sampai pada zaman Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu.”

Catatan:

Fatwa diatas hanya menunjukkan pembolehan untuk menjawab ucapan selamat tahun baru Hijriyah. Lain halnya jika ucapan itu adalah untuk tahun baru Masehi, maka sebaiknya umat muslim tidak menjawabnya karena pada dasarnya perayaan tahun baru Masehi itu berasal daripada kaum kafir.

Tahun Baru Masehi

Kita telah sampai pada masa di mana banyak melakukan kegiatan yang identik dengan kaum kafir, termasuk merayakan tahun baru Masehi yang diperingati setiap tanggal 1 bulan Januari. Padahal, perayaan tahun baru Masehi  ini adalah diluar dari peradaban Islam sedangkan kaum Muslimin dilarang melakukan perbuatan atau meniru daripada kaum kafir. Karenanya, merayakan tahun baru Masehi hukumnya haram.

Adapun dalilnya ialah:

  1. Dalil umum; kaum muslimin diharamkan menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffâr).
  2. Dalil khusus; kaum muslimin diharamkan merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffâr fi a’yâdihim).

Bahaya Perayaan Tahun Baru Masehi bagi Umat Islam

Perlu diketahui bahwa sebenarnya merayakan tahun baru Masehi bagi kaum Muslimin tidak hanya haram menurut syariat agama, tetapi juga berbahaya terutama bagi keimanan dan ketaqwaan seseorang. Berikut beberapa bahaya merayakan tahun baru Masehi bagi umat Muslim:

  1. Meniru kaum kafir

Dalam Islam, kita mengenal hanya ada dua perayaan (‘id) yakni hari raya ‘Idul Fithri dan hari raya ‘Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan;

“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’” (HR. An-Nasa-i).

Hukum ‘ied (perayaan) terbagi menjadi dua:

  • ‘Id(perayaan) yang bertujuan untuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah serta mengagungkan hari itu agar mendapat pahala.
  • ‘Id (perayaan) yang mengandung unsur seperti orang-orang Jahiliyah atau kafir sehingga hukumnya bid’ah. Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Perayaan tahun baru, terutama tahun baru Masehi merupakan perayaan yang dilakukan dan berdasarkan oleh kaum kafir. Sehingga, jika umat Muslim melakukan perayaan tahun baru 1 Januari, berarti menyerupai kaum kafir. Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (H. R. Bukhari).

  1. Merekayasa amalan

Telah dijelaskan bahwa merayakan tahun baru ialah berasal dari tradisi orang kafir. Namun, ada diantara orang-orang jahil (bodoh) yang kemudian menyebar dusta dengan mensyari’atkan yang katanya amalan untuk dikerjakan setiap malam pergantian tahun. Dengan alasan daripada waktu terbuang sia-sia dengan perayaan, maka lebih baik dilakukan dengan amalan. Padahal, amalan itu tidak ada tuntutannya sama sekali.

Suatu ketika Ibnu Mas’ud melihat orang-orang yang berdzikir tapi tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW, orang-orang itu berucap;

Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.” Kemudian Ibnu Mas’ud menjawab; “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.” (H. R. Ad-Darimi).

Kesimpulannya, niat baik saja tidak cukup untuk melakukan suatu amalan namun harus mencontoh kepada Nabi Muhammad SAW, agar amal ibadah itu diterima oleh Allah SWT.

  1. Terjerumus ke dalam hal haram

Tidak hanya masalah merayakan tahun baru, melainkan diperdebatkan juga mengenai masalah mengucapkan dan menjawab ucapan selamat tahun baru bagi umat Muslim. Karena sesungguhnya tidak pantas bagi seorang Muslim memberi selamat pada orang kafir, termasuk ucapan tahun baru yang merupakan syiarnya orang kafir.

Ibnul Qayyim dalam kitab Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.

Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.”

  1. Meninggalkan perkara wajib (Shalat lima waktu)

Salah satu kerugian daripada merayakan malam tahun baru ialah seseorang bisa lalai terhadap perkara wajibnya yakni shalat fardhu ‘ain. Padahal, meninggalkan satu waktu shalat wajib saja bukan perkara yang mudah dan termasuk dalam dosa besar.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah.)

Logikanya, melakukan perayaan tahun baru saja adalah dosa (karena menyerupai kaum kafir), ditambah lalai akan shalat lima waktu, maka berlipatgandalah dosa yang didapat.

Kesimpulan:

  1. Merayakan tahun baru Hijriyah ialah bid’ah karena Nabi Besar Muhammad SAW sendiri tidak pernah melakukan perkara ini dan tidak ada menjelaskan atau menerangkan mengenai perayaan ini. Sebaliknya, perayaan dalam Islam hanya dua; yakni ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha.
  2. Merayakan tahun Masehi adalah haram karena perayaan itu berasal dari kebiasaan kaum kafir sehingga umat Muslim yang merayakannya sama artinya dengan mengikuti kaum kafir. Padahal, agama Islam melarang umatnya mengikuti kaum kafir.

Semoga bermanfaat….

The post Tahun Baru dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>