Hukum Mengqadha Shalat Wajib dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Sholat wajib atau sholat fardhu adalah sholat yang harus dikerjakan apapun kondisinya selama kesadaran orang tersebut masih ada. Kewajiban dalam menunaikan sholat sendiri telah banyak dijelaskan dalam berbagai dalil.

Allah berfirman,

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang beriman yang telah ditetapkan waktunya.” (QS. An-Nisa: 103).

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ أَوَّلَ مَا افْتُرِضَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةُ رَكْعَتَانِ رَكْعَتَانِ إِلَّا الْمَغْرِبَ فَإِنَّهَا كَانَتْ ثَلَاثًا ثُمَّ أَتَمَّ اللَّهُ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ وَالْعِشَاءَ الْآخِرَةَ أَرْبَعًا فِي الْحَضَرِ وَأَقَرَّ الصَّلَاةَ عَلَى فَرْضِهَا الْأَوَّلِ فِي السَّفَرِ

Dari Aisyah istri Nabi shollallahu alaihi wasallam beliau berkata: Pertama yang diwajibkan sholat kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam adalah dua rokaat dua rokaat kecuali Maghrib yang 3 rokaat. Kemudian Allah sempurnakan (jumlah rokaat) Dzhuhur, Ashar, dan Isya’ akhir 4 rokaat dalam kondisi hadir (tidak safar) dan ditetapkan sholat sebagaimana kewajibannya yang awal di waktu safar (H.R Ahmad, dinyatakan sanadnya jayyid oleh Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah as-Shahihah penjelasan riwayat no 2815)

Baca juga:

Dari dalil tersebut jelas bahwa sholat wajib dilaksanakan sesuai dengan jumlah rakaat masing-masing dan tepat pada waktunya. Lalu bagaimana hukum mengqadha sholat wajib?

Mengqadha Sholat Jika Tidak Sengaja Ditinggalkan

Hukum mengqadha sholat wajib adalah boleh selama ia tidak sengaja meninggalkan sholat tersebut. Adapun beberapa dalil yang membolehkan qadha sholat wajib adalah sebagai berikut,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ قَالَ مَنْ نَسِيَ صَلاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لا كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ وَأَقِمْ الصَّلاةَ لِذِكْرِي

Dari Anas bin Malik dari Nabi SAW bersabda,”Siapa yang terlupa shalat, maka lakukan shalat ketika ia ingat dan tidak ada tebusan kecuali melaksanakan shalat tersebut dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. (HR. Bukhari)

عَنْ نَاِفع عَنْ أَبِي عُبَيْدَة بنِ عَبْدِ الله قَالَ : قاَلَ عَبْدُ الله : إِنَّ الْمُشْرِكِينَ شَغَلُوا رَسُولَ اللَّهِ عَنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى ذَهَبَ مِنَ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعِشَاءَ

Dari Nafi’ dari Abi Ubaidah bin Abdillah, telah berkata Abdullah, ”Sesungguhnya orang-orang musyrik telah menyibukkan Rasulullah SAW sehingga tidak bisa mengerjakan empat shalat ketika perang Khandaq hingga malam hari telah sangat gelap. Kemudian beliau SAW memerintahkan Bilal untuk melantunkan adzan diteruskan iqamah. Maka Rasulullah SAW mengerjakan shalat Dzuhur. Kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Ashar. Kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Maghrib. Dan kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Isya.” (HR. At-Tirmizy dan AnNasa’i)

Baca juga:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : سِرْنَا مَعَ النَّبِيِّ لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنْ الصَّلاةِ . قَالَ بِلالٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلالٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ يَا بِلالُ أَيْنَ مَا قُلْتَ قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَيَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ يَا بِلالُ قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلاةِ فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى

