Hukum Islam

Hukum Menerima Barang Titipan dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Yang dimaksud dengan Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) adalah menitipkan barang kepada orang lain untuk dipelihara dengan wajar sepertimacam macam bentuk amanah dalam islam. yang merupakan suatu amanat dan disunahkan bagi orang yang dipercayakan untuk menerimannya dan orang tersebut tidak diharuskan mengganti kerugian apa-apa jika ada kerusakan. terkecuali jika disebabkan kecerobohan terhadap barang yang dititipkan tersebut. misalnya tidak disimpan ditempat yang layak atau wajar, dititipkan lagi kepada orang lain tanpa seizin yang punya, dipakai tanpa seizin yang mempunyai barang dan tiba-tiba rusak atau hilang.

Secara bahasa : Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) yang merupakan amanah dalam islam( الودعة) berartikan titipan (amanah). Kata Al-Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) berasal dari kata wada’a (wada’a – yada’u – wad’aan) juga berarti membiarkan atau meninggalkan sesuatu. Sehingga secara sederhana Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) adalah sesuatu yang dititipkan.

Secara harfiah : Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya atau dijalankan dengan keutamaan jujur dalam islam.

Pada dasarnya orang yang menerima titipan itu tidak menanggung resiko apa-apa namun tetap harus menjalankanmanfaat jujur dalam agama islam sebagai mana sabda Rasulullah Saw berikut ini. “Dari ‘Amr bin Syu’abi dari ayahnya dari kakeknya ra, Nabi Saw bersabda: “Barang siapa yang menerima titipan, maka baginya tak usah ada jaminan.” (HR Ibnu Majah)

Akan tetapi barang titipan itu harus di jaga sebaik mungkin dan dipelihara dengan semestinya seperti ayat ayat al Quran tentang amanah. karena hal itu merupakan amanah dari orang yang menitipkan barang. Firman Allah Swt dalam surat An-Nisa ayat 58 yang berbunyi. إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا Artinya:” Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS An-Nisa: 58)

Rasulullah Saw bersabda: “Dari Abu hurairah ra, berkata: Rasulullah Saw telah bersabda: “Tunaikanlah amanah itu kepada orang yang telah mempercayakan kepadamu, dan jangan lah engkau berkhianat pada sesuatu yang di pertaruhkan orang kepadamu.” (HR Abu Daud dan Turmudzi)

Hukum Menerima Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam)

Ulama fikih sependapat, bahwa Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) adalah sebagai salah satu akad dalam rangka tolong menolong antara sesama manusia. Sebagai landasannya firman allah di dalam al-quran.

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanaya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.

Dasar dari ijma’, yaitu ulama sepakat diperbolehkannya Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam). Ia termasuk ibadah sunnah. Dalam kitab Mubdi disebutkan : “ijma’ dalam setiap masa memperbolehkan Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam). Dalam kitab Ishfah disebutkan: ulama sepakat bahwa Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) termasuk ibadah sunnah dan menjaga barang titipan itu mendapatkan pahala.

Adapun hukum menerima Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) adalah sebagai berikut:

1. Wajib

Hukum Wadiah yang pertama adalah wajib bagi orang yang mampu dan merupakan orang satu-satunya dan orang yang menitipkan dalam keadaan terpaksa.

2. Sunnah

Kemudian hukum Wadiah yang kedua adalah sunah bagi orang yang mampu menjaga amanah.

3. Haram

Hukum Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) yang ketiga adalah haram bagi orang yang tidak mampu melaksanakan sebagaimana mestinya.

4. Makruh

Lalu hukum Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) yang terakhir adalah makruh bagi orang yang mampu tetapi tidak percaya pada dirinya sehingga dikhawatirkan tidak bertanggung jawab terhadap titipan itu.

Rukun Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam)

1. Barang yang dititpkan, keadaannya boleh menurut hukum.

2. Orang yang menitipkan dan yang dititipi, keduanya sha melakukan tindakan itu.

3. Sigat (akad), kedua belah pihak menunjukan adanya saling mempercayai.

Syarat Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam)

Dalam hal ini persyaratan itu mengikat kepada Muwaddi’, wadii’,dan Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam). Muwaddi’ dan wadii’ mempunyai persyaratan yang sama yaitu harus balig, berakal dan dewasa. Sementara Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam kekuasaan/tangannya secara nyata.

