ilmu Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/ilmu Wed, 24 Feb 2021 15:01:38 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png ilmu Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/ilmu 32 32 Pengamal Ilmu Agama dan Ilmu Dunia di Era Milenial https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/pengamal-ilmu-agama-dan-ilmu-dunia-di-era-milenial Wed, 24 Feb 2021 14:59:48 +0000 https://dalamislam.com/?p=9587 “Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh,” sebuah pernyataan dari seorang Ilmuwan Albert Einstein yang meyakini bahwa ilmu dan agama harus berjalan selaras karena kehadiran keduanya saling menggenapi agar manusia dapat hidup dengan sebenar-benarnya. Dalam konteks ini mempelajari ilmu dunia dan ilmu agama seyogyanya harus berjalan seirama sebagai wujud sikap rendah hati serta kepatuhan […]

The post Pengamal Ilmu Agama dan Ilmu Dunia di Era Milenial appeared first on DalamIslam.com.

]]>
“Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh,” sebuah pernyataan dari seorang Ilmuwan Albert Einstein yang meyakini bahwa ilmu dan agama harus berjalan selaras karena kehadiran keduanya saling menggenapi agar manusia dapat hidup dengan sebenar-benarnya.

Dalam konteks ini mempelajari ilmu dunia dan ilmu agama seyogyanya harus berjalan seirama sebagai wujud sikap rendah hati serta kepatuhan kita sebagai mahluk ciptaan Allah SWT karena sesungguhnya Allah SWT menciptakan dunia dan seisinya tanpa sebuah kesia-sian. Ada pembelajaran di dalamnya. Allah SWT telah menciptakan ilmu pengetahuan tak terbatas yang bisa disibak oleh manusia tentu dengan cara mempelajarinya.

Sejatinya ilmu pengetahuan tentang dunia yang meliputi alam semesta, ilmu tentang hubungan antarmanusia serta mahluk lain bahkan tentang kehidupan yang tak kasat mata oleh manusia (kecuali manusia dengan kekhususan yang diberikan oleh Allah SWT) serta kehidupan akhirat bermuara pada ilmu agama yang telah dituangkan dalam Kitab Suci Al-Qur’an maupun hadist.

Ketika ilmu dunia mempertanyakan suatu fenomena, kerap jika kita telusuri jawaban atas pertanyaan tersebut sesungguhnya sudah ada di dalam Kitab Suci. Tak dapat dipungkiri jika bahasa-bahasa dalam Al-Qur’an terkadang bukan bahasa yang gamblang yang mudahi dimengerti dalam satu kali baca.

“Iqro” sebagai kewajiban muslim tidak hanya diartikan sederhana hanya sebagai kemampuan membaca tapi lebih dalam artinya yakni kemampuan untuk mempelajari, memahami, membedah bahkan mengkritisi apa-apa yang telah disampaikan oleh Allah SWT dalam Kitab Sucinya. Bukankan dalam ayat-ayat Al-Qur’an Allah SWT telah banyak menyerukan manusia untuk selalu berpikir?

Ketajaman berpikir dapat diasah tentulah dengan banyak mempelajari ilmu. Pelajari ilmu-ilmu dunia dan agama baik dari buku-buku, komunitas, guru, internet tentu yang telah teruji keabsahan isinya atau bahasa saat ini pelajari ilmu yang benar yang bukan hoax.

Seseorang yang telah sampai tahap mempelajari banyak ilmu dengan benar sering malah merasa dirinya tidak tahu apa-apa karena menyadari bahwa sesungguhnya ilmu pengetahuan sangatlah luas seolah tanpa batas hingga meyakini betapa besarnya kekuasaan Sang Pencipta ilmu.

­Kemajuan suatu peradaban dapat terjadi karena adanya keharmonisan kaum cendikiawan, ulama dan pemimpin atau bahkan karena adanya kesholehan dari kaum cendikiawan itu sendiri. Kita bisa bayangkan bagaimana jadinya dunia jika diisi dengan manusia-manusia berpengetahuan dan karena pengetahuannya ia tunduk, merendah dihadapan Maha Pemberi Ilmu.

Sungguh tujuan kita menjadi manusia tidak hanya berpikir tentang surga dan neraka, namun upaya menuju kesana adalah tentang kemampuan kita menyelami dan mau memahami ilmu pengetahuan dengan baik sehingga ilmu yang kita punya bermanfaat untuk manusia bahkan alam semesta.

Sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat bagi sesama. Isilah waktu dalam hidup dengan keseimbangan mempelajari ilmu agama dan ilmu dunia.

خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadits Riwayat ath_Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath, juz. 58, dari Jabir bin Abdullah r.a. Dishahihkan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab: As-Silsilah Ash-Shahihah)

Penerapan Keseimbangan Ilmu Agama dan llmu Dunia Era Milenial

Dunia memang hanyalah persinggahan sementara, dan kekekalan ada di akhirat. Namun demikian bukan berarti kita hanya sekedar duduk diam di dalam masjid atau hanya mengikuti kajian tanpa berbuat sesuatu yang nyata untuk sekitar.

Bangkitlah, tunjukan bahwa Islam menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Sungguhpun dunia tidak diciptakan dengan kesia-siaan. Kita ditugaskan menjadi khalifah dan selalu diingatkan untuk bisa menjadi manfaat bagi orang lain. Banyak hal yang harus kita pelajari, banyak hal yang harus kita kaji.

Jika surga adalah sebuah tujuan, maka dunia adalah jalannya. Tempa diri menjadi muslim yang tidak hanya pandai membaca Al-Qur’an, tetapi juga memahami penerapannya. Pelajari ilmu-ilmu nisbi untuk menunjang dan menyibak pengetahuan dalam Al-Qur’an karena Al-Qur’an bisa menjadi sumber referensi terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di dunia.

Banyak hal yang bisa umat muslim lakukan saat ini dalam menerapkan ilmu agama dan ilmu dunia secara seimbang, seperti :

  • Pelajari matematika dengan benar dan jadilah ahli seperti akuntan, insinyur, ahli statistika dan profesi lain yang membutuhkan ketrampilan menganalisa perhitungan namun  jangan lupa untuk memperdalam ilmu zakat. Terapkan perhitungan matematika untuk membantu orang lain memperhitungkan pembayaran zakat dengan lebih mudah.
  • Pelajari ilmu biologi dengan benar dan jadilah dokter atau tenaga kesehatan yang rela dan ikhlas turun ke daerah terpencil untuk membantu masyarakat yang jauh dari fasilitas kesehatan. Bangun yayasan atau gerakan donasi untuk memfasilitasi perbaikan di bidang kesehatan.
  • Pelajari ilmu teknik dengan baik dan jadilah insinyur, ciptakan teknologi-teknologi yang relevan serta bermanfaat untuk kemaslahatan umat, seperti yang saat ini telah ada, misal terciptanya pesawat, televisi, telepon genggam dan lain-lain. Pergunakan teknologi ini untuk mempermudah syiar islami serta kabarkan berita baik tentang Islam hingga ke seluruh dunia.
  • Pelajari ilmu kuliner dengan baik dan jadilah ahli. Buat resep masakan halal atau buka kerjasama dengan berbagai pihak culinary untuk membuat pasokan bahan/masakan atau brand franchise halal hingga ke seluruh negara di dunia.
  • Pelajari ilmu komunikasi dan jadilah komunikator handal. Buat konten Youtube atau konten creator lain yang mengabarkan hal-hal yang menggugah kebaikan umat dan kebaikan Islam.
  • Pelajari ilmu olahraga dengan baik dan jadilah olahragawan yang menjadi insprasi jutaan umat untuk gaya hidup sehat dan tunjukkan bahwa Islam peduli dengan kebugaran.
  • Pelajari ilmu parenting, asuh anak-anak kita menjadi anak-anak kreatif, berani mengeksplor bakat namun tetap ajarkan budi pekerti dan sopan santun menurut kaidah budaya dan Islam.
  • Pelajari ilmu bahasa, buatlah karya atau buku yang mengunggah dan membangun untuk kaum muslim bahkan bisa menjadi referensi bagi seluruh masyarakat dunia.
  • Pelajari ilmu hukum dengan benar jadilah ahli hukum yang dapat membawa keadilan dan ketenangan hukum bagi masyarakat.
  • Pelajari ilmu eksak dengan benar dan jadilah ilmuwan. Jadilah peneliti yang memikirkan suatu penemuan untuk kebaikan umat di dunia.

Begitu banyak yang dapat dilakukan umat muslim di zaman milenial saat ini. Tidak dapat kita sangkal kebanyakan penemuan saat ini dilakukan oleh kaum non-muslim, padahal di zaman lampau banyak cendikiawan muslim yang menjadi inspirasi bagi penemu-penemu di negara barat.

Jika saat ini banyak yang berlomba menjadi penghapal Al-Qur’an, selaraskan dengan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat. Jika tujuan akhir perjalanan hidup ini adalah tentang surga dan ridho Allah SWT, berbuatlah banyak hal yang baik untuk duniamu.

jika manusia meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shodaqoh jariahnya, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya,” (HR Bukhori dan Muslim)

The post Pengamal Ilmu Agama dan Ilmu Dunia di Era Milenial appeared first on DalamIslam.com.

