keuangan syariah Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/keuangan-syariah Mon, 09 Jan 2017 08:42:05 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png keuangan syariah Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/keuangan-syariah 32 32 6 Prinsip-prinsip Ekonomi Islam Berdasarkan Ayat Al-Quran   https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/prinsip-prinsip-ekonomi-islam Sun, 08 Jan 2017 23:46:55 +0000 http://dalamislam.com/?p=1286 Ekonomi adalah hal mendasar yang dibutuhkan manusia untuk bisa hidup dan berkembang di muka bumi. Tanpa terpenuhinya kebutuhan ekonomi manusia, tentu saja aktivitas dan proses hidup manusia di muka bumi akan terganggu. Dapat diketahui bahwa dalam keseharian manusia membutuhkan makan, minum, hidup, berumah tangga, tentu semuanya membutuhkan modal dan transaksi ekonomi secara intens. Dalam hal […]

The post 6 Prinsip-prinsip Ekonomi Islam Berdasarkan Ayat Al-Quran   appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ekonomi adalah hal mendasar yang dibutuhkan manusia untuk bisa hidup dan berkembang di muka bumi. Tanpa terpenuhinya kebutuhan ekonomi manusia, tentu saja aktivitas dan proses hidup manusia di muka bumi akan terganggu. Dapat diketahui bahwa dalam keseharian manusia membutuhkan makan, minum, hidup, berumah tangga, tentu semuanya membutuhkan modal dan transaksi ekonomi secara intens.

Dalam hal ini, tentu saja masalah ekonomi pun juga harus diatur agar tidak terjadi kesenjangan sosial, terjadi permasalahan beda kelas sosial yang sangat tinggi, atau ketidak adilan ekonomi yang bisa berakibat pada kemiskinan atau ketidakberdayaan manusia. Untuk itu, salah satu ajaran islam mengantarkan manusia untuk juga mengarahkan aktivitas ekonominya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dan ajaran islam mengenai hal ekonomi.

Pandangan Islam Terhadap Ekonomi

Islam adalah agama yang berorientasi kepada kebaikan dan keadilan seluruh manusia. Islam senantiasa mengajarkan agar manusia mengedepankan keadilan, keseimbangan dan juga kesejahteraan bagi semuanya. Islam tidak mengajarkan pada kesenjangan sosial, prinsip siapa cepat siapa menang, atau pada kekuasaan hanya dalam satu kelompok atau orang tertentu saja.

Prinsip ini pun diajarkan islam dalam hal ekonomi. Dalam hal ekonomi, islam pun ikut mengatur dan memberikan arahan atau pencerahan agar umat manusia tidak terjebak kepada ekonomi yang salah atau keliru.

Aturan-aturan islam mengenai ekonomi diantaranya seperti:

  • Masalah kewajiban zakat, infaq, shodaqoh
  • Larangan judi dan mengundi nasib dengan panah
  • Membayar pajak
  • Menjual dengan neraca yang adil
  • Membuat catatan keuangan
  • Dan lain sebagainya

Ekonomi islam tentunya sangat berbeda dengan ekonomi yang mengarah kepada prinsip kapitalisme atau liberalisme. Ekonomi islam bertujuan agar dapat terpenuhinya kebutuhan manusia, bukan hanya satu orang saja melainkan seluruh umat manusia secara keseluruhan agar dapat hidup berkualitas dan menunanaikan ibadah dengan baik. Sedangkan prinsip liberalisme atau kapitalisme hanya berdasarkan kepada pemilik modal, pasar bebas, dan tidak berpihaknya pada masyarakat lemah atau kurang mampu.

Ayat Al-Quran Mengenai Prinsip Ekonomi

Prinsip dasar dari ekonomi islam tentunya tidak hanya bergantung atau memberikan keuntungan kepada salah satu atau sebagian pihak saja. Ajaran islam menghendaki transaksi ekonomi dan kebutuhan ekonomi dapat memberikan kesejahteraan dan kemakmuran manusia hidup di muka bumi.

Prinsip dasar ekonomi ini juga tentu berlandasakan kepada Rukun Islam, Dasar Hukum Islam, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, Sumber Syariat Islam, dan Rukun Iman. Berikut adalah Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam islam yang senantiasa ada dalam aturan islam.

  1. Tidak Menimbulkan Kesenjangan Sosial

Prinsip dasar islam dalam hal ekonomi senantiasa berpijak dengan masalah keadilan. Islam tidak menghendaki ekonomi yang dapat berdampak pada timbulnya kesenjangan. Misalnya saja seperti ekonomi kapitalis yang hanya mengedepankan aspek para pemodal saja tanpa mempertimbangkan aspek buruh, kemanusiaan, dan masayrakat marginal lainnya.

Untuk itu, islam memberikan aturan kepada umat islam untuk saling membantu dan tolong menolong. Dalam islam memang terdapat istilah kompetisi atau berlomba-lomba untuk melaksanakan kebaikan. Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti mengesampingkan aspek keadilan dan peduli pada sosial.

Hal ini sebagaimana perintah Allah, “Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS An-Nur : 56)

Zakat, infaq, dan shodaqoh adalah jalan islam dalam menyeimbangkan ekonomi. Yang kaya atau berlebih harus membantu yang lemah dan yang lemah harus berjuang dan membuktikan dirinya keluar dari garis ketidakberdayaan agar mampu dan dapat produktif menghasilkan rezeki dari modal yang diberikan padanya.

