bagi hasil Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/bagi-hasil Mon, 09 Mar 2020 08:05:04 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png bagi hasil Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/bagi-hasil 32 32 Nisbah dalam Islam yang Perlu Diketahui https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/nisbah-dalam-islam Mon, 09 Mar 2020 03:09:49 +0000 https://dalamislam.com/?p=8323 Salah satu perbedaan bank syariah dan bank konvensional adalah adanya bagi hasil antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal) yang besarannya ditentukan dan disepakati saat awal akad. Besarnya pembagian hasil antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal) inilah yang disebut dengan nisbah bagi hasil. Apakah yang dimaksud nisbah bagi hasil dalam […]

The post Nisbah dalam Islam yang Perlu Diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Salah satu perbedaan bank syariah dan bank konvensional adalah adanya bagi hasil antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal) yang besarannya ditentukan dan disepakati saat awal akad.

Besarnya pembagian hasil antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal) inilah yang disebut dengan nisbah bagi hasil.

Apakah yang dimaksud nisbah bagi hasil dalam Islam?

Dalam Islam, nisbah merupakan salah satu istilah ekonomi dalam Islam yang merujuk pada besaran pembagian hasil usaha.

Menurut Sri Nurhayati dalam Ismawati (2018) nisbah adalah besaran yang digunakan untuk membagi keuntungan.

Dengan demikian, nisbah merupakan gambaran besarnya imbalan yang berhak diterima oleh shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal).

Besarnya nisbah atau rasio bagi hasil ini biasanya disepakati saat akad bagi hasil antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal) dengan merujuk pada adanya kemungkinan untung rugi.

Kesepakatan ini diperlukan agar salah satu pihak tidak merasa dirugikan. Allah berfirman dalam surat An-Nisaa’ ayat 29 yang artinya,

“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu … “ (QS. An-Nisaa’ : 29)

Bagaimanakah hukum nisbah dalam Islam?

Hukum nisbah dalam Islam adalah dibolehkan bahkan disyariatkan. Salah satu dalil yang mendasarinya adalah hadits berikut.

“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengurangi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikoya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).

Hal-hal yang harus diperhatikan

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam nisbah bagi hasil adalah sebagai berikut.

1. Persentase nisbah

Pembagian keuntungan harus didasarkan atas kesepakatan antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal) yang dituangkan dalam bentuk persentase dan bukan nilai nominal tertentu.

Jika dalam akad tidak dijelaskan besarnya persentase masing-masing pihak, maka persentase pembagiannya menjadi 50% dan 50%.  

Jika terjadi perubahan nisbah, maka harus dilakukan berdasarkan kesepakatan  antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal)

2. Bagi untung dan bagi rugi

Besaran yang diperoleh kedua belah pihak akan sangat tergantung pada kinerja riil usaha yang dijalankan.

Apabila usaha yang dikelola mudharib memperoleh untung besar maka kedua belah pihak pun akan memperoleh bagian yang besar pula. Begitu juga sebaliknya.

Karena itu, nisbah keuntungan harus ditentukan juga dalam bentuk persentase dan bukan dalam bentuk nilai nominal tertentu. Hal ini merupakan salah satu cara menghindari riba.

3. Ketentuan pembagian kerugian

Pembagian kerugian dilakukan jika kerugian yang terjadi adalah akibat resiko bisnis dan bukan karena resiko karakter buruk mudharib (pengelola modal).

Kerugian akibat buruknya karakter mudharib seperti lalai, kesalahan yang disengaja atau ada perjanjian yang dilanggar oleh mudharib (pengelola modal) tidak perlu ditanggung oleh shahibul maal (pemilik modal).

Sebaliknya, mudharib (pengelola modal) adalah pihak yang harus bertanggung jawab menanggung kerugian yang ditimbulkan sebesar bagian kelalaiannya.  

4. Besarnya nisbah keuntungan

Besarnya nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal).

Dengan kata lain, besaran nisbah merupakan hasil tawar menawar antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal).

Namun, perlu diperhatikan pula bahwa kaidah fiqih menyebutkan nisbah 100 : 0 tidak diperkenankan.

Jika hal ini terjadi maka keuntungan hanya diperuntukkan untuk satu pihak. Dan ini tidak sesuai dengan rukun dan syarat pembiayaan.   

The post Nisbah dalam Islam yang Perlu Diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
5 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional https://dalamislam.com/landasan-agama/fiqih/perbedaan-bank-syariah-dan-bank-konvensional Thu, 17 Dec 2015 06:30:49 +0000 http://dalamislam.com/?p=423 Sekarang ini kita telah mengenal istilah bank syariah dan bank konvensional dalam dunia perbankan, dimana kedua jenis bank tersebut memiliki persamaan maupun perbedaan yang sangat menonjol. Yang banyak masyarakat ketahui bahwa bank syariah adalah bank yang bebas dari bunga yang menyebabkan riba, dan bank konvensional dengan sistem bunga dan terbilang cukup menyiksa terlebih pada masyrakat […]

The post 5 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sekarang ini kita telah mengenal istilah bank syariah dan bank konvensional dalam dunia perbankan, dimana kedua jenis bank tersebut memiliki persamaan maupun perbedaan yang sangat menonjol. Yang banyak masyarakat ketahui bahwa bank syariah adalah bank yang bebas dari bunga yang menyebabkan riba, dan bank konvensional dengan sistem bunga dan terbilang cukup menyiksa terlebih pada masyrakat kecil.

