Hukum Membatalkan Perjanjian Dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info


Kita semua pasti pernah mengucapkan janji. Waktu kecil kita pernah berjanji untuk tidak berlarian ketika diajak ke masjid. Pun kita tetap melanggar janji itu dengan tetap berlarian di masjid. Hingga ketika sudah dewasa lebih banyak lagi janji yang telah kita ucapkan bahkan ada yang berjanji sehidup semati.

Perjanjian juga dapat berupa kontrak dan akad. Ketika kita melanggar janji kita pada orang tua pasti akan segera dimaafkan. Lalu bagaimana dengan hukum membatalkan perjanjian dalam islam?

Ada baiknya kita berpikir kembali sebelum mengucapkan janji karena janji hukumnya wajib ditepati. Janji adalah hutang yang harus dibayar seperti yang tertera dalam Al-Quran Surah An-Nahl ayat 91.

وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا ۚ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ

Yang artinya : “Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap janji itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”

Dari ayat tersebut ketika kita berjanji dan bersumpah atas nama Allah maka janji tersebut harus ditepati. Berucap janji atas nama Allah tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada tata cara yang perlu dilakukan untuk mengucapkan janji. Salah satunya orang yang akan melakukan janji harus dalam keadaan suci dan telah berwudhu. Janji diucapkan atas nama Allah secara jelas maksud dan tujuannya.

Menurut Ibnu Katsir Perjanjian digolongkan menjadi :

  1. Abdullah (perintah dan larangan Allah)
  2. Aqdul hilf (perjanjian persekutuan suku)
  3. Aqdul bai (perjanjian jual beli)
  4. Aqdun nikah (perjanjian perkawinan atau aqad perkawinan)
  5. Aqdul yamin (perjanjian sumpah).

Baca juga :

Diantara golongan-golongan itu ada perjanjian yang tidak boleh dilakukan dan hukum membatalkan perjanjian dalam islam itu akan lebih baik. Perjanjian ini hukumnya adalah haram.

Perjanjian yang tidak boleh dilakukan dalam Islam :

1. Dua aqad dalam suatu perdagangan

Ketika barang yang sama dijual kepada dua orang yang berbeda maka perjanjian itu haram hukumnya karena akan menimbulkan ketidakjelasan pemilik barang. Barang yang sama dimiliki oleh dua orang sayang sama-sama memiliki hak penuh atas barang tersebut.

2. Tambahan syarat diberikan untuk penjualan

Menurut hadist riwayat Tibrani Rasulullah saw. melarang membubuhkan syarat tambahan dengan aqad penjualan.” Akad jual beli tidak boleh dicampur aduk dengan syarat persetujuan. Misalnya, si calon pembeli bersedia membeli dengan syarat barang tersebut harus begini-begitu.

3. Perdagangan al-Mulamisah dan Al-Munabihah

Hadist riwayat Al-BukhariRasulallah melarang aku untuk menjual sesuatu yang bukan milikiku atau menjual sesuatu yang tidak jelas dan tidak tampak secara nyata.

4. Penjualan yang bukan haknya

Seseorang tidak bisa melakukan akad pada barang yang bukan haknya kecuali mendapat persetujuan dari pemilik sah barang tersebut. Menurut hadist riwayat At-Tirmidzi : “Rasulallah melarang aku menjual sesuatu yang bukan miliku.

Baca juga :

5. An-Najasy

HR Al-Bukhari Rasulullah melarang jual beli dengan barang yang najis. Selain najis tidak diperbolehkan menjual barang haram.

6. Talaqqi Rukban

Menipu seperti memaksa agen untuk menjual dan membeli dari penduduk kampung yang sederhana. Menipu perdagangan kampung itu dengan harga yang terlalu murah. Diantara bentuk penipian adalah mencegat barang yang didatangkan dari luar.

Setiap perjanjian akan diminta pertanggungjawabannya sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surah Al-Isra ayat 34.

وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۚ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا

Yang artinya : “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik (bermanfaat) sampai dia dewasa, dan penuhilah janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”

Membatalkan perjanjian secara sepihak termasuk tanda-tanda orang munafik. Ini termuat dalam HR. Bukhari dan Muslim yang berbunyi

Perkara empat, barang siapa yang memiliki seluruhnya dalam keperibadianya maka dia adalah munafik sejati. Dan barang siapa mempunyai salah satu dari padanya maka dia mempunyai keperibadian munafik sehingga ditinggalkanya: Bila berbicara, bohong. Bila berjanji, menyalahinya. Bila mengadakan persetujuan terhadap suatu masalah, cidra. Bila berbantahan, berkata jelek”.

Dengan membatalkan janji secara sepihak, secara materi sangat merugikan orang lain ketika ada ganti rugi yang perlu dipertanggungjawabkan. Sikap moral seperti itu akan mengurangi kepercayaan seseorang.

Cara membatalkan perjanjian adalah :

  1. Memerdekakan seorang budak
  2. Memberi makanan seperti yang dimakan sehari-hari kepada 10 orang fakir miskin
  3. Berpuasa selama tiga hari
  4. Memberi sejumlah uang untuk makan kepada 10 orang fakir miskin
  5. Memberi pakaian yang layak kepada 10 orang fakir miskin

Baca juga :

Hal tersebut sesuai dengan Al-Quran Surah Al-Maidah ayat 89 yang berbunyi :

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ ۖ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Yang artinya : ”Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.

Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”

Pembatalan perjanjian tidak dapat dilakukan karena merupakan kesepakatan pihak-pihak terkait. Sedangkan pembatalan dapat dilakukan ketika  Jangka waktu perjanjian berakhir (QS. AT-Taubah:4) dan salah satu pihak menyimpang atau penghianatan atas perjanjian (At-Taubah : 7). Prosuder Pembatalan dilakukan dengan memberitahu kepada semua pihak yang terlibat dalam perjanjian dan membuat kesepakatan bahwa perjanjian telah dihentikan (dibatalkan) dengan alasan pembatalan perjanjian.

Wanprestasi dapat terjadi apabila perjanjian yang sudah dilakukan secara sah menurut ketentuan hukum itu tidak dilaksanakan isinya atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya. Akibat terjadinya wanprestasi dalam perjanjian menurut hukum Islam maka menimbulkan kerugian. Orang yang menyebabkan kerugian maka diwajibkan untuk mengganti kerugian sesuai dengan kerugian yang dialaminya.

Kesimpulan

Perjanjian wajib dilaksanakan sebagaimana mestinya sesuai dengan isi perjanjian. Janji merupakan hutang yang dipertanggungjawabkan. Hukum membatalkan perjanjian dalam islam dapat dilihat dari kondisinya. Jika memang banyak menimbulkan penyimpangan ada baiknya perjanjian dibatalkan. Ketika membatalkan perjanjian setiap yang terlibat dalam perjanjian harus mengetahui alasan dibatalkannya perjanjian.

Untuk membatalkan perjanjian seseorang harus melaksanakan satu diantara yang telah dijelaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 89. Setelah mengetahui hukum pembatalan perjanjian ini diharapkan dapat berhati-hati ketika melakukan perjanjian baik dalam lisan maupun dalam tulisan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn