Masjid Kasepuhan Cirebon yang lebih dikenal dengan Masjid Agung Cirebon adalah Masjid tertua di Cirebon. Masjid ini dibangun sejak tahun 1480 yang sejarahnya menjadi banyak diinginkan oleh masyarakat. Seperti apa sejarahnya? Simak penjelasan di bawah ini.
Islam berkembang pesat kala itu di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, jauh setelah berkembangnya Hindhu-Budha. Perkembangan Islam di Cirebon kala itu tidak lepas dari perjuangan salah seorang Wali Songo setelah mendapat kesempatan kekuasaan untuk memegang roda pemerintahan Kesultanan Cirebon.
Wali Songo tersebut adalah Sunan Gunung Jati yang membawa penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa.
Seiring berkembangnya Islam di Pulau Jawa, setelah berdirinya Kesultanan Cirebon dan Demak disusul oleh kerajaan Islam lain seperti Banten, maka bangunan keraton mulai didirikan.
Selain keraton sebagai tempat tinggal juga sebagai kekuasaan sultan, bangunan lain juga mulai dibangun seperti tempat ibadah. Salah satunya adalah Masjid Kasepuhan Cirebon.
Sesuai dengan namanya, Masjid ini berada di kompleks Keraton Kesepuhan Cirebon. Masjid ini dibangun dan dipelopori oleh Nyi Ratu Pakungwati serta dibantu oleh sejumlah anggota Wali Songo. Beberapa tenaga ahli dari Kesultanan Demak pimpinan Raden Patah juga ikut membantu dalam pembangunan masjid ini.
Sunan Gunung Jati menjadi salah satu Wali Songo yang berperan dalam merintis pembangunan Masjid Kasepuhan Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah suami dari Ratu Dewi Pakungwati, yakni seorang putri Pangeran Cakrabuana, sosok pendiri Kasepuhan Cirebon.
Sunan Kalijaga juga merupakan sunan lain yang ikut kontribusi dalam memimpin proyek pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Sunan Kalijaga berperan sebagai arsitek perancang masjid, nama tersebut adalah Raden Sepat yang memimpin para ahli bangunan dari Jawa.
Sunan Kalijati adalah seorang putra Adipati Tuban Tumenggung Wilatikta.
Pembangunan ini dilakukan dalam kurun waktu 1498-1500 M. Masjid ini tentunya menjadi Masjid bersejarah yang berada di daerah Cirebon.
Masjid Kasepuhan Cirebon dibanguun dan dikerjakan oleh 500 pekerja dari Majapahit, Demak dan cirebon. Gaya bangunan Masjid Kasepuhan Cirebon mengambil perpaduan gaya Jawa dan Hindu Majapahit.
Hal ini bisa terlihat dari gapura di bagian halaman masjid dan serambi, serta atap masjid yang menyerupai rumah Joglo yait rumah adat masyarakat Jawa.
Masjid Kasepuhan Cirebon atau yang juga dikenal dengan Masjid Sang Cipta Rasa memiliki bangunan yang agung, sengaja dibangun untuk dipergunakan umat untuk beribadah kepada sng mha pencipta, Allah SWT.
Hal ini juga digambarkan dalam tiga kata yang mewakili nama masjid, yaitu Sang yang berarti keagungan, Cipta yang berarti dibangun dan Rasa yang bermakna digunakan.
Ciri Khas Masjid Kasepuhan Cirebon di antaranya terletak pada bentuk masjid dan konsep yang melatar belakanginya, bahan-bahan bangunan masjid, ornamen-ornamen yang berada di dalamnya dan lain sebagainya.
Ruang masjid menghadap ke kiblat dan terdapat lantai ubin terakota pada serambi sebelah selatan berukuran 28×28 cm berjajar warna merah memudar. Dinding bangunan masjid terpisah dari atap dengan tinggi sekitar 3 meter dan tebal 56 cm. Fungsi dinding ini sebagai pemisah antara ruang dalam dengan serambi dan terbuat dari batu kapur setebal 5-7 cm.
Seluruh dinding berwarna jingga dan polo kecuali bagian atas pintu tengah pada dinding utara dan selatan karena terdapat hiasan tumpal bergerigi berukuran 6 cm.
Masjid Kasepuhan Cirebon memiliki atap yang nonkemuncak. Bentuk limasan susun tiga itu disebut pula sebagai lambang teplok. Tiang majid terbuat dari kayu jati berderat dari timur ke barat dan salah satunya kayu disebut ak thtal (tiang dari serpiha kayu yang diikat dengan tali dari rerumputan).
Sekarang, tiang ini sudah diganti dengan tiang-tiang besi. Semuanya dihubungkan dengan balok-balk melintang dengan cara membuat lubang dan pengunci debagai penguat kontruksi.
Mimbar atau mihrab masjid terletak di tengah dinding barat bangunan inti dengan kemiringan 17 derajat dari rah timur-barat. Dengan ruangan berbentuk kapsul terbuka pada bagian timur, menonjol keluar dari dinding barat.
Kekhasan lainnya adalah atapnya melengkung, permukaan lantainya datar, dinding sisi utara dan selatan tegak lurus serta dinding barat melengkung setengah lingkaran.
Masjid Kasepuhan Cirebon kini banyak menjadi inspirasi untuk bangunan di masa sekarang lantaran desain dan arsitekturnya, terutama pada bentuk atap Limasan Lambang-Teploknya dan pola-pola kontruksinya.
Peniruan desain Masjid Kasepuhan Cirebon dikarenakan agar terjaganya pelestariaan warisan budaya. Kota Cirebon adalah kota tua bahkan lebih tua dari sejarah awal kerajaan Mataram Islam.
Kini Masjid Kasepuhan Cirebon tidak hanya digunakan menjadi tempat beribadah saja, juga digunakan sebagai tempat acara keagamaan taklim. Banyak masyarakat mengunjungi Masjid Kasepuhan Cirebon untuk mengambil air sumur para wali.
Tempat wudhu yang biasa digunakan para Wali Songo pada masanya adalah air yang memiliki tingkat keasaman tinggi.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa air yang berasal dari sumur tersebut boleh diminum secara langsung, meski begitu tetap saja untuk tidak sering meminunya. Mayoritas masyarakat percaya bahwa air sumur di Masjid Kasepuhan Cirebon bisa membawa berkah.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…