]]>
6 Perkara untuk Para Penuntut Ilmu https://dalamislam.com/info-islami/perkara-untuk-para-penuntut-ilmu Mon, 15 Feb 2021 05:59:57 +0000 https://dalamislam.com/?p=9260 Ditulis dalam kitab Ta’lim Muta’alim; dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa syarat untuk mendapatkan suatu ilmu terdiri dari 6 perkara: اٙلٙالٙا تٙنٙالُ الْعِلْمٙ اِلّٙا بِسِتّٙةٍ. سٙاُنْبِكٙ عٙنْ مٙجْمُوْعِهٙا بِبٙيٙانٍ ذٙكٙاءٍ وٙحِرْصٍ وٙاصْطِبٙارٍ وٙبُلْغٙةٍ. وٙاِرْشٙادِ اُسْتٙاذٍ وٙطُوْلِ زٙمٙانٍ Artinya: “Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi 6 perkara, saya akan beritahukan keseluruhannya secara rinci, yaitu […]

The post 6 Perkara untuk Para Penuntut Ilmu appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ditulis dalam kitab Ta’lim Muta’alim; dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa syarat untuk mendapatkan suatu ilmu terdiri dari 6 perkara:

اٙلٙالٙا تٙنٙالُ الْعِلْمٙ اِلّٙا بِسِتّٙةٍ. سٙاُنْبِكٙ عٙنْ مٙجْمُوْعِهٙا بِبٙيٙانٍ

ذٙكٙاءٍ وٙحِرْصٍ وٙاصْطِبٙارٍ وٙبُلْغٙةٍ. وٙاِرْشٙادِ اُسْتٙاذٍ وٙطُوْلِ زٙمٙانٍ

Artinya: “Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi 6 perkara, saya akan beritahukan keseluruhannya secara rinci, yaitu kecerdasan, sungguh-sungguh, kesabaran, ada biaya, ada bimbingan guru, dan waktu yang lama.”

Dalam syair di atas telah dijelaskan bahwa dalam menuntut ilmu terdapat beberapa syarat yang dianjurkan untuk dipenuhi, agar ilmu yang dicari dan didapatkan bisa menjadi keberkahan.

1. Dzakaun (Kecerdasan)

Perkara pertama untuk mendapatkan suatu ilmu adalah kecerdasan. Cerdas yang dimaksud disini adalah cerdas yang sudah Allah anugerahkan kepada setiap manusia.

Jadi dengan kita menuntut ilmu, kita hanya tinggal untuk mengembangkan kecerdasan yang kita miliki. Menurut beberapa ulama, kecerdasan itu terbagi menjadi dua, yaitu:

  • Muhibbatun Minallah (kecerdasan yang diberikan oleh Allah SWT). Dimana kecerdasan ini biasanya memiliki tingkat dalam menghafal suatu ilmu itu kuat dan daya talar yang hebat.
  • Muktasab (Kecerdasan yang diperoleh dengan cara kita berusaha semaksimal mungkin). Dimana kecerdasan ini biasanya kita dapat peroleh dengan cara menulis, mencatat, merangkum, dari ilmu yang didapat.

2. Hirsun (Sungguh-Sungguh)

Dalam menuntut ilmu jika kita tidak dibarengi dengan niat yang sungguh-sungguh didalam diri kita, maka sangat sulit untuk bisa memperoleh ilmu tersebut.

Sehingga ketika kita mendatangi majelis ilmu, kita mendengarkan ilmu yang disampaikan dengan seksama, duduk di barisan paling depan, dan tidak mengobrol. Karena terkadang tempat duduk yang kita tempati juga mempengaruhi pada ilmu yang masuk.

Kita juga sering mendengar salah satu mahfudzot yang berbunyi seperti ini:

مٙنْ جٙدّٙ وٙجٙدٙ

“Barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka dapatlah ia”

Jadi barangsiapa kita bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu maka kita akan memperoleh ilmu tersebut.

3. Isthobarun (Sabar)

Seseorang yang mencari ilmu kita dianjurkan untuk bersabar dalam segala hal. Baik itu dalam perjalanan yang kita tempuh, sifat guru yang sulit dimengerti, ilmu pelajaran yang sulit untuk dipahami, atau bahkan tugas yang banyak dan harus dikerjakan.

Segala sesuatu rintangan dan godaan dalam menuntut ilmu kita diharuskan untuk bersabar, karena dalam salah satu mahfudzot juga dituturkan yang berbunyi:

مٙنْ صٙبٙرٙ ظٙفِرٙ

“Barangsiapa yang bersabar maka beruntunglah ia”

Didalam firman Allah juga disebutkan : “Sesungguhnya Allah itu bersama orang-orang yang bersabar.” Jadi kita tidak perlu khawatir karena ada Allah selalu di sisi orang-orang yang bersabar.

4. Bulghatun (Biaya)

Menuntut ilmu juga diperlukan biaya yang cukup. Walaupun ada beberapa lembaga pendidikan yang berfasilitas gratis Tidak membayar apapun, tetapi tetap saja kita harus membeli perlengkapan sekolah lainnya seperti baju seragam, ongkos untuk pergi ke sekolah, bekal yang harus dibawa, dan lain sebagainya. Jadi menuntut ilmu juga diperlukan biaya yang harus kita persiapkan, agar tercapainya mencari ilmu tersebut.

5. Irsadun Ustadzin (Bimbingan Guru)

Perkara yang kelima ini cukup penting dalam syarat menuntut ilmu. Kita para pencari ilmu memerlukan bimbingan guru, agar andaikan jika kita dalam perjalanan kita tidak akan tersesat.

Ada yang mengingatkan kita selalu jika kita berada dijalan yang salah. Boleh saja kita belajar dengan cara otodidak, akan tetapi alangkah baiknya kita tetap mencari guru untuk belajar. Dan supaya segala ilmu yang kita cari akan memperoleh keberkahan dari seorang bimbingan guru.

6. Thaul Zaman (Waktu Yang Lama)

Seseorang yang mencari ilmu diperlukan waktu yang lama. Tidak ada waktu yang singkat dalam menuntut ilmu. Di negara ini dianjurkan menempuh pendidikan selama 12 tahun yakni dari SD hingga SMA. Selama 12 tersebut bukankah waktu yang cukup lama?

Apalagi jika kita ingin melanjutkan pendidikan di bangku kuliah, bukankah dibutuhkan waktu yang lama lagi? Imam Al-Baihaqi berkata: “Ilmu tidak mungkin didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu”

Itulah 6 perkara yang harus kita perhatikan bagi para penuntut ilmu agar kita memperoleh ilmu yang kita cari.

The post 6 Perkara untuk Para Penuntut Ilmu appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ilmu Fiqih dan Ilmu Tajwid, Mana yang lebih Penting? https://dalamislam.com/landasan-agama/ilmu-fiqih-lebih-penting-dari-ilmu-tajwid Thu, 11 Feb 2021 06:58:17 +0000 https://dalamislam.com/?p=9194 Belajar adalah suatu hal yang penting. Dan hal tersebut diwajibkan dalam agama Islam. Dikarenakan belajar adalah hal yang wajib, maka apabila kita tidak belajar maka kita akan berdosa. Namun, ilmu yang seperti apa yang harus kita pelajari? Apakah kita harus mempelajari semua ilmu? Syekh Az-Zarnuji di dalam kitab Ta’lim Muta’alim membahas bahwa walaupun ada hadits […]

The post Ilmu Fiqih dan Ilmu Tajwid, Mana yang lebih Penting? appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Belajar adalah suatu hal yang penting. Dan hal tersebut diwajibkan dalam agama Islam. Dikarenakan belajar adalah hal yang wajib, maka apabila kita tidak belajar maka kita akan berdosa. Namun, ilmu yang seperti apa yang harus kita pelajari? Apakah kita harus mempelajari semua ilmu?

Syekh Az-Zarnuji di dalam kitab Ta’lim Muta’alim membahas bahwa walaupun ada hadits yang menjadi dasar belajar itu wajib, namun kita tidak diwajibkan untuk belajar segala ilmu. Melainkan, kita diwajibkan untuk mempelajari ilmu haal, yaitu ilmu yang saat ini kita butuhkan.

أفضل العلم علم الحال و أفضل العمل حفظ الحال

“Ilmu yang paling utama itu adalah ilmu haal. Dan pekerjaan yang paling utama itu adalah menjaga haal”.

Jadi, apa ilmu yang saat ini kita butuhkan? Manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah.

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali mereka untuk beribadah kepadaku.” (Q. S: Az-Zariyat Ayat 56)

Dalam hal ibadah, ada ibadah yang diwajibkan dan ada yang disunnahkan. Salah satu ibadah yang diwajibkan adalah shalat. Maka, ilmu yang paling wajib kita pelajari sekarang adalah ilmu tentang bagaimana cara shalat yang baik dan benar menurut sudut pandang agama Islam.

Bagaimana bisa kita shalat dengan benar apabila kita tidak mempelajari ilmu tentang tatacara shalat yang baik dan benar? Bagaimana bisa shalat kita ini diterima oleh Allah apabila kita tidak tahu ilmunya?

Syekh Ahmad Ibnu Ruslan di dalam kitabnya Matan Zubad fii Ilmil fiqhi ‘alaa Madzhaabis syaafi’i

وَ كُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ أَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لَاتُقْبَلُ

“Dan setiap amal yang dilakukan tanpa ilmu, maka amalan-amalannya ditolak dan tidak diterima”

Begitupun di dalam ibadah. Percuma jika kita shalat seribu rokaat, namun gerakan shalat kita masih belum sempurna, maka tidak akan diterima shalat kita. Maka dari itu, Allah berfirman di dalam Q.S. Al-Mulk (67) Ayat ke-2

…. لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا….

“…. Dia menguji kamu, siapa di antara Kamu yang lebih baik amalnya….”

Allah melihat siapa di antara kita yang lebih baik amalnya. Bukan yang lebih banyak amalnya. Tentu saja, salah satu faktor yang paling mempengaruhi baik atau tidaknya suatu amalan adalah ilmu. Ilmu yang mempelajari tentang suatu amalan ibadah adalah ilmu fiqih. Maka, ilmu fiqih paling penting untuk dipelajari.