Dari Abdullah bin Abi Qatadah dari ayahnya berkata, ”Kami pernah berjalan bersama Nabi SAW pada suatu malam. Sebagian kaum lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sekiranya anda mau istirahat sebentar bersama kami?” Beliau menjawab: “Aku khawatir kalian tertidur sehingga terlewatkan shalat.” Bilal berkata, “Aku akan membangunkan kalian.” Maka mereka pun berbaring, sedangkan Bilal bersandar pada hewan tunggangannya. Namun ternyata rasa kantuk mengalahkannya dan akhirnya Bilal pun tertidur. Ketika Nabi SAW terbangun ternyata matahari sudah terbit, maka beliau pun bersabda: “Wahai Bilal, mana bukti yang kau ucapkan!” Bilal menjawab: “Aku belum pernah sekalipun merasakan kantuk seperti ini sebelumnya.” Beliau lalu bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla memegang ruh-ruh kalian sesuai kehendak-Nya dan mengembalikannya kepada kalian sekehendak-Nya pula. Wahai Bilal, berdiri dan adzanlah (umumkan) kepada orang-orang untuk shalat!” kemudian beliau SAW berwudhu, ketika matahari meninggi dan tampak sinar putihnya, beliau pun berdiri melaksanakan shalat.” (HR. Al-Bukhari)

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

“barangsiapa yang lupa shalat, atau terlewat karena tertidur, maka kafarahnya adalah ia kerjakan ketika ia ingat” (HR. Muslim no. 684).

من نام عن صلاة أو نسيها؛ فليصلها إذا ذكرها

barangsiapa yang terlewat shalat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib shalat ketika ingat” (HR. Al Bazzar 13/21, shahih).

Baca juga:

Penyebab Dibolehkannya Seseorang Mengqadha Sholat Wajib

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan menjelaskan: “orang yang hilang akalnya karena tidur, atau pingsan atau semisalnya, ia wajib mengqadha shalatnya ketika sadar” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/95, Asy Syamilah).

ن حصل للمسلم عذر كالنوم والنسيان ولم يتمكن من فعل الصلاة في وقتها ، فإنه يجب عليه إذا زال العذر أن يقضي الصلاة ، ولو كان ذلك في وقت من أوقات النهي . وهو قول جمهور العلماء . انظر : المغني (2/515)

Jika seorang muslim memiliki udzur, seperti ketiduran atau kelupaan, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan shalat pada waktunya, maka wajib baginya untuk mengqadha shalat ketika sudah sadar, meskipun di waktu yang terlarang. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Simak Al-Mughni (2/515). (Fatawa Islam, no. 20013)

ن صلى بغير وضوء ناسياً، ثم تذكر ذلك ولو بعد خروج وقت الصلاة، توضأ وأعاد صلاته ولا إثم عليه ما دام فعل ذلك نسياناً، لقوله صلى الله عليه وسلم ” إن الله تجاوز عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه ” رواه ابن ماجه والبيهقي وغيرهما

Orang yang shalat tanpa wudhu karena lupa, kemudian dia baru teringat, meskipun sudah keluar waktu shalat, dia harus berwudhu dan mengulangi shalatnya. Dia tidak berdosa, selama itu dilakukan karena lupa. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah meangampuni kesalahan umatku karena keliru, lupa, atau dipaksa.” HR. Ibnu Majah, Baihaqi dan yang lainnya. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 27116)

Baca juga:

Mengqadha Shalat dengan Sengaja Tidaklah Sah

Namun hal ini hanya berlaku pada mereka yang tidak sengaja meninggalkan sholat, sedangkan bagi mereka yang sengaja meninggalkan sholat justru qadhanya tidak berlaku.

Imam Ibnu Hazm Al Andalusi mengatakan:

وَأَمَّا مَنْ تَعَمَّدَ تَرْكَ الصَّلَاةِ حَتَّى خَرَجَ وَقْتُهَا فَهَذَا لَا يَقْدِرُ عَلَى قَضَائِهَا أَبَدًا، فَلْيُكْثِرْ مِنْ فِعْلِ الْخَيْرِ وَصَلَاةِ التَّطَوُّعِ؛ لِيُثْقِلَ مِيزَانَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؛ وَلْيَتُبْ وَلْيَسْتَغْفِرْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ

adapun orang yang sengaja meninggalkan shalat hingga keluar waktunya, maka ia tidak akan bisa mengqadhanya sama sekali. Maka yang ia lakukan adalah memperbanyak perbuatan amalan kebaikan dan shalat sunnah. Untuk meringankan timbangannya di hari kiamat. Dan hendaknya ia bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah Azza wa Jalla” (Al Muhalla, 2/10, Asy Syamilah).