  1. Tidak Bergantung Kepada Nasib yang Tidak Jelas

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.”…” (QS Al-Baqarah : 219)

Islam melarang umatnya untuk menggantung nasib kepada hal yang sangat tidak jelas, tidak jelas ikhtiarnya, dan hanya mengandalkan peruntungan dan peluang semata. Untuk itu islam melarang perjudian dan mengundi nasib dengan anak panah sebagai salah satu bentuk aktivitas ekonomi.

Pengundian nasib adalah proses rezeki yang dilarang oleh Allah karena di dalamnya manusia tidak benar-benar mencari nafkah dan memakmurkan kehidupan di bumi. Uang yang ada hanya diputar itu-itu saja, membuat kemalasan, tidak produktifnya hasil manusia, dan dapat menggeret manusia pada jurang kesesatan atau lingkaran setan.

Untuk itu, prinsip ekonomi islam berpegang kepada kejelasan transaksi dan tidak bergantung kepada nasib yang tidak jelas, apalagi melalaikan ikhtiar dan kerja keras.

  1. Mencari dan Mengelola Apa yang Ada di Muka Bumi

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al Jumuah : 10)

Allah memberikan perintah kepada manusia untuk dapat mengoptimalkan dan mencari karunia Allah di muka bumi. Hal ini seperti mengoptimalkan hasil bumi, mengoptimalkan hubungan dan transaksi dengan sesama manusia. Untuk itu, jika manusia hanya mengandalkan hasil ekonominya dari sesuatu yang tidak jelas atau seperti halnya judi, maka apa yang ada di bumi ini tidak akan teroptimalkan. Padahal, ada sangat banyak sekali karunia dan rezeki Allah yang ada di muka bumi ini. Tentu akan menghasilkan keberkahan dan juga keberlimpahan nikmat jika benar-benar dioptimalkan.

Untuk itu, dalam hal ekonomi prinsip islam adalah jangan sampai manusia tidak mengoptimalkan atau membiarkan apa yang telah Allah berikan di muka bumi dibiarkan begitu saja. Nikmat dan rezeki Allah dalam hal ekonomi akan melimpah jika manusia dapat mencari dan mengelolanya dengan baik.

  1. Larangan Ekonomi Riba

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al-Baqarah :278)

Prinsip Islam terhadap ekonomi yang lainnya adalah larangan riba. Riba adalah tambahan yang diberikan atas hutang atau transaksi ekonomi lainnya. Orientasinya dapat mencekik para peminam dana, khususnya orang yang tidak mampu atau tidak berkecukupan. Dalam Al-Quran Allah melaknat dan menyampaikan bahwa akan dimasukkan ke dalam neraka bagi mereka yang menggunakan riba dalam ekonominya.

  1. Transaksi Keuangan yang Jelas dan Tercatat

Transaksi keuangan yang diperintahkan islam adalah transaksi keuangan yang tercatat dengan baik. Transaksi apapun di dalam islam diperintahkan untuk dicatat dan ditulis diatas hitam dan putih bahkan ada saksi. Dalam zaman moderen ini maka ilmu akuntansi tentu harus digunakan dalam aspek ekonomi. Hal ini tentu saja menghindari pula adanya konflik dan permasalahan di kemudian hari. Manusia bisa saja lupa dan lalai, untuk itu masalah ekonomi pun harus benar-benar tercatat dengan baik.

Hal ini sebagaimana Allah sampaikan, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar” (QS Al Baqarah : 282)

  1. Keadilan dan Keseimbangan dalam Berniaga

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS Al Isra : 35)

Allah memerintahkan manusia ketika melaksanakan perniagaan maka harus dengan keadilan dan keseimbangan. Hal ini juga menjadi dasar untuk ekonomi dalam islam. Perniagaan haruslah sesuai dengan neraca yang digunakan, transaksi keuangan yang digunakan, dan juga standar ekonomi yang diberlakukan. Jangan sampai ketika bertransaksi kita membohongi, melakukan penipuan, atau menutupi kekurangan atau kelemahan dari apa yang kita transaksikan. Tentu saja, segalanya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.

Dari prinsip-prinsip tersebut dapat dipahami bahwa manusia diberikan aturan dasar mengenai ekonomi islam agar manusia dapat menjalankan kehidupannya sesuai dengan Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama , Dunia Menurut Islam, Sukses Menurut Islam, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam. Tentu saja dari prinsip tersebut dapat terlihat bahwa islam hendak memberikan rahmat bagi semesta alam, terlebih bagi mereka yang beriman dan taat dalam melaksanakan perintah Allah tersebut.

The post 6 Prinsip-prinsip Ekonomi Islam Berdasarkan Ayat Al-Quran   appeared first on DalamIslam.com.

]]>
6 Hikmah Jual Beli Menurut Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/hikmah-jual-beli Thu, 08 Dec 2016 10:59:34 +0000 http://dalamislam.com/?p=1191 Siapa yang tidak pernah melakukan jual beli? Tentunya semua orang di dunia ini pernah melakukan jual beli, bahkan jual beli sudah menjadi aktivitas keseharian yang pasti akan dilakukan. Dalam masalah jual beli sering kali ada banyak hal yang dilakukan oleh manusia yang bersifat kecurangan atau berlaku tidak adil dalam aktivitas tersebut. Tentu saja hal ini […]

The post 6 Hikmah Jual Beli Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Siapa yang tidak pernah melakukan jual beli? Tentunya semua orang di dunia ini pernah melakukan jual beli, bahkan jual beli sudah menjadi aktivitas keseharian yang pasti akan dilakukan. Dalam masalah jual beli sering kali ada banyak hal yang dilakukan oleh manusia yang bersifat kecurangan atau berlaku tidak adil dalam aktivitas tersebut. Tentu saja hal ini pasti akan lumrah terjadi karena manusia memiliki hawa nafsu yang mendorong dirinya berbuat semena-mena.