Tertulis di dalam kitab Ta’limul Muta’alim, “Jika orang yang memiliki ilmu itu perlu dibanggakan ilmunya, maka ilmu fikihlah yang patut paling dibanggakan. Maka berapa banyak minyak wangi yang harum namun tidak seharum minyak misik. Dan berapa banyak burung yang dapat terbang namun tidak seperti terbangnya burung elang.”

Melalui perkataan tersebut, dapat kita ketahui bahwa ilmu fiqih itu ilmu yang paling penting. Bahkan, dikatakan ilmu fiqih ini lebih penting untuk dipelajari ketimbang ilmu tentang tatacara membaca Al-Qur’an. Namun, bukan berarti ilmu tajwid ini tidak penting. Ilmu tajwid juga penting. Namun, tentu saja ilmu fiqih yang paling penting.

Membaca Al-Qur’an itu Sunnah. Jika kita tidak membacanya, maka kita tidak berdosa. Namun, hal-hal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan lain hal sebagainya ini wajib. Jika kita meninggalkannya, maka kita akan berdosa. Ini bukan persoalan membanding-bandingkan ibadah yang satu dengan yang lainnya. Ini hanya bertujuan agar kita semakin mantap dalam memilih prioritas.

Kira prioritaskan dulu sesuatu yang wajib. Setelah yang wajib telah rapih, baru kita bisa menambah dengan amalan-amalan yang Sunnah. Jangan sampai kita ini mengikuti bisikan setan.

Setan itu apabila dia tidak dapat menghasut kita untuk bermaksiat, maka dia akan menghasut kita untuk meninggalkan yang wajib demi melaksanakan yang sunnah.

Contoh, ada pengajian setiap malam setelah shalat Isya di masjid terdekat. Namun, kita tidak mau mengikuti pengajian tersebut dikarenakan kita ingin membaca Al-Qur’an. Ini merupakan salah satu bisikan setan. Karena kita telah meninggalkan yang wajib demi melaksanakan yang sunnah.

Atau dalam contoh lain, Kamu rela bangun jam 3 pagi untuk shalat tahajjud sebanyak-banyaknya. Namun, ketika Kamu selesai, mata menjadi mengantuk. Lalu Kamu tidur, tidak menunggu saat shubuh tiba. Alhasil Kamu bangun shubuh kesiangan. Kamu melaksanakan yang sunnah namun meninggalkan yang wajib.

Maka dari itu, kita harus prioritaskan terlebih dahulu untuk mempelajari ilmu fikih. Jika kita ingin mempelajari Al-Qur’an, boleh-boleh saja, bahkan sangat bagus. Namun, jangan sampai kita mengorbankan waktu untuk belajar fikih demi mempelajari Al-Qur’an.

The post Ilmu Fiqih dan Ilmu Tajwid, Mana yang lebih Penting? appeared first on DalamIslam.com.

]]>
3 Tahapan dalam Menuntut Ilmu https://dalamislam.com/info-islami/tahapan-dalam-menuntut-ilmu Mon, 08 Feb 2021 07:05:40 +0000 https://dalamislam.com/?p=9018 Ilmu adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan. Dengan tidak adanya ilmu di dalam diri kita maka kita menjalani hidup ini menjadi tanpa arah dan tanpa tujuan. Bahkan menurut Ali bin Abi Thalib, ilmu itu lebih berharga daripada harta, karena kaulah yang menjaga harta, sedangkan ilmu yang menjagamu. Di dalam hadist juga disebutkan bahwasanya […]

The post 3 Tahapan dalam Menuntut Ilmu appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ilmu adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan. Dengan tidak adanya ilmu di dalam diri kita maka kita menjalani hidup ini menjadi tanpa arah dan tanpa tujuan.

Bahkan menurut Ali bin Abi Thalib, ilmu itu lebih berharga daripada harta, karena kaulah yang menjaga harta, sedangkan ilmu yang menjagamu. Di dalam hadist juga disebutkan bahwasanya menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah.

Di sekeliling kita ada berbagai ilmu yang dapat kita pelajari bagi kehidupan kita. Baik itu ilmu berinteraksi dengan alam, berinteraksi dengan sesama manusia, bahkan ilmu berinteraksi dengan alam semesta.

Akan tetapi ada yang lebih penting dan utama dibandingkan ilmu di atas, yaitu ilmu yang mempelajari pengetahuan agama. Karena dengan kita mempelajari ilmu agama, kita akan mengenal apa itu iman, ketauhidan, ketaqwaan, etika, dan lain sebagainya.

Dengan ilmu juga, kita sebagai manusia dapat memiliki kedudukan yang tinggi dan berbeda dari segala makhluk di muka bumi ini.

Ibaratkan sebuah bangunan, ilmu agama menjadi pondasi dasar suatu bangunan tersebut, sedangkan ilmu yang lainnya hanya sebagai pelengkap dari bangunan tersebut bahkan tidak berpenghujung. Karena ilmu agama akan menuntun kita kepada segala sesuatu di muka bumi ini, bahkan sampai kita bertemu dengan RabbNya.

Di dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:

“Allah akan meninggikan orang-orang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadilah:11).

Dan menurut Sayyidina Umar bin Khattab terdapat 3 tahapan seseorang dalam menuntut ilmu agar kita sebagai manusia memperoleh derajatnya.

1. Tahap Kesombongan

Untuk tahap pertama ini, jika kita memperoleh ilmu maka ia akan sombong. Biasanya tahapan pertama ini terjadi, jika kita baru saja memperoleh ilmu baru yang orang lain belum mengetahuinya, sehingga kita merasa sombong karena kita lebih tahu dibandingkan dengan orang lain.

Kita sebagai manusia pada dasarnya pasti ingin menjadi seorang terbaik dan rasa ingin dihormati. Akan tetapi, sikap seperti itu akan lebih menjuruskan kita kepada rasa sombong. Dimana rasa sombong itu akan menutup mata, hati, dan telinga kita untuk mencari lebih jauh tentang ilmu yang tidak seberapa kita pelajari.

2. Tahap Tawadhu

Tahapan kedua dalam tingkatan ilmu adalah tawadhu. Ketika kita sudah memahami ilmu tersebut, sikap kita terhadap ilmu yang kita peroleh adalah sikap tawadhu.

Kita merasa rendah hati karena kita tahu bahwa begitu luasnya samudera ilmu yang kita pelajari. Rasa tawadhu ini juga akan membuka mata, hati, dan telinga kita untuk terus mencari ilmu dimanapun dan kepada siapapun.

3. Tahap Tidak Tahu Apa-Apa

Tahapan ketiga ini adalah tahapan tertinggi dalam tingkatan menuntut ilmu. Setelah menyelami berbagai ilmu yang dipelajari, kita baru menyadari bahwa ilmu yang selama ini kita dapat belum ada apa-apanya, dan kita merasa pada fase tidak tahu apa-apa. Dan kita akan sadar bahwa ilmu yang diberikan oleh Allah SWT tidak ada habisnya.

Itulah 3 Tahapan seseorang dalam menuntut ilmu, ditambah dengan kita mengetahui keutamaan seseorang dalam menuntut ilmu yang niscaya Allah SWT akan menaikkan derajat kita. Dan kita seharusnya segera mengintrospeksi diri sendiri, jadi ada di fase mana kita sekarang sebagai penuntut ilmu?

The post 3 Tahapan dalam Menuntut Ilmu appeared first on DalamIslam.com.

]]>
6 Nasihat untuk Menuntut Ilmu Oleh Syekh Salim bin Sa’id Nabhan https://dalamislam.com/info-islami/nasihat-untuk-menuntut-ilmu-oleh-syekh-salim-bin-said-nabhan Tue, 02 Feb 2021 02:43:29 +0000 https://dalamislam.com/?p=8882 Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda menuntut ilmu itu merupakan perkara wajib, baik orang muslim bagi laki-laki maupun perempuan. Ilmu dapat menjadi penghias pemilik ilmu. Orang yang berilmu tentunya memiliki perbedaan yang jelas dengan orang yang tidak berilmu. Kita dapat membedakan keduanya melalui cara berkomunikasi, cara berperilaku, cara mengambil keputusan, cara merespon sesuatu, dan lain sebagainya. Seseorang […]

The post 6 Nasihat untuk Menuntut Ilmu Oleh Syekh Salim bin Sa’id Nabhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda menuntut ilmu itu merupakan perkara wajib, baik orang muslim bagi laki-laki maupun perempuan. Ilmu dapat menjadi penghias pemilik ilmu.

Orang yang berilmu tentunya memiliki perbedaan yang jelas dengan orang yang tidak berilmu. Kita dapat membedakan keduanya melalui cara berkomunikasi, cara berperilaku, cara mengambil keputusan, cara merespon sesuatu, dan lain sebagainya.

Seseorang yang akan menuntut ilmu harus mengerti bagaimana cara menuntut ilmu. Ilmu yang diperoleh dengan cara asal-asalan maka yang didapat hanyalah ilmu yang tidak utuh yang cenderung mengarah pada kerusakan.

Sedangkan ilmu yang diperoleh dengan cara yang komprehensif dan holistik maka yang didapat adalah ilmu yang dapat diamalkan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.

Dikutip dari Kitab Alala Tanalul ‘Ilma, Syekh Salim bin Sa’id Nabhan memberikan nasihat-nasihat bagi seseorang yang akan menuntut ilmu. Berikut ini nasihat-nasihat yang disampaikan oleh Syekh Salim bin Sa’id Nabhan:

1. Cerdas

Seorang penuntut ilmu diharuskan memiliki otak yang cerdas. Istilah cerdas disini dimaksudkan sebagai kemampuan kapasitas otak dalam menampung, memahami, mencerna, menganalisis, dan mempraktikkan dalam kehidupan nyata setiap ilmu yang telah diperoleh.

