talak Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/talak Mon, 27 Sep 2021 12:37:17 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png talak Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/talak 32 32 6 Jenis Talak Dalam Islam Beserta Pemahamannya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/jenis-talak-dalam-islam Mon, 27 Sep 2021 12:37:16 +0000 https://dalamislam.com/?p=10145 Macam-macam talak sudah diatur. Talak adalah proses melepaskan ikatan pernikahan dalam syariah islam. Hadis Tentang Talaq وَعَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ قَالَتْ : (يَارَسُولَاللهِ! إنَّ زَوْجِي طَلَّقَنِي ثَلَا ثً, وَأَخَافُ أَنْ يُقْتَحَمَ عَلَيَّ, قَالَ: فَأَمَرَهَا , فَتَحَوَّلَتْ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ Artinya: “Fathimah Binti Qais berkata : Aku berkata : Wahai Rasulullah, suamiku telah mentalakku dengan tiga talak, aku takut […]

The post 6 Jenis Talak Dalam Islam Beserta Pemahamannya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Macam-macam talak sudah diatur. Talak adalah proses melepaskan ikatan pernikahan dalam syariah islam.

Hadis Tentang Talaq

وَعَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ قَالَتْ : (يَارَسُولَاللهِ! إنَّ زَوْجِي طَلَّقَنِي ثَلَا ثً, وَأَخَافُ أَنْ يُقْتَحَمَ عَلَيَّ, قَالَ: فَأَمَرَهَا , فَتَحَوَّلَتْ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya: “Fathimah Binti Qais berkata : Aku berkata : Wahai Rasulullah, suamiku telah mentalakku dengan tiga talak, aku takut ada orang mendatangiku. Maka beliau menyuruhnya pindah dan ia kemudian pindah. (HR. Muslim).

Perceraian biasanya menggunakan salah satu jenis talak. Macam-macam talak biasanya dibagi sesuai dengan masa iddah dan boleh tidaknya suami rujuk dengan sang istri.

Allah berfirman:

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” [Al-Baqarah/2: 229]

Dalam pandangan Islam, setiap jenis talak memiliki hukum makruh. Maknanya, setiap jenis talak boleh namun ini menjadi perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT.

Adapun sabda Nabi Saw kepada Ummul Mukmini, Juwairiyah ra:

لَقَدْ قُلْتُ بَعْدَكِ أَرْبَعَ كَلِمَاتٍ لَوْوُزِنَتْ بِمَا قُلْتِهِ لَوَزَنَتْهَنَّ: سُبْحَانَ الله وَبِحَمْدِهِ عَدَدَخَلْقِهِ, وَرِضَا نَفْسِهِ, وَزِنَةَ عَرْشِهِ, وَمِدَاد كَلِمَاتِهِ

Artinya: “Setelah meninggalkanmu, sungguh aku telah mengucapkan empat kalimat yang bila ditimbang dengan apa yang telah engkau ucapkan, tentu itu lebih berat daripadanya, yaitu: Mahasuci Allah dan segala puji untuk-Nya sebanyak bilangan Makhluk-Nya, sebanyak keridhaan diri-Nya, seberat timbangan Arsy-Nya dan sebanyak tinta tulisan kalimat-Nya.

Dengan melakukan talak maka ikatan setiap jenis talak suami istri otomatis sudah selesai. Ketika ketidak cocokannya antara pasangan sudah tidak bisa dicari titik semuanya. Maka memutuskan cerai mungkin menjadi jalan terbaik. Setiap jenis talak harus memenuhi rukun talak.

Dalam bahasa arab talah atau thalaq adalah memutuskan hubungan antara suami istri dari ikatan pernikahan yang sah menurut syariat agama. Berdasarkan bahasa talak berarti melepaskan ikatan. Berdasarkan istilah talak adalah lepasnya ikatan pernikahan dengan lafal talak. Menurut komplikasi hukum Islam KHI talah adalah ikrar suami di hadapan sidang pengadilan agama. Yang menjadi salah satu sebab putusnya pernikahan.

Macam-macam talak berdasarkan masa iddah istri :

1. Talak Raj’i

Talak raj’i adalah talak dimana suami boleh rujuk tanpa harus melakukan akad nikah lagi. Talak raj’i ini dijatuhkan oleh suami kepada istri unu pertama kalinya atau kedua kalinya masa

Suami boleh rujuk dengan istri yang telah ditalaknya selama masih iddah. Hadits menalak istri dan masa iddahnya :

وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَرَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَال: (طَلَاقُ الْأَمَةِ تَطْلِيْقَتَانِ, وَعِدَّتُهَاحَيْضَتَانِ) رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَأَخْرَجَهُ مَرْفُوعًا وَضَعَّفَهُ

Artinya:“Ibnu Umar Radliyallahu’anhu berkata : Talak budak perempuan ialah dua kali dan masa iddahnya dua kali haid. (HR. Daruquthni dengan marfu’ dan iapun menilainya dhaif).

2. Talak Bain

Talak bain adalah merupakan talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya yang habis masa iddahnya. Talak bain menjadi dua macam yaitu:

  • Talak bain sughra
    Talak bain sughra adalah talak yang dijatuhkan kepada istri sebelum di campuri dari talah khuluk karena permintaan istri. Suami istri boleh rujuk dengan akan nikah lagi. Baiknya masih dalam iddah maupun yang sudah habis masa iddahnya.
  • Talak bain kubro
    Talak bain kubro adalah talak yang dijatuhkan suami se mbanyaknya 3 kalo dalam waktu yang boleh ruju atau menikah dengan mantan istri kecuali dengan syarat yaitu:
    • Bekas istri telah menikah dengan laki-laki lain.
    • Bekas istri telah di campuri oleh suami yang baru.
    • Bekas istri telah dicerai oleh suami yang baru.
    • Bekas istri yang telah selesai masa iddahnya setelah dicerai suami yang baru.

Talak berdasarkan waktu jatunya

Talak berdasarkan waktu jatunya talak sedangkan berdasarkan waktunya adalah telah dibagi menjadi 3 dalam jenis:

4. Talak munajjaz

Talak ini disebut jug dengan talak muajjal. Dalam talak muajjaz perceraian langsung berlaku ketika suami mengucapkan kalimat talah saat itu juga.

Ungkapan ini menandai berakhirnya ikatan suami istri dianggap sah. Sehingga talak tidak boleh dijadikan sebagai main-main.

Sejauh Ucap terlontar dari suami yang sah untuk menjatuhkan talak kepada istri yang sah dijatuhkan talak masa maka akan sah talak tersebut. Jangan mencoba coba mengucapkan kalimat talak jika memang tidak berniat untuk menalak.

5. Talak Mudhaf

Penyandaran talak ini ada di waktu yang akan datang sesuai dengan talak ucapan suami. Misalnya kamu saya talak awal bulan Ramadhan tahun ini dan sebagainya.

Talak menjadi sah kalau waktunya sudah tiba sesuai sighat. Akan tetap talak ini tidak berlaki untuk waktu kemarin.

Akan tetapi talak ini jika diucapkan talak untuk waktu sebelum hari esok maka jatuhnya adalah talak munajjaz. Talak munajjaz artinya talaknya sudah sah saat itu juga m

6. Talak muallaq

Jenis talak ini mempersyaratan suatu hal agar talak menjadi sah. Talak ini disebut juga dengan talak taliq yang talaknya bergantung pada suatu masa mendatang.

Ucapan talaknya ini biasanya ditambah kata jika, apabila dan semisalnya. Misalnya apabila kamu masuk rumah si fulan lagi maka kita cerai.

Atau contohnya lain adalah jika kamu bertemu dengan aldo lagi saya dan kamu otomatis cerai. Itulah macam-macam talak dalam islam. Bagaimana pun juga talak di benci oleh Allah SWT sekalipun diperbolehkan.

The post 6 Jenis Talak Dalam Islam Beserta Pemahamannya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hak Mantan Istri dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hak-mantan-istri-dalam-islam Sun, 30 Dec 2018 06:41:10 +0000 https://dalamislam.com/?p=4797 Dalam sebuah pernikahan untuk mencapai makna pernikahan dalam islam, terkadang terdapat masalah hingga menimbulkan perceraian, ketika terjadi peristiwa tersebut, seringkali hubungan komunikasi terputus dan keduanya tidak menjalankan kewajiban masing masing, bahkan tidak sedikit yang bertengkar karena masalah hak asuh dsb. Dalam islam, sesuai dengan syarat laki laki menikah dalam islam, seorang mantan istri yang telah […]

The post Hak Mantan Istri dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam sebuah pernikahan untuk mencapai makna pernikahan dalam islam, terkadang terdapat masalah hingga menimbulkan perceraian, ketika terjadi peristiwa tersebut, seringkali hubungan komunikasi terputus dan keduanya tidak menjalankan kewajiban masing masing, bahkan tidak sedikit yang bertengkar karena masalah hak asuh dsb.

Dalam islam, sesuai dengan syarat laki laki menikah dalam islam, seorang mantan istri yang telah dicerai oleh suaminya tetap mendapatkan hak berupa hak (nafkah) dan lainnya, hal tersebut telah diatur dalam syariat islam, berikut selengkapnya mengenai Hak Mantan Istri dalam Islam. Dalam hal ini, terdapat berbagai hukum sesuai dengan peristiwa perceraian yang terjadi, yakni :

1. Jika seorang suami mencerai istrinya, maka hukum pemberian hak (nafkah) padanya yaitu:

  • Jika istri sedang hamil

Jika ketika dicerai, sang mantan istri itu hamil, sesuai hukum menceraikan istri yang sedang hamilmaka wajib bagi suami untuk terus memberinya hak (nafkah) (biaya kehidupan sehari hari) hingga mantan istrinya melahirkan. Jika mantan istrinya telah melahirkan maka tidak wajib baginya memberinya hak (nafkah) lagi, karena masa ‘iddahnya selesai dan bukan lagi berpredikat sebagai istrinya. Sesuai ayat: “ Dan jika mereka (mantan istri mantan istri yang sudah dicerai) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka hak (nafkah)nya hingga mereka bersalin”. QS. Ath Thalaq: 6

  • Jika masih bisa rujuk

Jika mantan istri tersebut tidak hamil hukum cerai bagi wanita hamil dan cerainya adalah cerai raj’i (yang masih bisa rujuk), maka ketika masa ‘iddahnya selesai, sang suami tidak berkewajiban memberinya hak (nafkah) menurut pendapat yang benar, sesuai hadis Fathimah binti Qois dari Rasulullah, beliau bersabda tentang wanita yang dicerai ba’in;‘’Tidak ada hak tempat tinggal dan hak (nafkah) baginya.’’ (HR.Muslim 2717)

  • Jika masih masa iddah

Adapun jika mantan istri tersebut masih dalam masa ‘iddah maka tetap mendapatkan hak seorang janda dalam islam, maka suami tetap wajib memberinya hak (nafkah), karena saat itu masih dianggap sebagai mantan istrinya, sampai masa ‘iddahnya selesai. Atau jika mantan istri tersebut tengah menyusui anaknya, maka ia harus memberikan upah/ imbalan kepada mantan istrinya atas jasa menyusui anaknya berdasarkan kesepakatan yang telah terlebih dahulu disetujui oleh keduanya, sebagaimana dalam QS Ath Thalaq ayat 6: “” kemudian jika mereka menyusukan (anak anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya”.

Sebab itu, jika mantan istri tersebut masih dalam masa ‘iddah dan cerainya cerai raj’i (yang masih bisa rujuk), maka suami tersebut tetap memberinya tunjangan sepuluh persen dari gaji tersebut, namun jika masa ‘iddahnya sudah selesai, maka baik perceraian mereka sudah tercatat resmi atau belum, sang suami tidak wajib memberi nafkah mantan istrinya dan tidak boleh memberikan tunjangan sepuluh persen tersebut karena ia bukan lagi mantan istrinya, bahkan suami tersebut harus mengembalikan uang tunjangan tersebut, dan wajib mengurus surat resmi perceraiannya agar tidak lagi menerima tunjangan yang bukan haknya lagi.

2. Hak pengasuhan anak

  • Anak masih kecil

Jika anak anak tersebut masih kecil, maka hak pengasuhannya adalah pada sang mantan istri, selama mantan istri tersebut pantas untuk merawat mereka dan belum menikah lagi. Sebagaimana dalam hadis Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhu bahwa seorang wanita datang mengeluh kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam setelah dicerai suaminya, dan suaminya tersebut ingin mengambil anaknya, maka Nabi bersabda: “Engkau lebih berhak atas pemelihraannya selama engkau belum menikah lagi”. (HR Abu Daud: 2276).

