teladan rasul Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/teladan-rasul Wed, 17 Apr 2019 16:50:24 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png teladan rasul Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/teladan-rasul 32 32 8 Cara Rasulullah Menyikapi Istri yang Sedang Haid https://dalamislam.com/akhlaq/cara-rasulullah-menyikapi-istri-yang-sedang-haid Wed, 17 Apr 2019 16:45:14 +0000 https://dalamislam.com/?p=6414 Sikap rasulullah merupakan ajaran yang sesuai dengan agama islam. Dimana segala hal yang Rasulullah sabdakan selalu dipatuhi oleh umat Islam. Tak terkecuali ketika istri sedang haid, maka Rasulullah memiliki sikap yang khusus ketika istri sedang haid. Dan tentu saja terdapat larangan karena haid membuat wanita mempunyai batasan dalam beribadah terutama menjalankan sholat wajib. Cara Rasulullah […]

The post 8 Cara Rasulullah Menyikapi Istri yang Sedang Haid appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sikap rasulullah merupakan ajaran yang sesuai dengan agama islam. Dimana segala hal yang Rasulullah sabdakan selalu dipatuhi oleh umat Islam. Tak terkecuali ketika istri sedang haid, maka Rasulullah memiliki sikap yang khusus ketika istri sedang haid. Dan tentu saja terdapat larangan karena haid membuat wanita mempunyai batasan dalam beribadah terutama menjalankan sholat wajib.

Cara Rasulullah menyikapi istri yang sedang haid juga dituangkan dan diceritakan dalam beberapa hadis. Bahkan ulama juga menjadikan ajaran atau sikap Nabi sebagai acuan untuk memutuskan suatu perkara atau masalah yang terjadi. Lalu, apa yang dilakukan Rasulullah sebenarnya? Ketahuilah cara Rasulullah menyikapi istri yang sedang masa haid:

1. Menggauli Istri

Anas bin Malik berkata,

“Sesungguhnya orang-orang yahudi apabila istri-istri mereka dalam keadaan haid, mereka tidak memberi makan dan melarang istri mereka tinggal dirumah”.

Maka, para sahabat bertanya kepada beliau, lantas Allah menurunkan ayat.

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah kotoran’ Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu Haid ” (Al-Baqarah: 222)

Rasulullah pernah bersabda,

“Gaulilah para wanita kalian seperti biasa kecuali nikah(bersetubuh)” Lalu berita itu sampai kepada orang-orang Yahudi, mereka pun berkata, “Orang ini (Rasulullah) selalu ingin berbeda dengan kita.” (HR Muslim).

Secara tersirat menunjukkan bahwa pada saat seorang wanita mengalami haid, boleh digauli namun dilarang disetubuhi.

Baca juga :

2. Mengendalikan Hasrat

Ketika Istri Rasulullah dalam masa Haid maka salah satu sikap Rasulullah adalah mengendalikan hasrat dengan istrinya yaitu Aisyah kala itu. Sebagaimana Aisyah pernah menuturkan,

“Apabila salah seorang Istri Nabi sedang mengalami masa haid, sementara Rasulullah saw ingin mencumbiunya. Maka, beliau menyuruhnya untuk menutup lubang darah haidnya dengan kain. Setelah itu, beliau mencumbuinya.” Aisyah juga berkata, “Siapakah dari kalian yang mampu mengendalikan hasrat seksualnya sebagaiman yang dilakukan oleh Rasulullah saw (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah).

3. Memerintahkan Istri Menggunakan Sarung

Riwayat An-Nasa’I menyebutkan bahwa Juma’I bin Umair menuturkan,

“Aku bersama ibu dan bibiku menemui Aisyah. Ibu dan bibiku bertanya kepadanya tentang bagaimana sikap Rasulullah saw saat salah seorang Istrinya mengalami masa haid” Aisyah menjawab, “Jika salah seorang dari kami haid, beliau menyuruhnya untuk mengenakan sarung yang luas kemudian beliau mencumbui”

Dalam Riwayat Malik disebutkan bahwa Ubaidillah bin Abdullah bin Umar menemui Aisyah lalu bertanya,

“Apakah suami boleh mencumbui istrinya yang sedang haid?” Aisyah menjawab, “Hendaklah si istri mengencangkan sarungnya hingga bagian bawah. Setelah itu, semua boleh mencumbuinya”