Perlu diketahui, tidak ada manusia yang dilahirkan dalam kondisi otak yang tidak cerdas. Semua manusia diciptakan dalam sebaik-baik ciptaan, bahkan mereka yang dilahirkan dalam tanda kutip ‘berkebutuhan khusus’ tentu memiliki potensi yang luar biasa.

Karena hal ini telah ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al Quran Surat At Tin ayat 4, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Dengan bekal kecerdasan itu, seorang penuntut ilmu akan mendapat kemudahan dalam mempelajari hal-hal baru.

2. Berkemauan Keras

Ketika kita sudah menyadari bahwa setiap manusia memiliki kapasitas otak yang cukup untuk mempelajari hal baru, maka selanjutnya seorang penuntut ilmu harus memiliki kemauan keras menuntut ilmu. Kemauan keras ini diartikan sebagai motivasi diri. Motivasi ini dapat dimunculkan baik dari dalam diri maupun dari luar diri.

Untuk memunculkan motivasi yang kuat dari dalam diri, seseorang perlu merenung mengapa perlu menuntut ilmu. Setelah seseorang memiliki alasan-alasan yang kuat mengapa harus menuntut ilmu, maka motivasi dari dalam diri akan terbentuk.

Semakin penting alasannya akan semakin besar motivasi yang ditimbulkan. Selanjutnya, motivasi dari luar diri dapat diperoleh dari hal-hal atau keadaan yang jika ada akan membuat seorang penuntut ilmu bahagia dalam menuntut ilmu.

3. Memiliki Sifat Sabar

Nasihat yang ketiga yaitu seorang penuntut ilmu harus menyadari bahwa ilmu adalah hal yang abstrak. Ilmu tidak bisa didapat secara instan, sebab otak perlu melakukan konstruksi informasi baru dan proses asimilasi pada informasi yang sudah ada. Untuk itu, seorang penuntut ilmu perlu memiliki sifat sabar.

Kesabaran tidak dapat diberikan atau diperoleh dari orang lain. Kesabaran itu dibentuk oleh seseorang itu sendiri melalui berbagai macam hambatan dan tantangan yang dihadapi tanpa mengeluh.

Semakin sering seorang penuntut ilmu melalui berbagai hambatan dengan baik akan semakin besar sifat sabarnya.

4. Memiliki Bekal

Seorang penuntut ilmu juga perlu memiliki bekal yang cukup selama proses menuntut ilmu. Bekal tersebut dapat berupa uang, kendaraan, fasilitas belajar, atau dukungan secara mental.

Kekurangan bekal dapat menyebabkan tertundanya seseorang dalam menuntut ilmu. Kita mungkin berpikir bahwa bekal menuntut ilmu itu cenderung lebih mengarah pada materi, sehingga kita berasumsi orang kaya akan memiliki bekal yang lebih dari cukup daripada orang yang kurang mampu.

Jika kita telaah, asumsi tersebut tidak sepenuhnya benar. Kita justru mendapati fakta yang terjadi di masyarakat bahwa orang yang sukses itu lebih banyak berasal dari keluarga yang kekurangan secara materi.

Fakta ini terjadi mungkin disebabkan oleh ketersediaan bekal mental yang lebih banyak daripada bekal materi, seperti kemauan keras, sabar, gigih, konsisten, disiplin, semangat belajar tinggi dan bekal mental lainnya.

5. Petunjuk Guru

Petunjuk guru merupakan hal yang paling penting bagi seorang yang sedang menuntut ilmu. Petunjuk guru didefinisikan sebagai tersedianya guru bagi setiap penuntut ilmu. Seseorang yang belajar tanpa guru tidak akan memperoleh ilmu yang dimaksud secara benar.

Guru sebagai sumber belajar memiliki peran yang krusial dalam proses transformasi ilmu. Keberadaan guru mampu memberikan pemahaman yang utuh dan tepat yang  disesuaikan dengan kapasitas penuntut ilmu.

Guru mampu mengukur sejauh mana materi yang perlu dipahami dan materi mana yang perlu ditunda untuk diajarkan. Dengan demikian seorang penuntut ilmu dapat memahami ilmunya dengan baik.

6. Masa Belajar yang Lama

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa otak perlu melakukan proses konstruksi dan asimilasi informasi. Seorang penuntut ilmu membutuhkan masa belajar yang relatif lama untuk mampu menjadi ahli pada suatu bidang ilmu.

Pepatah mengatakan, “Berlatihlah hal yang sama dan mencobalah selama ribuan kali maka engkau akan menjadi ahli”.

Demikian nasihat-nasihat dalam menuntut ilmu yang disampaikan oleh Syekh Salim bin Sa’id Nabhan. Semoga kita mampu berusaha semaksimal mungkin menjadi penuntut ilmu sepanjang hayat dengan menjalankan nasihat-nasihat tersebut.

The post 6 Nasihat untuk Menuntut Ilmu Oleh Syekh Salim bin Sa’id Nabhan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
10 Adab Menuntut Ilmu Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/akhlaq/adab-menuntut-ilmu Fri, 18 Oct 2019 03:53:24 +0000 https://dalamislam.com/?p=8029 Salah satu adab yang diajarkan dalam Islam adalah adab menuntut ilmu. Ya, adab dalam menuntut ilmau sangat diperlukan. Bahkan Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada orang Quraisy, تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” Maka dari itu, sangat penting untuk mempelajari adab terlebih dahulu sebelum menuntut ilmu. Berikut ini adalah […]

The post 10 Adab Menuntut Ilmu Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Salah satu adab yang diajarkan dalam Islam adalah adab menuntut ilmu. Ya, adab dalam menuntut ilmau sangat diperlukan. Bahkan Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada orang Quraisy,

تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم

“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Maka dari itu, sangat penting untuk mempelajari adab terlebih dahulu sebelum menuntut ilmu. Berikut ini adalah adab dalam menuntut ilmu yang perlu diketahui:

1. Niat karena Allah

Hal pertama yang harus dipersiapkan sebelum menuntut ilmu adalah membenarkan niat. Niatkan semua ilmu yang akan kamu pelajari hanya karena Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al Bayyinah ayat 5,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.

Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)

2. Selalu berdoa

Dalam menuntut ilmu hendaknya kita selalu berdoa agar diberi kemudahan dalam menyerap ilmu dan mengamalkannya.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

dan katakanlah :”Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. [Thâhâ/20:114]

Baca juga:

Adapun doa yang biasa dipanjatkan oleh Rasul dalam menuntut ilmu adalah,

اَللَّهُمَّ انْفًًًًًًََعْنِيْ مَا عَلَّمْتَنِيْ وَعَلِّمْنِيْ مَا يَنْفَعُنِيْ وَزِدْنِيْ عِلْماً

Ya Allah, berilah manfaat atas apa yang Engkau ajarkan kepadaku, ajarilah aku hal-hal yang bermanfaat bagiku, dan tambahilah aku ilmu [HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah, dishahihkan al-Albâni]

3. Selalu bersungguh-sungguh

Ketika menuntut ilmu hendaknya kita bersungguh-sungguh dan selalu antusias untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Seolah-olah tidak pernah kenyang dengan ilmu yang didapatkan, hendaknya kita selalu berkeinginan untuk menambah ilmu kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam barsabda, “ Dua orang yang rakus yang tidak pernah kenyang: yaitu (1) orang yang rakus terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya dan (2) orang yang rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya.” (HR. Al-Baihaqi)

4. Menjauhi maksiat

Untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan berkah, maka jauhkanlah diri dari berbagai macam maksiat. Maksiat akan membuat otak menjadi sulit untuk berkonsentrasi sehingga ilmu sangat sulit dimengerti.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) »

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”

Baca juga:

5. Selalu rendah hati

Banyak sekali orang berilmu yang justru menjadi sombong hanya karena merasa lebih baik dibandingkan orang lain. Jika ingin mendapatkan ilmu yang baik dan bermanfaat, maka tetaplah menjadi pribadi yang rendah hati.

Imam Mujahid mengatakan,

لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْىٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ

“Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang sombong” (HR. Bukhari secara muallaq)

6. Memperhatikan penjelasan

Jika ingin mendapatkan ilmu dengan mudah, maka konsentrasilah ketika guru atau ustadz menjelaskan. Fokuslah untuk menyerap ilmu yang disampaikan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

… sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaKu, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 17-18)

7. Diam menyimak

Salah satu adab dalam menuntut ilmu yang banyak ditinggalkan adalah diam ketika guru atau ustadz menjelaskan. Jangan berbicara atau bahkan mengobrol hal yang sama sekali tidak penting bahkan tidak berhubungan dengan pelajaran yang disampaikan. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam Al A’raf ayat 204,

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.

Baca juga:

8. Menghafal

Setelah berhasil memahami ilmu yang disampaikan, maka hendaknya hafal lah ilmu tersebut agar lebih mudah diingat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya…” (HR. At-Tirmidzi).

9. Mengamalkan

Akan percuma setiap ilmu yang didapatkan jika tidak diamalkan. Sudah seharusnya kita mengamalkanilmu yang kita dapatkan agar mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, kemudian ia melupakan dirinya (tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lampu (lilin) yang menerangi manusia, namun membakar dirinya sendiri.” (HR Ath-Thabrani)

10. Mendakwahkan

Tidak ada ilmu yang bermanfaat jika tidak dibagikan kepada orang lain. Maka sebarkanlah ilmu tersebut kepada mereka yang belum mengetahuinya. Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6).

Itulah 10 adab menuntut ilmu yang perlu diketahui. Semoga setiap ilmu yang kita dapatkan bermanfaat dan menjadi berkah bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Aamiin.

