Hutang merupakan kewajiban bagi kita yang harus dibayar apabila meminjam sesuatu dari orang lain.
Hal ini bukanlah perkara yang ringan karena perhitungannya sampai pada akhirat kita dihisab dan bisa memberatkan urusan antara orang yang menghutang dan dihutangi. jadi tidak boleh menyepelekan urusan ini. Baca juga Cara Melunasi Hutang Dalam Islam yang Paling Mudah Dilakukan
Masalah hutang masih saja menjadi masalah yang bisa mengakibatkan pertengkaran maupun permusuhan.
Namun Adakalanya juga terjadi kasus yang berbeda. Lalu bagaimana jika ingin membayar hutang namun orang yang menghutanginya sudah meninggal atau orang tersebut tidak diketahui lagi keberadaannya. Lalu bagaimana?
Menjawab pertanyaan tersebut, Islam sudah mengatur ketentuannya dan solusinya. Baca juga Doa Agar Tidak Terlilit Hutang Mustajab.
Inilah beberapa cara yang dianjurkan untuk melunasi hutang ketika orang yang memeberikan hutang tidak bisa ditemukan lagi.
Allah SWT berfirman dalam Qur’an surat Al Hadid ayat 7,
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah (sebagian) dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”
Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa mengambil harta manusia dan ingin membayarnya, maka Allah akan (menolong) untuk membayarnya; dan barangsiapa mengambilnya dan ingin membinasakannya maka Allah akan (menolong) untuk membinasakannya.” (HR. Bukhori)
Maka, jika benar dalam kondisinya tidak ketahui keberadaannya atau ahli warisnya, lebih baik uang pelunasan tersebut disedekahkan atas nama orang yang menghutangi kita. Baca juga Hukum Berhutang untuk Naik Haji
Dan sedangkan jika orang yang akan dibayar hutangnya itu telah tiada, namun ahli warisnya mengetahui, maka ahli waris itu berhak atas uang pelunasannya tersebut dan kita wajib memberikannya.
Berbeda jika suatu saat orang yang menghutangi atau ahli warisnya ditemukan dikemudian hari tapi uang sudah terlanjur disedekahkan, maka ada dua pilihan, yaitu mengatakan sejujurnya bahwa uang tersebut sudah disedekahkan dan meminta keikhlasannya darinya.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Apabila kamu mempunyai kewajiban hutang pada seseorang. Dan kamu merasa belum melunasi dan merasa hutang tersebut masih ada sampai orang yang menghutangi mengambil haknya.
Maka Apabila orang yang memberi hutang tadi telah meninggal, maka hutang tersebut diberikan pada ahli warisnya.
Jika kamu tidak mengetahui ahli warisnya atau tidak mengetahui orang tersebut atau tidak mengetahui di mana dia berada, maka utang tersebut dapat disedekahkan atas namanya dengan ikhlas.
Dan Alloh subhanahu wa ta’ala mengetahui hal ini dan akan menunaikan pada orang tersebut.” (Syarh Riyadhus Shalihin, Bab Taubat, I/47).
Namun apabila orang yang menghutangi tetap menginginkan uangnya kembali, maka lebih baik kita kembalikan kepadanya.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwa beliau membeli budak dari seorang laki-laki.
Kemudian beliau masuk (ke dalam rumah) untuk mengambil uang pembayaran. Maka dengan itu Akhirnya beliau bersedekah dengan uang tersebut dan mengatakan,
“Ya Allah, uang ini adalah milik tuan budak tadi. Jika dia ridha, maka balasan untuknya. Namun jika dia enggan, maka balasan untukku dan baginya kebaikanku sesuai dengan kadarnya.” (Tazkiyatun Nufus, Ibnu Rojab, Ibnul Qoyyim, dan Imam Al Ghozali oleh Dr. Ahmad Farid).
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…