Ketika mengetahui istrinya haid salah satu sikap Rasulullah adalah menyuruh istri untuk menggunakan sarung sesuai dengan yang telah di riwayatkan

4. Memberitahukan Istri untuk Tidak Melakukan Tawaf

Ibn Abbas r.a pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,

“Thawaf itu sama dengan shalat, kecuali bahwa didalamnya Allah menghalalkan untuk berbicara. Maka, siapa yang berbicara, hendaklah yang dibicarakannya itu yang baik-baik saja” (HR Al-Tirmidzi, Al Daraquthni. Disahkan oleh Al-Hakim, Ibn Sikkin, dan Ibn Khuzaimah)

Baca juga :

Dari istri Rasulullah yaitu Aisyah, Aisyah r.a berkata

“Ketika kami telah tiba Desa Sarif (terletak antara Makkah dan Madinah), aku mengalami haid. Maka, Nabi saw nersabda kepadaku, ‘Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji tetapi jangan melakukan thawaf Ka’bah sebelum kamu suci (HR Al-Bukhari)

5. Tidak Diperbolehkan Menjatuhkan Talak

Seorang suami tidak diperbolehkan menjatuhkan talak ketika istrinya sedang haid. Hal ini dimaksudkan agar suami menunggu masa iddah (masa tunggu) setelah istrinya suci dari haid. Ibn Umar menceriakan istrinya ketika sedang dalam masa haid pada zaman Rasulullah saw. Lalu Umar menanyakan Hal itu kepada Rasulullah saw dan beliau bersabda,

“Perintahkan agar ia kembali kepada istrinya, kemudian menahannya hingga masa suci, lalu masa haid dan suci lagi. Setelah itu, bila ia menghendaki, ia boleh menahannya terus menjadi istrinya atau menceraikannya sebelum bersetubuh dengnnya. Itu adalah masa iddah yang diperintahkan oleh Allah untuk menceraikan istrinya ” (HR Al Bukhari dan Muslim)

6. Menghormati Istri

Ummu Salamah adalah putri dari pemuka yang kaya di Bani mughirah, Abu Umayyah. Parasnya jelita dan ia adalah seorang yang cerdas dan setelah menginjak usia remaja, ia lalu dinikahkan dengan Abdullah bin Abdul. Lalu, keduanya mendapat hidayah dari Allah swt, menyatakan keislamannya. Namun, tak lama kemudian Abu salamah meninggal dunia. Ummu salamah pun seorang diri mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

Kemudian datanglah beberapa pemuda untuk melamarnya. Sampai tibalah Rasulullah melamar Ummu Salamah namun Ummu salamah menolak. Tetapi ketika diberikan penjelasan oleh Rasulullah maka Ummu salamah menerima lamarannya. Diantara para istri Rasulullah saw, Ummu salah adalah istri yang tertua.

Untuk menghormatinya, Rasulullah saw sebagaimana kebiasaannya sehabis sholat asar mengunjungi istri-istrinya. Maka, beliau memulainya dengan Ummu salamah dan mengakhiri dengan Aisyah. Ummu salamah juga tetap bangun subuh hari meski sedang haid.

7. Istrinya Tidak Diperbolehkan untuk Berpuasa dan Sholat

Lafadzh “bukankah seorang wanita bila dia sedang haid dia tidak shalat dan puasa” Menunjukkan bahwa pada zaman Rasulullah saw sudah diketahui bahwa wanita yang sedang haid tidak diperbolehkan untuk berpuasa dan tidak diperbolehkan untuk melaksanakan shalat.

Terkait dengan amalan-amalan yang praktis bagi seorang wanita yang sedang haid di bula Ramadhan, maka hadist yang diriwayatkan Aisyah yang menangis karena haid sebelum Manasik Haji mengisyaratkan bahwa Rasulullah saw menganjurkan semua amal shalih yang bisa dilakukan wanita selam bukan amal-amal yang memang dilarang syara’.

Baca juga :

8. Istrinya Tidak Diperbolehkan untuk Berdiam Diri di Masjid

Berdasarkan firman Allah swt, sebagai berikut:

Dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu dalam keadaan junub kecuali sekadar melewati jalan saja sebelum kamu mandi ” ( Surah An Nisa:43).