The post 10 Adab Menuntut Ilmu Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
10 Adab Dalam Majelis dan Dalilnya https://dalamislam.com/akhlaq/adab-dalam-majelis Fri, 18 Oct 2019 03:36:16 +0000 https://dalamislam.com/?p=8042 Sebagai seorang muslim, hendaknya kita menghadiri majelis ilmu dengan adab yang sesuai dengan syariat Islam. Adab menunjukkan kepribadian dari seorang muslim. Rasulullah sendiri telah mencontohkan bagaimana seharusnya beradab dalam setiap aktivitas, termasuk majelis. Berikut ini adalah beberapa adab dalam majelis yang perlu diketahui: 1. Memberi salam Salam adalah penanda keramahanm seorang muslim. Memberi salam sama […]

The post 10 Adab Dalam Majelis dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Sebagai seorang muslim, hendaknya kita menghadiri majelis ilmu dengan adab yang sesuai dengan syariat Islam. Adab menunjukkan kepribadian dari seorang muslim. Rasulullah sendiri telah mencontohkan bagaimana seharusnya beradab dalam setiap aktivitas, termasuk majelis. Berikut ini adalah beberapa adab dalam majelis yang perlu diketahui:

1. Memberi salam

Salam adalah penanda keramahanm seorang muslim. Memberi salam sama dengan mendoakan para hadirin di majelis ilmu lainnya.

Abu Hurairah ra telah meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Bila salah seorang kamu sampai di suatu majlis, maka hendaklah memberi salam, lalu jika dilihat layak baginya duduk maka duduklah ia. Kemudian jika bangkit (akan keluar) dari majlis hendaklah memberi salam pula. Bukanlah yang pertama lebih berhak daripada yang selanjutnya.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidz

2. Tidak berbisik berduaan

Dalam sebuah majelis tentu akan terdapat banyak orang di dalamnya. Maka dari itu, tidak seharusnya kita saling berbisik-bisik hanya dengan satu orang saja. Hal ini dapat melukai perasaan orang lain sehingga kurang pantas dilakukan. Ibnu Mas`ud Radhiallaahu ‘anhu menuturkan : Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Bila kamu tiga orang, maka dua orang tidak boleh berbisik-bisik tanpa melibatkan yang ketiga sehingga kalian bercampur baur dengan orang banyak, karena hal tersebut dapat membuatnya sedih.” (Muttafaq’alaih).

Baca juga:

3. Duduk di kursi yang kosong

Jika Anda baru saja tiba di majelis, maka hendaknya janganlah duduk di kursi yang telah ditempati oleh orang lain. Duduklah di kursi yang kosong sehingga tidak akan mengganggu orang lain.

Jabir bin Samurah telah menuturkan: “Adalah kami, apabila kami datang kepada Nabi SAW maka masing-masing kami duduk di tempat yang masih tersedia di majelis.” (HR. Abu Daud).

Nabi SAW telah bersabda, “Seseorang tidak boleh memindahkan orang lain dari tempat duduknya, lalu ia menggantikannya, akan tetapi berlapanglah dan perluaslah.” (Muttafaq’alaih)

4. Tidak banyak tertawa

Majelis ilmu merupakan tempat kita mencari ilmu dan sudah seharusnya kita tidak banyak berbicara apalagi tertawa. Bahkan Rasul sendiri pernah memperingatkan bahwa tertawa yang berlebihan dapat menyebabkan matinya hati.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan nasihat kepada Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,

(( وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ, فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ.))

Janganlah banyak tertawa! Sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati.” ( HR At-Tirmidzi no. 2305. Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi.)

Baca juga:

5. Tidak duduk di tengah majelis

Seorang yang memiliki adab tentu tidak akan mengambil posisi di tengah majelis, apalagi jika ia datang terlambat. Tidak boleh seseorang duduk di antara orang lain tanpa izin orang di sekitarnya.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal bagi seseorang memisah di antara dua orang kecuali seizin keduanya.” (HR. Ahmad)

6. Tidak menempati kursi orang yang kembali

Dalam sebuah majelis ilmu, sering kali kita lihat orang yang keluar untuk urusan sementara seperti buang air atau lainnya kemudian kembali lagi. Jika begitu, maka tidak diperbolehkan untuk menempati kursi milik orang tersebut.

Nabi SAW bersabda, “Apabila seorang di antara kamu bangkit (keluar) dari tempat duduknya, kemudian kembali, maka ia lebih berhak menempatinya.” (HR.Muslim)

Baca juga:

7. Saling menghormati

Berkumpulnya banyak orang dalam sebuah majelis harusnya menimbulkan rasa saling menghormati dan menghargai. Terutama pada guru atau ustadz yang memberikan ilmu, hendaknya kita menghormati dengan mendengarkan pemaparan yang diberikan.

ليس منا من لم يجل كبيرنا و يرحم صغيرنا و يعرف لعالمنا حقه

Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama. [Riwayat Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’].

8. Memperhatikan

Ketika sedang berada di sebuah majelis, perhatikanlah apa yang dibicarakan dan didiskusikan di dalamnya. Selain menghargai pemberi ilmu, hal ini juga akan menguatkan ingatan kita tentang ilmu yang disampaikan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ أَيْنَ أُرَاهُ السَّائِلُ عَنْ السَّاعَةِ قَالَ هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

Dari Abu Hurairah, beliau berkata,“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di majelis menasihati kaum, datanglah seorang A’rabi dan bertanya,”Kapan hari kiamat?” (Tetapi) beliau terus saja berbicara sampai selesai. Lalu (beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam) bertanya,“Mana tampakkan kepadaku yang bertanya tentang hari kiamat?” Dia menjawab,”Saya, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu beliau berkata, “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah hari kiamat”. Dia bertanya lagi, “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Beliau menjawab, “Jika satu perkara diberikan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat”. [Riwayat Bukhari].

9. Berani bertanya

Sering kali dalam sebuah majelis diberikan sesi pertanyaan namun banyak yang justru malu bertanya. Padahal dengan bertanya justru akan membuka wawasan lebih luas. Rasul bersabda,

أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ

Seandainya mereka bertanya! Sesungguhnya obatnya kebodohan adalah bertanya. [Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi dan dishahihkan Syeikh Salim Al Hilali dalam Tanqihul Ifadah Al Muntaqa Min Miftah Daris Sa’adah, hal. 174].

Baca juga:

10. Meneladani adab sang guru

Guru yang memberikan ilmu dalam sebuah majelis tentu orang yang beradab, maka sudah patut kita contoh semua akhlaknya yang baik. Abu Bakar Al Muthaawi’i berkata,“Saya menghadiri majelis Abu Abdillah – beliau sedang mengimla’ musnad kepada anak-anaknya- duabelas tahun. Dan saya tidak menulis, akan tetapi saya hanya melihat kepada adab dan akhlaknya”.

Itulah beberapa adab dalam majelis yang perlu dicontoh. Menuntut ilmu tak hanya sekedar mendapatkan ilmu. Ingatlah bahwa adab jauh lebih penting dipelajari terlebih dahulu.

The post 10 Adab Dalam Majelis dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
13 Alasan Kenapa Umat Islam Wajib Berdakwah https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/alasan-kenapa-umat-islam-wajib-berdakwah Sat, 06 Apr 2019 02:53:48 +0000 https://dalamislam.com/?p=6270 Apapun ilmu yang kita miliki, wajib beramal karena adaalasan umat muslim harus mengamalkan ilmunyauntuk didakwahkan atau diamalkan, bukan karena kita merasa sok pintar atau merasa lebih tahu, namun itu memang sebuah anjuran, yakni seperti hadist Rasulullah, “Sampaikanlah walau satu ayat!”. Nah, inilah alasan kenapa umat islam wajib berdakwah.. [1] Dakwah merupakan jalan hidup Rasul dan […]

The post 13 Alasan Kenapa Umat Islam Wajib Berdakwah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Apapun ilmu yang kita miliki, wajib beramal karena adaalasan umat muslim harus mengamalkan ilmunyauntuk didakwahkan atau diamalkan, bukan karena kita merasa sok pintar atau merasa lebih tahu, namun itu memang sebuah anjuran, yakni seperti hadist Rasulullah, “Sampaikanlah walau satu ayat!”. Nah, inilah alasan kenapa umat islam wajib berdakwah..

[1] Dakwah merupakan jalan hidup Rasul dan pengikutnya

Allah ta’ala berfirman tentangalasan mengapa muslim harus menuntut ilmu (yang artinya), “Katakanlah, Inilah jalanku; aku menyeru kepada Allah di atas landasan ilmu yang nyata, inilah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku…” (Qs. Yusuf: 108)
Berdasarkan ayat yang mulia ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengambil sebuah pelajaran yang amat berharga,

yaitu: Dakwah ila Allah (mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah) keutamaan dakwah dalam islam merupakan jalan orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang beliau tuliskan di dalam Kitab Tauhid bab Ad-Du’a ila syahadati an la ilaha illallah (Ibthal At-Tandid, hal. 44).

