Dalam kehidupan umat muslim di dunia islam mengajarkan berbagai tata cara mulai dari bangun tisur hingga menjelang tidur kembali. Mulai dari tata cara shalat, doa dan dzikir, menjalin hubungan antar sesama manusia, hingga yang berhubungan dengan kepemimpinan.
Sebagai mahkluk sosial, tentu kehidupan kita tidak bisa terlepas dari pesan serta orang lain. Hal inilah yang mengajarkan manusia untuk bisa memiliki sifat adil dan berbudi pekerti baik itu untuk sesama maupun untuk umat lainnya.
Kepemimpinan dalam islam merupakan suatu unsur yang tidak bisa terlepas dari kehidupan kita sehari-hari. Dimana kehidupan yang lekat dengan pembentukan kolompok dan organisasi ini seakan tidak lepas dari peran seorang pemimpin.
Pemimpin adalah orang yang menjadi atau dijadikan panutan oleh orang lain, yang mana dia memiliki sebuah visi dan misi yang harus dikembangkan dengan atau bersama anggota kelompoknya.
Di dalam islam seorang pemimpin bahkan telah dikenal sejak zaman dahulu kala sebelum Rasulullah SAW terlahir ke dunia. Dimana beberapa kelompok masyarakat selalu ada yang memimpin untuk memutuskan segala sesuatunya. Untuk itu, dalam pembahasan kali ini kita akan mengenai model kepemimpinan dalam perspektif islam.
Pengertian Kepemimpinan dalam Perspektif Islam
Sebagaimana hadist yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW yakni: “Setiap manusia adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya kepada orang-orang yang telah dipimpinnya.”
Dari hadist di atas, dapat diartikan bahwa semua manusia yang hidup di muka bumi ini adalah seorang pemimpin. Yang mana ia akan dimintai segala pertanggung jawabannya atas apa yang mereka kerjakan termasuk dalam urusan kepemimpinannya. Hal ini juga dipertegas akan firman Allah SWT yang berbunyi:
“Kelak pada hari kiaman nanti, Kami akan menutup mulut-mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami mengenai tangan dan kaki mereka yang akan memberikan kesaksian tentang apa yang telah mereka perbuat selama hidupnya”. (QS. Yasin: 65).
Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist menjelaskan bahwasanya sifat kepimpinan dapat dimiliki bagi setiap insan yang hidup di muka bumi ini.
Dimana dari kita semua tentu memiliki model dan pola berfikir mengenai gaya-gaya kepimpinan yang berasal dari dalam hati nurani masing-masing. Hal ini seperti yang telah disampaikan oleh Allah SWT melalui firmannya dalam Surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi:
“Ingatlah ketika Tuhanmu telah berfirman kepada para malaikat-malaikatnya: Sesungguhnya Aku hendak menjadikannya seorang khalifah di muka bumi”. Dan mereka menjawab: “Mengapa Engkau hendak menjadikannya sebagai khalifah di muka bumi, padahal di bumi itu tempatnya orang membuat kerusakan dan menumpahkan darah. Dan kamilah yang senantiasa bertasbih, memuji dan mensucikan Engkau?” Tuhan berkata: “Sesungguhnya Aku telah mengetagui apa yang tidak engkau (malaikat) ketahui”. (QS. Al-Baqarah: 30).
Model Kepemimpinan dalam Perspektif Islam
Islam telah memandang kepimpinan sebagai salah satu sifat yang dimiliki oleh setiap manusia yang hidup di muka bumi ini.
Dimana masing-masing dari mereka memiliki hak yang sama untuk bisa memimpin dan mengendalikan satu sama lain. Untuk itu, islam juga menegaskan jika kepemimpinan dengan gaya modern mungkin tidak sama dengan apa yang dipandang dalam islam. Berikut pandangan islam mengenai model kepemimpinan yang luhur:
Di dalam perspektif islam seorang pemimpin harus memiliko model kepemimpinan yang baik dan luhur. Baik dan luhur diartikan sebagai sesuatu yang tetap harus berlandaskan pada dasar-dasar agamanya termasuk mengenai iman dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
Apabila seorang pemimpin ingin rakyatnya atau seseorang yang berada di bawahnya memiliki sifat yang baik dan memiliki iman dan takwa kepada Allah SWT. Maka iapun harus memiliki sifat yang sama agar apa yang dilakukannya menjadi seni tauladan yang baik bagi rakyatnya.
Seorang pemimpin harus mampu memenuhi setiap hak dari rakyatnya. Apabila hak yang dimilikinya telah dirampas oleh orang lain yang tidak bertanggung jawab. Maka seorang pemimpin memiliki kewajiban untuk mengembalikan hal tersebut kepada orang yang bersangkutan.
Hal ini juga diterapkan dalam masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar. Dimana Belia selalu berusaha untuk memenuhi setiap hak dari rakyat yang dipimpinnya dapa masa itu.
Selain dapat menegakan Imamah dan Imaroh, seorang pemimpin juga harus memiliki sifat yang ditanamkannya melalui jiwa kepemimpinannya. Di sini sifat seorang pemimpin haruslah jujur (As-Siddiq). Tidak hanya jujur, melainkan mereka diharapkan mampu menanamkan jiwa kebenaran yang dilakukannya untuk mencapai tujuan bersama.
