tunangan Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/tunangan Mon, 23 Oct 2017 07:56:39 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png tunangan Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/tunangan 32 32 Hukum Lamaran dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-lamaran-dalam-islam Mon, 23 Oct 2017 07:56:07 +0000 https://dalamislam.com/?p=2224 Sebagai orang Indonesia, tentunya kita sudah tidak asing dengan istilah lamaran pernikahan. Beberapa orang menyebutnya sebagai tunangan. Lamaran atau tunangan merupakan prosesi dimana calon pengantin pria berserta keluarganya datang ke rumah calon pengantin wanita dengan tujuan meminang secara resmi. Biasanya acara lamaran juga menjadi ajang perkenalan keluarga. Diikuti pula dengan pemberian seserahan dan tukar cincin […]

The post Hukum Lamaran dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebagai orang Indonesia, tentunya kita sudah tidak asing dengan istilah lamaran pernikahan. Beberapa orang menyebutnya sebagai tunangan. Lamaran atau tunangan merupakan prosesi dimana calon pengantin pria berserta keluarganya datang ke rumah calon pengantin wanita dengan tujuan meminang secara resmi. Biasanya acara lamaran juga menjadi ajang perkenalan keluarga. Diikuti pula dengan pemberian seserahan dan tukar cincin antar kedua calon.  Konsep acara lamaran bisa berbeda-beda bergantung pada adat masing-masing.

Lalu bagaimana islam memandang tentang prosesi lamaran sebelum nikah? Apakah lamaran ini memang diajarkan oleh Rasul dan Sahabat? Bagaimana hukumnya? Nah, berikut ini ulasan tentang hukum lamaran pernikahan menurut islam.

Pandangan Islam terkait Lamaran

Dalam islam, lamaran dikenal dengan istilah “khitbah” yang berarti meminang.  Ini merupakan proses dimana laki-laki datang menemui wali si wanita untuk meminta ijin menikahinya.  Pada saat mengkhitbah, laki-laki boleh datang secara langsung ataupun diwakilkan. Boleh juga mengajak anggota keluarga ataupun datang sendirian. Kemudian pihak wanita nantinya harus memberikan jawaban apakah iya atau tidak. Apabila kedua belah pihak sudah setuju, maka status si peminang akan menjadi khootoban. Sedangkan wanita yang dipinang menjadi makhthuuban.

Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seseorang yang telah meminang seorang perempuan:  “Melihatlah kepadanya karena yang demikian akan lebih menguatkan ikatan perkawinan”. (HR al-Thirmizi dan al-Nasai)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hukum lamaran (khitbah) dalam islam adalah diperbolehkan. Namun islam tidak mengenal istilah tunangan. Dan untuk adat tukar cincin juga tidak pernah diajarkan dalam islam.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Prosesi Khitbah

Proses lamaran atau khitbah tentunya harus dilakukan secara syar’i sesuai aturan agama. Nah, berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan khitbah:

  1. Pihak Laki-Laki Dianjurkan Melihat Wanita

Tata cara pernikahan dalam islam biasanya diawali dengan khitbah, dimana pihak laki-laki dianjurkan untuk melihat calon wanita yang hendak dilamar. Ini bisa dilakukan dengan mengutus orang lain atau datang melihat secara langsung. Untuk bagian fisik yang boleh dilihat menurut jumhur ulama hanya pada bagian wajah dan telapak tangan saja. Kedua bagian tersebut sudah cukup menunjukkan kecantikan, kesuburan, kebersihan dan kesehatan si wanita.

Dalam suatu hadist dijelaskan:

Bahwa Rasulullah saw mengutus Ummu Sulaim kepada seorang perempuan, Rasulullah saw berkata kepada Ummu Sulaim, ‘Lihatlah urat di atas tumitnya dan ciumlah bau mulutnya‘” (HR. Ahmad).