  • Anak sudah berakal

Dan jika anak anak sudah sampai umur tamyiiz (berakal) sekitar umur tujuh tahun, maka mereka diberikan pilihan, mau tinggal bersama ayah mereka atau bersama ibu mereka. Sebagaimana dalam HR Abu Daud (2244) bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam memberikan pilihan bagi seorang anak untuk memilih tinggal bersama ayahnya atau ibunya.

  • Jika istri sibuk

Namun jika mantan istri tersebut sibuk dengan pekerjaannya, sehingga pemeliharaan anak anaknya tidak berjalan dengan baik, atau bahkan terbengkalai, maka ayah mereka harusnya membujuk atau meminta pada mantan istrinya tersebut untuk mengambil anak anaknya agar mendapatkan pemeliharaan dan perhatian yang lebih baik. Jika mantan istrinya tidak mau, sedangkan ia khawatir anak anaknya akan tumbuh dalam kondisi pembinaan yang kurang baik, maka ia hendaknya menuntut hak pemeliharaannya ke pengadilan, dengan alasan ibu mereka tidak lagi pantas memelihara dan membina mereka.

  • Dilarang menelantarkan anak

Jika tidak demikian, maka keduanya (ibu dan ayah) mereka sama sama mendapatkan dosa karena menelantarkan pembinaan anak anaknya. Namun jika ayah mereka sudah berusaha semaksimal mungkin, akan tetapi perkaranya tetap dimenangkan oleh ibu mereka, maka ayah mereka tidak menanggung dosa apapun jika anak anaknya tidak terbina dengan baik, akan tetapi ia tetap wajib menasehati mantan istrinya tersebut dan memperhatikan anak anaknya dari jauh, walaupun jika sudah sampai umur tujuh tahun, mereka harus diberikan pilihan, mau tinggal sama ayah atau ibu mereka.

3. Apakah mantan suami wajib memberi nafkah anak anaknya yang tinggal sama mantan istrinya?

Ya, ia tetap wajib memberi nafkah anak anaknya yang tinggal dengan mantan istrinya sampai anak anak tersebut mencapai umur dewasa atau bisa memberi nafkah diri sendiri, adapun anak wanita, maka ia tetap wajib memberi nafkahnya hingga menikah. Adapun besaran nilai hak (nafkah) ini maka berdasarkan hasil kesepakatan yang dilakukan dihadapan pengadilan.

Ketentuan Pemberian Hak Mantan Istri dalam Islam

Dalam Islam juga disinggung tentang ketentuan kadar hak (nafkah) dan sisi kemampuan memenuhi kewajiban hak (nafkah) memiliki kaitan erat dalam aplikasi hak (nafkah) secara riil, diakui bahwa, memang di kalangan para ulama terjadi perbedaan pandangan mengenai kadar, jenis dan kemampuan hak (nafkah) secara orang perorang dalam pemenuhannya, antara lain dalam hal penentuan jenis kebutuhan hak (nafkah) misalnya.

  • Jenisnya

Dalam Kitab al Akhwa>>l asy Syakhsyiyyah ‘ala> Maza>hib al Khamsah, bahwa sebagian ahli hukum Islam berpendapat bahwa yang dimaksud kebutuhan pokok (jenisnya) dalam hak (nafkah) adalah pangan, sandang dan tempat tinggal. Sementara ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud kebutuhan pokok hanyalah pangan saja tidak menyangkut di dalamnya sandang dan papan atau tempat tinggal.

  • Disesuaikan dengan kemampuan

Hak (nafkah) dalam perceraian dikadar (dibatas) dengan keadaan syara’ yaitu dibatas dengan keadaan syara’ sendiri. Seperti halnya dalam hal ini Imam Malik berpendapat bahwa hak (nafkah) tidak ada batasnya, baik dalam maksimal maupun minimalnya. Namun demikian Abu Hanifah dalam pendapatnya memberikan batasan batasan kewajiban hak (nafkah), yaitu sedikitnya baju kurung, tusuk konde, kudung, tidak boleh lebih dari setengah mahar. Sedang Imam Ahmad berpendapat bahwa mut’ah berupa baju kurung dan kudung yang sekedar cukup dipakai shalat, dan ini sesuai dengan kemampuan suami.

Meskipun demikian ‘urf masyarakat muslim lebih arif dan bijaksana, persepsi mereka tentang hak (nafkah) tidak lain adalah meliputi makanan minuman (pangan), pakaian dan perhiasan (sandang) dan juga tempat tinggal yang layak huni. Kecuali bagi yang benar benar tidak mampu, barangkali pangan itulah yang mereka sediakan.

Selanjutnya mengenai kadar hak (nafkah), dalam hal ini adalah hak (nafkah) bagi mantan isteri, al Qur’an tidak menyebutkan ketentuannya, al Qur’an hanya memberikan pengarahan/ anjuran yang sangat bijaksana, yakni dengan menyerahkan kepada mantan suaminya dengan ukuran yang patut (ma’ruf) sesuai dengan kemampuannya, hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat al Baqarah (2): 236.

Dalam hal ini H. Sulaiman Rasyid berpendapat diwajibkan atas suami memberikan belanja kepada istri yang taat, baik makanan, pakaian, tempat tinggal menurut keadaan di tempat masing masing dan tingkatan suami. Banyaknya menurut hajat dan adat yang berlaku di tempat masing masing,

dengan mengingat tingkatan dan keadaan suami. Intinya yang menjadi ukuran berapa besar hak (nafkah) adalah kemampuan suami. Lebih lanjut Sulaiman Rasyid menguraikan walaupun sebagian ulama mengatakan hak (nafkah) isteri itu dengan kadar yang tertentu tetapi yang mu’tammad tidak ditentukan, hanya sekedar cukup serta menginggat keadaan suami.

Dengan demikian jelas bahwa jika kedapatan suaminya kaya maka disesuaikan dengan kemampuan, hak (nafkah)nya itu sebanding dengan kekayaannya. Begitu juga sebaliknya. Seperti firman Allah dalam surat al Baqarah (2): 223 dan juga surat at Talaq (65): 07, Imam Malik menjelaskan bahwa hak (nafkah) itu tidak ada batasan yang ma’ruf (patut), dalam sedikitnya atau banyaknya.

Itulah hal hal yang wajib diperhatikan dalam pernikahan, ketika terjadi perceraian, maka tetap wajib memberikan nafkah pada mantan istrinya sebab itu merupakan hak mantan istri dan kewajiban mantan suami. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga dapat menjadi wawasan islami yang bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post Hak Mantan Istri dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Talak Di Bulan Ramadhan Menurut Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-talak-di-bulan-ramadhan-menurut-islam Thu, 10 May 2018 08:07:03 +0000 https://dalamislam.com/?p=3466 Pernikahan merupakan cara menyatukan dua individu dalam satu ikatan yang sah menurut agama dan hukum sebagai bentuk cinta sejati dalam islam . Banyak yang menilai bahwa pernikahan merupakan jalan untuk menyempurnakan keimanan seseorang. Namun, dalam ikatan suci ini tentu saja selalu ada masalah dan problematika yang melanda. Ada beberapa pasangan yang kemudian tidak bisa mempertahankan […]

The post Hukum Talak Di Bulan Ramadhan Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan merupakan cara menyatukan dua individu dalam satu ikatan yang sah menurut agama dan hukum sebagai bentuk cinta sejati dalam islam . Banyak yang menilai bahwa pernikahan merupakan jalan untuk menyempurnakan keimanan seseorang.

Namun, dalam ikatan suci ini tentu saja selalu ada masalah dan problematika yang melanda. Ada beberapa pasangan yang kemudian tidak bisa mempertahankan pernikahan dan harus berakhir dengan perpisahan.

Dalam islam sendiri perpisahan atau perceraian merupakan perkara yang juga telah di atur. Meskipun hukumnya tidak di haramkan namun, perceraia sendiri merupakan sesuatu yang amat di benci oleh Allah SWT. Sebagaimana dalam hadist berikut ini :

Perceraian adalah sesuatu hal yang boleh, tapi paling dibenci Allah SWT.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Al Baihaqy).

Meskipun perbuatan yang di benci oleh Allah. Namun, Allah SWT juga telah menjanjikan hal ini kepada mereka yang bercerai. Sebagaimana tertuang dalam firman Allah SWT berikut :

Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-rnasing dari limpahan karunia-Nya…” (An-Nisa’: 130)

Sebagai agama yang sempurna islam tentunya juga mengatur tata urutan bagaimana pasangan kemudian dalam saling bercerai sebagaimana makna pernikahan dalam islam . Dalam hal ini, proses perceraian setiap pasangan muslim diawali dengan tahapan yang disebut dengan talak.

Talak sendiri berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata thalaqa-yuthliqu-thalaqan yang semakna dengan kata thaliq yang bermakna al irsal atau tarku, yang berarti melepaskan dan meninggalkan. Talak muncul sebagai sebuah perlindungan tersendiri bagi kaum perempuan.

Sebelum Islam datang ke tanah arab, masyarakat jahiliyah jika ingin melakukan talak dengan istri mereka dengan cara yang merugikan pihak perempuan. Mereka mentalak istrinya, kemudian rujuk kembali pada saat iddah istrinya hampir habis, kemudian mentalaknya kembali.

Hal ini terjadi secara berulang-ulang, sehingga istrinya menjadi terkatung-katung statusnya. Dengan datangnya islam maka aturan seperti itu diubah dengan ketentuan bahwa talak yang boleh dirujuki itu hanya dua kali. Setelah itu boleh rujuk, tetapi dengan beberapa persyaratan yang berat.

Talak hanya boleh dilakukan oleh suami kepada istrinya sebagaimana hukum talak satu, dua dan tiga . Namun, tentunya ucapan talak ini harus benar-benar dilakukan dengam ikhtiar, sebab jika dalam kondisi terpaksa maka talak yang dijatuhkan dianggap tidak sah.

Talak dapat dijatuhkan kapanpun ketika sang suami meragukan kebersihan tingkah laku isterinya, atau sudah tidak lagi mencintai istrinya. Suami yang boleh menjatuhkan talak hanyalah mereka yang statusnya sah dalam ikatan pernikahan.

Banyak yang mengajukan pertanyaan, bagaimana dengan hukum talak yang di jatuhkan pada bulan ramadhan. Tentunya hal tersebut sangat menganggu essensi dari pelaksanaan bulan suci ini.

Oleh sebab itu, dalam artikel ini akan di bahas mengenai Hukum Talak Di Bulan Ramadhan Menurut Islam. Simak selengkapnya. 

Hukum Talak Di Bulan Ramadhan

Talak adalah perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah meskipun halal. Di dalam bulan Ramadan dianjurkan menjauhi perbuatan yang dibenci Allah. Melakukan perbuatan yang lagha (kosong/tdk bermafaat) saja dapat menyebabkan tidak diterimanya ibadah puasa, apalagi melakukan perbuatan yang dibenci Allah dan menghancurkan  kasih sayang dalam islam .

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ

Betapa banyak orang yang berpuasa, namun yang dia dapatkan dari puasanya hanya lapar dan dahaga.” (HR. Ahmad 8856, Ibn Hibban 3481, Ibnu Khuzaimah 1997 dan sanadnya dishahihkan Al-A’zami).

Dalam hadist  sebagai sumber syariat islam tersebut dijelaskan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak bermanfaat hanya akan mendapatkan lapar dan haus saja dari puasa yang dijalaninya. Ia tidak akan mendapatkan hal apapun, selain daripada lapar dan haus tersebut.

Tentu saja hal ini sangat merugikan, sebab anda tidak akan bisa mendapatkan pahala apapun dari ibadah di bulan ramadhan hanya karena talak yang di jatuhkan pada bulam ramadhan tersebut.

Ramadhan merupakan bulan suci  yang selalu dinanti-nantikam oleh semua umat muslim di dunia. Bulan ini merupakan bulan dimana segala bentuk kebaikan akan dilipat gandakan pahalanya.

Oleh karena itu, tentunya bulan ini me jadi bulan yang memberikan kesempatam kepada kita untuk dapat meraih ladang pahala sebanyak-banyaknya. Tentunya dengan jalan melakukan berbagai perbuatan baik yang di sukai oleh Allah SWT.

Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata,

Ketika engkau berpuasa maka hendaknya pendengaran, penglihatan dan lisanmu turut berpuasa, yaitu menahan diri dari dusta dan segala perbuatan haram serta janganlah engkau menyakiti tetanggamu. Bersikap tenang dan berwibawa di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Latho’if Al Ma’arif, 277).