Untuk itu, islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, mengatur hal ini semuanya untuk diterapkan dan diberlakukan dalam kehidupan manusia. Tujuannya serta merta untuk membuat keadilan dan tidak ada kedzaliman yang berlaku dalam aktivitas manusia tersebut. Termasuk dalam hal jual beli islam pun tidak melarang atau mengharamkan, hanya mengatur dan membuatnya menjadi proses yang berkah.

Tidak jarang kita pun melihat bahwa sahabat-sahabat Nabi bahkan Nabi sendiri dulunya adalah saudagar. Tentunya seorang saudagar melakukan aktivitas jual beli dalam kesehariannya. Ada banyak sekali hikmah dan pelajaran dari proses jual beli. Berikut adalah penjelasan yang bisa kita ambil mengenai hikmah jual beli dalam islam.

Hikmah Jual Beli dalam Ajaran Islam

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa melaksanakan jual beli tentunya adalah hal yang tidak dilarang oleh agama islam. Untuk itu ada hikmah yang dapat diambil dan dirasakan jika dilakukan dari aktivitas jual beli. Islam pun memberikan penjelasannya dalam Al-Quran. Tentu saja hikmah ini akan didapatkan jika jual beli dilakukan sesuai dengan syariat islam yang berdasar kepada nilai nilai dasar dalam Rukun Islam, Rukun Iman, Fungsi Agama, Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia, dan sesuai dengan Fiqih Muamalah Jual Beli.  Berikut adalah hikmah jual beli :

  1. Mencari dan Mendapatkan Karunia Allah

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al Jumuah : 9-10).

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia harus mencari karunia Allah di muka bumi. Hal ini tentu saja bagian dari kebutuhan hidup manusia dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Untuk itu, jual beli adalah salah satu alat atau proses agar manusia

  1. Menjauhi Riba

“Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatukaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad)

Riba jelas dilarang oleh Allah SWT. Untuk itu, melakukan jual beli dapat menjauhkan diri dari riba. Tentu saja jika berjualan dan membeli tidak disandingkan dengan sistem riba juga. Dengan jual beli, tentunya ada akad dan kesepakatan. Untuk itu, tidak akan dikenai riba atau hal yang bisa mencekik hutang berlebih bagi pembeli.

Sebagaimana disampaikan dalam hadist, Rasulullah SAW melaknat orang yang makan riba, yang memberi makannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau bersabda : “Mereka itu sama”. (HR. Muslim) maka riba harus dijauhi dan jual beli tidak masalah dilakukan. Asal dengan syarat dan ketentuan yang berlaku sesuai syariah islam.

  1. Menegakkan Keadilan dan Keseimbangan dalam Ekonomi

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS An-Nisa : 29)

Perniagaan atau jual beli tentunya harus dilaksanakan dengan suka sama suka. Jika ada proses jual beli yang membuat salah satu terdzalimi atau merasa tidak adil, maka perniagaan itu tidak akan terjadi, atau jikalaupun terjadi maka yang rugi juga akan kembali pada pihak tersebut.

Misalnya orang yang menipu pembeli, maka pembeli yang merasa tidak adil akan tidak kembali kepada penjual tersebut. Hal ini juga sebagaimana dijelaskan dalam hadist bahwa proses jual beli akan meningkatkan keadilan dan keseimbangan ekonomi karena ada aturan bahwa barang dan harga yang dijual harus sama dan menguntungkan satu sama lain.

“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim)

  1. Menjaga Kehalalan Rezeki

Dengan melakukan jual beli maka kita bisa menjaga kehalalan rezeki. Tentu saja bagi yang melakukan penipuan atau pelanggaran jual beli akan membuat rugi diri sendiri. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadist, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada saudaranya sesama muslim, melainkan ia harus menjelaskan cacat itu kepadanya” (HR. Ibnu Majah)

Dan bagi penjual atau pembeli yang tidak bisa menjaga kehalalan rezekinya maka sebagiamana hadist, “Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban)

  1. Produktifitas dan Perputaran Ekonomi

Dengan adanya jual beli, hikmah yang didapat lagi adalah akan terjadinya produktifitas dan perputaran roda ekonomi di masyarakat. Ekonomi akan berjalan secara dinamis dan tidak dikuasai oleh satu orang saha yang mengkonsumsi barang atau jasa. Untuk itu proses jual beli yang dilakukan dengan adil dan seimbang akan membuat keberkahan rezeki bagi masyarakat.

  1. Silahturahmi dan Memperbanyak Jejaring

Selain dari hal yang disebutkan di atas, dapat diketahui pula bahwa proses jual beli dapat menambah silahturahmi dan memperbanyak jejaring kita di masyarakat. Berbagai kebutuhan akan kita beli di orang yang berbeda, untuk itu setiap transaksi jual beli kita akan mendapatkan orang-orang yang berbeda di setiap harinya. Untuk itu jejaring pun akan semakin banyak. Dengan silahturahmi dan jejaring tentunya hal tersebut dapat menambahkan keberkahan harta dan rezeki kita.

Untuk itu, ummat islam harus dapat melakukan jual beli yang halal agar hikmah dan keberkahan jual beli tersebut dapat dirasakan dengan baik oleh kita. Tentu saja dengan menjauhi jual beli yang juga mengandung riba.