Dari Bakr bin Abdullah al-Muzani berkata bahwa Mughirah bin Syu’ban berkata, “Aku datang kepada Nabi SAW, lalu aku sebutkan seorang wanita yang akan aku khitbah. Beliau bersabda, Pergilah dan lihatlah ia, maka sesungguhnya hal itu lebih pantas untuk melanggengkan (cinta kasih) antara kalian berdua.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah).

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah berkata pada seseorang yang akan menikahi wanita: ‘Apakah engkau telah melihatnya? Dia berkata: “Belum”. Beliau bersabda: ’Maka pergilah, lalu lihatlah padanya. ” (HR. Muslim)

Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang diantara kalian meminang seorang perempuan, maka jika ia bisa melihat dari perempuan itu apa yang dapat menyerunya untuk menikahinya, maka hendaklah ia melakukannya. Jabir berkata: aku meminang seorang perempuan maka aku bersembunyi terhadapnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, kemudian aku menikahinya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

  1. Kriteria dan Sifat Calon yang Dipertimbangkan

Jika untuk melihat wanita, terdapat 4 hal yang bisa dilihat yakni agama, harta, keturunan dan kecantikan. Dari keempat faktor tersebut dianjurkan agar mengutamakan agama. Sebab kriteria istri yang baik  dan  ciri wanita yang baik untuk dinikahi menurut Islam adalah seseorang yang ilmu agamanya bagus. Dengan demikian bisa terwujud kehidupan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasahnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda: “Dinikahi wanita karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya, maka utamakanlah yang punya agama sehingga kamu akan beruntung.” (HR. Imam Bukhori dan Muslim)

Sedangkan bagi wanita, cara memilih calon pendamping hidup sesuai syariat I=islam hendaknya mengutamakan agama dan akhlak si laki-laki. Dari Abu Hatim al-Muzani radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.’” (HR. at-Tirmidzi)

  1. Jawaban Wanita Saat Dilamar

Ketika seorang laki-laki datang melamar wanita, maka wali wajib meminta persetujuan dari si wanita. Orang tua tidak boleh mengambil keputusan sendiri tanpa izin dari anaknya. Untuk cara menjawabnya, tidak harus melalui lisan. Biasanya wanita cenderung malu-malu. Maka jika ia diam itu berarti menjadi pertanda bahwa ia ridha dan setuju dengan lamaran tersebut.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu yang berkata bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak dinikahi seorang janda kecuali sampai dia minta dan tidak dinikahi seorang gadis sampai dia mengijinkan (sesuai kemauannya), Mereka bertanya “Ya Rasulullah, bagaimana ijinnya ? Beliau menjawab ‘Jika dia diam’”. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)

  1. Wanita yang Telah Dikhitbah Maka Statusnya Terikat

Apabila proses khitbah telah disetujui kedua belah pihak keluarga, serta telah direncakan tanggal pernikahan dan sebagainya, maka status wanita yang dipinang menjadi terikat. Ia tidak boleh menerima lamaran dari orang lain kecuali lamaran pertama telah dibatalkan.

Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah meminang wanita yang telah dipinang saudaranya, dan janganlah menawar barang yang telah ditawar saudaranya “ ( HR Muslim)

Dari Ibnu Umar ra, bahwasanya ia berkata: “ Nabi Muhammad saw telah melarang sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli saudaranya. Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan yang lain hingga peminang sebelumnya  meninggalkannya, atau ia telah diijinkan peminang sebelumnya.” ( HR Bukhari)

  1. Lamaran Tidak Harus Diramai-Ramai

Terdapat suatu hadist yang menjelaskan bahwa prosesi lamaran atau khitbah tidak harus diramai-ramai atau dimeriahkan berlebihan.

Umumkanlah pernikahan dan rahasiakanlah khitbah (lamaran)” (Hadist ini diriwayatkan oleh ad-Daylami dalam Musnad al-Firdaus)

Dalam as-Silsilah ad-Dha’ifah dan dalam Dha’if al-Jami’ as-Shaghir, Syaikh Al-Albani rahimanullah, beliau mengatakan bahwa hadist diatas bersifat lemah (dhaif). Namun untuk masalah pernikahan memang dianjurkan untuk diumumkan.