Bulan ramadhan mengharuskan kita untuk benar-benar menjaga semua indera. Baik pendengaran, penglihatan bahkan yang paling penting adalah lisan. Dimana lisan harus benar-benar dijaga dari ucapan yang tidak bermanfaat. Salah satu ucapan tersebut adalah ucapan talak yang pastinya akan berdampak pada pelaksanaan ibadah puasa yang dijalankan.

Sebagaimana sudah sangat dijelaskan sejak awal, bahwa talak atau perceraian adalah perbuatan yang amat dibenci oleh Allah SWT.

Meskipun tidak ada larangan dari Nya namun sesungguhnya Allah SWT sangat membeci hal ini. Sebab talak akan menjadikan dua insan yang dahulunya saling mencingai kemudian berpisah. Dampak perpisahan ini bermacam-macam sebagian kecil dapat tetap akur demi sang buah hati dan sebagian besarnya malah menjadi musuh dan saling membenci.

Islam sendiri merupakan agama yang mengajarkan cinta damai. Saling mencintai, persatuan dan samgat anti terhadap permusuhan sikap saling membenci.

Oleh sebab itu, talak sendiri menjadi salah satu hal yang amat dibernci oleh Allah SWT sebab tidak sesuai dengan tujuan dan nilai islam. Apalagi jika dilakukam di saat bulan ramadhan tiba, pastinya hal tersebut akan sangat dibenci.

Al-Baydhowi rahimahullah mengatakan,

Ibadah puasa bukanlah hanya menahan diri dari lapar dan dahaga saja. Bahkan seseorang yang menjalankan puasa hendaklah mengekang berbagai syahwat dan mengajak jiwa pada kebaikan. Jika tidak demikian, sungguh Allah tidak akan melihat amalannya, dalam artian tidak akan menerimanya.” (Fathul Bari, 4/117).

Ramadhan bukan hanya bulan dimana anda melakukan ibadah puasa dengan menahan lapar dan haus. Namun, esensinya tentu lebih dalam dari hal tersebut.

Anda bahkan harus menanggalkan semua atribut yang bisa mengarah kepada perbuatan maksiat. Dan yang lebih sederhananya adalah anda diwajibkan untuk menahan hawa nafsu dan kemarahan serta segala perbuatan yang tidak bermanfaat.

Dengan demikian sampailah kita kepada kesimpulan bahwa hukum talah dibulan ramadhan menurut islam adalah dilarang hukumnya sebab dapat mengacaukan esensi ibadah puasa itu sendiri. Bahwa talak dianggap dapat membawa ibada puasa menjadi tidak diterima amal ibadahnya.

Sesungguhnya bulan ini merupakan kesempatan bagi manusia untuk memperbaiki diri dan mengumpulkam pagala sebanyak mungkin. Sehingga jangan mengotorinya dengan perbuatan yang pastinya paling dibenci oleh Allah SWT.

The post Hukum Talak Di Bulan Ramadhan Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Syarat Perceraian Dalam Islam yang Wajib Diketahui https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/syarat-perceraian-dalam-islam Sat, 10 Feb 2018 06:38:52 +0000 https://dalamislam.com/?p=2765 Perceraian merupakan sebuah proses yang menyebabkan ikatan antara suami istri menjadi terputus. Lebih luas dijelaskan bahwa dalm islam perceraian lebih dikenal dengan istilah talak yang bukan merupakan tujuan pernikahan dalam islam . Terdapat banyak penyebab yang bisa membuat perceraian antara suami dan istri terjadi. Namun pada dasarnya beberapa hal berasal dari adanya godaan setan.  Raja […]

The post 5 Syarat Perceraian Dalam Islam yang Wajib Diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Perceraian merupakan sebuah proses yang menyebabkan ikatan antara suami istri menjadi terputus. Lebih luas dijelaskan bahwa dalm islam perceraian lebih dikenal dengan istilah talak yang bukan merupakan tujuan pernikahan dalam islam . Terdapat banyak penyebab yang bisa membuat perceraian antara suami dan istri terjadi. Namun pada dasarnya beberapa hal berasal dari adanya godaan setan.  Raja setan ini sangat bangga dan senang ketika ada anak buahnya yang mampu memisahkan antara suami-istri. Disebutkan dalam hadis dari Jabir, Nabi Saw bersabda,

Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di antara mereka ada yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini.’ Iblis berkomentar, ‘Kamu belum melakukan apa-apa.’
Datang yang lain melaporkan, ‘Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah bepisah (talak) dengan istrinya.’ Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan berkata, ‘Sebaik-baik setan adalah kamu’”. (HR. Muslim, no.2813)

Lebih lanjut, masalah perceraian ini juga di jelaskan dalam firman Allah SWT surat al Baqarah ayat 227 yang berbunyi,

“Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” Ayat tentang hukum perceraian ini berlanjut pada surat al Baqarah ayat 228 hingga ayat 232.

Perceraian atau hukum talak dalam pernikahan  bukan merupakan hal yang diharamkan dalam islam, namun Allah SWT sendiri sangat membenci hal tersebut. Sebagaimana Imam At-Tirmizi ra (1863): Katsir bin ‘Ubaid telah menceritakan kepada kami (dia berkata): Muhammad bin Khalid telah menceritakan kepada kami dari Mu’arrif bin Washil dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu Umar dari Nabi saw beliau bersabda:

Perkara halal yg paling Allah benci adalah perceraian”.

Syarat Perceraian Dalam Islam

Dalam islam perceraian memang tidak dilarang. Karena bagaimanapun dalam membangun rumah tangga dalam islam tidak akan mampu bertahan tanpa adanya kecocokan dan timbulnya percekcokan secara terus menerus. Meskipun begitu Ad-Dailami meriwayatkan dari Muqatil bin Sulaiman dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi saw :

Tidak ada hal yang Allah halalkan yang lebih Dia cintai daripada pernikahan. Dan tidak ada hal yang Allah halalkan yang lebih Dia benci daripada perceraian.”

Hadist tersebut mengartikan bahwa Allah SWT sangat membenci perceraian. Dalam banyak kasus mereka yang telah resmi bercerai akan saling membenci bahkan setelahnya. Perceraian tidak dapat terjadi tanpa ada syarat yang dipenuhi oleh kedua belah pihak. Karena itulah, dalam islam sendiri diatur mengenai syarat perceraian yang akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.

1. Adanya Ucapan Talak dari Suami Kepada Istri

Dalam islam proses perceraian dimulai dengan tahap tahap menjatuhkan talak. Talak merupakan hal yang hanya dapat dilakukan oleh suami atau pihak laki-laki simak lebih lengkap dalam talak, hukum dan jenisnya  . Dalam islam talak merupakan pengertian perceraian antara suami dan istri . Talak berasal dari bahasa arab atau yang biasa disebut thalaq berasal  yang diambil dari kata thalaqa-yuthliqu-thalaqan yang semakna dengan kata thaliq yang bermakna al irsal atau tarku, yang berarti melepaskan dan meninggalkan.

Talak merupakan hal yang diperbolehkan hukumnya jika suami meragukan kebersihan tingkah laku dari istrinya. Dalam hal ini, syarat perceraian dalam islam yang pertama ialah adanya ucapan talak dari suami kepada istri. Tanpa adanya ucapan talak maka perceraian tidak akan pernah terjadi. Yang berhak menjatuhkan talak ialah mereka yang merupakan suami sah baik di mata agama ataupun hukum.

2. Tidak Diucapkan Dalam Keadaan Mabuk 

Utsman bin ‘Affan ra. berkata,

Semua bentuk talak berlaku, kecuali talak (cerai) yang diucapkan orang mabuk dan orang gila”

Artinya bahwa dalam syarat perceraian maka talak yang diucapkan harus dalam keadaan sadar. Jika talak atau ucapan perceraian di ucapkan dalam kondisi mabuk, maka hal tersebut tidak dapat berlaku sebagai talak. Pada dasarnya orang mabuk tidak berada dalam tingkat kesadarannya, karenanya semua ucapan yang di ucapan tidak memiliki kekuatan apakah benar-benar ingin diucapkan atau sekadar bualan saja. Karena itulah talak yang diucapkan oleh seoranf yang sedang mabuk tidak dapat di terima sebagai talak yang sesungguhnya.

3. Tidak Ada Paksaan dari Pihak Manapun

Perceraian merupakan sebuah proses terjadinya perpisahan antara suami dan istri yang sebelumnya telah  menjalani ikatan pernikahan. Tentunya hal ini dapat berlangsubg sangat berat bagi kedua  belah pihak. Yang pertu ditekankan disini adalah bahwa syarat perceraian yang sah ialah kedua belah pihak agas keinginan sendiri dan dengan kesadaran serta tanpa paksaan untuk bercerai. Karena jika terdapat unsur paksaan, maka perceraian tersebut akan gugur. Sebagai mana hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dibawah ini :

Sesungguhnya Allah menggugurkan (pahala atau dosa) atas umtku dalam beberapa perbuatan yang dilakukan karena kesalahan, lupa, dan dipaksa.” (HR. Ibnu Majah)

4. Tidak Diucapkan Dalam Kondisi Marah

Marah merupakan salah satu sifat manusiawi. Terkadang karena sesuatu yang menyakitkan hati atau perasan di bohongi seseorang akan bisa merasa sangat merah pada pasangannya. Terlebih lagi jika ada unsur penghianatan, maka sudah pasti kemarahan akan memuncak. Namun, jika dalam kondisi tersebut anda mengucapkan ucapan perceraian atau talak. Maka talak tersebut akan yidak berlaku. Salah satu syarat perceraian yang sah adalah ucapan talak yang diucapkan dalam kondisi sadar dan tidak diliputi amarah. Sebagaimana dalam hadist berikut :

“Tidak berlaku talak (cerai) ataupun memerdekakan budak dalam keadaan pikiran tertutup.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

5. Merupakan Keputusan Yang Diambil oleh Kedua Belah Pihak

Syarat perceraian dalam islam yang sah berikutnya ialah, bahwa keputusan perpisahan tersebut di ambil oleh kedua belah pihak. Tanpa ada campur tangan dari pihak lain. Karena tidak jarang, pada kenyataannya malah ada beberapa pihak terutama berasal dari lingkungan keluarga yang menginginkan adanya perceraian tersebut. Ada berbagai kepentingan yang mendasari campur tangan tersebut, apalagi jika kedua belah pihak tidak ada yang mau mengakui kesalahan dan keurangan masing-masing.

Padahal rumah tangga merupakan hal yang harus di tangani sendiri oleh kedua belah pihak. Artinya bahwa dalam permasalahan apapun seharusnya dapat diselesaikan sendiri oleh kedua belah pihak. Semakin banyak pihak yang terlibat maka kepentingan didalamnya juga akan semakin banyak. Selain itu juga ada berbagai pengaruh yang bisa anda dapatkan dari orang lain yang turut campur didalam permasalahan pernikahan anda.

Itulah tadi 5, syarat perceraian dalam islam yang wajib anda ketahui. Dengan demikian maka anda bisa lebih memahami dan mengerti dengan istilah yang ada di dalamnya. Serta kita dapat dijauhkan dari hal yang paling di benci oleh Allah SWT dan dapat semakin menerapkan cara menjaga keharmonisan dalam rumah tangga  . Semoga artikel ini dapat bermanfaat.

The post 5 Syarat Perceraian Dalam Islam yang Wajib Diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Perceraian dalam Islam beserta Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-perceraian-dalam-islam Thu, 20 Jul 2017 08:54:40 +0000 http://dalamislam.com/?p=1774 Dalam hubungan berumah tangga, pastilah kita mengharapkan hubungan yang langgeng, bahagia dan terus bersama hingga maut memisahkan. Masalah dalam kehidupan berumah tangga memang pasti ada. Namun, sebagai pasangan suami istri yang telah berkomitmen di hadapan Allah haruslah berusaha untuk menyelesaikan segala permasalahan rumah tangga bersama-sama. Sayangnya, dewasa ini makin banyak pasangan suami istri yang merasa […]

The post Hukum Perceraian dalam Islam beserta Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam hubungan berumah tangga, pastilah kita mengharapkan hubungan yang langgeng, bahagia dan terus bersama hingga maut memisahkan. Masalah dalam kehidupan berumah tangga memang pasti ada. Namun, sebagai pasangan suami istri yang telah berkomitmen di hadapan Allah haruslah berusaha untuk menyelesaikan segala permasalahan rumah tangga bersama-sama. Sayangnya, dewasa ini makin banyak pasangan suami istri yang merasa bahwa permasalahan mereka tidak akan terselesaikan kecuali dengan bercerai.