Sebelum kita beranjak pada perbedaan diantara bank syariah dan bank konvensional, ada baiknya jika kita tahu terlebih dahulu tentang kedua istilah dalam dunia perbankan tersebut.

Bank Konvensional

Bank Konvensional merupakan lembaga perbankan yang pelaksanaan kegiatan usahanya yang berupa kegiatan pemberian jasa dalam lalu lintas pembayaran dilakukan secara konvensional.

Sebagian besar pendapat dari para ulama mengharamkan adanya bank konvensional, karena bank tersebut melakukan praktek bunga bank yang pada prinsipnya sama persis dengan kegiatan riba, baik itu di dalam bunga tabungan, deposito, maupun dalam pinjamannya.

Allah SWT berfirman :

ﻴٰﺎ ﻴُّﻬَﺎﺍﻠّﺬِﻴْﻦَ ﺍٰﻤَﻨُﻭﺍ ﻻَﺘﺄﻜُﻠﻭﺍ ﺍَﻤْﻮَﺍﻠَﻜُﻢْ ﺒَﻴْﻨَﻜُﻢ ﺒِﺎ ﻠْﺒَﺎﻄِﻞِ ﺍِﻻﱠ ﺃﻦْ ﺘَﻜُﻮﻦَ ﺘِﺠَﺎﺮَﺓً ﻋَﻦْ ﺘَﺮَﺍﺾٍ ﻤِّﻧْﻜﻢْ ﻮَﻻَﺘَﻘﺘﻠﻮﺍ ﺃﻧﻔﺴﻜﻢۚ ﺇﻦﺍﷲ ﻜﺎﻦﺑﻜﻢ ﺮﺤﻴﻤﺎ

Artinya

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta kamu di antara kamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang Kepadamu.” (QS. An- Nisa’ ayat 29)

Adapun beberapa praktik yang diharamkan dari bank konvensional adalah :

  • Pihak Bank menerima tabungan atau simpanan uang dari para nasabah dengan imbalan bunga, yang untuk selanjutnya tabungan tersebut dipergunakan sebagai dana kredit perbankan dengan bunga yang lebih besar
  • Pihak Bank memberikan kredit dengan besaran bunga yang ditentukan oleh pihak bank dan tentu saja bunga tersebut nantinya akan menghasilkan keuntungan yang berlipat bagi pihak bank
  • Bank konvensional mensyaratkan adanya bunga atas praktik-praktik hutang-piutang yang mereka lakukan.

Bank Syariah

Sedangkan  bank syariah merupakan lembaga perbankan yang melaksanakan kegiatan usaha berupa pemberian jasa terhadap lalu lintas pembayaran secara syariah atau menurut ajaran agama islam yang melarang adanya sistem bunga atau riba yang memberatkan. Bank syariah telah dianggap lebih baik daripada bank konvensional.

Dalam Fatawa Al-Muamalah, Syehk Nuh Ali Salman yang merupakan mufti dari kerajaan Yordania menyatakan bahwa

Bank Islam adalah perusahaan bisnis yang operasionalnya terikat dengan hukum syariah Islam. Ini aturan yang dibuat pihak bank. Pihak bank juga siap untuk mendengarkan nasihat ahli tentang produk bisnis mereka apabila ada yang melanggar syariah. Oleh karena itu, maka bank Islam jelas lebih baik dibanding berbisnis dengan bank konvensional yang jelas mengandung riba. Namun, orang yang berhati-hati pada agama hendaknya bertanya pada ahli fikih atas setiap produk jasa yang ditawarkan bank syariah apabila hendak bertransaksi dengan setiap bank syariah sehingga tidak terjatuh pada perbuatan haram. Boleh menyimpan uang di bank syariah dengan cara akad musyarokah (join venture) dan boleh memakan keuntungan yang diberikan bank karena keuntungan bisnis bukanlah keuntungan riba.”

Dari pengertian di atas, pada dasarnya sudah jelaslah perbedaan antara Naki Syariah dan Bank Konvensional. Akan tetapi untuk lebih memahami perbedaan-perbedaan kedua lembaga perbankan tersebut, berikut ulasannya.

Perbedaan yang mendasar diantara Bank Syariah dan Bank Konvensional adalah :

  1. Dilihat dari segi falsafah

Inilah menjadi kunci pokok perbedaan diantara Bank Syariah dan Bank Konvensional, dimana di dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga, sedangkan bank konvensional adalah kebalikannya.