[2] Dakwah merupakan karakter orang-orang yang muflih (beruntung)

Allah ta’ala berfirman ciri ciri dakwah yang baik (yang artinya), “Hendaknya ada di antara kalian segolongan orang yang mendakwahkan kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf, melarang yang mungkar. Mereka itulah sebenarnya orang-orang yang beruntung.” (Qs. Ali-‘Imran: 104)

Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan riwayat dari Abu Ja’far Al-Baqir tentangadab menyampaikan nasehat dalam islam setelah membaca ayat “Hendaknya ada di antara kalian segolongan orang yang mendakwahkan kepada kebaikan” maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang dimaksud kebaikan itu adalah mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah-ku.” (HR. Ibnu Mardawaih) (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, jilid 2 hal. 66)

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Benar-benar kalian harus memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, atau Allah akan mengirimkan untuk kalian hukuman dari sisi-Nya kemudian kalian pun berdoa kepada-Nya namun permohonan kalian tak lagi dikabulkan.” (HR. Ahmad, dinilai hasan Al-Albani dalam Sahih Al-Jami’ hadits no. 7070. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, jilid 2 hal. 66)

[3] Dakwah merupakan ciri umat yang terbaik

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi umat manusia, kalian perintahkan yang ma’ruf dan kalian larang yang mungkar, dan kalian pun beriman kepada Allah…” (Qs. Ali-‘Imran: 110)

Ibnu Katsir mengatakan, “Pendapat yang benar, ayat ini umum mencakup segenap umat (Islam) di setiap jaman sesuai dengan kedudukan dan kondisi mereka masing-masing. Sedangkan kurun terbaik di antara mereka semua adalah masa diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian generasi sesudahnya, lantas generasi yang berikutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, jilid 2 hal. 68)

[4] Dakwah merupakan sikap hidup orang yang beriman

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,…” (Qs. At-Taubah: 71)

Inilah sikap hidup orang yang beriman, berseberangan dengan sikap hidup orang-orang munafiq yang justru memerintahkan yang mungkar dan melarang dari yang ma’ruf. Allah ta’ala menceritakan hal ini dalam firman-Nya (yang artinya), “Orang-orang munafiq lelaki dan perempuan, sebahagian mereka merupakan penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka memerintahkan yang mungkar dan melarang yang ma’ruf…” (Qs. At-Taubah: 67)

[5] Meninggalkan dakwah akan membawa petaka

Allah ta’ala berfirman tentang kedurhakaan orang-orang kafir Bani Isra’il (yang artinya), “Telah dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Isra’il melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu dikarenakan kemaksiatan mereka dan perbuatan mereka yang selalu melampaui batas. Mereka tidak melarang kemungkaran yang dilakukan oleh sebagian di antara mereka, amat buruk perbuatan yang mereka lakukan itu.” (Qs. Al-Ma’idah: 78-79)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Tindakan mereka itu (mendiamkan kemungkaran) menunjukkan bahwa mereka meremehkan perintah Allah, dan kemaksiatan mereka anggap sebagai perkara yang sepele. Seandainya di dalam diri mereka terdapat pengagungan terhadap Rabb mereka niscaya mereka akan merasa cemburu karena larangan-larangan Allah dilanggar dan mereka pasti akan marah karena mengikuti kemurkaan-Nya…” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 241)

Di antara dampak mendiamkan kemungkaran adalah kemungkaran tersebut semakin menjadi-jadi dan bertambah merajalela. Syaikh As-Sa’di telah memaparkan akibat buruk ini, “Sesungguhnya hal itu (mendiamkan kemungkaran) menyebabkan para pelaku kemaksiatan dan kefasikan menjadi semakin lancang dalam memperbanyak perbuatan kemaksiatan tatkala perbuatan mereka tidak dicegah oleh orang lain, sehingga keburukannya semakin menjadi-jadi.

Musibah diniyah dan duniawiyah yang timbul pun semakin besar karenanya. Hal itu membuat mereka (pelaku maksiat) memiliki kekuatan dan ketenaran. Kemudian yang terjadi setelah itu adalah semakin lemahnya daya yang dimiliki oleh ahlul khair (orang baik-baik) dalam melawan ahlusy syarr (orang-orang jelek), sampai-sampai suatu keadaan di mana mereka tidak sanggup lagi mengingkari apa yang dahulu pernah mereka ingkari.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 241)

[6] Orang yang berdakwah adalah yang akan mendapatkan pertolongan Allah

Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Allah benar-benar akan menolong orang yang membela (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Mereka itu adalah orang-orang yang apabila kami berikan keteguhan di atas muka bumi ini, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar. Dan milik Allah lah akhir dari segala urusan.” (Qs. Al-Hajj: 40-41)

Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengaku membela agama Allah namun tidak memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan (mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar) maka dia adalah pendusta (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 540).

[7] Dakwah, bakti anak kepada sang bapak

Allah ta’ala mengisahkan nasihat indah dari seorang bapak teladan yaitu Luqman kepada anaknya. Luqman mengatakan (yang artinya), “Hai anakku, dirikanlah shalat, perintahkanlah yang ma’ruf dan cegahlah dari yang mungkar, dan bersabarlah atas musibah yang menimpamu. Sesungguhnya hal itu termasuk perkara yang diwajibkan (oleh Allah).” (Qs. Luqman: 17)

Allah juga menceritakan dakwah Nabi Ibrahim kepada bapaknya. Allah berfirman (yang artinya), “Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim yang terdapat di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an). Sesungguhnya dia adalah seorang yang jujur lagi seorang nabi. Ingatlah ketika dia berkata kepada bapaknya; Wahai ayahku.

Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak bisa mencukupi dirimu sama sekali? Wahai ayahku. Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai ayahku. Janganlah menyembah syaitan, sesungguhnya syaitan itu selalu durhaka kepada Dzat Yang Maha Penyayang.” (Qs. Maryam: 41-44)

[8] Dakwah, alasan bagi hamba di hadapan Rabbnya

Allah berfirman (yang artinya), “Dan ingatlah ketika suatu kaum di antara mereka berkata, ‘Mengapa kalian tetap menasihati suatu kaum yang akan Allah binasakan atau Allah akan mengazab mereka dengan siksaan yang amat keras?’ Maka mereka menjawab, ‘Agar ini menjadi alasan bagi kami di hadapan Rabb kalian dan semoga saja mereka mau kembali bertakwa’.” (Qs. Al-A’raaf: 164)

[9] Menjadi penyelamat saat hari kiamat

Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Inilah maksud paling utama dari pengingkaran terhadap kemungkaran; yaitu agar menjadi alasan untuk menyelamatkan diri (di hadapan Allah), serta demi menegakkan hujjah kepada orang yang diperintah dan dilarang dengan harapan semoga Allah berkenan memberikan petunjuk kepadanya sehingga dengan begitu dia akan mau melaksanakan tuntutan perintah atau larangan itu.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 307)

Allah berfirman (yang artinya), “Para rasul yang kami utus sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan itu, agar tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk mengelak setelah diutusnya para rasul. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nisaa’: 165).

[10] Mencontoh Rasulullah

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan para sahabat pada hari raya kurban. Beliau berkata, “Wahai umat manusia, hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Hari yang disucikan.” Lalu beliau bertanya, “Negeri apakah ini?” Mereka menjawab, “Negeri yang disucikan.” Lalu beliau bertanya, “Bulan apakah ini?”

Mereka menjawab, “Bulan yang disucikan.” Lalu beliau berkata, “Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah disucikan tak boleh dirampas dari kalian, sebagaimana sucinya hari ini, di negeri (yang suci) ini, di bulan (yang suci) ini.” Beliau mengucapkannya berulang-ulang kemudian mengangkat kepalanya seraya mengucapkan, “Ya Allah, bukankah aku sudah menyampaikannya? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikannya?”… (HR. Bukhari dalam Kitab Al-Hajj, bab Al-Khutbah ayyama Mina. Hadits no. 1739)

[11] Menjadi penyampai kebaikan

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan, “Sesungguhnya beliau mengucapkan perkataan semacam itu (Ya Allah bukankah aku sudah menyampaikannya) disebabkan kewajiban yang dibebankan kepada beliau adalah sekedar menyampaikan. Maka beliau pun mempersaksikan kepada Allah bahwa dirinya telah menunaikan kewajiban yang Allah bebankan untuk beliau kerjakan.” (Fath Al-Bari, jilid 3 hal. 652).

[12] Dakwah tali pemersatu umat

Setelah menyebutkan kewajiban untuk berdakwah atas umat ini, Allah melarang mereka dari perpecahan, “Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah keterangan-keterangan datang kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang berhak menerima siksaan yang sangat besar.” (Qs. Ali-‘Imran: 105)

[13] Mencegah perpecahan

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kalaulah bukan karena amar ma’ruf dan nahi mungkar niscaya umat manusia (kaum muslimin) akan berpecah belah menjadi bergolong-golongan, tercerai-berai tak karuan dan setiap golongan merasa bangga dengan apa yang mereka miliki…” (Majalis Syahri Ramadhan, hal. 102)

Nah sobat, yuk kita saling menyebar kebaikan pada sesama, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 13 Alasan Kenapa Umat Islam Wajib Berdakwah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
12 Alasan Mengapa Muslim Harus Menuntut Ilmu https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/alasan-mengapa-muslim-harus-menuntut-ilmu Sat, 06 Apr 2019 00:15:55 +0000 https://dalamislam.com/?p=6268 Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224) Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud […]

The post 12 Alasan Mengapa Muslim Harus Menuntut Ilmu appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadits ini? dan berhubungan dengan alasan muslim harus mengamalkan ilmunya?

Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama), termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas. terdapat keutamaan mendatangi majelis ilmu bagi wanita dan pria.

Sebagai contoh, berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. (QS. Thaaha [20] : 114)

maka Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,

( وَقَوْله عَزَّ وَجَلَّ : رَبّ زِدْنِي عِلْمًا ) وَاضِح الدَّلَالَة فِي فَضْل الْعِلْم ؛ لِأَنَّ اللَّه تَعَالَى لَمْ يَأْمُر نَبِيّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِطَلَبِ الِازْدِيَاد مِنْ شَيْء إِلَّا مِنْ الْعِلْم ، وَالْمُرَاد بِالْعِلْمِ الْعِلْم الشَّرْعِيّ الَّذِي يُفِيد مَعْرِفَة مَا يَجِب عَلَى الْمُكَلَّف مِنْ أَمْر عِبَادَاته وَمُعَامَلَاته ، وَالْعِلْم بِاَللَّهِ وَصِفَاته ، وَمَا يَجِب لَهُ مِنْ الْقِيَام بِأَمْرِهِ ، وَتَنْزِيهه عَنْ النَّقَائِض

“Firman Allah Ta’ala (yang artinya),’Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’ mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali (tambahan) ilmu. Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i.

Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”. (Fathul Baari, 1/92)

Mengapa manusia wajib menuntut ilmu? Karena setiap orang dapat dibedakan dari ilmu yang dimiliki. Karena ilmu merupakan pembeda antara orang yang tahu dan tidak mengetahui. Semua orang diwajibkan menuntut ilmu. Ajaran agama apapun juga memerintahkan untuk menuntut ilmu setinggi mungkin. Begitu juga dengan orang tuamu bukan? dapatkan inspirasi dengan membacailmuwan islam yang membawa perubahan dunia

Dengan menuntut ilmu, maka otak yang telah diberikan oleh Tuhan bisa digunakan dengan baik. Lebih dari itu orang yang memiliki ilmu pun akan terlihat berbeda. Hal tersebut akan terlihat dari cara Kamu berbicara, tingkah lakunya dan sebagainya. Jika Kamu masih ragu untuk menuntut ilmu setinggi mungkin, inilah 12 Alasan Mengapa Muslim Harus Menuntut Ilmu setinggi mungkin sepertiilmuwan wanita islam yang diakui dunia

Muslim dan ilmu ibarat handphone dan charger. Keduanya, tidak bisa dipisahkan, saling membutuhkan. Handphone tanpa charger akan mati. Charger tanpa HP, tidak bermanfaat.

Imam Syafii pernah berkata, “Jika kamu tidak dapat menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan,” ungkapan masyhur tersebut seolah selalu mengingatkan kita, bahwa belajar itu harus dilakukan dengan penuh kesabaran menghadapi berbagai tantangannya. Imam syafi’i juga mengingatkan bahwa bahwa jika kita lelah mencari ilmu, kebodohan akan menjadi konsekuensinya. Dan pelakunya harus menanggung keperihan luar biasa dalam hidupnya yakni bahaya kebodohan dalam islam

Karena itulah, Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan hambaNya untuk senantiasa menuntut ilmu. Allah berfirman, “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi ke medan perang, mengapa sebagian di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah :122)

Kemudian ada sebuah hadist yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah shalallahi alahi wa sallam bersabda, “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, memberikan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya seperti orang yang mengalungi babi dengan permata, mutiara, atau emas.” (HR.Ibnu Majah). Rasulullah pun bersabda, ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan.” (HR. Ibnu Abdil Barr).

Menuntut ilmu,  tidak membedakan gender. Laki-laki ataupun perempuan semua diwajibkan untuk menuntut ilmu sebagai bekal masa depan mereka. Ketika laki-laki menganggap pendidikan adalah hal yang penting yang harus dimiliki karena laki-laki fungsinya sebagai pemimpin, maka pendidkan juga tak kalah penting bagi wanita. Karena wanita nantinya, akan menjadi seorang ibu, ia harus pandai mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang cerdas, shalih dan shalihah.

Ada pernyataan yang melemahkan wanita agar menuntut ilmu. Misalnya, “Untuk apa perempuan sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya juga di dapur.” Penyataan menggelitik seperti ini masih terdengar hingga saat ini.

Perempuan cenderung dianggap tidak perlu mengenyam pendidikan tinggi karena pada akhirnya pun akan bergelut di dalam rumah. Seolah pendidikan merupakan hak bebas yang dimiliki oleh para laki-laki saja.

Padahal, Islam begitu memandang hak-hak perempuan, salah satunya adalah hak menuntut ilmu. Dalam Islam, perempuan merupakan komponen dalam keluarga dan masyarakat yang sangat berperan dalam membentuk generasi dan menciptakan peradaban.

Para wanita tangguh dalam sejarah tidak secara tiba-tiba menjadi tangguh, melainkan melalui proses pendidikan secara berkelanjutan terlebih dahulu. Ada beberapa alasan mengapa pendidikan menjadi hal penting untuk muslimah. Di antaranya sebagai berikut.

1. Pendidikan dapat meningkatkan ilmu dan wawasan muslimah. Jika para muslimah memiliki ilmu dan wawasan yang luas, maka ia akan mampu mendidik anak-anaknya dengan lebih baik, mengetahui cara-cara untuk berbuat kebaikan lebih banyak. Sehingga dapat menambah catatan amal dan pahalanya,serta dapat mengajarkan kebaikan kepada orang lain.

Dengan pendidikan seorang muslimah dapat mendukung suami dalam berbuat baik. Hal ini karena muslimah berperan sebagai “partner hidup” suami. Allah berfirman,“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain.

Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma´ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Muslimah yang terdidik akan dapat memahami posisinya sebagai mitra suami dalam menjalankan tugas suami dalam hal-hal kebaikan, mengetahui bagaimana cara menjadi seorang isteri shalihah, senantiasa taat pada suami dalam kebaikan, menjaga kehormatan dan harta suami, menyenangkan bila dipandang suami dan mendukung, serta memotivasi suami dalam berbuat kebaikan.

2. Dengan pendidikan, seorang muslimah dapat sukses dalam mendidik anak-anaknya. Anak merupakan investasi pahala yang tak pernah putus bagi kedua orang tuanya. Dengan memahami konsep tersebut, para muslimah akan termotivasi untuk senantiasa memperhatikan dan bersemangat dalam mendidik anak-anaknya menjadi generasi rabbani yang shalih dan cerdas. Pemahaman tersebut hanya dapat terwujud melalui proses pendidikan.

3. Dengan pendidikan muslimah dapat eksis di tengah masyarakat untuk bekerjasama dan memberdayakan lingkungan yang Islami. Muslimah terdidik akan mampu menjadi agen perubahan (agent of change) bagi masyarakat tanpa mengorbankan prinsip kebenaran yang diyakininya, dan bukannya melebur pada warna lukisan yang ada di masyarakat

Dengan pendidikan yang tinggi, seorang wanita dapat memberikan kontribusi lebih. Tidak hanya sebagai ibu dan istri tapi juga bisa berkontribusi untuk masyarakat sehingga hidupnya akan lebih bermanfaat dan berkah.

4. Jika Kamu seorang muslim, Kamu pasti mengetahui bahwa Allah SWT memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu. Dalam Islam, menuntut ilmu adalah wajib dilakukan oleh setiap muslim.

5. Setiap orang yang menuntut ilmu akan memiliki derajat yang tinggi. Hal ini karena orang yang memiliki ilmu akan selalu dibutuhkan di lapisan masyarakat.

6. Dengan menuntut ilmu, maka akan membantumu untuk meraih kesuksesan. Banyak orang yang sukses di dunia karena mereka memiliki ilmu yang baik. Seperti Jack Ma pemilik e-commerce terbesar di Tiongkok, Mark Zuckerberg dan Bill Gates. Meskipun mereka tidak lulus kuliah, tetapi mereka kuliah yang berarti mereka adalah orang pintar dan memiliki ilmu.

7. Jika Kamu memiliki ilmu, maka akan memudahkan dirimu mencari pekerjaan. Kamu tidak akan mendapatkan pekerjaanmu saat ini jika Kamu dulunya tidak menuntut ilmu bukan?

8. Berpikir positif. Kamu yang memiliki ilmu jarang yang berpikir negatif, karena mereka tidak akan mudah terhasut atau membenarkan isu-isu yang sedang beredar di masyarakat.

9. Kamu akan lebih dihargai jika memiliki ilmu. Orang yang memiliki ilmu akan selalu didengarkan. Karena biasanya masyarakat beranggapan bahwa mereka bebrbicara berdasarkan ilmu.

10.  Ilmu bisa Kamu investasikan, bahkan seumur hidup. Ilmu dan pendidikan yang tinggi akan membantumu selama bertahun-tahun dengan berbagai hal. Meskipun investasi ini tidak bisa dinikmati dalam waktu singkat.

11. Memperbaiki nasib. Kamu pastinya sering mengetahui orang yang memiliki ilmu yang tinggi bisa merubah nasib keluarganya menjadi lebih baik. Itulah bukti bahwa dengan ilmu bisa memperbaiki nasib seseorang.

12. Menghilangkan kesombongan. Kamu akan merasa tidak bisa apa-apa jika sudah menuntut ilmu yang tinggi. Karena tahu bahwa sebenarnya manusia tanpa ilmu memang tidak bisa apa-apa. Harta bukanlah warisan terbaik, tapi ilmulah yang merupakan warisan terbaik. Hal ini karena harta yang Kamu miliki bisa saja habis dalam waktu yang sekejap, tetapi ilmu akan tetap Kamu miliki meskipun Kamu sudah tua dan lupa, tetapi Kamu akan tetap memiliki ilmu yang bermanfaat.

Itulah alasan mengapa manusia wajib menuntut ilmu. Jadi tak perlu ragu untuk menuntut ilmu yang tinggi ya? sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 12 Alasan Mengapa Muslim Harus Menuntut Ilmu appeared first on DalamIslam.com.

]]>
12 Alasan Muslim Harus Mengamalkan Ilmunya https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/alasan-muslim-harus-mengamalkan-ilmunya Fri, 05 Apr 2019 23:58:08 +0000 https://dalamislam.com/?p=6266 Ilmu dipelajari untuk diamalkan, bukan hanya sekedar menambah wawasan dan kepintaran, apalagi jika diniatkan untuk membodoh-bodohi orang lain. Inilah 12 Alasan Muslim Harus Mengamalkan Ilmunya. 1. Mendapat taufik dari Allah atauhidayah Allah kepada manusia Malik bin Dinar berkata, من طلب العلم للعمل وفقه الله ومن طلب العلم لغير العمل يزداد بالعلم فخرا “Barangsiapa yang mencari […]

The post 12 Alasan Muslim Harus Mengamalkan Ilmunya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ilmu dipelajari untuk diamalkan, bukan hanya sekedar menambah wawasan dan kepintaran, apalagi jika diniatkan untuk membodoh-bodohi orang lain. Inilah 12 Alasan Muslim Harus Mengamalkan Ilmunya.