Perceraian atau bisa juga disebut talak adalah pemutusan hubungan suami istri dari hubungan pernikahan yang sah menurut aturan agama Islam dan negara. Perceraian dianggap sebagai cara terakhir yang bisa diambil oleh pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah yang mungkin mereka miliki. Padahal tidak menutup kemungkinan jika keputusan bercerai yang mereka ambil akan membawa masalah berikutnya, terutama ang berkaitan dengan hak asuh anak. Oleh karena itu, sebaiknya kita sebisa mungkin berusaha untuk mencegah terjadinya perceraian ini.

baca juga:

Definisi Perceraian

Menurut syariat Islam, cerai adalah melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri. dengan adanya perceraian ini, maka gugurlah hak dan kewajiban mereka sebagai suami dan istri. artinya, mereka tidak lagi boleh berhubungan sebagai suami istri, menyentuh atau berduaan, sama seperti ketika mereka belum menikah dulu.

Perceraian berdasarkan al Quran

Islam telah mengatur segala sesuatu dalam al Quran. Tidak hanya aturan dalam beribadah, seperti sholat, zakat, puasa, haji dan lain-lain, Islam juga memberi aturan pada manusia dalam kehidupannya bersosialisasi. Bahkan, al Quran juga mengatur adab dan aturan dalam berumah tangga, termasuk bagaimana jik ada masalah yang tak terselesaikan dalam rumah tangga tersebut.

Islam memang mengizinkan perceraian, tapi Allah membenci perceraian itu. Itu artinya, bercerai adalah pilihan terakhir bagi pasangan suami istri ketika memang tidak ada lagi jalan keluar lainnya. Dalam surat al Baqarah ayat 227 disebutkan, “Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” Ayat tentang hukum perceraian ini berlanjut pada surat al Baqarah ayat 228 hingga ayat 232.

Dalam ayat-ayat surat al Baqarah di atas, diterangkan aturan-aturan mengenai hukum talak, masa iddah bagi istri, hingga aturan bagi wanita yang sedang dalam masa iddahnya. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa agama Islam memberi aturan yang sangat lengkap tentang hukum perceraian. Tentu saja aturan-aturan ini sangat memperhatikan kemaslahatan pihak suami dan istri dan mencegah adanya kerugian di salah satu pihak.

Tidak hanya di surat al Baqarah, di surat ath-Thalaq ayat 1-7 juga dibahas aturan-aturan dalam berumah tangga. Di situ disebutkan tentang kewajiban suami terhadap istri hingga bagaimana aturan ketika seorang istri berada dalam masa iddah. Dari beberapa ayat yang telah dibahas, maka kita ketahui bahwa dalam Islam perceraian itu tidak dilarang, namun harus mengikuti aturan-aturan tertentu.

baca juga:

Jenis-jenis Cerai

Mungkin sebelumnya kita telah sedikit mengetahui bahwa perceraian atau talak bisa dilakukan oleh suami, atau istri yang menuntut cerai suaminya. Berikut ini akan dibahas jenis-jenis cerai yang bisa dibedakan dari siapa kata cerai tersebut terucap.

A. Cerai Talak oleh Suami

Perceraian ini yang paling umum terjadi, yaitu si suami yang menceraikan istrinya. Hal ini bisa saja terjadi karena berbagai sebab. Dengan suami mengucapkan kata talak pada istrinya, masa saat itu juga perceraian telah terjadi, tanpa perlu menunggu keputusan pengadilan. (Baca juga: Talak)

  • Talak Raj’i

Pada talak raj’I, suami mengucapkan talak satu atau talak dua kepada istrinya. Suami boleh rujuk kembali dengan istrinya ketika masih dalam masa iddah. Namun, jika masa iddah telah habis, suami tidak boleh lagi rujuk kecuali dengan melakukan akad nikah baru. (Baca juga: Perbedaan Talak Satu, Dua dan Tiga)

  • Talak Bain

Talak Baik adalah perceraian dimana suami mengucapkan talak tiga kepada istrinya. Dalam kondisi ini, istri tidak boleh dirujuk kembali. Suami baru akan boleh merujuk istrinya kembali jika istrinya telah menikah dengan lelaki lain dan berhubungan suami istri dengan suami yang baru lalu diceraikan dan habis masa iddahnya. (Baca juga: Hukum Talak Dalam Pernikahan)

  • Talak Sunni

Talak sunni ini adalah ketika suami mengucapkan cerai talak kepada istrinya yang masih suci dan belum melakukan hubungan suami istri saat masih suci tersebut.

  • Talak Bid’i

Suami mengucapkan talak kepada istrinya saat istrinya sedang dalam keadaan haid atau ketika istrinya sedang suci namun sudah disetubuhi.

  • Talak Taklik

Pada talak taklik, seorang suami akan menceraikan istrinya dengan syarat-syarat tertentu. Dalam hal ini, jika syarat atau sebab yang ditentukan itu berlaku, maka terjadilah perceraian atau talak.

B. Gugat Cerai Istri

Berbeda dengan talak yang dilakukan oleh suami, gugat cerai istri ini harus menunggu keputusan dari pengadilan. (Baca juga: Hukum Wanita Minta Cerai)

  • Fasakh

Fasakh merupakan pengajuan cerai tanpa adanya kompensasi dari istri ke suami akibat beberapa perkara, antara lain suami tidak memberi nafkah lahir batin selama 6 bulan berturut-turut, suami meninggalkan istri selama 4 bulan berturut-turut tanpa kabar, suami tidak melunasi mahar yang disebutkan saat akad nikah (baik sebagian atau seluruhnya) sebelum terjadinya hubungan suami istri, atau adanya perlakuan buruk dari suami kepada istrinya. (Baca juga: Ciri Suami Durhaka Terhadap Istri)

  • Khulu’

Adalah perceraian yang merupakan buah kesepakatan antara suami dan istri dengan adanya pemberian sejumlah harta dari istri kepada suami. Terkait dengan hal ini terdapat pada surat al Baqarah ayat 229.

baca juga:

Hukum Perceraian

Hukum perceraian dalam Islam bisa beragam. Berdasarkan akar masalah, proses mediasi dan lain sebagainya, perceraian bisa bernilai wajib, sunnah, makruh, mubah, hingga haram. Berikut ini akan dibahas perincian hukum perceraian dalam Islam:

  1. Perceraian Wajib

Sebuah perceraian bisa memiliki hukum wajib, jika pasangan suami istri tersebut tidak lagi bisa berdamai. Mereka berdua sudah tidak lagi memiliki jalan keluar lain selain bercerai untuk menyelesaikan masalahnya. Bahkan, setelah adanya dua orang wakil dari pihak suami dan istri, permasalahan rumah tangga tersebut tidak kunjung selesai dan suami istri tidak bisa berdamai. Biasanya, masalah ini akan dibawa ke pengadilan dan jika pengadilan memutuskan bahwa talak atau cerai adalah keputusan yang terbaik, maka perceraian tersebut menjadi wajib hukumnya.

Selain adanya permasalahan yang tidak bisa diselesaikan, ada lagi alasan lain yang membuat bercerai menjadi wajib hukumnya. Yaitu ketika si istri melakukan perbuatan keji dan tidak lagi mau bertaubat, atau ketika istri murtad atau keluar dari agama Islam. Dalam masalah ini, seorang suami menjadi wajib untuk menceraikannya. (Baca juga: Hukum Istri Melawan Suami Menurut Islam)

  1. Perceraian Sunah

Ternyata, perceraian juga bisa mendapatkan hukum sunnah ketika terjadi syarat-syarat tertentu. Salah satu penyebab perceraian menjadi sunnah hukumnya adalah ketika seorang suami tidak mampu menanggung kebutuhan istrinya. Selain itu, ketika seorang istri tidak lagi menjaga martabat dirinya dan suami tidak mampu lagi membimbingnya, maka disunnahkan untuk seorang suami menceraikannya. (Baca juga: Hukum Suami Tidak Menafkahi Istri Dalam Islam)

  1. Perceraian Makruh

Jika seorang istri memiliki akhlak yang mulia, mempunyai pengetahuan agama yang baik, maka hukum untuk menceraikannya adalah makruh. Inilah hukum asal dari perceraian. Hal ini dianggap suami tersebut sebenarnya tidak memiliki sebab yang jelas mengapa harus menceraikan istrinya, jika rumah tangga mereka sebenarnya masih bisa diselamatkan. (Baca juga: Ciri Istri Durhaka Terhadap Suami)

  1. Perceraian Mubah

Ada beberapa sebab tertentu yang menjadikan hukum bercerai adalah mubah. Misalnya, ketika suami sudah tidak lagi memiliki keinginan nafsunya atau ketika istri belum datang haid atau telah putus haidnya.

  1. Perceraian Haram

Ada kalanya perceraian yang dilakukan memiliki hukum haram dalam Islam. Hal ini terjadi jika seorang suami menceraikan istrinya pada saat si istri sedang haid atau nifas, atau ketika istri pada masa suci dan di saat suci tersebut suami telah berjimak dengan istrinya. Selain itu, seorang suami juga haram untuk menceraikan istrinya jika bertujuan untuk mencegah istrinya menuntut hartanya. Tidak hanya itu, diharamkan juga untuk mengucapkan talak lebih dari satu kali.

baca juga:

Rukun Perceraian

Dalam proses perceraian pun, Islam telah memiliki aturan atau rukun sendiri yang harus dipenuhi. Hal ini merupakan syarat sahnya perceraian, sehingga jika tidak dipenuhi maka tidak sah pula proses perceraian tersebut. Berikut ini adalah rukun perceraian yang harus diketahui:

  • Rukun Perceraian untuk Suami

Perceraian tersebut akan menjadi sah, apabila seorang suami berakal sehat, baligh dan dengan kemauan sendiri. Maka, jika suami tersebut menceraikan istrinya karena ada paksaan dari pihak lain, seperti orang tua ataupun keluarganya, maka perceraian tersebut menjadi tidak sah.

  • Rukun Perceraian untuk Istri

Sementara itu, seorang istri akan sah perceraiannya, jika akad nikahnya dengan suami sah dan dia belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya.

Semoga keluarga kita selalu dalam lindungan Allah, ya!

The post Hukum Perceraian dalam Islam beserta Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Wanita Minta Cerai Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-wanita-minta-cerai Wed, 05 Oct 2016 02:31:17 +0000 http://dalamislam.com/?p=928 Dalam membina suatu hubungan pernikahan tentunya siapapun menginginkan rumah tangganya berjalan dengan baik tanpa adanya suatu halangan (baca membangun rumah tangga dalam islam). Islam sendiri adalah agama yang senantiasa menganjurkan umatnya untuk membina hubungan suami istri yang baik dan menimbulkan rasa kasih sayang diantara mereka, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar rum ayat 21 […]

The post Hukum Wanita Minta Cerai Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam membina suatu hubungan pernikahan tentunya siapapun menginginkan rumah tangganya berjalan dengan baik tanpa adanya suatu halangan (baca membangun rumah tangga dalam islam). Islam sendiri adalah agama yang senantiasa menganjurkan umatnya untuk membina hubungan suami istri yang baik dan menimbulkan rasa kasih sayang diantara mereka, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar rum ayat 21 yang bunyinya

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS Ar rum : 21)

Meskipun demikian, tidak selamanya dan tidak semua pasangan yang menikah selalu memiliki rumah tangga yang bahagia. Terkadang masalah-masalah muncul dan mengakibatkan retaknya hubungan diantara suami istri. Sering kita mendengar seorang istri yang menggugat cerai suaminya, lalu bagaimanakah sebenarnya hukum wanita menggugat cerai suami dalam islam? Untuk mengetahuinya simak penjelasan berikut. (baca juga cara menjaga keharmonisan rumah tangga)

Pengertian Gugat Cerai

Seorang wanita atau istri bisa melayangkan gugatan cerai kepada suaminya. Gugat cerai sendiri adalah istilah yang diberikan pada seorang wanita atau istri yang mengajukan cerai kepada suaminya. Permintaan cerai tersebut diajukan oleh wanita kepada pihak pengadilan dan selanjutnya pengadilanlah yang akan memproses dan menyetujui atau menolak gugatan cerai tersebut. Meskipun keputusan cerai ada di tangan suami, jika pengadilan atau hakim menyetujui gugatan cerai dari pihak istri, maka hakim bisa memaksa suami untuk menjatuhkan talak pada istrinya. (baca juga hukum talak dalam pernikahan dan perbedaan talak satu, dua dan tiga)