Perbedaan inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan produk-produk yang dikembangkan oleh kedua bank tersebut, dimana untuk menghindari terjadinya sistem bunga yang telah dianggap sebagai riba, maka bank syariah mengembangkan sistem jual beli atau metode kemitraan dengan bentuk bagi hasil.

  1. Dilihat dari konsep pengelolaan dana dari para nasabah

Bank Syariah melakukan pengelolaan dana yang berasal dari para nasabah ke dalam bentuk titipan maupun investasi. Dalam bentuk titipan artinya, dana yang berasal dari para nasabah nantinya akan disimpan di bank tanpa dipergunakan atau diinvestasikan, sehingga kapanpun nasabah menginginkan uangnya kembali, pihak bank dapat memenuhi permintaan tersebut.

Sedangkan investasi artinya dana dari para nasabah dipergunakan untuk investasi, dan nantinya kedua belah pihak akan saling berbagi, baik itu dalam hal keuntungan maupun  dalam hal menaggung resiko yang terjadi. Adapun prinsip bagi hasil yang dilakukan antara lain adalah :

  • Besarnya resiko bagi hasil ditentukan pada saat akad dilakukan, dimana dalam hal ini harus berpedoman pada terjadinya kemungkinan untung dan rugi.
  • Besaran nisbah bagi hasil harus sesuai dengan keuntungan yang telah diperoleh
  • Pembagian hasil akan semakin meningkat jumlahnya sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
  • Tidak ada keraguan dari masing-masing pihak tentang keuntungan bagi hasil
  • Apabila ternyata terjadi kerugian atas investasi yang telah dilakukan, maka resiko kerugian akan ditanggung oleh kedua belah pihak.

Kondisi tersebut tentu jelas berbeda dengan sistem yang dianut oleh bank konvensional perihal pengelolaan dana nasabah, dimana dana nasabah dalam bentuk tabungan maupun deposito ditujukan untuknya membungakan uang tersebut.

Artinya pihak bank nantinya akan memberikan imbalan bunga kepada para nasabah atas dana yang telah mereka simpan dengan besar bunga ditentukan oleh pihak bank, dan dana nasabah tersebut dipergunakan pihak bank sebagai dana kredit dengan bunga yang lebih besar sebagai keuntungan bagi pihak bank.

Adapun prinsip penentuan sistem bunga, terdapat beberapa ketentuan, seperti :

  • Besarnya suku bunga ditentukan pada saat akad dengan ketentuan yang harus selalu menguntungkan pihak bank.
  • Besarnya prosentase bunga pinjaman ditentukan dari besar jumlah uang atau modal yang dipinjamkan
  • Jumlah pembayaran dari suku bunga tidak bersifat mengikat, meskipun pada saat ekonomi sedang baik jumlah keuntungan yang diterima oleh pihak bank berlipat ganda
  • Kehalalan bunga yang diberikan diragukan oleh semua agama
  • Jumlah suku bunga yang dibayarkan bersifat tetap sesuai dengan perjanjian tanpa mempertimbangkan untung atau rugi dari usaha yang dijalankan oleh nasabah.

3. Dilihat dari struktur organisasinya

Di dalam struktur organisasi bank syariah diharuskan terdapat unsur Dewan Pengawas Syariah (DPS). Adapun tugas dari dewan Pengawas Syariah adalah melakukan pengawasan terhadap seluruh aktivitas yang dilakukan oleh pihak Bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Dewan ini selanjutkan akan memberikan laporan kepada Dewan Syariah Nasional (DNS) yang berada di masing-masing lembaga keuangan syariah terkait kinerja lembaga keuangan syariah tersebut. Apabila terjadi penyimpangan, maka DNS dapat memberikan teguran terhadap pihak yang bersangkutan.

Selain itu, DNS juga dapat mengajukan rekomendasi terkait pemberian sanksi terhadap bank yang bersangkutan kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Departemen Keuangan maupun kepada Bank Indonesia.

Hal ini berbeda dengan bank konvensional, dimana di dalam struktur organisasi Bank Konvensional tidak terdapat Badan Pengawas Syariah.

4. Dilihat dari kewajiban lain yang harus dipenuhi oleh pihak Bank

Bank Syariah memiliki kewajiban yang lain selain mengelola dana dari nasabah, yaitu kewajiban untuk mengelola zakat. Artinya Bank Syariah wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikan, serta mendistribusikan zakat yang telah terkumpul kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

5. Dilihat dari ikatan emosional antara Nasabah dan pihak Bank

Terdapat ikatan emosional yang kuat didasarkan atas prinsip keadilan, prinsip kesederajatan, prinsip ketentraman diantara pemegang saham, pengelola bank, serta nasabah. Sedangkan dalam sistem bank konvensional, tidak terjadi ikatan emosional baik itu antara nasabah, pemegang saham, maupun pihak pengelola bank. Hal ini disebabkan karena adanya keinginan yang saling bertolak belakang diantara masing-masing pihak.

The post 5 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional appeared first on DalamIslam.com.

]]>