  1. Diharamkan Berduaan

Walaupun telah berstatus calon pengantin dan proses khitbah telah resmi dilakukan, namun kedua pasangan tetap dilarang berkhalawat berduaan. Bila memang ingin bertemu karena urusan penting maka harus ditemani oleh walinya. Ingat, berduanya wanita dan pria yang bukan muhrim bisa mendatangkan godaan syaitan. Jadi cukuplah bertaaruf di rumah wali. Percayalah akan indahnya menikah tanpa pacaran.

Hukum Tukar Cincin Saat Lamaran Menurut Islam

Umumnya masyarakat Indonesia melakukan prosesi tukar cincin saat acara lamaran. Bagaimana islam memandang hal tersebut? Perlu diketahui bahwa islam tidak pernah mensyariatkan tukar cincin saat khitbah. Terlebih lagi bila itu cincin emas, maka laki-laki haram menggunakannya. Sebagaimana hadist dibawah ini:

Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari umatku, namun diharamkan bagi para pria.” (HR. Ahmad dan an-Nasaai)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang cincin emas (bagi laki-laki)”. (Muttafaqun ‘alaihi).

Syaikh al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Memakai emas haram bagi kaum laki-laki, baik bentuknya cincin, kancing baju, kalung atau selain dari itu.” (Majmu’ Rasail: 11/99)

Lalu bagaimana jika cincin yang dikenakan pria bukanlah cincin emas. Apakah diperbolehkan?

Syaikh al Fauzan hafizhahullah menjelaskan: “Adapun cincin tunangan, maka ini bukanlah berasal dari budaya kaum muslimin. Ia dipakai saat akan dilaksanakannya pernikahan. Tidak boleh memakai cincin tunangan karena beberapa alasan, karena hal tersebut meniru tradisi kaum (kafir) yang tidak ada kebaikannya sedikitpun. Ia adalah tradisi baru yang masuk ketengah-tengah kaum muslimin, bukan dari tradisi umat Islam.

Syaikh bin Baz yang ditanya tentang hukum tukar cincin saat tunangan dan beliau menjawab, “Aku tidak mengetahui budaya ini berasal dari syariat, sehingga lebih utama ditinggalkan.” (Fatawa Ulama Baladul Haram)

Syaikh al ‘Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan tentang hukum tukar cincin dalam islam: “Cincin nikah yang biasa digunakan adalah emas. Padahal emas sama sekali tidak punya pengaruh bagi yang mengenakannya. Sebagian orang yang mengenakan cincin pernikahan ini terkadang membuat ukiran di emas tersebut dan diserahkan pada istrinya. Begitu pula si istri diukir namanya di cincin dan diberikan pada suaminya. Mereka meyakini bahwa tukar cincin semacam ini akan lebih merekat ikatan cinta diantara pasangan suami istri. Dalam kondisi seperti ini, cincin pernikahan bisa jadi haram karena cincin menjadi sandaran hati padahal hal tersebut tidak dibolehkan secara syar’i maupun terbukti dari segi keilmiahan. Begitu pula tidak boleh menggunakan cincin nikah yang dikenakan oleh pasangan yang baru dilamar, karena jika belum ada akad nikah, si wanita belumlah menjadi istri dan belum halal baginya. Wanita tersebut bisa halal bagi si pria jika benar-benar telah terjadi akad.” (al-Fatawa al-Jami’ah lil Mar-ah al-Muslimah).