Selain itu ditegaskan oleh hadis Rasulullah sebagai berikut :

“Aku tidak menghalalkan masjid bagi perempuan yang haid dan juga orang yang sedang junub (berhadas besar). (HR Abu Dawud)”

Namun jika perempuan pada masa haid melewatinya diperbolehkan apabila dia tidak takut mengotori masjid. Akan tetapi, kalau ia khawatir kotorannya akan jatuh di masjid lewat ke dalam masjid menjadi haram.

Kesimpulannya ialah ketika istri Rasulullah pada masa haid ada beberapa hal yang diperbolehkan untuk dilakukan oleh sepasang suami istri da nada juga yang tidak diperbolehkan oleh Rasulullah. Apalagi setelah dijelaskan oleh Rasulullah bahwa saat perempuan dalam masa haid maka dia dalam posisi sedang tidak suci.

Maka, boleh melaksanakan sholat dan puasa setelah perempuan tersebut melaksanakn mandi. Mandi yang dimaksud adalah mandi yang membersihkan hadas besar(haid)/ Semoga bermanfaat dan mohon maaf bila ada salah kata.

The post 8 Cara Rasulullah Menyikapi Istri yang Sedang Haid appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Mendoakan Keburukan Untuk Musuh Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/akhlaq/hukum-mendoakan-keburukan-untuk-musuh-islam Wed, 20 Feb 2019 07:20:20 +0000 https://dalamislam.com/?p=5473 Perkara Islam akhir-akhir ini semakin hangat. Banyak sekali bermunculan para penista agama Islam yang dulunya diam-diam memusuhi Islam, namun kini dengan garangnya menghina Islam. Lalu bagaimana sikap kita sebagai seorang Muslim jika mendoakan keburukan bagi musuh Islam yang nyata seperti itu? Berikut akan dijelaskan hukum mendoakan keburukan untuk musuh Islam. Tidak dianjurkan untuk Mendoakan Keburukan […]

The post Hukum Mendoakan Keburukan Untuk Musuh Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Perkara Islam akhir-akhir ini semakin hangat. Banyak sekali bermunculan para penista agama Islam yang dulunya diam-diam memusuhi Islam, namun kini dengan garangnya menghina Islam. Lalu bagaimana sikap kita sebagai seorang Muslim jika mendoakan keburukan bagi musuh Islam yang nyata seperti itu? Berikut akan dijelaskan hukum mendoakan keburukan untuk musuh Islam.

Tidak dianjurkan untuk Mendoakan Keburukan untuk Orang Lain

Allah berfirman,

وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا

“Manusia berdoa untuk keburukan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS. al-Isra: 11)

وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ

Kalau sekiranya Allah menyegerakan doa keburukan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka..” (QS. Yunus: 11)

Baca juga :

Dari ayat tersebut terlihat bahwa ternyata tidak semua doa untuk keburukan dikabulkan oleh Allah SWT. Dalam sejarah Islam, kita juga mengetahui bahwa Rasul juga tidak pernah mencontohkan untuk mendoakan keburukan bagi orang lain, meskipun itu adalah musuh Islam.

Mendoakan yang Buruk untuk Orang Lain Bisa Berbalik Doanya kepada Kita

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Ummu Sulaim pernah mempunyai anak perempuan yatim, yaitu Ummu Anas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat anak yatim tersebut dan kemudian berkata, ‘Oh, kamu. Kamu sekarang sudah besar. Semoga usiamu tidak akan bertambah lagi!’

Anak yatim itu lalu kembali kepada Ummu Sulaim sambil menangis. Ummu Sulaim bertanya, ‘Ada apa denganmu, wahai anakku?’

Baca juga :

Ia menjawab, ‘Rasulullah telah berdoa terhadapku agar usiaku tidak bertambah lagi, maka mulai sekarang umurku tidak akan bisa bertambah lagi!’

Ummu Sulaim lalu buru-buru memakai kerudungnya dan pergi menghadap Rasulullah. Beliau lalu bertanya, ‘Ada apa denganmu, wahai Ummu Sulaim?’

Ia menjawab, ‘Wahai Nabi Allah, benarkah Anda telah berdoa buruk terhadap anak yatimku?’

Nabi pun balik bertanya, ‘Doa apakah itu, wahai Ummu Sulaim?’

Ia lantas menjawab, ‘Ia telah menganggap bahwa baginda telah berdoa agar tidak bertambah umurnya dan tidak besar masanya.’

