Islam memiliki beberapa sumber hukum yang dijadikan sebagai pedoman dalam mengambil keputusan atas suatu perkara yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu sumber hukum tersebut ialah Qiyas.
Menurut bahasa, Qiyas (قياس) berasal dari akar kata qaasa – yaqishu – qiyaasan (قاس يقيس قياسا). Makna qiyas secara sederhana adalah pengukuran (تقدير). Sedangkan menurut etimologi, Qiyas berarti mengukur suatu atas sesuatu yang lain, dan kemudian menyamakan antara keduanya.
Rukun Qiyas
Suatu perkara bisa dikenai Qiyas apabila mengandung 4 unsur (rukun) di bawah ini:
1. Al-Ashlu
Menurut definisi para ulama, al-ashlu (الأصل) merupakan hukum yang telah jelas berdasarkan pada nash yang jelas.
2. Al-Far’u
Al-far’u (الفرع) bermakna cabang, merupakan bentuk lawan kata dari al-ashlu di atas.
Dalam hal ini, al-far’u berarti suatu masalah yang tidak terdapat pada nash hukumnya baik di dalam Al-Quran maupun As-Sunnah secara eksplisit.
Baca juga :
- Hukum Over Kredit Rumah dalam Islam
- Hukum Perjanjian Jual Beli dalam Islam
- Hukum Menyentuh Kemaluan Setelah Berwudhu
- Hukum Menjadi Petani Rokok
- Hukum Wanita Meninggal Saat Haid
3. Al-Hukmu
Al-hukmu (الحكم) ialah hukum syar’i yang terdapat pada nash, dimana hukum tersebut tercantum dalam al-ashlu di atas.
4. Al-‘Illat
Selanjutnya, al-‘illat (العلة) yang bermakna kesamaan sifat hukum yang ada dalam al-ashlu (الأصل) dan al-far’u (العلة).
Pengertian Qiyas Menurut Ulama Ushul Fiqih
Al-Qadii, Abu Bakaral-Baqillni mendefinisikan Al-Qiyas sebagai berikut:
حَمَلَ مَعَلُوْ مُ عَلىَ مَعَلُوْمٍ فىِ تِ حُلَْمٍ لَهُماَ اَ وْ نَفْيٍ عَنْهُماَ بِاَ مْرٍ جاَبَيْنَهُماَ
“Memasukkan suatu yang dimaklumi (Far’) ke dalam hukum sesuatu yang dimaklumi (asl) karena adanya ‘illah hukum yang mempersamakannya menurut pandangan mujtahid”.
Sadr Al-Syari’ah Ibn Mas’ud mendefinisikannya sebagai berikut:
تَعْدِ يَهُ اْ حُكْمِ مِنَ اْلاَصْلِ اِ لىَ اْ لغَرَ عْ بِعِلَةٍ مُحَّتِدَ ةٍلاَ تَعْرِ فُ بُجَرَّ رٍ فَهُمُ اللَّغَةُ
“Mengenakan hukum pada asl kepada Far’ karena adanya ‘illah yang mempersekutukannya yang tidak bisa diketahui melalui pendekatan literal semata”.
Kedudukan Qiyas dalam Hukum Islam
Berdasarkan ulasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan qiyas dalam hukum Islam ialah sebagai sumber hukum dalam menentukan bagaimana hukumnya suatu perkara yang telah memenuhi rukun qiyas.
Baca juga :
- Hukum Cuci Darah Saat Puasa
- Hukum Menipiskan Kumis Menurut Islam
- Hukum Minum Sambil Berdiri Dalam Islam
- Hukum Mengadzankan Jenazah Dalam Islam
- Hukum Mengqadha Shalat Wajib
Contohnya sebagai berikut :
Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman,
۞ وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Isra’ [17] : 23)
Ayat tersebut menerangkan salah satu keutamaan berbakti kepada orang tua, yakni memperlakukan keduanya dengan perbuatan maupun perkataan yang baik. Maka dengan ayat tersebut dapat diqiyaskan bahwa memberikan perlakuan buruk kepada orang tua seperti memukul atau membentaknya memiliki tingkat pelarangan lebih tinggi daripada perkataan, “ah“.
Itulah penjelasan mengenai kedudukan qiyas dalam hukum Islam yang dapat Anda ketahui. Semoga bisa memberikan manfaat kepada pembaca sekalian. Terima kasih.