بُرْهَانُ صِحَّةِ قَوْلِنَا قَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: {فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ} [الماعون: 4] {الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ} [الماعون: 5] وقَوْله تَعَالَى: {فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا} [مريم: 59] فَلَوْ كَانَ الْعَامِدُ لِتَرْكِ الصَّلَاةِ مُدْرِكًا لَهَا بَعْدَ خُرُوجِ وَقْتِهَا لَمَا كَانَ لَهُ الْوَيْلُ، وَلَا لَقِيَ الْغَيَّ؛ كَمَا لَا وَيْلَ، وَلَا غَيَّ؛ لِمَنْ أَخَّرَهَا إلَى آخَرِ وَقْتِهَا الَّذِي يَكُونُ مُدْرِكًا لَهَا. وَأَيْضًا فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى جَعَلَ لِكُلِّ صَلَاةِ فَرْضٍ وَقْتًا مَحْدُودَ الطَّرَفَيْنِ، يَدْخُلُ فِي حِينٍ مَحْدُودٍ؛ وَيَبْطُلُ فِي وَقْتٍ مَحْدُودٍ، فَلَا فَرْقَ بَيْنَ مَنْ صَلَّاهَا قَبْلَ وَقْتِهَا وَبَيْنَ مَنْ صَلَّاهَا بَعْدَ وَقْتِهَا؛ لِأَنَّ كِلَيْهِمَا صَلَّى فِي غَيْرِ الْوَقْتِ؛ وَلَيْسَ هَذَا قِيَاسًا لِأَحَدِهِمَا عَلَى الْآخَرِ، بَلْ هُمَا سَوَاءٌ فِي تَعَدِّي حُدُودِ اللَّهِ تَعَالَى، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ} [الطلاق: 1] . وَأَيْضًا فَإِنَّ الْقَضَاءَ إيجَابُ شَرْعٍ، وَالشَّرْعُ لَا يَجُوزُ لِغَيْرِ اللَّهِ تَعَالَى عَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ

bukti benarnya pendapat kami adalah firman Allah Ta’ala: ‘celakalah orang yang shalat. Yaitu orang yang lalai dalam shalatnya‘ (QS. Al Maun: 4-5). Dan juga firman Allah Ta’ala: ‘dan kemudian datanglah setelah mereka orang-orang yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti syahwat dan mereka akan menemui kesesatan‘ (QS. Maryam: 59). Andaikan orang yang sengaja melalaikan shalat hingga keluar dari waktunya bisa mengqadha shalatnya, maka ia tidak akan mendapatkan kecelakaan dan kesesatan. Sebagaimana orang yang melalaikan shalat namun tidak keluar dari waktunya tidak mendapatkan kecelakaan dan kesesatan.

Selain itu, Allah Ta’ala telah menjadikan batas awal dan akhir waktu bagi setiap shalat. Yang menjadikannya sah pada batas waktu tertentu dan tidak sah pada batas waktu tertentu. Maka tidak ada bedanya antara shalat sebelum waktunya dengan shalat sesudah habis waktunya. Karena keduanya sama-sama shalat di luar waktunya. Dan ini bukanlah mengqiyaskan satu sama lain, melainkan merupakan hal yang sama, yaitu sama-sama melewati batas yang ditentukan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman: ‘barangsiapa yang melewati batasan Allah sungguh ia telah menzalimi dirinya sendiri‘ (QS. Ath Thalaq: 1).

Selain itu juga, qadha shalat adalah pewajiban dalam syariat. Dan setiap yang diwajibkan dalam syariat tidak boleh disandarkan kepada selain Allah melalui perantara lisan Rasulnya” (Al Muhalla, 2/10, Asy Syamilah).

Itulah penjelasan singkat tentang hukum mengqadha sholat wajib. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

fbWhatsappTwitterLinkedIn