Dalam islam, gugatan cerai memiliki dua istilah yakni fasakh dan khulu. fasakh adalah lepasnya ikatan nikah antara suami istri dan istri tidak mengembalikan hmaharnya atau memberikan kompensasi pada suaminya. Sementara khulu adalah gugatan cerai istri dimana ia mengemblikan sejumlah harta atau maharnya kepada sang suami. (baca menikah tanpa cinta menurut islam dan cinta menurut islam)

Hukum Wanita Gugat Cerai Suami

Seorang wanita atau istri boleh saja menggugat cerai suaminya asalkan dengan syarat dan alasan yang jelas. Dalam sebuah hadits diriwayatkan seorang wanita yang takut berbuat kufur karena ia tidak menyukai suaminya meski suaminya memiliki perangai yang baik akan tetapi fisiknya tidaklah disukai oleh sang istri. Adapun hal tersebut disebutkan dalam hadits berikut ini (baca ciri-ciri istri shalehah)

“Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya istri Tsâbit bib Qais mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai, Rasulullah. Aku tidak mencela Tsâbit bin Qais pada akhlak dan agamanya, namun aku takut berbuat kufur dalam Islam,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apakah engkau mau mengembalikan kepadanya kebunnya?” Ia menjawab,”Ya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,” lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ambillah kebunnya, dan ceraikanlah ia”. [HR al-Bukhari]

Gugat Cerai Tanpa Alasan

Wanita yang menggugat cerai suaminya tanpa alasan maka haramlah baginya bau surga sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW berikut

“Siapa saja wanita yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas wanita tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa seorang hukum wanita minta cerai atau istri boleh saja mengajukan gugat cerai dengan alasan yang jelas dan tidaklah benar jika seorang wanita atau istri menggugat cerai suaminya tanpa alasan yang jelas dan hal tersebut dibenci oleh Allah SWT. (baca juga konflik dalam keluarga )

Alasan Seorang Wanita Gugat Cerai Suaminya

Tujuan utama pernikahan memang untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Namun, jika terjadi suatu hal yang dirasa memberatkan sang istri maka ia boleh mengajukan gugatan cerai pada suaminya. Adapun seorang wanita diperbolehkan mengajukan gugatan cerai pada suaminya dengan alasan-alasan yang syar’i. Alasan-alasan tersebut diantaranya :

  1. Suami membenci istri tapi tidak mau menceraikannya

Seorang istri bisa menggugat cerai suaminya jika suaminya tidak mencintai dirinya dan jelas mengungkapkan kebencian pada istrinya sehingga membuat sang istri merasa tidak bahagia sementara sang suami juga tidak mau menceraikannya.

2. Suami menganiaya istri

Apabila seorang suami gemar mencaci, memaki dan menganiaya istrinya secara fisik dan membuat sang istri menderita, maka boleh bagi sang istri atau wanita tersebut untuk mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya.

3. Suami Tidak Menjalankan kewajiban agama

Seorang suami yang tidak pernah menjalankan kewajibannya pada sang istri misalnya  berbuat buruk pada sang istri, tidak menjalankan perintah agama, berzina (baca zina dalam islam dan cara menghapus dosa zina), selingkuh dan lain sebagainya. Jika suami berperilaku demikian maka wajarlah jika istri mengajukan gugatan cerai pada suaminya. (baca juga perselingkuhan dalam rumah tangga)

4. Suami tidak menafkahi istri

Kewajiban dan tugas seorang suami adalah menafkahi istrinya dan apabila suami tidak mau menafjahi istrinya meskipun ia tidak memiliki atau memiliki harta maka boleh bagi sang istri untuk mengajukan gugatan cerai.

5. Suami tidak memenuhi kebutuhan biologis istri

Seorang istri boleh menggugat cerai suaminya apabila sang suami tidak mampu memenuhi kebutuhan biologisnya karena suatu penyakit atau cacat, maupun jika suami memiliki istri lain dan ia tidak memenuhi kebutuhan istrinya tersebut karena lebih menyukai istri yang lain. Dengan alasan demikian, istri boleh mengajukan gugat cerai. (baca kewajiban suami terhadap istri)

6. Suami tidak jelas kabar dan keberadaannya

Seorang suami yang hilang dan tidak ada kabarnya setelah sekian lama meninggalkan istrinya misalnya untuk mencari nafkah, maka sang istri boleh mengajukan gugatan cerai. Hal ini disebutkan dalam suatu hadits berikut ini

Diriwayatkan dari Umar Ra bahwasanya telah datang seorang wanita kepadanya yang kehilangan kabar tentang keberadaan suaminya. Lantas Umar berkata: tunggulah selama empat tahun, dan wanita tersebut melakukannya. Kemudian datang lagi (setelah empat tahun). Umar berkata: tunggulah (masa idah) selama empat bulan sepuluh hari. Kemudian wanita tersebut melakukannya. Dan saat datang kembali, Umar berkata: siapakah wali dari lelaki (suami) perempuan ini? kemudian mereka mendatangkan wali tersebut dan Umar berkata: “ceraikanlah dia”, lalu diceraikannya. Lantas Umar berkata kepada wanita tersebut: “Menikahlah (lagi) dengan laki-laki yang kamu kehendaki”.

7. Istri tidak menyukai suami dan takut berbuat kufur

Jika seorang istri tidak menyukai suaminya dan ia takut jika berbuat kufur serta memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri dengan baik maka ia dibolehkan untuk mengajukan gugatan cerai pada suaminya asalkan ia mau mengembalikan sejumlah harta atau mahar yang diberikan oleh suaminya sebagaimana yang disebutkan dalam dalil sebelumnya. (baca kewajiban istri terhadap suami dan ciri-ciri istri durhaka)

Dapat disimpulkan bahwa hukum wanita menggugat cerai suaminya adalah boleh atau sah-sah saja asalkan sang istri memiliki alasan yang jelas mengapa ia menggugat cerai suaminya. Meskipun demikian, ada baiknya jika sang istri yang mengalami masalah dalam rumah tangga bersabar dan tetap memerima dan mendoakan suaminya agar rumah tangganya tetap terjaga dengan baik. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Wanita Minta Cerai Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Perbedaan Talak Satu, Dua dan Tiga beserta Penjelasannya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/perbedaan-talak-satu-dua-dan-tiga Wed, 27 Apr 2016 04:55:10 +0000 http://dalamislam.com/?p=568 Islam senantiasa mengajarkan kebaikan dalam hidup manusia. Islam juga mengatur bagaimana cara hidup dengan manusia yang lain termasuk pernikahan. Pernikahan adalah salah satu ibadah dalam islam dan memiliki beberapa rukun dan syarat-syarat akad nikah. Mencari jodoh dalam islam atau yang seringkali disebut dengan taaruf adalah salah satu hal yang dianjurkan untuk mencari kriteria calon suami […]

The post Perbedaan Talak Satu, Dua dan Tiga beserta Penjelasannya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Islam senantiasa mengajarkan kebaikan dalam hidup manusia. Islam juga mengatur bagaimana cara hidup dengan manusia yang lain termasuk pernikahan. Pernikahan adalah salah satu ibadah dalam islam dan memiliki beberapa rukun dan syarat-syarat akad nikah. Mencari jodoh dalam islam atau yang seringkali disebut dengan taaruf adalah salah satu hal yang dianjurkan untuk mencari kriteria calon suami dan kriteria calon istri yang baik. Islam juga mengajarkan bagaimana cara memilih pendamping hidup yang baik sebagai partner dalam membangun rumah tangga dan juga mengajarkan cara mendidik anak yang baik dikemudian hari. Dalam mencari pasangan kita juga dianjurkan untuk melakukan shalat istikharah dan menjalani ibadah yang lain dengan tawakkal. Dengan kata lain pacaran dalam islam sebenranya tidak diperbolehkan sebab karena larangan zina dalam islam dan pacaran bisa mengarah kepada perzinahan. Islam juga mengajarkan cara menjaga keharmonisan rumah tangga sehingga terhindar dari perceraian atau talak.

Pengertian talak

Talak adalah ucapan suami yang ditujukan kepada istri yang mengakibatkan putusnya hubungan suami istri. hal ini tidak sesuai dengan tujuan pernikahan dalam islam. Talak diucapkan oleh suami kepada istri secara disengaja baik dengan shighat langsung ataupun sindiran. Talak, hukum dan jenisnya diatur dalam islam dan undang-undang.  Menurut Kompilasi Hukum islam talak diartikan sebagai ikrar suami yang dilakukan dihadapan pengadilan yang dalam hal ini adalah pengadilan agama. Hal tersebut di atur dalam pasal 129 KHI yang berbunyi :

“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu”

Berdasarkan pengertian diatas maka talak yang diakui hukum negara adalah talak yang diucapkan dihadapan pengadilan agama. Berbeda dengan talak dalam hukum islam dimana talak berlaku atau sah apabila dijatuhkan langsung pada saat itu juga meskipun dijatuhkan diluar pengadilam agama. Cerai atau talak yang dilakukan secara agama memang sah akan tetapi selama talak belum diucapkan di depan pengadilan maka suami isteri masih terikat secara hukum.

Pengertian Talak Satu, Dua dan Tiga

Seorang suami berhak menjatuhkan talak kepada istrinya sesuai dengan kondisi, rukun dan hukumnya baca (hukum talak dalam pernikahan). Talak berlaku selama hukumnya tidak haram dan suami bisa menjatuhkan talak sebanyak tiga kali. Berdasarkan pendapat ulama maka talak dibagi menjadi beberapa kategori yakni :

Talak Raj’i

Talak ra’i adalah talak yang dijatuhkan oleh suami dan setelah dijatuhkan talak suami masih memiliki hak untuk rujuk dengan isterinya selama dalam masa iddah. Talak yang pertama disebut talak satu sedangkan talak yang diucapkan kedua kalinya disebut talak dua. Talak satu dan dua dapat digolongkan dalam talak raj’i karena baik setelah talak pertama dan kedua suami masih bisa merujuk isterinya dalam masa iddah. Rujuk yang dimaksud adalah suami dapat kembali tinggal dan menggauli isterinya tanpa harus melakukan akad yang baru dan tanpa menunggu persetujuan sang isteri.

Talak raj’i baik talak satu maupun dua diatur dalam surah Al-Baqarah ayat 229 dimana dijelaskan bahwa talak yang dibolehkan untuk rujuk hanyalah talak yang dijatuhkan sampai dua kali. Yang dimaksud dengan rujuk adalah kembalinya hubungan antara suami dan isteri setelah suami menjatuhkan talak kepada isteri. Rujuk dapat dilakukan dengan mudah seperti mengucap talak. Rujuk dapat dilakukan hanya dengan mengucapkan kata “saya kembali padamu” dihadapan dua orang saksi laki-lai yang dianggap adil.

Berdasarkan Pasal 118 KHI disebutkan bahwa :
“Talak raj’i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah.”

Jadi dapat disimpulkan bahwa akibat dari talak satu dan kedua suami isteri masih dapat bersatu kembali atau rujuk dan tinggal bersama sebagai suami isteri. Meskipun talak satu atau dua sudah dijatuhkan, suami isteri dianjurkan untuk tetap tinggal bersama di dalam satu rumah. Hal ini bertujuan agar suami dan isteri memikirkan kembali dan menimbang kembali baik-buruknya jika mereka berpisah.

Talak Bain

Talak bain yang didalamnya termasuk didalmnya talak tiga dibagi menjadi dua yakni :

a.  Talak ba’inunah shugra (perpisahan yang kecil)

Talak ba’innah shugra atau perpisahan kecil adalah talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istri dan setelah dijatuhkannya talak tersebut suami tidak lagi memiliki peluang untuk rujuk dengan isterinya. Apabila suami ingin kembali tinggal bersama isterinya maka suami harus meminta persetujuan dari sang isteri dan harus diawali dengan akad yang baru tetapi tidak harus dinikahi oleh laki-laki lain terlebih dahulu.

Talak ini terjadi secara otomatis apabila setelah masa iddah sang isteri selesai setelah jatuhnya talak raj’i suami belum melakukan atau rujuk kembali. Hal ini juga berlaku pada suami yang mentalak isterinya yang belum pernah digauli sebelumnya. Hukum dari kedua kondisi tersebut adalah bainnunah shugra. Suami bisa kembali bersatu dengan istri setelah adanya akad baru sedangkan jika isteri belum pernah digauli maka tidak ada masa iddahnya.

Apa itu masa iddah?

