Bersholawat merupakan kegiatan yang sering atau setidaknya pernah dilakukan minimal satu kali oleh masyarakat muslim di seluruh indonesia. Membahas perihal sholawat Nabi, jelas saja kita akan dihadapkan dengan bermacam-macam jenisnya, setidaknya itulah yang diketahui masyarakat-masyarakat kita.
Namun disini kita akan membahas apakah hukum membaca shalawat nabi dengan dinyanyikan seperti yang pernah dilakukan oleh sebagian masyarakat. Dalam sebuah Hadist pun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
Barangsiapa memohonkan shalawat atasku sekali, Allah bershalawat atasnya sepuluh kali. (HR Muslim, no. 408, dari Abu Hurairah)
Tentu saja karena hadist tersebut lah, maka bersholawat untuk Nabi merupakan salah satu kegiatan yang patutnya diketahui dan dilakukan oleh umat-umat muslim di seluruh dunia.
Namun jika kita mengkaji lebih dalam, apakah sholawat yang sering kita lantunkan tersebut sudah sesuai dengan syariat? Menghadapi pertanyaan seperti itu tentu saja kita tidak bisa langsung menyimpulkan dengan semena-mena, usaha lanjutan diperlukan untuk menilik jauh ke belakang demi mempelajari tata cara sholawat yang benar menurut ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka dari itu, dalam atrikel ini, kita akan mengkajinya.
Sebelum mengetahui hukum membaca shalawat nabi dengan dinyanyikan , kita harus memahami satu hal yang penting, yaitu : “Sholawat Utamanya adalah mendoakan Nabi, Bukan memuji-muji Nabi (Secara berlebihan).” (Jangan disalah atikan bahwa memuji-muji Nabi itu tidak boleh. Boleh, namun dalam konteks ini mendoakan lah yang lebih utama). Atas dasar itulah muncul pertanyaan,
Baca juga :
Sholawat pun sejatinya memang ada tata caranya. Dan sebaik-baik sholawat yang dilantunkan, adalah sholawat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kenapa kita tidak bisa bersholawat (dalam konteks ini mendoakan Nabi) dengan membuat tata cara sendiri, atau ikut tata cara bervariasi yang umum dilakukan masyarakat? Tentu saja karena hal-hal tersebut tidak ada dasarnya dan berpotensi menujurus kepada kemusyrikan (bid’ah).
Dalam Fiqih, dijelaskan ada setidaknya 8 Lafadz sholawat yang hukumnya Shaih (yang diajarkan Rasulullah melalui Hadist). Dan yang paling ringkas adalah :
Allahumma shallii wa sallim ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad” (Shahih. HR. At-Thabrani melalui dua isnad)
5 Tata Cara Bershalawat yang Benar
Lantas perihal tata cara dalam bersholawat, Seperti Apakah Rasulullah mencontohkannya? Berikut kita bagi dalam beberapa poin. Atas berbagai sumber yang shahih, para ulama membaginya menjadi beberapa indikator :
1. Shalawat harus shahih
Sholawat yang dibaca sejatinya harus sholawat yang shahih dan disyari’atkan, karena sholawat termasuk dzikir, dan dzikir termasuk ibadah. Bukan shalawat yang dibuat-buat oleh manusia (bid’ah), karena perilaku bid’ah sesungguhnya adalah kesesatan.
2 . Tata cara dan bacaan harus benar
Semakin banyak bersholawat, maka semakin baik. Tidak dibatasi oleh jumlah, tempat dan waktu. Satu satunya pembatasan adalah tata cara dan bacaan (tidak boleh ditambah-tambahi).
3. Dilantunkan dengan pelan
Dilantunkan dengan suara yang pelan. Karena bersholawat termasuk dzikir. Sedangkan di antara adab berdzikir, yaitu dengan suara yang dipelankan, kecuali ada dalil yang menunjukkan (harus) diucapkan dengan keras. Allah berfirman dalam QS, Al-A’raf ayat 205 :
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ
Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al A’raf : 205)
Baca juga :
4. Dibaca sendiri
Dilakukan sendiri, tidak berjamaah. Karena membaca sholawat termasuk dzikir dan ibadah, sehingga harus berdasarkan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. tidak ada dalil yang membenarkan bershalawat dengan berjama’ah (bersama-sama). Pasalnya, jika dilakukan berjama’ah, tentu dibaca dengan keras, dan ini bertentangan dengan adab dzikir yang diperintahkan Allah, yaitu dengan pelan.