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275)

Untuk itu penting kiranya ummat islam dapat mempelajari dan memahami juga tentang ekonomi islam agar bertransaksi ekonomi sesuai syariah, seperti, Jual Beli Kredit Dalam Islam, Fiqih Muamalah Jual Beli , Hukum Jual Beli Tanah, Akad Jual Beli Dalam Islam, Jual Beli Emas dalam Islam, Khiyar dalam Jual Beli, Hukum Saham dalam Islam, Pinjaman Dalam Islam, Hukum Pinjam Uang di Bank, Harta dalam Islam, dsb

The post 6 Hikmah Jual Beli Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Jual Beli Menurut Islam – Aturan dan Syaratnya https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/jual-beli-menurut-islam Mon, 05 Dec 2016 02:58:08 +0000 http://dalamislam.com/?p=1173 Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki tujuan ingin mencapai apa yang dibutuhkannya. Untuk itu, dalam interaksi sosial manusia membutuhkan orang lain untuk bisa saling memenuhi kebutuhan. Hal ini mengakibatkan adanya transaksi ekonomi yang dalam hal ini disebut dengan jual beli. Ada penjual dan pembeli adalah hal yang pasti dalam konteks sosial ekonomi. Transaksi dan kebutuhan […]

The post Jual Beli Menurut Islam – Aturan dan Syaratnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki tujuan ingin mencapai apa yang dibutuhkannya. Untuk itu, dalam interaksi sosial manusia membutuhkan orang lain untuk bisa saling memenuhi kebutuhan. Hal ini mengakibatkan adanya transaksi ekonomi yang dalam hal ini disebut dengan jual beli. Ada penjual dan pembeli adalah hal yang pasti dalam konteks sosial ekonomi.

Transaksi dan kebutuhan ekonomi tentu saja bagian dari manusia untuk mencapai Tujuan Penciptaan Manusia , Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama , Dunia Menurut Islam, Sukses Menurut Islam, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam.

Secara umum, islam mengatur keseluruhan aspek hidup manusia hingga pada permasalahan ekonomi, khususnya masalah jual beli. Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, tentu saja mengatur hal jual beli dalam rangka memberikan kemaslahatan atau tidak terjadi kemudharatan atau dampak buruk dari transaksi yang dilakukan.

Mengingat manusia adalah mahluk yang juga memiliki hawa nafsu (walaupun memiliki akal juga), akhirnya aturan harus ada dan diterapkan agar hawa nafsu manusia tidak mengakibatkan ketidak adilan. Berikut adalah mengenai jual beli dalam islam, yang perlu dipahami dan diketahui oleh ummat islam.

Pengertian Jual Beli

Secara etimologi, Al Bay’u atau jual beli memiliki arti mengambil dan memberikan sesuatu. Hal ini merupakan turunan dari Al Bara sebagaimana orang Arab senantiasa mengulurkan depa ketika melangsungkan akad jual beli agar saling menepukkan tagan. Hal ini sebagai tanda bahwa akad jual beli tersebut sudah terlaksana dan akhirnya mereka saling bertukar uang atau barang.

Secara terminiologi, jual beli memiliki arti transaksi tuka menukar barang atau uang yang berakibat pada beralihnya hak milik barang atau uang. Prosesnya dilaksanakan dengan akad, baik secara perbuatan maupun ucapan lisan. Hal ini dijelaskan dalam kitab Tauhidul Ahkam atau Kitab Hukum Tauhid, 4-211.

Dalam Fiqih Sunnah, jual beli sendiri adalah tukar menukar harta (apapun bentuknya) yang dilakukan mau sama mau atau sukarela atau proses mengalihkan hak milik harta pada orang lain dengan kompensasi atau imbalan tertentu. Menurut fiqh sunnah, hal ini boleh dilakukan asalkan masih dalam koridor syariat. Seperti harta dan barang yang dijual belikan adalah halal, bukan benda haram, atau asalnya dari jalan yang haram.

Aturan Jual Beli dalam Islam

Dalam islam, aturan jual beli disampaikan dalam ayat-ayat, hadist, serta berbagai pendapat ulama mengenai hal tersebut. Tentu saja aturan ini berdasarkan pada nilai dasar dari rukun islam , rukun iman , Fungsi Iman Kepada Kitab Allah, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia. Hal ini dapat dipahami dari beberapa dalil dibawah ini mengenai jual beli menurut islam .

  1. Dalam Al Quran

Di dalam Al-Quran surat Al Baqarah 275, dijelaskan bahwa Allah menghalalkan adanya Jual beli. Yang diharamkan oleh Allah adalah riba, untuk itu, proses jual beli adalah suatu yang halal dan tidak dilarang. Dalilnya sebagaimana ayat berikut:

“… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS Al Baqarah: 275)

Dalam syariat islam tidak melarang jual beli karena ada manfaat dan tujuan sosial yang ingin diraih. Manusia membutuhkan aspek ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hiudpnya. Jika hal ini dilarang tentu saja manusia akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya, padahal sangat banyak kebutuhan hidup manusia dan tidak dapat dipenuhi secara sendirian.

  1. Dalam Sunnah Rasul

Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim)

Dalil hadist di atas mensyariatkan bahwa proses jual beli adalah hal yang diperbolehkan. Begitupun dengan barang yang berbeda jenisnya hal ini diperbolehkan asalkan tidak merugikan salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi.

Syarat-Syarat Jual Beli dalam Islam

Dalam konteks masyarakat terkadang proses jual beli ini diremehkan begitu saja, apalagi banyak orang yang tidak menjalankan proses jual beli ini berdasarkan aturan islam. Tentu saja akhirnya terjadi beragam ketidakadilan dan kedzaliman seperti penipuan, riba, dan lain sebagainya. Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan umat islam agar hal itu tidak terjadi, dan melaksnakannya berdasarkan syariat islam.