1. Mendapat taufik dari Allah atauhidayah Allah kepada manusia

Malik bin Dinar berkata,

من طلب العلم للعمل وفقه الله ومن طلب العلم لغير العمل يزداد بالعلم فخرا

Barangsiapa yang mencari ilmu (agama) untuk diamalkan, maka Allah akan terus memberi taufik padanya. Sedangkan barangsiapa yang mencari ilmu, bukan untuk diamalkan, maka ilmu itu hanya sebagai kebanggaan (kesombongan)” (Hilyatul Auliya’, 2: 378).

2. Mencegah kesombongan dalam islam

Dalam perkataan lainnya, Malik bin Dinar berkata,

إذا تعلم العبد العلم ليعمل به كسره علمه وإذا تعلم العلم لغير العمل به زاده فخرا

Jika seorang hamba mempelajari suatu ilmu dengan tujuan untuk diamalkan, maka ilmu itu akan membuatnya semakin merunduk. Namun jika seseorang mempelajari ilmu bukan untuk diamalkan, maka itu hanya akan membuatnya semakin sombong (berbangga diri).” (Hilyatul Auliya’, 2: 372).

3. Memberikan manfaat dimana memilikisifat orang yang tak tersentuh api neraka

Wahb bin Munabbih berkata,

مثل من تعلم علما لا يعمل به كمثل طبيب معه دواء  لا يتداوى به

Permisalan orang yang memiliki ilmu lantas tidak diamalkan adalah seperti seorang dokter yang memiliki obat namun ia tidak berobat dengannya.” (Hilyatul Auliya’, 4: 71).

4. Sebagai zakat ataujenis zakat dalam islam

Ibrahim Al Harbi berkata,

حملني أبي الى بشر بن الحارث فقال يا أبا نصر ابني هذا مشتهر بكتابة الحديث والعلم فقال لي يا بني هذا العلم ينبغي أن يعمل به فان لم يعمل به كله فمن كل مائتين خمسة مثل زكاة الدراهم

Ayahku pernah membawaku pada Basyr bin Al Harits, lanta ia berkata, “Wahai Abu Nashr (maksudnya: Basyr bin Al Harits), anakku sudah masyhur dengan penulisan hadits dan ia terkenal sebagai orang yang berilmu.” Lantas Basyr menasehatiku, “Wahai anakku, namanya ilmu itu mesti diamalkan. Jika engkau tidak bisa mengamalkan seluruhnya, amalakanlah 5 dari setiap 200 (ilmu) seperti halnya hitungan dalam zakat dirham -perak– (yaitu 1/40 atau 2,5%).” (Hilyatul Auliya’, 8: 347).

5. Mencegah bahaya kebodohan dalam islam

Syaqiq Al Balkhi berkata,

الدخول في العمل بالعلم والثبات فيه بالصبر والتسليم إليه بالإخلاص فمن لم يدخل فيه بعلم فهو جاهل

Masuk dalam amalan hendaklah diawali dengan ilmu. Lalu terus mengamalkan ilmu tersebut dengan bersabar. Kemudian pasrah dalam berilmu dengan ikhlas. Siapa yang tidak memasuki amal dengan ilmu, maka ia jahil (bodoh).” (Hilyatul Auliya’, 8: 69).

6. Hal yang mudhorot

Sufyan bin ‘Uyainah berkata,

ما شيء أضر عليكم من ملوك السوء وعلم لا يعمل به

Tidak ada sesuatu yang lebih memudhorotkan kalian selain dari raja yang jelek dan ilmu yang tidak diamalkan.” (Hilyatul Auliya’, 7: 287).

7. Mendapat ilmu baru dari Allah

‘Abdul Wahid bin Zaid berkata,

من عمل بما علم فتح الله له ما لا يعلم

Barangsiapa mengamalkan ilmu yang telah ia pelajari, maka Allah akan membuka untuknya hal yang sebelumnya ia tidak tahu.” (Hilyatul Auliya’, 6: 163).

Ma’ruf Al Karkhi berkata,

إذا أراد الله بعبد خيرا فتح الله عليه باب العمل وأغلق عنه باب الجدل وإذا أراد بعبد شرا أغلق عليه باب العمل وفتح عليه باب الجدل

Jika Allah menginginkan kebaikan pada seorang hamba, Dia akan membuka baginya pintu amal dan akan menutup darinya pintu jidal (suka berdebat atau bantah-bantahan). Jika Allah menginginkan kejelekan pada seorang hamba, Dia akan menutup baginya pintu amal dan akan membuka baginya pintu jidal (suka berdebat)” (Hilyatul Auliya’, 8: 361).

8. Mendapatkan Pahala dari Allah SWT Sama dengan Pahala Orang yang Diajarkan

Dari penjelasan Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia memaparkan berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda bahwasannya sebagai berikut :

Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893).

Kemudian diperkuat dengan hadits lainnya yang melengkapi penjelasan sebelumnya yakni, sabda Rasulullah berikut ini :

Barang siapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala dari orang-orang yang mengamalkannya dengan tidak mengurangi sedikit pun pahala orang yang mengerjakannya itu.” (HR Ibnu Majah).

9. Sudah Termasuk dalam Kategori amar ma’ruf nahi munkar

Amar ma’ruf nahi munkar bisa dikatakan sebagai cara paling tepat untuk menebar kebaikan dengan jalan saling menasehati antara satu dengan yang lainnya. Proses saling menasehati ini, secara tidak langsung akan berjalan tanpa disadari sesuai dengan naluri alamiah manusia, yang selalu menasehati jika melihat tindakan kurang baik. Terlebih lagi orang yang lebih tua, memberikan arahan kepada mereka – mereka yang lebih muda karena belum mengetahui bagaimana melakukan suatu hal dengan baik.

Dari penjelasan yang dipaparkan oleh Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda sebagai berikut :

Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017)

10. Ilmu yang Anda Ajarkan Tidak Akan Berkurang, Melainkan Akan Semakin Bertambah

Banyak orang yang mengira bahwa mengajarkan ilmu yang dipunyai adalah hal yang sia – sia belaka. Padahal anggapan tersebut salah besar sobat, justru dengan anda membagikan ilmu yang anda punyai, akan mematangkan pemahaman anda sendiri terhadap suatu ilmu.

Semakin sering anda membagikannya, maka anda akan merasa semakin mantap dan juga percaya diri. Hal itu sama halnya dengan anda mendapatkan ilmu – ilmu baru dalam kehidupan dan pada akhirnya ilmu anda tidak akan berkurang sobat.

Hal ini dijelaskan di dalam firman Allah SWT di surat Al Imran yakni sebagai berikut : “Hendaklah engkau menerangkan isi al-Kitab itu kepada manusia, dan janganlah engkau menyembunyikannya.” (Ali Imran [3]: 187).

11. Menentramkan Hati

Rasa bahagia yang anda rasakan saat mengajarkan ilmu kepada orang lain merupakan hal yang tidak ternilai harganya ya sobat. Terlebih lagi pengajaran ilmu tersebut sesuai dengan yang disukai oleh orang yang sedang anda ajarkan, pastinya akan bertambah menarik.

Rasulullah SAW bersabda: “Katakanlah kepada manusia sesuai dengan apa yang mereka ketahui, serta tinggalkanlah apa yang tidak mereka ketahui dan tidak mereka sukai. Apakah kamu ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?” (HR Bukhari).

12. Melatih Kecakapan Kita Dalam Mengajar

Mengajar ternyata bisa menggali kemampuan kita untuk melakukan suatu hal dengan variasi berbeda – beda. Seperti contohnya, teknik mengajar yang baik adalah yang bisa diterima dengan baik pula oleh orang yang diajarkan. Dengan begitu anda wajib memutar otak untuk menggunakan teknik yang up to date, sehingga mereka pun akan semakin nyaman dan terus bersemangat.

Rasulullah SAW bersabda: “Kami khususnya, para nabi, diperintahkan untuk menempatkan orang sesuai dengan tingkatan mereka. Dan supaya kami menyampaikan kepada mereka menurut tingkatan pengertian (kecerdasannya).” (HR Abu Dawud).

Seperti ungkapan yang beredar dan melekat di masyarakat bahwasannya “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”. Setuju ya sobat semua? Ungkapan itulah yang bisa dihubungkan dengan perbuatan mulia.

Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh Allah, para Malaikat-Nya, serta semua penghuni langit dan bumi termasuk semut dalam lubangnya dan ikan-ikan, sungguh semuanya mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang mengajari manusia.” (HR Tirmidzi).

Di dalam firman Allah SWT QS. Az-Zumar : 9 dijelaskan bahwasannya :

“Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada azab akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar : 9)

Sebagai tambahan saja, terdapat keutamaan lainnya yang bisa anda pahami, agar ke depannya anda bisa semakin mantap dalam hal melakukan perbuatan baik seperti membagikan ilmu bermanfaat yang anda punyai. Berikut adalah keutamaan – keutamaan lain mengamalkan ilmu :

  • Melatih keikhlasan dalam kehidupan sehari – hari.
  • Memberikan contoh nyata agar orang lain ikut melakukannya.
  • Tidak ada perbuatan baik yang sia – sia.
  • Mencerminkan identitas sebagai seorang muslim sejati.
  • Peduli terhadap kemajuan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Nah, semoga semangat selalu dalam mengamalkan ilmu ya, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

The post 12 Alasan Muslim Harus Mengamalkan Ilmunya appeared first on DalamIslam.com.

]]>