Rasulullah lantas tersenyum dan bersabda, ‘Wahai Ummu Sulaim, tahukah engkau mengenai perjanjianku dengan Tuhanku?

Sesungguhnya aku telah melakukan perjanjian dengan Allah. Aku mengatakan bahwa sesungguhnya aku ini manusia biasa. Aku kadang suka sebagaimana orang biasa suka, dan aku juga kadang marah sebagaimana orang biasa marah. Jadi barangsiapa yang aku doakan buruk sementara ia tidak layak menerima doa itu, maka doa tersebut akan berbalik terhadapnya menjadi pembersih, penumbuh, dan pendekat dirinya kepada Allah di hari kiamat kelak’.” (HR Muslim).

Baca juga:

Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu meriwayatkan kala menceritakan Perang Badr.

Umar Radhiyallahu anhu berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap kiblat, menengadahkan kedua belah tangannya dan berdoa kepada Rabb-nya:

اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي، اللَّهُمَّ آتِنِي مَا وَعَدْتَنِي، اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تَعْبُدْ فِي الْأَرْضِ أَبَدًا

Ya Allâh! Wujudkanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku!
Ya Allâh! Berikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku!
Ya Allâh! jika Engkau binasakan tentara Islam ini, Engkau tidak akan diibadahi di muka bumi ini.”

Rasul terus saja menyeru Rabbnya dengan menengadahkan dua tangannya menghadap kiblat, sampai-sampai kain selempang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terjatuh dari dua pundaknya. Abu Bakar Radhiyallahu anhu pun datang mengambilnya, dan meletakkannya kembali pada pundak Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Lalu Abu Bakar Radhiyallahu anhu merapat kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari belakang, seraya berkata:

يَا نَبِيَّ اللَّهِ كَفَاكَ مُنَاشَدَتُكَ رَبَّكَ إِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ

Wahai Nabi Allâh! Cukuplah permohonanmu kepada Rabbmu! Karena Allâh Azza wa Jalla pasti akan menunaikan apa yang telah Dia janjikan.”

Lalu Allâh Azza wa Jalla menurunkan ayat yang artinya: (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu… dan Allâh Azza wa Jalla memberikan bala bantuan dengan mengirim para malaikat. (HR. Muslim)

Baca juga:

Tidak Ada Larangan untuk Mendoakan Keburukan dalam Keadaan Terdzalimi

Namun Allah juga tidak melarang untuk mendoakan keburukan jika ia dalam kondisi dianiaya.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

“Takutlah kalian terhadap doa orang yang didzalimi, karena tidak ada hijab antara dia dengan Allah” (HR. Bukhari 1496 & Muslim 130).

Allah berfirman,

لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. an-Nisa: 148)

Imam Nawawi berkata, ”Telah jelas kebolehan hal tersebut [mendoakan keburukan kepada orang yang berbuat zalim] berdasarkan nash-nash Alquran dan As Sunnah. Juga berdasarkan perbuatan generasi umat Islam terdahulu (salaf) maupun generasi terkemudian (khalaf).” (Imam Nawawi, Al Adzkar An Nawawiyyah, hlm. 261).

Dalam memerangi musuh Islam, Rasul lebih menyukai untuk berdoa seperti di bawah ini:

اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ، وَمُجْرِيَ السَّحَابِ، وَهَازِمَ الأَحْزَابِ، اِهْزِمْهُمْ وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ

“Ya Allâh, Dzat Yang menurunkan Al-Quran, Yang menggerakkan awan, Yang mengalahkan komplotan tentara (kafir), kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka!”

Baca juga:

Dan di antara dzikir yang paling agung untuk meminta kemenangan atas musuh adalah:

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

Cukuplah Allâh menjadi Penolong kami dan Allâh adalah sebaik-baik Pelindung.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِم

“Sesungguhnya Allâh menolong umat ini tidak lain dikarenakan orang-orang lemah di antara mereka, melalui doa, shalat dan keikhlasan mereka”. [HR. An-Nasa’i]

Itulah penjelasan singkat mengenai hukum mendoakan keburukan bagi musuh Islam. Sungguh Islam adalah agama yang begitu mulia bahkan bagi musuh Islam sendiri. Semoga artikel ini mampu menambah keimanan dan ketakwaan kita pada Allah SWT. Aamiin.

The post Hukum Mendoakan Keburukan Untuk Musuh Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>