Yang dimaksud dengan masa iddah adalah waktu menunggu seorang isteri yang perkawinannya putus. Masa iddah ini mementukan rentang waktu sang wanita dapat rujuk atau menikah kembali . masa iddah bertujuan untuk mengetahui hamil atau tidaknya isteri setelah talak. Masa iddah mencakup hal berikut ini :

  • Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qabla al dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari.
  • Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari.
  • Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
  • Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

b. Talak ba’inunah kubra (perpisahan yang besar)

Talak ba’innunah kubra adalah talak yang dijatuhkan suami kepada isteri dan setelah itu suami tidak bisa rujuk atau menikah kembali dengan isteri sebelum bekas isterinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudia laki-laki itu menceraikannya atau meninggal dunia.

Talak bainnunah kubra juga diketahui sebagai talak 3. Hal ini dapat digambarkan seperti jika suami mentalak istrinya kemudian rujuk untuk pertam kali, kemudian suami kembali menalak istrinya untuk yang kedua kali atau talak dua setelah itu suami kembali rujuk. Apabila setelah rujuk keduua kalinya suami masih menjatuhkan talak kembali atau talak ketiga maka haram baginya untuk kembali merujuk atau menikahi istrinya. Suami hanya dapat menikahi kembali sang isteri apabila sang istri telah menikah kembali dan bercerai dengan suaminya.

Ayat yang menerangkan talak 3

Berdasarkan Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230 jika seorang suami menjatuhkan talak untuk yang ketiga kalinya kepada sang istri, maka perempuan itu tidaklah halal lagi untuknya untuk dikawini sebelum wanita itu menikah dengan laki-laki lain. Berikut bunyi Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230:

“Jika dia menceraikan perempuannya (sesudah talak dua kali), maka tiadalah halal perempuan itu baginya, kecuali jika perempuan itu telah kawin dengan lelaki yang lain. Dan jika diceraikan pula oleh lelaki lain itu, tiada berdosa keduanya kalau keduanya rujuk kembali, jika keduanya menduga akan menegakkan batas-batas Allah. Demikian itulah batas-batas Allah, diterangkannya kepada kaum yang akan mengetahuinya.”

Talak tiga ini diatur dalam Pasal 120 KHI yang berbunyi:

“Talak ba’in kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al dukhul dan habis masa iddahnya.”

Apabila pada akhirnya suami ingin menikah kembali dengan isterinya dan ia membayar laki-laki lain atau meinta laki-laki lain untuk menikahi isterinya agar dapat diceraikan maka hal ini tidak dibenarkan dalam syariat agama islam.

Demikian pengertian talak, satu dua dan tiga serta perbedaannya. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan talak 1,2 dan 3 adalah akibat yang ditimbulkannya. Pada talak 1 dan 2 suami masih bisa merujuk istri tanpa harus mengucap akad yang baru dan dilakukan dalam masa iddah sang istri. Sementara pada talak 3 suami tidak dapat rujuk kembali dengan istri setelah jatuhnya talak dan hanya dapat menikah kembali jika sang iteri sudah menikah lagi dan kemudian bercerai dari suami yang baru, Selayaknya kita mengetahui perbedaan ketiga talak tersebut agar tidak memiliki kesalah pahaman dikemudian hari. Talak layaknya juga harus dipertimbangkan dengan matang mengingat hukumnya bisa menjadi haram dan bisa menjadi pilihan jika pernikahan hanya mendatangkan mudharat dikarenakan suami atau istri yang durhaka ( baca Ciri-ciri suami durhaka dan Ciri-ciri istri durhaka)

The post Perbedaan Talak Satu, Dua dan Tiga beserta Penjelasannya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Hukum Talak Dalam Pernikahan https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-talak-dalam-pernikahan Wed, 27 Apr 2016 04:28:36 +0000 http://dalamislam.com/?p=567 Kita sering mendengar kata talak ditelinga kita. Apa yang dimaksud dengan talak? Talak yang juga dikenal dengan kata perceraian merupakan hal yang sering kita jumpai dalam masyarakat. talak memang sejatinya tidak sesuai dengan tujuan pernikahan dalam islam.  Namun adakalanya dalam membangun rumah tangga, suami isteri dihadapkan pada masalah-masalah yang berakibat retaknya hubungan.Pertikaian dalam rumah tangga […]

The post 5 Hukum Talak Dalam Pernikahan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Kita sering mendengar kata talak ditelinga kita. Apa yang dimaksud dengan talak? Talak yang juga dikenal dengan kata perceraian merupakan hal yang sering kita jumpai dalam masyarakat. talak memang sejatinya tidak sesuai dengan tujuan pernikahan dalam islam.  Namun adakalanya dalam membangun rumah tangga, suami isteri dihadapkan pada masalah-masalah yang berakibat retaknya hubungan.Pertikaian dalam rumah tangga juga sering berdampak buruk dan bahkan menyebabkan tindakan kriminal dikarenakan keputusasaan. (baca Bahaya Putus Asa dalam Islam)

Talak secara bahasa berasal dari kata طَلَقَ يَطْلُقُ طَلاَقاً – – yang artinya bercerai. Dalam kamus bahasa Indonesia talak diartikan sebagai perceraian antara suami dan isteri atau lepasnya ikatan pernikahan. Secara istilah, talak memiliki arti dalam cangkupan umum dan khusus. Dalam arti umum, talak adalah segala bentuk perceraian yang dijatuhkan suami kepada istri yang kemudian ditetapkan oleh hakim dan cerai yang jatuh dengan sendirinya seperti perceraian yang disebabkan meninggalnya suami atau istri. Sedangkan talak dalam arti khusus adalah perceraian yang dijatuhkan oleh suami kepada istri. Definisi tersebut adalah berdasarkan Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Al-Sunnah. Talak secara istilah berarti ucapan tertentu yang diucapkan oleh suami kepada istrinya yang mengakibatkan hilangnya hubungan suami istri dan kehalalannya. Talak, Hukum dan Jenisnya diatur dalam Alqur’an dan hadist.

Dasar Hukum Talaq

Talak diatur dalam Alqur’an sesuai dengan QS Al-Baqarah ayat 229 serta QS At-Talaq ayat :1-7. Dalam surah Albaqarah dijelaskan pengertian talaq sebagaimana ayat berikut ini

اَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.

Hukum cerai yang dijatuhkan oleh suami kepada istri itu beragam. Hukumnya bisa menjadi wajib, sunah, makruh mubah dan bahkan haram. Simak penjelasan berikut ini untuk mengetahui hukum talak dalam pernikahan  yang berlaku dalam islam :

  1. Talak Yang Hukumnya Wajib

Talak bisa menjadi wajib apabila ditemui beberapa kondisi berikut :

  • Jika suami isteri memiliki kemungkinan damai yang amat kecil atau sulit untuk didamaikan melalui proses mediasi
  • Sebelum perceraian terjadi biasanya ada dua orang wakil dari pihak suami atau isteri yang akan membantu proses mediasi. Namun apabila mediasi ini gagal maka cerai bisa menjadi wajib hukumnya
  • Jika pengadilan menjatuhkan pendapat sekiranya talak lebih baik dijatuhkan daripada meneruskan pernikahan. Jika suami tidak dapat mengucapkan talak sementara talak wajib hukumnya maka suami akan berdosa.
  • Talak juga wajib hukumnya bagi suami yang meng-ila’ istrinya yakni suami bersumpah untuk tidak menggauli istrinya. Masa ila ini ditangguhakn hingga empat bulan dan apabila setelah empat bulan berlalu suami enggan kembali kepada istrinya maka hakim berhak untuk memaksa suami mengikrarkan talak.

2. Talak yang Hukumnya Sunnah

Talak hukumnya sunnah apabila dijatuhkan kepada suami dengan ikhlas demi kebaikan isterinya dan untuk mencegah kemudharatan apabila isterinya tetap tinggal bersamanya. Biasanya hal ini terjadi apabila sebenarnya suami masih mencintai istrinya sementara sang istri sudah tidak bisa mencintai suaminya sehingga berakibat isteri tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik. Talak yang dijatuhkan suami demi kemaslahatan isterinya hukumnya sunnah. Ada beberapa kondisi dimana talak hukumnya sunnah :

3. Talak yang Hukumnya Makruh

Talak hukumnya makruh jika suami menjatuhkan perkataan talak terhadap isterinya tanpa sebab yang jelas dan keadaan rumah tangga yang baik-baik saja. Selain itu talak juga hukunmya makruh apabila isteri yang diceraikan memilki sifat yang baik dan taat kepada suaminya serta memiliki ciri-ciri istri shalehah. 

4. Talak yang Hukumnya mubah

Talak yang hukumnya mubah adalah talak dimana suami memiliki keinginan untuk menceraikan isterinya dikarenakan sudah tidak mencintai isterinya atau jika sang isteri tidak dapat mematuhi suami serta berperangai buruk. Jika suami tidak dapat menahan dan bersikap sabar maka talaq hukumnya mubah atau boleh dilakukan. Hal ini juga bisa terjadi pabila suami lemah nafsunya atau istri yang tidak lagi subur ( belum datang masa haid atau telah selesai masa haid)

5. Talak yang Hukumnya Haram

Talak bisa menjadi haram apabila talak yang dijatuhkan suami tidak sesuai dengan petunjuk syariat islam. Hal ini berarti, talak yang dijatuhkan pada kondisi dimana talak tersebut dilarang untuk diucapkan. Kondisi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

  • Suami menceraikan isteri saat isteri masih dalam masa haid
  • Suami menjatuhkan talak pada isteri setelah ia disetubuhi tanpa diketahui hamil atau tidak
  • Suami yang sedang sakit dan cerainya bertujuan supaya isteri tidak mendapatkan hak atas hartanya
  • Suami mentalak istri dengan tiga talak sekaligus. Hal ini tidak sah meskipun jika talak satu diucapkan tiga kali atau lebih.

Demikian pengertian talak dan hukumnya. Mengetahui hukum talak adalah penting bagi umat islam karena menyangkut hubungan rumah tangga dan agar dapat menjaga kemaslahatannya baik disaat sekarang maupun saat nanti. Mencari jodoh dalam islam dapat menjadi pertimbangan sebelum menikah. Agar terhindar dari masalah pernikahan dikemudian hari ada baiknya sebelum menikah kita pertimbangkan kriteria suami dan isteri yang baik. ( Baca Kriteria calon suami yang baik, dan kriteria calon isteri yang baik). Taaruf merupakan cara yang dianjurkan oleh islam dalam memilih jodoh.

Tidak hanya suami yang bisa menjatuhkan talak, istri pun berhak menggugat cerai suami apabila terdapat ciri-ciri suami durhaka terhadap istri tersebut. Untuk menjaga hubungan baik setelah menikah  dan terhindar dari perceraian maka perlu diketahui juga cara menjaga keharmonisan dalam rumah tangga menurut islam.

Rukun Talak

Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak. Terwujudnya talak tergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur talak tersebut. Adapun rukun talak yaitu,

  1. adanya suami yang memiliki hak talak dan berhak menjatuhkan talak.
  2. isteri yang dinikahi secara sah dan memenuhi syarat-syarat akad-nikah
  3. adanya sighat talak yakni kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap isterinya yang menunjukkan talak baik sharih ( Langsung) maupun kinayah (sindiran)
  4. qashdu (sengaja), yaitu ucapan yang ditujukan memang bermaksud untuk menceraikan bukan untuk tujuan lain.