 “Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” (Maktabah Asyamilah)

Adapaun yang disampaikan oleh Umar Ibnu Khatab RA, “Yang boleh berjualan di pasar kami ini hanyalah orang-orang yang faqih (paham akan ilmu agama), karena jika tidak, maka dia akan menerjang riba.”

Berikut adalah syarat-syarat jual beli menurut islam yang perlu diperhatikan umat islam, agar jual beli terlaksana dengan adil dan seimbang.

  1. Transaksi di Lakukan dengan Ridha dan Sukarela

“janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (QS. An-Nisaa: 29)

Ayat ini diperjelas bahwa kedua belah pihak harus berkompeten untuk melakukan transaksi jual beli. Mereka adalah orang orang yang paham mengenai jual beli, mampu menghitung atau mengatur uang, dan dilakukan dengan kesadaran. Anak kecil yang tidak pandai atau belum mengetahui masalah jual beli maka lebih baik orang tuanya yang mengatur. Orang gila tentu saja tidak boleh dan dipaksa untuk membeli. Transaksi jual beli tidak boleh dilakukan secara terpaksa, namun karena kebutuhan dan sukarela antara dua belah pihak. Jika tidak maka salah satu pihak akan dirugikan.

  1. Barang Bukan Milik Orang Lain

“Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud)

Dari hadist di atas dijelaskan bahwa barang yang dijual bukanlah milik orang lain. Untuk itu harus pasti, miliknya adalah milik pribadi, atau harta pemberian tidak masalah asalkan berasal dari sumber yang berkah dan halal, jelas status kepemilikannya.

  1. Larangan Jual Beli Hasaath

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli hashaath (jual beli dengan menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk menentukan barang yang akan dijual) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim)

Hal ini disampaikan dalam hadist di atas bahwa dilarang jual beli dengan kerikil yang dilempar untuk menentukan barang. Hal ini berarti mereka tidak bisa memilih, memilah barang yang sesuai keinginan dan sesuai kualitas barangnya.

  1. Menjelaskan Cacat Barang

Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada saudaranya sesama muslim, melainkan ia harus menjelaskan cacat itu kepadanya” (HR. Ibnu Majah)

Jika terdapat cacat maka penjual harus memberikan informasi mengenai cacat barang-nya, tidak boleh ditutupi. Hal ini tentu akan mengecewakan dan menipu pembeli. Sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah dalam hadist berikut,

“Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban)

Begitulah mengenai cara dan syarat untuk transaksi jual beli, sebagaimana Allah mengalalakan jual beli dan jual beli bukanlah riba. Keuntungan yang didapatkan oleh penjual adalah sebagai jasa dan hak-nya asalkan benar-benar sesuai dengan perhitungan yang adil dan tidak mendzalimi salah satu pihak.

 “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275)

The post Jual Beli Menurut Islam – Aturan dan Syaratnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Saham dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/hukum-saham-dalam-islam Sun, 04 Dec 2016 23:43:21 +0000 http://dalamislam.com/?p=1171 Istilah saham tidak asing lagi di telinga masyarakat. Istilah ekonomi ini tentunya sering kali di bahas dari berbagai sudut pandang. Sering kali masyarakat mengenal kata saham dan tidak mengetahui arti dari saham itu sendiri. Untuk itu perlu di bahas mengenai apa pengertian dari saham. Selain itu, saham pun juga menjadi hal yang perlu dikaji dalam […]

The post Hukum Saham dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Istilah saham tidak asing lagi di telinga masyarakat. Istilah ekonomi ini tentunya sering kali di bahas dari berbagai sudut pandang. Sering kali masyarakat mengenal kata saham dan tidak mengetahui arti dari saham itu sendiri. Untuk itu perlu di bahas mengenai apa pengertian dari saham.

Selain itu, saham pun juga menjadi hal yang perlu dikaji dalam sudut pandang islam. Istilah saham memang belum pernah ada sebelumna dalam islam di masa sejarah. Namun seiring perkembangan ekonomi, perkembangan zaman, dan perkembangan ilmu pengetahuan, tentu hal ini menjadi lazim dibicarakan.

Sebagai manusia yang memiliki fungsi untuk menjalankan ekonomi, maka itu perlu pembahasan dan pengetahuan bagaimana hukum saham sesuai dengan nilai dasar yang ada pada rukun islam , rukun iman , Fungsi Iman Kepada Kitab Allah, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia. Untuk itu penting kiranya mengetahui bagaimana hukum dari saham menurut islam.

Pengertian dan Istilah Mengenai Saham

Istilah saham berada dalam Keppres RI No. 60 Tahun 1988. Saham dalam keputusan presiden terebut berada dalam tema tentang pasar moda. Secara definiskan, berarti surat berharga yang meripakan tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas, sebagaimana diatur dalam KUHD (Kitab Undang Undang Hukum Dagang atau Staatbald No. 23 Tahun 1847).

Pengertian dari obligasi itu sendiri adalah bukti dari adanya pengakuan hutang dari sebuah Perusahaan (Emiten) kepada para pemegang obligasi yang bersangkutan. Sedangkan mengenai pasar modal itu sendiri adalah tempat modal yang akan diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal (investor) dengan orang yang membutuhkan modal (emiten). Adanya pihak-pihak ini yang membuat saham menjadi masalah dalam hukum islam.

Tujuan Penciptaan Manusia , Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama , Dunia Menurut Islam, Sukses Menurut Islam, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam tentu tidak akan diraih dengan halal jika usaha kita untuk mendapatkan ekonomi tidak dijankan dengan cara yang halal.