5. Tidak diiringi dengan rebana atau alat musik
Membaca sholawat tidak boleh diiringi dengan Rebana (atau alat musik jenis apapun), karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan itu termasuk bid’ah. Perbuatan ini mirip dengan kebiasaan yang sering dilakukan oleh orang-orang Sufi. Mereka membaca Qasidah dan Sya’ir diiringi lantunan musik dan menyebutnya dengan istilah Sama’ atau takbir.
Memang pada penerapannya, kita dicontohkan untuk beribadah secara diam-diam (tidak riya’). Mengingat Ibadah merupakan urusan individual kita kepada Allah. Dalam suatu hadist yang lain bahkan Rasulullah pernah menegur sahabat-sahabatnya karena mengucapkan takbir dengan terlalu keras.
Abu Musa Al Asy’ari berkata :
لَمَّا غَزَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ أَوْ قَالَ لَمَّا تَوَجَّهَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشْرَفَ النَّاسُ عَلَى وَادٍ فَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّكْبِيرِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ وَأَنَا خَلْفَ دَابَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَنِي وَأَنَا أَقُولُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَقَالَ لِي يَا عَبْدَاللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَدَاكَ أَبِي وَأُمِّي قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
لَمَّا غَزَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ أَوْ قَالَ لَمَّا تَوَجَّهَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشْرَفَ النَّاسُ عَلَى وَادٍ فَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّكْبِيرِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ وَأَنَا خَلْفَ دَابَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَنِي وَأَنَا أَقُولُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَقَالَ لِي يَا عَبْدَاللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَدَاكَ أَبِي وَأُمِّي قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّه
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi atau menuju Khaibar, orang-orang menaiki lembah, lalu mereka meninggikan suara dengan takbir: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illa Allah. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Pelanlah, sesungguhnya kamu tidaklah menyeru kepada yang tuli dan yang tidak ada. Sesungguhnya kamu menyeru (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia bersama kamu (dengan ilmuNya, pendengaranNya, penglihatanNya, dan pengawasanNya, Pen.).”
Dan saya (Abu Musa) di belakang hewan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau mendengar aku mengatakan: Laa haula wa laa quwwata illa billah.
Kemudian beliau bersabda kepadaku,”Wahai, Abdullah bin Qais (Abu Musa).” Aku berkata,”Aku sambut panggilanmu, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepadamu terhadap satu kalimat, yang merupakan simpanan di antara simpanan-simpanan surga?”
Aku menjawab,”Tentu, wahai Rasulullah. Bapakku dan ibuku sebagai tebusanmu.” Beliau bersabda,”Laa haula wa laa quwwata illa billah.”
(HR Bukhari, no. 4205; Muslim, no. 2704)
Baca juga :
Atas kajian di atas, tentu saja kita dapat mengambil kesimpulan tentang hukum membaca shalawat nabi dengan dinyanyikan yang sangatlah jelas. Bahwasanya setiap ibadah yang dilakukan harus didasari dari hadist dan tuntunan yang jelas. Tujuannya adalah untuk menghindari bid’ah dan kemusyrikan. Akan berbahaya jika kita tidak paham ilmunya dan kita hanya melaksanakan suatu amalan atas dasar ikut-ikut saja dengan orang lain.
Sangat penting bagi kita untuk mendekati sumber kajian ilmu yang tepat agar kita tidak salah dalam bersholawat. Seperti dengan menjauhi cara bersholawat yang tidak ada dalilnya seperti bershalawat dengan dinyanyikan, karena ini tidak pernah dicontohkan oleh para pendahulu kita dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in.
Wallahu a’lam.
Semoga, kajian tentang hukum membaca shalawat nabi dengan dinyanyikan, dapat menjadi sebuah pengingat untuk kita agar kita menjadi manusia yang lebih baik. Perlu ditekankan bahwa ilmu Fiqih adalah ilmu yang sangat dalam pemahamannya, jadi alangkah baiknya untuk para pembaca agar lebih mantap dalam meniatkan ibadah, maka carilah sumber-sumber lain yang sifatnya shahih untuk mendukung isi kajian diatas. Semoga kita selalu diberikan petunjuk untuk tetap berjalan di jalan yang lurus. Insya Allah
Hamsa,
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…