Ekonomi

Nisbah dalam Islam yang Perlu Diketahui

√ Islamic Base Pass quality & checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Salah satu perbedaan bank syariah dan bank konvensional adalah adanya bagi hasil antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal) yang besarannya ditentukan dan disepakati saat awal akad.

Besarnya pembagian hasil antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal) inilah yang disebut dengan nisbah bagi hasil.

Apakah yang dimaksud nisbah bagi hasil dalam Islam?

Dalam Islam, nisbah merupakan salah satu istilah ekonomi dalam Islam yang merujuk pada besaran pembagian hasil usaha.

Menurut Sri Nurhayati dalam Ismawati (2018) nisbah adalah besaran yang digunakan untuk membagi keuntungan.

Dengan demikian, nisbah merupakan gambaran besarnya imbalan yang berhak diterima oleh shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal).

Besarnya nisbah atau rasio bagi hasil ini biasanya disepakati saat akad bagi hasil antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal) dengan merujuk pada adanya kemungkinan untung rugi.

Kesepakatan ini diperlukan agar salah satu pihak tidak merasa dirugikan. Allah berfirman dalam surat An-Nisaa’ ayat 29 yang artinya,

“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu … “ (QS. An-Nisaa’ : 29)

Bagaimanakah hukum nisbah dalam Islam?

Hukum nisbah dalam Islam adalah dibolehkan bahkan disyariatkan. Salah satu dalil yang mendasarinya adalah hadits berikut.

“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengurangi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikoya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).

Hal-hal yang harus diperhatikan

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam nisbah bagi hasil adalah sebagai berikut.

1. Persentase nisbah

Pembagian keuntungan harus didasarkan atas kesepakatan antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal) yang dituangkan dalam bentuk persentase dan bukan nilai nominal tertentu.

Jika dalam akad tidak dijelaskan besarnya persentase masing-masing pihak, maka persentase pembagiannya menjadi 50% dan 50%.  

Jika terjadi perubahan nisbah, maka harus dilakukan berdasarkan kesepakatan  antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal)

2. Bagi untung dan bagi rugi

Besaran yang diperoleh kedua belah pihak akan sangat tergantung pada kinerja riil usaha yang dijalankan.

Apabila usaha yang dikelola mudharib memperoleh untung besar maka kedua belah pihak pun akan memperoleh bagian yang besar pula. Begitu juga sebaliknya.

Karena itu, nisbah keuntungan harus ditentukan juga dalam bentuk persentase dan bukan dalam bentuk nilai nominal tertentu. Hal ini merupakan salah satu cara menghindari riba.

3. Ketentuan pembagian kerugian

Pembagian kerugian dilakukan jika kerugian yang terjadi adalah akibat resiko bisnis dan bukan karena resiko karakter buruk mudharib (pengelola modal).

Kerugian akibat buruknya karakter mudharib seperti lalai, kesalahan yang disengaja atau ada perjanjian yang dilanggar oleh mudharib (pengelola modal) tidak perlu ditanggung oleh shahibul maal (pemilik modal).

Sebaliknya, mudharib (pengelola modal) adalah pihak yang harus bertanggung jawab menanggung kerugian yang ditimbulkan sebesar bagian kelalaiannya.  

4. Besarnya nisbah keuntungan

Besarnya nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal).

Dengan kata lain, besaran nisbah merupakan hasil tawar menawar antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal).

Namun, perlu diperhatikan pula bahwa kaidah fiqih menyebutkan nisbah 100 : 0 tidak diperkenankan.

Jika hal ini terjadi maka keuntungan hanya diperuntukkan untuk satu pihak. Dan ini tidak sesuai dengan rukun dan syarat pembiayaan.   

Share
Published by
Ambar Aruming Tyas

Recent Posts

Perbedaan Kafir Harbi dan Dzimmi

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ قُلْ  لِّلَّذِيْنَ  كَفَرُوْا  سَتُغْلَبُوْنَ  وَتُحْشَرُوْنَ  اِلٰى  جَهَنَّمَ   ۗ وَبِئْسَ  الْمِهَا دُ “Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang yang kafir, Kamu…

2 months ago

4 Contoh Syariat Islam yang di Terapkan dalam Kehidupan Sehari-Hari

Syariat Islam adalah hukum yang terdapat dalam ajaran islam untuk mengatur kehidupan manusia. Hal ini…

2 months ago

Tata Cara Aqiqah Anak Laki-Laki : Hukum, dan Dalilnya

Agama Islam memuliakan umatnya, termasuk anak-anak. Dalam aturan agama islam terdapat beberapa arahan yang membahas…

2 months ago

4 Sumber Hukum Islam Yang Disepakati

Berbicara mengenai hukum islam, maka kita dapat berbicara mengenai sumber hukum islam yang disepakati. Tujuannya…

2 months ago

Hukum Aqiqah Sudah Dewasa dan Dalilnya

Aqiqah dalam islam merupakan prosesi yang masuk kedalam sunah muakkad atau sunnah yang wajib untuk…

3 months ago

4 Sumber Hukum yang Tidak Disepakati

Dalam agama islam, hukum merupakan aturan baku yang mengatur dan memandu umat muslim dalam beribadah.…

3 months ago