Pelaku-Pelaku dalam Aktifitas Saham

Perlu diketahui siapa saja pelaku pelaku dalam aktifitas saham. Hal ini agar mengetahui bagaimana proses dan bolehkah aktifitas ini dilakukan. Pelaku-pelaku dari Pasar Modal dan Aktifitas Saham itu sendiri, terdapat aspek berikut ini:

  1. Emiten

Secara umum emiten berarti sebuah badan usaha dengan sifat perseroan terbatas yang menerbitkan sebuah saham sebagai usaha untuk menambah modal atau menerbitkan obligasi dan untuk mendapatkan hutang dari investor di bursa efek di negara.

  1. Perantara Emisi

Perantara emisi ada yang disebut dengan penjamin emisi, akuntan publik, dan perusahaan penilai. Penjamin emisi berarti perusahaan perantara ang bertugas sebagai penjamin penjualan dari emisi. Akuntan publik adalah usaha yang memiliki fungsi memeriksa kondisi keuangan emiten dan yang memberi pendapat apakah laporan keuangan yang dikeluarkan telah emiten wajar atau tidak dalam prosesna. Sedangkan perusahaan penilai adalah, perusahaan yang fungsinya memberikan penilaian terhadap emiten apakah aktiva emiten wajar atau tidak.

  1. Badan Pelaksana Pasar Modal

Badan ini memiliki tugas dan megatur jalannnya pasar modal, menghapus emiten dari lantai bursa efek serta memberikan sanksi terhadap pihak usaha yang melanggar peraturan pasar modal

  1. Bursa Efek

Bursa efek adalah tempat kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan suatu badan usaha. Hal ini menjadi pusat perdagangan saham dalam pelaku-pelaku usaha.

  1. Perantara Perdagangan Efek

Subjek ini adalah makelar juga komisioner yang hanya lewat pada lembaga efek dalam bursa boleh ditransaksikan. Makelar adalah perusahaan yang dapat melakukan pembelian dan penjualan untuk kepentingan orang lain dengan memperoleh imbalan. Komisiener sendiri merupakan pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan sendiri atau orang lain melalui imbalan yang diterima.

  1. Investor

Investor adalah pihak yang menenamkan modal dalam bentuk efek di bursa dengan membeli atau menjual kembali efek yang ada tersebut oleh mereka.

Hukum Saham Menurut Pendapat Ulama

Hukum saham dalam islam dapat kita lihat dari berbagai ulama yang mengulas dan membahasnya. Tentu saja mengenai saham dalam islam perlu ditafsirkan dan juga diihat dari pandangan ulama, karena Al Quran dan Hadist tidak membahas saham secara spesifik. Mereka semua mengatakan bahwa hukum saham adalah haram.

  1. Menurut Khalid Abdul Rahman

Menurut ulama yang bersal dari Arab Saudi ini, saham di bursa efek yang diperjual belikan adalah tidak dibenarkan dalam syariat ekonomi islam. Hal ini diungkapkan beliau dengan alasan bahwa selisih antara harga saham dengan harga nominal yang ada tidak diketahui wujudnya dan tidak diperhitungkan ketika pembagian keuntungan dilakukan perusahaan kepada pemilik saham. Untuk itu menurut Khalid Abdul Rahman, hal ini adalah mengandung suatu unsur penipuan yang besar.

Selain itu, perusahaan yang menjual sahamnya tidak lagi di dirikan hanya melalui aktifitas anggpta pemegang saham lainnya. Untuk itu, sebagaimaa diatur dalam fiqh muammalah islam, hla ini telah berubah fungsi menjadi perusahaan yang menimbun kekayaan.

Begitupun mengenai batas waktu berakhir perkumpulan pemilik sham, tidak jelas juga mengenai hal tersebut. Untuk itu, masalah ketidakjelasan dalam transaksi apapun dalam hukum islam atau muammalah atau fiqh ekonomi islam tidak dibenarkan adanya.

Selain itu juga, masalah keuntungan dan kerugian yang menimpa perusahaan tidak mempengaruhi terhadap harga saham di pasar modal yang ada, sehingga pemilik saham akan terus mendapatkan laba. Komisaris, anggota direksi yang mengelola perusahaan selalu mendapatkan keuntungan. Menurut ajaran islam sendiri, upah atau gaji dari yang diterima seeorang harus duiperhitungkan dari untung atau ruginya aktifitas perusahaan tersebut.

  1. Menurut Majelis Fatwa Syariah Kuwait

Majelis fatwa syariah kuwait pun juga menjelaskan bahwa transaksi yang ada di bursa efek adalah haram. Hal ini dijelaskan bahwa unsur-unsur yang ada dalam fikih islam tidak dikenal dalam bursa efek. Yang disebut juga dengan unsur syirkah al asham. Selain itu, akivitas ini sangat terlihat sebagai unsur penipuan.

  1. Ulama dan Peminat Hukum di Indonesia

Dr H Peunoh Dalyh pernah menjelaskan bahwa jual beli saham di bursa efek menandung gurur yang berarti sangat dilarang oleh islam. Sebagai tokoh ulama dan peminat hukum islam di Indoensia, neliau menjelaskan bahwa bursa efek sama dengan memperjual belikan ikan dalam kolam yang tudka diketahui jumlahnya. Atau contoh lain menjual buah buahan di pohon yang belum terlihat kematangannya. Untuk itu spekulasinya sangat besar, dan efeknya dapat menjadi kecelakaan atau kerugian besar terhadap orang lain.

Menurut beliau, sikap ini disebut dengan syarat, yang merugikan. Untuk itu, menurut beliau sendiri aktifitas jual beli saham dalam islam adalah berhukum makruh.