Hal ini sangat bertentangan dengan hukum membeli jabatan dalam islam yang banyak kita ketahui saat ini. Karena keutamaan jujur dalam islam menjadi tauladan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Selain memiliki model kepemimpinan yang bersifat jujur dan terbuka, seorang pemimpin diharapkan memiliki keaktifan serta apirasi yang bisa menanamkan jiwa kepemimpinannya secara benar dan adil. Di dalam islam seorang pemimpin harus menyampaikan apa yang benar dan apa yang salah. Tidak memihak satu sama lain melainkan harus dinyatakan dengan kebenaran. Hal ini seperti halnya penerapan kebenaran prakmatis dalam ajaran islam.
Tidak hanya As-Siddiq dan At-Tabligh, melainkan juga harus amanah. Amanah dalam islam dapat diartikan sebagai kepercayaan yang diembannya sebagai pemuka atau seorang pemimpin. Di dalam islam kepercayaan seorang pemimpin harus benar-benar dijaganya. Hal ini menunjukan jika dalam jiwa kepemimpinannya ia adalah orang yang dapat dipercaya untuk mengemban tugas dan tanggung jawabnya kepada orang banyak.
Seorang pemimpin juga harus menanamkan jiwa atas kemampuan yang dimiliknya. Di sini bukan berarti ia harus menyombongkan dirinya atas kemampuan yang dimiliki. Melainkan dapat menempatkan kemampuan dan daya intelektualnya pada hal-hal yang bisa meningkatkan sebuah kemajuan bersama kesombongan dalam islam Karena menunjukan seseorang yang memiliki sifat tidak baik.
Otoriter adalah sifat untuk memaksakan kehendak orang lain. Sifat ini sama seperti egois atau hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak mau mendengarkan nasehat atau saran dan masukan dari orang lain.
Dalam hal ini islam sangat tidak menyukai pemimpin yang memiliki sifat otoriter seperti ini. Dimana seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan kepentingan antara Habluminanass dan Habluminallah secara seimbang dalam kehidupannya.
Sebagai seorang pemimpin, integritas juga sangat penting untuk diterapkan. Dimana islam memandang seorang pemimpin sebagai orang yang disegani dan ditiru tingkah dan perbuatannya untuk tujuan yang lebih baik.
Dari apa yang dilakukannya, maka ia harus mempertanggung jawabkannya di hari akhir nanti. Untuk itu, model kepemimpinan yang memiliki integritas tinggi seperti ini juga harus dilakukan demi tujuan yang lebih baik lagi.
Model kepemimpinan dalam perspektif islam juga harus mengandung tindakan yang bisa dilakukan bersama-sama. Menjalin sebuah kerjasama dengan pihak atau orang lain memang bisa membantu sebagaian besar pekerjaan atau masalah yang dihadapi. Untuk itu, seorang pemimpin diharapkan mampu memenuhi semua tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan baik dan selesai tepat waktu.
Model kepemimpinan seperti ini juga sudah dijalankan oleh Khalifat Abu Umar dan dilanjudkan oleh Ummar bin Khattab. Dimana pada masa kepemimpinan Abu Bakar, beliau sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan yang dilakukan dengan jalan bekerjasa sama. Hal ini juga sempat Beliau katakan sebagai berikut: “ Bila Aku berlaku baik yakni dalam menjalankan tugasku, maka bantulah Aku.”
Hal ini menjelaskan jika kerjasama antar sesama pemimpin juga harus dilakukan demi tujuan bersama untuk memajukan sebuah bangsa dan negaranya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Allah SWT yang berfirman: “Tolong-menolonglah kami dalm hal kebaikan (ketaqwaan) dan jangan tolong-menolonglah kamu dalam hal dosa atau kemaksiatan.” (QS. 5 : 2). Hal ini sama halnya fungsi agama.
Di dalam islam kezaliman merupakan sebuah sikap dan tindakan yang sangat dilarang. Dimana sikap dan tindakan seperti ini dapat merugikan orang lain dan dapat meruntuhkan pondasi sebuah bangsa dan negara.
Untuk itu, islam menganjurkan jika seorang pemimpin selain menjauhkan dirinya dari sikap dan tindakan tercela seperti ini. Mereka juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberantas adanya kezaliman pada kelompok atau organisasi yang dipimpinnya.
Dari penjelasan mengenai model kepemimpinan dalam perspektif islam di atas. Maka dapat diartikan jika seorang pemimpin harus menerapkan hal baik dalam masa kepemimpinannya. Bukan berarti jabatan atau kedudukannya dimanfaatkan untuk hal-hal yang justru merugikan bagi orang lain. Hal ini juga telah dijelaskan dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
“Dan Kami jadikan diantara mereka adalah pemimpin-pemimpin yang dapat memberikan petunjuk dengan perintah Kami. Dan mereka telah menyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajadah: 24).
Dari dalil di atas dapat disimpulkan jika setiap manusia yang terlahir adalah seorang pemimpin. Yang mana mereka telah diberi petunjuk untuk melakukan perintah-perintah Allah SWT sesuai dengan ajaran islam sebagai agamanya.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…