Shighat ( Ucapan talak )

Talak yang dijatuhkan sumai kepada istri belumlah sah sebelum suami melafalkan shighat talak. Berdasarkan cara pelafalannya shighat talak dibagi menjadi dua yaitu :

  1. Talak Sharih

Talak sharih atau langsung adalah ucapan talak yang langsung, jelas dan dimengerti dengan baik. Jika kalimat tersebut diucapkan maka jatuhlah talak pada istri meskipun sebenarnya ia tidak sungguh-sungguh mengucapkannya. Ada tiga kata yang merupakan talak sharih yakni :

  • Talak atau cerai. Kata ini bisa termasuk dalam perkataan suami kepada istri misalnya “Aku menceraikanmu” atau “Aku mentalakmu”
  • Pisah (mufaraqah)
  • Sarah (pisah)

2.  Talak Kinayah

Talak kinayah juga disebut sebagai talak tidak langsung. Misalnya jika suami mengatakan pada istri “pulanglah kau pada orang tuamu” atau talak sharih yang dibuat dengan media berupa telpon atau pesan singkat (sms)

The post 5 Hukum Talak Dalam Pernikahan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Membangun Rumah Tangga Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/membangun-rumah-tangga-dalam-islam Mon, 21 Dec 2015 08:46:23 +0000 http://dalamislam.com/?p=433 Menikah dalam islam adalah menyempurnakan sebagian iman karena Allah ta’la, oleh sebab itu, menikah berarti melakukan ibadah atas nama Allah.  Untuk itu, Allah menyuruh hambanya untuk mencari pasangan dengan cara memilih calon pendamping sesuai syariat agama, dan sesuai ketetapan agama yaitu ta’aruf. Sebab pacaran dalam islam di larang, dan untuk menghindari zina agar tidak melakukan perbuatan […]

The post Membangun Rumah Tangga Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menikah dalam islam adalah menyempurnakan sebagian iman karena Allah ta’la, oleh sebab itu, menikah berarti melakukan ibadah atas nama Allah.  Untuk itu, Allah menyuruh hambanya untuk mencari pasangan dengan cara memilih calon pendamping sesuai syariat agama, dan sesuai ketetapan agama yaitu ta’aruf. Sebab pacaran dalam islam di larang, dan untuk menghindari zina agar tidak melakukan perbuatan yang di larang oleh agama.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar-Rum 21)

Demikianlah gambaran dari terciptanya sebuah keluarga yang harmonis menurut pandangan agama islam. Sebagai umat muslim yang baik tentu kita menginginkan memiliki sebuah keluarga yang islami, yaitu  keluarga yang di dalamnya terdapat penegakan adab-adab islam, baik yang menyangkut masalah perseorangan maupun yang menyangkut masalah anggota keluarga secara keseluruhan.

Adapun landasan dari terbentuknya suatu keluarga yang islami adalah ibadah kepada Allah SWT, dimana  setiap kegiatan yang mereka seperti berkumpul, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, dan lain sebagainya semua itu dilakukan karena Allah SWT semata.

Apa tujuan dari sebuah keluarga yang islami?

Tujuan membentuk sebuah keluarga yang islami adalah untuk mendapatkan keluarga yang sakinah, yang pada hakekatnya keluarga yang sakinah adalah keluarga yang didasari oleh cinta dan kasih sayang (mawaddah dan warohmah) dari Allah SWT sebagai Sang maha Pencipta. Sehingga nantinya keluarga tersebut akan selalu diridhoi oleh Allah SWT .

Firman Allah SWT :

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ  وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ  وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Artinya “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan (sakinah) ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah  tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al- fath ayat 4)

Jadi terciptanya keluarga yang sakinah terletak pada bagaimanakah penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan berumah tangga agar keluarga tersebut selalu mendapatkan ridho dari Allah SWT, seperti dengan senantiasa berusaha dan melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah SWT serta menjauhi segala larangan-larangan-Nya.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam merupakan suri tauladan yang baik dalam membimbing umatnya dalam hal kehidupan berumah tangga agar terbina sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan Warohmah. Dalam sebuah hadist, Beliau Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda:

Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan cara yang baik.”

Bagaimanakah ciri-ciri keluarga yang Islami yang nantinya dapat menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dah warohmah?

  1. Rumah tangga yang dibangun atas dasar ibadah

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa ibadah merupakan salah satu unsur yang penting dalam pembentukan sebuah keluarga yang islami. Hal ini dimulai sebelum pernikahan terjadi, yaitu dalam proses memilih calon pasangan, khitbah, hingga berlanjut dalam proses pernikahan.

Jikah hal-hal tersebut dilakukan secara islami, InsyaAllah setiap permasalahan yang dihadapi akan menemukan kemudahan dalan penyelesaiannya. Kenapa? Karena masing-masing dari mereka tunduk pada aturan-aturan Allah SWT.

  1. Terciptanya internalisasi nilai-nilai islam kepada setiap anggota keluarga.

Baik suami dan istri sama-sama memiliki peran yang penting dalam mendidik anak-anak mereka. Oleh karena itu, hendaknya mereka lebih mampu menyerap nilai-nilai islam ke dalam perilaku maupun sikap mereka, dan sudah menjadi suatu kewajiban bagi mereka untuk mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada anggota keluarga yang lain, misalnya pada anak-anak maupun asisten rumah tangga yang ada.

  1. Adanya keteladanan yang selalu bisa dicontoh

Anggota keluarga, terutama bagi anak-anak sangat memerlukan contoh yang kongkrit dalam menerapkan nilai-nilai islam di kehidupan mereka sehari-hari. Hal inilah yang menjadi tugas dan kewajiban bagi setiap orang tua, dimana kelak di akhirat orang tua akan dimintai pertanggungjawaban atas hal tersebut.

Oleh karena itu sudah sepatutnya apabila orang tua memberikan contoh yang baik bagi anak-anak, jangan sampai orang tua hanya menyuruh sementara mereka sendiri tidak melakukannya.

  1. Adanya perasaan saling tolong menolong

Tolong menolong sangat penting untuk dilakukan dalam setiap keluarga. Misalnya saling nasihat menasihati, saling mengingatkan, dan lain sebagainya. Hal ini akan mendorong terciptanya hubungan yang harmonis bagi sesama anggota keluarga.

  1. Kebutuhan yang bersifat materi dapat tercukupi secara wajar

Seorang kepala rumah tangga (suami/ ayah) memiliki tanggung jawab yang besar dalam mencukupi segala kebutuhan, khususnya dalam hal yang bersifat materi, seperti sandang, pangan, papan, maupun kebutuhan lainnya seperti pendidikan, hiburan, dan lain sebagainya.

Hendaknya kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi dengan jalan yang benar, jangan sampai dalam memberikan nafkah bagi keluarga tercinta, seorang suami atau ayah memberikannya dari jalan atau cara yang salah.

  1. Menjaga rumah tangga dari pengaruh buruk

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya berpengaruh baik bagi kehisupan, akan tetapi hal itu juga membawa pengaruh yang buruk. Anak-anak merupakan object yang paling mudah terkena dampak dari pengaruh buruk hal tersebut.

Oleh karena itu, sebagai orang tua, sangatlah penting untuk selalu mengawasi dan memperhatikan sikap dan perilaku buah hatinya, jangan sampai mereka terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya narkoba, seks bebas, dan lain sebagainya.

  1. Memposisikan masing-masing anggota keluarga sesuai dengan syariat

Misalnya saja, seorang suami merupakan kepala rumah tangga yang berkewajjiban untuk memimpin keluarga dan bertindak sebagai pengambil keputusan. Jadi istri maupun anak-anak harus selalu menghormatinya. Akan tetapi seorang suami juga harus menghormati dan menghargai keberadaan sang istri disampingnya, yaitu dengan mengajaknya bermusyawarah dalam mengambil setiap keputusan.

Begitu juga dengan anak-anak mereka, seorang anak harus selalu menghormati kedua orang tuanya dan mematuhi apa yang mereka perintahkan selama perintah itu benar. Dan orang tua pun harus menghormati, menyayangi, dan mengasihi anak-anak mereka.

  1. Menjaga hubungan baik dengan lingkungan

Akan sangat baik  jika sebuah keluarga memiliki hubungan yang baik pula dengan lingkungan disekitarnya. Dengan begitu keluarga tersebut akan bisa mengetahui hal-hal yang sedang terjadi dalam lingkungan tersebut, serta dapat menjaga tali silaturahmi dengan anggota masyarakat lainnya.

Membangun keluarga yang islami dibutuhkan usaha yang keras, akan tetapi dengan adanya niat, kemauan, dan kerjasama diantara sesama anggota keluarga maka hal tersebut akan dapat terwujud.

The post Membangun Rumah Tangga Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Talak – Hukum, Rukun dan Jenisnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/talak Mon, 21 Dec 2015 08:43:17 +0000 http://dalamislam.com/?p=431 إن إبليس يضع عرشه على الماء ثم يبعث سراياه فأدناهم منه منزلة أعظمهم فتنة يجئ أحدهم فيقول فعلت كذا وكذا فيقول ما صنعت شيئا قال ثم يجئ أحدهم فيقول ما تركته حتى فرقت بينه وبين امرأته قال فيدنيه منه ويقول نعم أنت Artinya: “Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan […]

The post Talak – Hukum, Rukun dan Jenisnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
إن إبليس يضع عرشه على الماء ثم يبعث سراياه فأدناهم منه منزلة أعظمهم فتنة يجئ أحدهم فيقول فعلت كذا وكذا فيقول ما صنعت شيئا قال ثم يجئ أحدهم فيقول ما تركته حتى فرقت بينه وبين امرأته قال فيدنيه منه ويقول نعم أنت

Artinya:

Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di antara mereka ada yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini.’ Iblis berkomentar, ‘Kamu belum melakukan apa-apa.’ Datang yang lain melaporkan, ‘Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah bepisah (talak) dengan istrinya.’ Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan berkata, ‘Sebaik-baik setan adalah kamu.” (HR. Muslim)

Di atas merupakan hadist Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam yang sesungguhnya merupakan suatu peringatan tentang buruknya suatu perceraian. Mengapa? Karena perceraian itu adalah salah satu cita-cita terbesar dari iblis yang merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling laknat, dimana dengan adanya perceraian akan dapat menimbulkan berbagai dampak seperti terputusnya keturunan maupun terputusnya tali silaturahmi.

Selain itu, perceraian juga dapat membuka jalan menuju perzinaan yang dapat menimbulkan kerusakan dan mendatangkan dosa yang begitu besar. Oleh karena itu, sebelum menikah akan lebih baik jika memilih calon pendamping hidup sesuai dengan syari’at agama, agar nantinya hal-hal yang dilarang agama tidak terjadi, seperti perceraian. Terlebih dengan cara yang Allah ridoi, seperti ta’aruf.

(baca juga: zina dalam islam)

Perceraian atau dalam islam dikenal dengan talak yang dapat diartikan sebagai terlepasnya ikatan sebuah perkawinan atau juga bisa diartikan terputusnya hubungan perkawinan antar suami dan istri dalam jangka waktu tertentu atau untuk selama-lamanya. Mengapa dikatakan dalam jangka waktu tertentu? Karena dalam islam diperbolehkan adanya rujuk, dengan beberapa catatan seperti firman Allah SWT berikut ini :

الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْزَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلاّض أَنْ يَخَافَا أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya:

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al- Baqarah ayat 229)

Allah SWT juga berfirman :

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا

Artinya:

 “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. At- Talaq ayat 2)

Kapankan perceraian atau talak itu dapat dilakukan?

Islam telah mengajarkan bahwasannya talak atau cerai tidak bisa dilakukan kapan saja. Al- Qur’an dan As- Sunnah telah mengajarkan bahwa talak hendaknya dilakukan secara pelan-pelan dan memilih waktu yang sesuai.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam talak atau cerai diantaranya :

  1. Talak atau cerai tidak boleh dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya pada saat istrinya sedang dalam masa haid, nifas, atau saat istrinya dalam keadaan suci akan tetapi ia menggaulinya. Jika suami melakukan hal tersebut maka dianggap telah melakukan talak yang bid’ah dan diharamkan. Rasulullah Shalallahu Alaihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan perbuatan tanpa dilandasi perintah kami maka itu tertolak (tidak diterima).”
  2. Hendaknya ketika mengucapkan talak, suami dalam keadaan sadar, karena apabila suami mentalak istrinya dalam keadaan tidak sadar seperti ketika sedang marah, sehingga karena amarah tersebut dapat menutupi kesadarannya hingga ia bicaa yang tidak diinginkan, maka talak yang ia lakukan adalah tidak sah. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :

لا طلاق ولا عتاق في إغلاق

Artinya “Tidak ada talak dan tidak dianggap kalimat membebaskan budak, ketika ighlaq.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim)

  1. Seorang suami yang mentalak atau menceraikan istrinya bermaksud untuk benar-benar mencerai atau berpisah dengan istrinya tersebut, jangan sampai talak yang diucapkan hanya sekedar menakut-nakuti atau menjadikan talak itu sebagai sumpah. Hal tersebut tidak dibenarkan dalam islam. Ibnu Abbas pernah berkata: “Sesungguhnya talak itu harena diperlukan.”

Hukum Talak

Pada dasarnya perceraian atau talak adalah sesuatu hal yang harus dihindari dalam sebuah perkawinan. Mengapa? Karena selain merupakan perbuatan yang amat disenangi oleh iblis, talak juga nantinya dapat berakibat buruk bagi kehidupan, baik itu bagi pasanagan suami istri yang memutuskan untuk bercerai, bagi keturunan atau anak-anak mereka, juga bagi anggota keluarga lainnya.