  1. Menurut Para Dosen Ahli Fiqh Islam UIN

Menurut para dosen ahli fiqh islam yang beradai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ada beberapa pendapat mengenai hal tersebut:

  • Transaksi jual beli saham memiliki kemungkinan yang bersifat gubun fahisy yaitu kerygian besar dan gubun yasir yaitu kerugian biasa. Hal ini disampaikan oleh Dr H Satria Effendi
  • Bursa efek hukumnya haram, karena memiliki spekulasi yang tinggi, untuk itu hukumnya hampir sama dengan judi. Hal ini disampaikan oleh KH Ali Ya’fie
  • Dalam aktifitas jual beli saham terdapat unsur perjudian, spekulasi, dan keinginan cepat kaya melalui aktifitas tersebut. Untuk itu, keuntungan hanya berada pada pemilik perusahaan, bukan pemegang saham.

The post Hukum Saham dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
10 Tips Mengatur Keuangan Rumah Tangga Menurut Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/tips-mengatur-keuangan-rumah-tangga-menurut-islam Sat, 15 Oct 2016 08:09:48 +0000 http://dalamislam.com/?p=996 Pengelolaan keuangan rumah tangga sangatlah penting bagi pelaksanaan operasional rumah tangga. Mengelola keuangan tentunya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, namun juga bukan hal yang sulit dan tidak terpecahkan. Mengelola keuangan rumah tangga memerlukan fokus dan ketelitian saja, tentu ditambah dengan kecerdikan dalam mengelolanya. Masa awal pernikahan adalah masa yang paling fundamental bagi persoalan pembangunan […]

The post 10 Tips Mengatur Keuangan Rumah Tangga Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pengelolaan keuangan rumah tangga sangatlah penting bagi pelaksanaan operasional rumah tangga. Mengelola keuangan tentunya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, namun juga bukan hal yang sulit dan tidak terpecahkan. Mengelola keuangan rumah tangga memerlukan fokus dan ketelitian saja, tentu ditambah dengan kecerdikan dalam mengelolanya.

Masa awal pernikahan adalah masa yang paling fundamental bagi persoalan pembangunan keuangan rumah tangga kedepannya. Semakin lama keluarga berkembang, maka akan semakin banyak pula yang dihadapi oleh keluarga tersebut. Seperti kebutuhan kesehatan, kebutuhan pendidikan anak, dan sebagainya. Keuangan ini pula tentunya yang dapat mempengaruhi terciptanya Keluarga Sakinah Dalam Islam, Keluarga Harmonis Menurut Islam, dan Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah Menurut Islam. Hal ini dikarenakan, tidak jarang Konflik dalam Keluarga  muncul karena permasalahan ekonomi atau finansial di dalamnya.

Berikut adalah tips mengatur keuangan rumah tangga menurut islam :

Membuat Prioritas Keungan Keluarga

Mengelola keuangan dapat dimulai dari memahamai apa kebutuhan keluarga mulai dari tabungan, tagihan rumah, listrik, telepon, biaya servis, kesehatan, dan sebagainya. Tentu hal-hal tersebut harus dikelola dengan baik dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan bukan berlebih-lebihan menggunakannya.

Islam mengajarkan untuk mengelola keuangan dengan baik. Hal ini sebagaimana harta dalam islam adalah alat untuk dapat melaksanakan kehidupan yang lebih baik dan juga memberikan manfaat yang banyak bagi umat. Terlebih dalam islam terdapat aturan zakat untuk membersihkan harta sekaligus menjaga keseimbangan ekonomi dalam islam.

dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup” (QS Maryam : 31)

Hukum zakat pendapatan dalam Islam adalah bernilai wajib, untuk itu zakat penghasilan adalah sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan bagi mereka yang sudah mencapai nasabnya. Zakat dan sedekah ini adalah hal yang perlu dipertimbangkan dan masuk dalam rencana keuangan keluarga. Zakat dalam Islam adalah tanggung jawab setiap person dan keluarga yang memiliki harta lebih. Tidak boleh ada harta yang berlebihan dalam tiap keluarga, melainkan harus ada distribusi ekonomi dari zakat maal misalnya, untuk dapat menciptakan keadilan di masyarakat.

Prioritas keuangan dalam islam adalah sebagai berikut :

Untuk itu, setiap ibu rumah tangga beserta suaminya harus melakukan review terhadap anggaran yang sudah dibuat dan lebih baik jika membuat dokumen finansial khusus untuk menyimpannya. Hal ini bertujuan agar keuangan dapat terencana, jelas, terpantau, dan dapat dilakukan evaluasi terhadapnya. Tentu, keluarga yang baik adalah yang menerapkan proses keuangan secara rinci, detail, dan dapat di evaluasi masing-masing pemasukan dan pengeluarannya.

Mengelola Keuangan dengan Hemat dan Sederhana

Sebelum berbicara mengenai mengelola keuangan keluarga, tentunya para keluarga muslim harus memahami terlebih dahulu bahwa Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk dapat hidup sederhana. Dapat kita ketahui bahwa Rasulullah dan para sahabatnya meninggal dalam keadaan tidak meninggalkan warisan yang banyak atau harta yang berlimpah. Mereka adalah para bangsawan kaya, memiliki jabatan tinggi di masyarakat namun tidak bermewah-mewah dalam hidupnya.

Hidup sederhana bukan berarti miskin atau tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Hidup sederhana berarti kita membatasi diri untuk tidak hidup berlebihan, bergelimang harta dan kebahagiaan dunia. Apalagi jika dengan kelebihan harta yang dimiliki tersebut membuat manusia tidak mau berbagi dengan manusia yang lainnya.