Jadi kesimpulannya, hukum lamaran dalam islam adalah sama dengan khitbah yakni dianjurkan. Namun tidak ada perintah syar’i untuk melakukan tukar cincin. Demikian penjelasan dari kami. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Lamaran dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tunangan Dalam Islam – Syarat dan Hukumnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/tunangan-dalam-islam Thu, 02 Jun 2016 02:38:40 +0000 http://dalamislam.com/?p=631 Dewasa ini siapa yang tidak mengenal istilah tunangan? Ya, tunangan yang berarti mengikat seseorang sebelum menikah dengan pasangannya melalui proses pinangan atau prosesi lamaran. Pasangan yang ingin menikah biasanya didahului dengan bertunangan dan tunangan dianggap sebagai langkah awal untuk menggapai tujuan pernikahan dalam islam. Pihak lelaki akan datang melamar pihak wanita baik sendiri maupun bersama […]

The post Tunangan Dalam Islam – Syarat dan Hukumnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dewasa ini siapa yang tidak mengenal istilah tunangan? Ya, tunangan yang berarti mengikat seseorang sebelum menikah dengan pasangannya melalui proses pinangan atau prosesi lamaran. Pasangan yang ingin menikah biasanya didahului dengan bertunangan dan tunangan dianggap sebagai langkah awal untuk menggapai tujuan pernikahan dalam islam. Pihak lelaki akan datang melamar pihak wanita baik sendiri maupun bersama keluarganya dan membuat kesepakatan bersama tentang rencana pernikahan baik nikah secara resmi maupun nikah siri. Dalam istilah istilah tunangan sebenarnya sudah lama dikenal. Dalam islam meminang seorang wanita dan mengikatnya dalam hubungan dissebut dengan khitbah. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang hukum dan hal lain yang menyangkut tunangan dalam islam simak penjelasan berikut ini

Pengertian dan Syarat Khitbah

Khitbah atau yang dikenal dengan istilah meminang berarti seorang laki-laki yang datang meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang umum berlaku dalam masyarakat tersebut. Selanjutnya jika pihak wanita menerima lamaran pihak lelaki maka pasangan tersebut dinyatakan telah bertunangan. Setelah bertunangan biasanya pasangan akan mengurus persiapan menikah di KUA (baca menikah di KUA dengan wna) Dalam melaksanakan khitbah atau lamaran ada dua syarat yang harus dipenuhi yakni :

1) Syarat mustahsinah

Syarat mustahsinah adalah syarat yang menganjurkan pihak laki-laki untuk meneliti dahulu wanita yang akan dipinang atau dikhitbahnya. Syarat ini termasuk syarat yang tidak wajib dilakukan sebelum meminang seseorang. Khitbah seseorang tetap sah meskipun tanpa memenuhi syarat mustahsinah. Bagi seorang lelaki ia perlu melihat dulu sifat dan seperti apa penampilan wanita yang akan dipinang apakah memenuhi kriteria calon istri yang baik (baca juga kriteria calon suami yang baik) dan sesuai dengan anjuran Rasulullah dalam hadits berikut ini :

Wanita dikawin karena empat hal, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka akan memelihara tanganmu”.(HR Abu Hurairah)

Berdasarkan hadits tersebut maka hendaknya pria memperhatikan agama sang wanita, keturunan, kedudukan wanita ( apakah sesuai dengan dirinya), sifat kasih sayang dan lemah lembut, serta jasmani dan rohani yang sehat.

2). Syarat lazimah

Yang dimaksud syarat lazimah adalah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan dan jika tidak dilakukan maka pinangannya atau tunangannya tidak sah. Syarat lazimah meliputi

  • Wanita yang dipinang tidak sedang dalam pinangan laki-laki lain sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits berikut ini

Janganlah seseorang dari kamu meminang (wanita) yang dipinang saudaranya, sehingga peminang sebelumnya meninggal-kannya atau telah mengizinkannya.” (HR Abu Hurairah)

  • Wanita yang sedang berada dalam iddah talak raj’i (baca hukum talak dalam pernikahan). Wanita yang sedang dalam talak raj’i masih rujuk dengan suaminya dan dianjurkan untuk tidak dipinang sebelum masa iddahnya habis dan tidak memutuskan untuk berislah atau berbaikan dengan mantan suaminya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 228

Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.” (Al-Baqarah:228)

  • Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dan dalam masa iddah atau yang menjalanai idah talak ba’in (baca perbedaan talak satu, dua dan tiga) boleh dipinang dengan sindiran atau kinayah . Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al qur’an surat Al baqarah ayat 235

Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanitawanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma’ruf”. (Al-Baqarah:235)

Hukum Tunangan dalam Islam

Menurut sebagian besar ulama, tunangan dikategorikan sebagai pendahuluan atau persiapan sebelum menikah dan melakukan khitbah atau pinangan yang mengikat seorang wanita sebelum menikah hukumnya adalah mubah (boleh), selama syarat khitbah dipenuhi. Tunangan atau khitbah diperbolehkan dalam islam karena tujuan peminangan atau tunangan hanyalah sekedar mengetahui kerelaan dari pihak wanita yang dipinang sekaligus sebagai janji bahwa sang pria akan menikahi wanita tersebut. Sebagaimana hadits berikut ini :

Jika di antara kalian hendak meminang seorang wanita, dan mampu untuk melihat darinya apa-apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah.”(HR.Imam Ahmad dan Abu Dawud)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa islam mengizinkan laki-laki untuk melakukan pinangan kepada seorang wanita dan mengikatnya dengan tali pertunangan namun jika hal ini sesuai syariat islam. Setelah melaksanakan pertunangan sang wanita tetap belum halal bagi sang pria dan keduanya tidak diperbolehkan untuk saling melihat, berkumpul bersama atau melakukan hal-hal yang dilarang yang dapat menjerumuskan dalam perbuatan zina (baca Zina dalam islam). Hal ini sesuai dengan hukum kompilasi islam pasal 11 tentang akibat hukum dari khitbah atau tunangan yang menyebutkan bahwa :

  1. Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan.
  2. Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agar dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai

Hukum memberikan hadiah pertunangan

Saat bertunangan kita sering mendengar istilah tukar cincin, lalu bagaimanakah hukumnya dalam islam? Sebenarnya kebiasaan tukar cincin bisa jadi hanyalah kebiasaan namun seorang laki-laki diperbolehkan memberi hadiah atau cinderamata kepada tunangannya atau yang disebut dengan istilah urf. Jika dikemudian hari pihak pria membatalkan pertunangan atau pinangannya maka ia tidak dibenarkan untuk mengambil kembali hadiah tersebut. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa

Tidak halal bagi seseorang muslim memberi sesutau kepada orang lain kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya” (HR. Ahmad al-irba’ati wa shohihu al-Tirmidzi wa ibnu hibban wa al-Hakim)

Hukum membatalkan pertunangan

Tunangan atau pinangan hanyalah janji seorang pria yang akan menikahi seorang wanita dan merupakan langkah awal dalam mempersiapkan suatu pernikahan. Berdsarakan hal tersebut maka sebenarnya pertunangan bisa diputuskan atau dibatalkan oleh salah satu pihak misalnya jika terjadi konflik dalam keluarga. meskipun demikian jika tunangan dibatalkan oleh pihak perempuan ada baiknya mahar yang telah diberikan oleh sang pria dikembalikan. Meskipun demikian seorang pria yang sudah berjanji pada seorang wanita sebaiknya memenuhi janjinya tersebut karena bukankah seorang muslim harus memenuhi janjinya sebagaimana yang disebutkan dalam Alqur’an surat Al isra ayat 34

”Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”.

Demikianlah penjelasan tentang hukum dan hal-hal yang terkait dengan tunangan dalam islam. Sebaiknya sebelum menikah kita mengetahui terlebih dahulu kriteria calon pasangan yang baik dan cara memilih pendamping hidup dalam islam misalnya dengan cara ta’aruf bukan dengan pacaran (baca pacaran dalam islam). Jika anda tidak kunjung mendapatkan jodoh (baca penyebab terhalangnya jodoh) maka  janganlah berputus asa (baca bahaya putus asa) karena bisa menyebabkan hati menjadi gelisah (baca penyebab hati gelisah) tetaplah bersabar dan berdoa pada Allah agar dikaruniai jodoh yang baik.

The post Tunangan Dalam Islam – Syarat dan Hukumnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>