Kita banyak melihat dampak-dampak dari fenomena tersebut, dimana banyak anak-anak yang terlantar akibat kurangnya pendidikan dan kasih sayang dari orang tuanya. Dan hal itu tentu saja menjadi peluang bagi iblis untuk menjadikan anak-anak tersebut sebagai bala tentaranya.

Jadi sebelum memutuskan untuk bercerai, ada baiknya jika pasangan suami istri lebih memikirkan bagaimana masa depan anak-anak mereka nantinya, jangan sampai keinginan iblis untuk menjadikan mereka sebagai pendukungnya menjadi terkabul.

Adapun hukum dari talak atau cerai ada bermacam-macam, yaitu :

  1. Wajib ; Perceraian atau talak dikatakan wajib apabila :
  • Antara suami dan istri tidak dapat didamaikan lagi
  • Tidak terjadi kata sepakat oleh dua orang wakil baik dari pihak suami maupun istri untuk perdamaian rumah tangga yang hendak bercerai
  • Adanya pendapat dari pihak pengadilan yang menyatakan bahwa perceraian/ talak adalah jalan yang terbaik.

Dan jika dalam keadaan-keadaan tersebut keduanya tidak diceraikan, maka suami akan berdosa.

  1. Haram ; Suatu perceraian/ talak akan menjadi haram hukumnya apabila :
  • Seorang suami menceraikan istrinya ketika si istri sedang dalam masa haid atau nifas
  • Seorang suami yang menceraikan istri ketika si istri dalam keadaan suci yang telah disetubuhi
  • Seorang suami yang dalam keadaan sakit lalu ia menceraikan istrinya dengan tujuan agar sang istri tidak menuntut harta
  • Seorang suami yang menceraikan istrinya dengan talak tiga sekaligus, atau juga bisa dengan mengucapkan talak sat akan tetapi pengucapannya dilakukan secara berulang-ulang sehingga mencapai tiga kali atau bahkan lebih.

3. Sunnah ; Perceraian merupakan hal yang disunnahkan, apabila :

  • Suami tidak lagi mampu menafkahi istrinya
  • Sang istri tidak bisa menjaga martabat dan kehormatan dirinya

4. Makruh ; Perceraian/ talak bisa dianggap sebagai hal yang makruh apabila seorang suami menjatuhkan talak kepada istrinya yang baik, memiliki akhlak yang mulia, serta memiliki pengetahuan agama yang baik.

5. Mubah ; Sedangkan perceraian atau talak bisa dikatakan mubah hukumnya apabila suami memiliki keinginan/ nafsu yang lemah atau juga bisa dikarenakan sang istri belum datang haid atau telah habis masa haidnya.

Rukun Perceraian/ Talak

  1. Bagi Suami ; Suami yang hendak menceraikan istrinya haruslah :
  • Berakal sehat
  • Baligh
  • Bercerai atas kemauan sendiri atau tanpa adanya paksaan dari pihak lain

2. Bagi Istri ; Seorang istri yang bisa diceraikan haruslah :

  • Memiliki akad nikah yang sah dengan suami
  • Suami belum pernah menceraikannya dengan mengucapkan talak tiga

3. Lafadz TalakTalak dianggap sah apabila dalam lafadznya :

  • Terdapat kejelasan ucapan yang menyatakan perceraian
  • Disengaja atau tanpa adanya paksaan dari pihak manapun atas pengucapan talak tersebut.

Jenis – Jenis Talak

Talak dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :

A. Dilihat dari sighat (ucapan/ lafadz) talak

Jika ditinjau dari segi ini, talak dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

  1. Talak Sharih (Talak langsung)

Ini adalah talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya dengan lafadz atau ucapan yang jelas dan terang. Meskipun talak ini diucapkan tanpa adanya niat ataupun saksi, akan tetapi sang suami tetap dianggap menjatuhkan talak/ cerai. Hal ini telah ditegaskan dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah :

واتفقوا على أن الصريح يقع به الطلاق بغير نية

Artinya “Para ulama sepakat bahwa talak dengan lafadz sharih (tegas) statusnya sah, tanpa melihat niat (pelaku).”

Contoh Lafadz/ ucapan Talak Sharih :

  • Aku menceraikanmu
  • Engkau aku ceraikan
  • Engkau kutalak satu, dan lain sebagainya.

2. Talak Kinayah (Talak Tidak Langsung)

Ini adalah talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya dengan menggunakan kata-kata yang di dalamnya mengandung makna perceraian akan tetapi tidak secara langsung. Seorang suami yang apabila menjatuhkan talak dengan lafadz talak kinayah sementara tidak ada niat untuk menceraikan istrinya, maka talak tersebut dianggap tidak jatuh.

Akan tetapi apabila sang suami mempunyai niat untuk menceraikan istrinya ketika mengucapkan kalimat-kalimat talak tersebut, maka talak dianggap jatuh. Contoh Lafadz talak kinayah :

  • Pulanglah engkau pada orang tuamu karena aku tidak lagi menghendakimu
  • Pergi saja engkau dari sini kemanapun engkau suka
  • Tidak ada hubungan apapun lagi di antara kita,” dan lain sebagainya.

B. Dilihat dari pelaku perceraian

Jika ditinjau dari segi tersebut, cerai atau talak terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :

  1. Cerai Talak oleh Suami

Ini merupakan jenis perceraian atau talak yang paling umum terjadi, dimana seorang suami menjatuhkan talak kepada istrinya. Begitu seorang suami mengucapkan lafadz talak kepada sang istri, maka talak atau cerai tersebut telah dianggap jatuh atau terjadi.

Jadi status perceraiannya terjadi tanpa harus menunggu keputusan dari pengadilan agama. Dengan kata lain, keputusan dari Pengadilan Agama hanyalah sebagai formalitas saja.

Talak jenis ini dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu :

Talak Raj’i

Yaitu suatu proses perceraian dimana suami mengucapkan talak satu atau talak dua kepada istrinya. Akan tetapi sang suami bisa melakukan rujuk dengan istrinya ketika sang istri masih dalam masa iddah, dan ketika masa iddah telah habis atau lewat, rujuk yang dilakukan oleh suami tidak dibenarkan kecuali harus dengan akad nikah yang baru.

Allah SWT berfirman :

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya:

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al- Baqarah ayat 229)

Talak Bain

Ini adalah suatu proses perceraian dimana seorang suami mengucapkan atau melafadzkan talak tiga kepada istrinya. Dalam kasus seperti ini, sang suami tidak diperbolehkan untuk rujuk dengan istrinya, kecuali sang istri telah menikah kembali dengan orang lain lalu sang istri diceraikan oleh suami barunya tersebut dan telah habis masa iddahnya.

Allah SWT berfirman :

إِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Artinya:

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (QS. Al- Baqarah ayat 230)

Talak Sunni

Ini adalah perceraian dimana seorang suami mengucapkan talak kepada istri yang belum disetubuhi ketika si istri dalam keadaan suci dari haid.

Talak Bid’i

Yaitu perceraian dimana suami menjatuhkan talak kepada istrinya yang masih dalam masa haid atau istri yang dalam keadaan suci dari haid akan tetapi sudah disetubuhi.

Talak Taklik

Yaitu perceraian yang terjadi akibat syarat atau sebab-sebab tertentu. Jadi apabila sang suami melakukan sebab atau syarat-syarat tersebut, maka terjadilah perceraian atau talak.

Bagaimanakah hukumnya jika seorang suami langsung menjatuhkan talak 3 kepada istrinya?

Terdapat perbedaan pendapat tentang hal tersebut, dimana sebagian para ulama menyatakan bahwa talak 3 hanya bisa dilakukan setelah terjadi dua kali talak dan dua kali rujuk. Pendapat ini berdasarkan pada Firman Allah SWT dalam Surat Al- Baqarah ayat 229 yang menyatakan bahwa” “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.”

Sedangkan pendapat yang lainnya menyatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan untuk dilakukan, yaitu dengan merujuk pada hadist:

“Di masa Rasulullah SAW, Abu Bakr, lalu dua tahun di masa khilafah ‘Umar muncul ucapan talak tiga dalam sekali ucap. ‘Umar pun berkata, “Manusia sekarang ini sungguh tergesa-gesa dalam mengucapkan talak tidak sesuai dengan aturan Islam yang dulu pernah berlaku, yaitu talak itu masih ada kesempatan untuk rujuk. Karena ketergesa-gesaan ini, aku berharap bisa mensahkan talak tiga sekali ucap.” Akhirnya ‘Umar pun mensahkan talak tiga sekali ucap dianggap telah jatuh tiga kali talak.” (HR Muslim)

2. Gugat Cerai oleh istri

Ini merupakan proses perceraian dimana sang istri mengajukan permohonan gugat cerai atas suaminya kepada Pengadilan Agama, dan sebelum lembaga pemerintah tersebut memutuskan secara resmi, maka perceraian dianggap belum terjadi.

Ada dua istilah terkait gugat cerai yang dilakukan oleh istri atas suaminya, yaitu :

Fasakh

Yaitu pengajuan perceraian yang dilakukan seorang istri atas suaminya tanpa adanya kompensasi yang diberikan oleh istri kepada sang suami. Fasakh bisa dilakukan ketika :

  • Suami telah dianggap tidak memberikan nafkah lagi baik nafkah lahir maupun batin kepada istrinya selama enam bulan berturut-turut.
  • Apabila seorang suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa adanya kabar berita
  • Suami dianggap tidak melunasi mas kawin atau mahar yang telah disebutkan di dalam akad nikah, baik sebagian maupun keseluruhan.
  • Suami berlaku buruk kepada istrinya seperti menganiaya, menghina, maupun tindakan lainnya yang dapat mengancam keselamatan dan keamanan sang istri.

Khulu’

Yaitu proses perceraian atas permintaan dari pihak istri dan suami setuju dengan hal tersebut dengan syarat sang istri memberikan imbalan kepada sang suami. Di dalam Al-Qur’an surat Al- Baqarah ayat 229 disebutkan bahwa

Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.”

Dampak dari gugatan cerai yang dilakukan istri tersebut adalah hilangnya hak suami untuk melakukan rujuk selama sang istri sedang dalam masa iddah atau yang disebut dengan talak ba’in sughra. Dan apabila sang suami menghendaki untuk rujuk, maka ia harus melakukan proses melamar dan menikahi kembali wanita yang telah menjadi mantan istrinya tersebut. Dan apabilan wanita tersebut hendak menikah dengan pria lain, maka ia harus menunggu hingga masa iddahnya selesai.

Apa yang dilakukan setelah proses talak terjadi?

Sudah seharusnyalah setiap pasangan suami istri menghindarkan  diri dari perceraian, karena banyak dampak buruk yang akan terjadi karena fenomena tersebut. Akan tetapi apabila perceraian atau talak telah terjadi juga tidak seharusnya memutuskan hubungan di antara keduanya.

Mengapa? Al-qur’an telah memberikan pelajaran bahwa dengan bercerai atau talak artinya mereka diberikan kesempatan untuk kembali mengevaluasi atau mempelajari kembali agar nantinya hal serupa tidak akan terjadi kembali.

Dengan adanya perceraian atau talak, para wanita tidak diharamkan untuk memperoleh nafkah dari suami untuk dirinya selama dalam masa iddah, dan suami juga dilarang untuk mengeluarkan istrinya dari rumah selama masa itu. Justru ketika istri sedang dalam masa iddah, suami wajib membiarkan sang istri untuk tetap tinggal satu rumah dengannya, karena dengan begitu kemungkinan untuk rukun kembali bisa terjadi.

Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا

Artinya:

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (QS. At- Talaq ayat 1)

Seorang suami juga tidak diperbolehkan untuk memakan atau mengambil kembali mahar atau segala sesuatu yang telah ia berikan kepada istrinya sebelum perceraian terjadi. Di dalam Al-Qur’an surat Al- Baqarah ayat 229 di atas telah disebtkan bahwa:

Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.”

Istri yang ditalak memiliki hak untuk tetap mendapatkan mut’ah seperti biasanya. Allah SWT telah berfirman :

وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

Artinya “Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut´ah menurut yang ma´ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al- Baqarah ayat 241)

Seorang suami yang telah mentalak istrinya tidak dihalalkan untuk menyebarkan keburukan ataupun melakukan perbuatan yang dapat menyakiti diri sang istri dan keluarganya. Dalam Al-Qur’an surat Al- Baqarah ayat 229 di atas juga disebutkan bahwa:

 “Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”

The post Talak – Hukum, Rukun dan Jenisnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>