Secara umum, semakin banyak dan besar harta yang dimilikinya maka semakin tinggi pula dana sosial atau pemberian hartanya kepada umat. Semakin besar pula tanggung jawab yang dipikul untuk memberikan manfaat lebih kepada masyarakat. Untuk itu, Rasulullah dan ajaran islam memberikan perintah untuk dapat hidup sederhana dan juga tidak berlebih-lebihan. Hal ini disampaikan sebagaimana dalam ayat Al-Quran.

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al A’raf : 31)

Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS Al An’am : 141)

Sebagaimana disampaikan pula pada ayat di atas bahwa Allah memberikan rezeki dan tentunya rezeki tersebut wajib disedekahkan pada fakir miskin. Umat islam dilarang untuk berlebih-lebihan dan menyimpan hartanya sendiri, atau tidak membagikannya bagi ummat yang membutuhkan.

Membuat Tujuan Keuangan Keluarga

Dalam melakukan perencanaan keuangan rumah tangga sesuai islam, tentunya harus mengetahui dan menentukan tujuan-tujuan spesifik untuk dapat merencanakannya dengan baik. Segala sesuatu tentunya berasal dari tujuan. Tanpa mengetahui dan merencanakan tujuan, maka hal tersebut menjadi sia-sia. Berikut adalah tujuan-tujuan dalam keuangan keluarga yang harus dipahami.

  1. Mencapai Kebutuhan Jangka Pendek

Tujuan ini berarti keluarga harus mampu mencapai kebutuhan-kebutuhan yang berada dalam jangka pendek atau keseharian rumah tangga. Hal ini seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Kebutuhan jangka pendek ini wajib dilakukan keluarga, untuk dapat hidup sejahtera, layak, dan dapat produktif melakukan kegiatan kesehariannya.

  1. Mencapai Kebutuhan Jangka Panjang

Keuangan keluarga pun harus dapat mencapai tujuan jangka panjang. Tujuan jangka panjang menjawab hal-hal seperti dana pensiun, dana pendidikan anak di masa depan, investansi, dan lain sebagainya. Dengan menjawab kebutuhan jangka panjang ini maka keluarga lebih bersiap diri, dan mempertimbangkan penghasilannya tidak habis hanya untuk masa kini atau kebutuhan praktis saja.

  1. Mencapai Kebermanfaatan Keluarga terhadap Umat

Kebermanfaatan keluarga terhadap umat adalah kontribusi keluarga terhadap ummat. Bagaimanapun sebagai khlaifah fil ard yang bertugas untuk mengelola dan membangun bumi, maka wajib untuk membeirkan manfaatan kepada masyarakat sekitarnya atau orang-orang yang membutuhkan. Untuk itu, mencapai kebermanfaatan keluarga ini harus dicapai oleh keluarga yang sudah mandiri secara finansial serta cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Dalam keuangan keluarga pula, jangan sampai ada harta riba di dalamnya. Hal ini tentu menjadi masalah yang berdampak bukan hanya keberkehan harta melainkan tanggung jawab penggunaan harta dalam islam. Hukum riba dalam Islam adalah haram. Bahaya Riba bukan hanya di dunia, melainkan juga di akhirat. Cara Menghindari Riba salah satunya adalah dengan cara mencari perbankan atau pihak yang memberikan pinjaman tanpa riba.

Mencatat dan Mengatur Cash Flow Keuangan Keluarga

Untuk dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka keluarga harus melakukan hal-hal berikut ini. Diantaranya adalah mencatat keuangan secara berkala.

  1. Mencatat Penghasilan

Setiap penghasilan maka diharuskan untuk mencatatnya. Hal ini untuk memudahkan mengetahui berapa penghasilan yang diterima dari keluarga tersebut setiap bulannya. Pendapatan ini bisa dari gaji pokok, hasil bisnis sampingan, bonus, dan lain sebagainya. Untuk penghasilan dapat dicatat agar mengetahui seberapa besar setiap bulan atau rata-rata penghasilan yang ada, agar dapat dilakukan evaluasi serta mengetahui modal keuangan yang harus dikelola.

  1. Membuat Rencana Pengeluaran Bulanan

Rencana keuangan pengeluaran bulanan tidak hanya dilakukan sekali saat terbentuknya rumah tangga. Pengeluaran bulanan pun harus direncanakan setiap bulannya, agar jelas, rinci, dan dapat sesuai dengan kebutuhan. Tanpa adanya perencanaan pengeluaran bulanan maka keluarga bisa terjebak kepada gaya hidup yang salah. Gaya hidup itu bisa besar pasak daripada tiang, berlebih-lebihan menggunakan harta dan lupa akan tanggung jawab sosial, ataupun kekurangan padahal dibutuhkan untuk kebutuhan yang seharusnya dapat dipenuhi. Untuk itu dibutuhkan perencanaannya setiap bulan.

  1. Membuat Rencanan Pengeluaran Tahunan

Membuat rencana keuangan tidak hanya dilakukan setiap bulan, melainkan juga setiap tahunnya. Untuk itu, setiap tahun biasanya ada kebutuhan-kebutuhan seperti pendidikan anak, check kesehatan, membagi rezeki untuk orang tua, membeli perlengkapan rumah tangga dan lain sebagainya. Untuk itu setiap tahun baik awal atau akhir harus ada perencanaan keuangan sekaligus memasukkan evaluasinya dari tahun sebelumnya.

The post 10 Tips Mengatur Keuangan Rumah Tangga Menurut Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>