1. Syarat-syarat benda yang dititipkan.

2. Benda yang dititipkan disyaratkan harus benda yang bisa disimpan. Apabila benda tersebut tidak bisa disimpan, seperti burung di udara atau benda yang jatuh ke dalam air, maka Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) tidak sah apabila hilang, sehingga tidak wajib mengganti.

3. Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan benda yang dititipkan harus benda yang mempunyai nilai atau qimah dan dipandang sebagai maal, maupun najis. Seperti anjing yang bisa dimanfaatkan untuk berburu atau menjaga keamanan. Apabila benda tersebut tidak memiliki nilai, seperti anjing yang tidak ada manfaatnya, maka Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) tidak sah.

4. Syarat Shigat

Sighat adalah ijab dan qabul. Syarat shigat adalah ijab harus dinyatakan dengan ucapan atau perbuatan. Ucapan adakalanya tegas (sharih) dan adakalanya dengan sindiran (kinayah). Malikiyah menyatakan bahwa lafal dengan kinayah harus dengan disertai niat. Contoh : lafal yang sharih: “Saya titipkan barang ini kepada anda”. Sedangkan lafal sindiran “berikan kepadaku mobil ini”. Pemilik mobil menjawab:” saya berikan mobil ini kepada anda”. Kata “berikan” mengandung arti hibah dan wadiah (titipan).

5. Syarat orang yang menitipkan (al-mudi’)

Syarat orang yang menitipkan adalah sebagai berikut:

  • Berakal
  • Baligh. Wadiah tidak sah apabila dilakukan dengan anak yang belum baligh. Tetapi menurut Hanafiah, baligh tidak menjadi syarat wadiah sehingga wadiah hukumnya sah apabila dilakukan dengan anak mumayyiz dengan persetujuan dari walinya.
  • Syarat orang yang dititipi (al-muda’)
  • Berakal
  • Baligh. Syarat ini dikemukakan oleh Jumhur ulama. Akan tetapi, Hanafiah tidak menjadikan baligh sebagai syarat untuk orang yang dititipi, melainkan cukup ia sudah mumayyiz.
  • Malikiyah mensyaratkan orang yang dititipi harus orang yang diduga kuat, mampu menjaga barang yang dititipkan kepadanya,

Macam macam wadiah

1. Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) yad al-amanah (Trustee Defostery)

Al- Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) Yad Al-Amanah, yaitu titipan barang/harta yang dititipkan oleh pihak pertama (penitip) kepada pihak lain (bank) untuk memelihara (disimpan) barang/uang tanpa mengelola barang/ harta tersebut. Dan pihak lain (bank) tidak dibebankan terhadap kerusakan atau kehilangan pada barang/harta titipan selama hal tersebut. Aplikasinya di perbankan yaitu: safe deposit box.

Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan.
  • Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya.
  • Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan.
  • Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah jasa penitipan atau safe defosit box.

2. Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) yad adh-dhamanah (Guarantee Depository)

Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) ini merupakan titipan barang/harta yang dititipkan oleh pihak pertama (nasabah) kepada pihak lain (bank) untuk memelihara barang/harta tersebut dan pihak lain (bank) dapat memanfaatkan dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat si pemilik menghendaki. Konsekuensinya jika uang itu dikelola pihak lain (bank) dan mendapat keuntungan, maka seluruh keuntungan menjadi milik pihak lain (bank) dan bank boleh memberikan bonus atau hadiah pada pihak pertama (nasabah) dengan dasar tidak ada perjanjian sebelumnya. Aplikasinya di perbankan yaitu : tabungan dan giro tidak berjangka.

Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan.
  • Karena dimanfaatkan,barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil manfaat kepada si penitip.
  • Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini.

3. Giro wadiah

Yang dimaksud dengan giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Dalam konsep wadiah, yad al dhommanoh, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan.

Hal ini berarti bahwa Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam) yad al dhomanoh, mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, yakni nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk memberikan imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.

4. Tabungan Wadi’ah (menerima barang titipan dalam islam)

Di samping giro, produk perbankan syariah lainnya termasuk produk penghimpunan dana (funding) ada tabungan. Berdasarkan UU NO. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU NO.7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, terima kasih.

Recent Posts

Sejarah Masuknya Islam Ke Aceh

Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Myanmar

Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Andalusia

Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Afrika

sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam Ke Nusantara

Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Pulau Jawa

Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…

6 months ago