Hukum Islam

Hukum Islam Kredit Barang Elektronik dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apakah pernah melakukan kredit elektronik atau menggunakan transaksi elektronik? Dalam Islam berbagai ekonomi dalam islam dan transaksi ekonomi dalam islam diatur dan dijelaskan dalam banyak informasi.

Mulai dari rujukan surah dalam Al-Quran hingga hadist dan juga berbagai rujukan ulama. Termasuk bagaimana hukum islam kredit barang elektronik dan dalilnya? Dalam artikel ini akan kita bahas secara lengkap.

Hukum Islam Kredit Barang Elektronik dan Dalilnya

Jika mengutip jurnal hukum Jual Beli Angsuran Kredit menurut Syariah karya H. Al Hafid Ibnu Qayyim, M.Th.I, bahwa kredit sama saja seperti berhutang, sedangkan Islam menyarankan untuk tidak berhutang dikecualikan mampu melunasi dan sangat membutuhkan kondisi tersebut.

Namun atas dasar pengecualian, jumhur ulama menyepakati bahwa hukum kredit menurut islam dalam bentuk barang masuk kedalam mubah ataupun boleh.

Dalil rujukannya adalah Surat Al-Baqarah ayat 282 yang artinya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَٱكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِٱلْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَن يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ ٱلَّذِى عَلَيْهِ ٱلْحَقُّ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔا ۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِى عَلَيْهِ ٱلْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُۥ بِٱلْعَدْلِ ۚ وَٱسْتَشْهِدُوا۟ شَهِيدَيْنِ مِن رِّجَالِكُمْ ۖ فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَٱمْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ ٱلشُّهَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحْدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَىٰهُمَا ٱلْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ ٱلشُّهَدَآءُ إِذَا مَا دُعُوا۟ ۚ وَلَا تَسْـَٔمُوٓا۟ أَن تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَٰدَةِ وَأَدْنَىٰٓ أَلَّا تَرْتَابُوٓا۟ ۖ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوٓا۟ إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِن تَفْعَلُوا۟ فَإِنَّهُۥ فُسُوقٌۢ بِكُمْ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Kemudian, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA disebutkan pula bahwa:

“Rasulullah Saw membeli sebagian bahan makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran dihutang dan beliau juga menggadaikan perisai kepadanya.” (HR. Bukhari: 2096 dan Muslim: 1603)

Disisi lain ada juga kajian menurut ulama di Indonesia yang menjelaskan mengenai hukum kredit dalam islam atau transaksi cicilan yang dilakukan. Tinjauan Hukum Islam tentang Kredit Barang-Barang Elektronik Dibayar dengan Getah Karet susunan Nazela Rifdasani (2020),  menjelaskan bahwa hukum kredit juga disepakati oleh MUI, dengan fatwa:

“Dibolehkannya jual beli secara kredit, asalkan tidak memakai sistem bunga, namu bila karena dorongan kebutuhan yang mendesak dan harus melakukan kredit secara berbunga, maka harus didasari keyakinan penuh sesuai kondisi financial (ekonomi) mempu melunasi pada waktu yang ditentukan, agar tidak terkena utang. Hal ini sesuai prefentif untuk mencegah dari perbuatan dosa”.

Syarat Kredit Elektronik

Bagi beberapa orang akad kredit memang membingungkan. Sebagian percaya bahwa kredit memang bisa digunakan untuk membayar atau transaksi utama dalam kepemilikan barang apabila terbatas dana nya. Namun disisi lain kredit bisa berbahaya dan menjadi haram apabila terdapat riba dan juga bunga didalamnya.

Keumuman nash al-Quran surat al-Baqarah ayat 275:

… وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا.

Artinya : “… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. al-Baqarah : 275).

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, Abu Dawud dan al-Baihaqi disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ بَاعَ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ فَلَهُ أَوْكَسُهُمَا أَوْ الرِّبَا. [رواه الترمذي وأبو داود والبيهقي]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa menjual dua transaksi dalam satu transaksi, maka baginya kerugiannya atau riba”. [HR. at-Tirmidzi, Abu Dawud dan al-Baihaqi].

Pada pembelian elektronik dijelaskan bahwa beberapa transaksi diperbolehkan kredit asalkan memenuhi akad dan juga memenuhi syarat yang ada. Sedangkan untuk barang sendiri tidak boleh sembarang atau asal. Misalnya saja untuk emas, gandum atau sembako dikisahkan bahwa tidak diperbolehkan ada pembayaran kredit sehingga diusahakan untuk membayarkan secara kontan atau tunai.

Hal penting yang harus dipahami, apabila memungkinkan bagi umat islam untuk menggunakan transaksi tunai dibandingkan mengikuti transaksi non tunai seperti kredit yang mungkin banyak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain.

Share
Published by
Dwi Agiarti

Recent Posts

Sejarah Masuknya Islam Ke Aceh

Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Myanmar

Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Andalusia

Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Afrika

sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam Ke Nusantara

Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Pulau Jawa

Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…

6 months ago