Menjadi seorang hakim bukanlah pekerjaan yang bisa dianggap enteng. Rasulullah SAW bersabda, ”Apabila seorang hakim duduk ditempatnya (sesuai dengan kedudukan hakim adil), maka dua malaikat membenarkan, menolong dan menunjukkannya selama ia tidak menyeleweng, apabila menyeleweng, maka kedua malaikat meninggalkannya” (HR. Al-Baihaqi)
Rasulullah –shallallahu’alaihi wasallam– memperingatkan umatnya agar berhati-hati dalam mengemban amanat itu, renungkanlah sabda beliau:
القضاة ثلاثة واحد في الجنة واثنان في النار. فأما الذي في الجنة فرجل عرف الحق فقضى به ورجل عرف الحق فجار في الحكم فهو في النار ورجل قضى للناس على جهل فهو في النار [رواه أبو داود واللفظ له (3573) والترمذي (1322) وابن ماجه (2315) وصححه الألباني]
“Qadhi (penentu keputusan) itu ada tiga, satu di surga dan dua di neraka. Yang di surga adalah Qadhi yang tahu kebenaran lalu memberikan keputusan dengannya. Sedang Qadhi yang tahu kebenaran lalu zhalim dalam keputusannya, maka ia di neraka. Begitu pula, Qadhi yang memberi keputusan tanpa ilmu, ia di neraka” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, di-shahih-kan oleh Al Albani).
من ولي القضاء أو جعل قاضيا بين الناس فقد ذبح بغير سكين [رواه أبوداود (3571) والترمذي واللفظ له (1325) وابن ماجه (2308), قال الألباني: حسن صحيح]
“Barangsiapa dijadikan sebagai qadhi (penentu keputusan) diantara manusia, maka sungguh ia telah disembelih dengan tanpa menggunakan pisau (benda tajam)” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Al Albani mengatakan: ‘Hasan Shahih’).
Baca juga:
Namun seorang hakim dalam Islam hanya bisa dianggap hakim jika ia menegakkan hukum Islam atau syariat Islam. Sebagaiamana firman Allah SWT:
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
“Apapun yang kalian perselisihkan, maka hukumnya (dikembalikan) pada Allah” (QS. Asy-Syura:10)
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
“Apabila kalian berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan (Sunnah) Rasul-Nya, jika benar kalian beriman kepada Allah dan Hari Akhir” (QS. An-Nisa’:59)
(وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ)… (وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ)… (وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ)
“Barangsiapa berhukum dengan selain hukum yang diturunkan-Nya (Syariat Islam), mereka itulah orang-orang fasiq” (QS. Al-Ma’idah: 47)… “Barangsiapa berhukum dengan selain hukum yang diturunkan-Nya (Syariat Islam), mereka itulah orang-orang zhalim” (QS. Al-Ma’idah: 45)… “Dan barangsiapa berhukum dengan selain hukum yang diturunkan-Nya (Syariat Islam), mereka itulah orang-orang kafir” (QS. Al-Ma’idah: 44) (yakni kufur asghar, yang tidak mengeluarkan seseorang dari Agama Islam, jika ia masih berkeyakinan wajibnya berhukum dengan syariat islam, lihat lebih lanjut: Tafsir Ibnu Katsir, 3/119)
Baca juga:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah Hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki?! Siapakah yang lebih baik (hukumnya) dari Allah, bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?!” (QS. Al-Ma’idah: 50)
Sedangkan menurut komisi tetap untuk penelitian ilmiyah dan fatwa Saudi Arabia, yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan: “Adapun pengacara di negara yang memberlakukan UU buatan manusia yang bertentangan dengan syariat islam, maka:
(a) Setiap pembelaannya terhadap kesalahan, -padahal ia tahu akan kesalahan itu- dengan memanfaatkan UU buatan manusia yang ada, maka ia kafir jika meyakini bolehnya hal itu atau menutup mata meski bertentangan dengan Alquran dan Assunnah. Sehingga gaji yang diambilnya pun haram.
(b) Setiap pembelaannya terhadap kesalahan, padahal ia tahu kesalahan itu, tapi ia masih meyakini bahwa tidakannnya itu haram, dan ia mau membelanya karena ingin mendapatkan bayaran darinya, maka ia telah melakukan dosa besar, dan bayaran itu tidak halal baginya.
Baca juga:
(c) Adapun jika ia membela orang yang ia pandang di pihak yang benar sesuai dengan dalil-dalil syariat, maka amalnya berpahala, salahnya diampuni, dan berhak mendapat bayaran dari pembelaan itu.
(d) Begitu pula jika ia menuntut hak untuk saudaranya yang ia pandang berhak memilikinya, maka ia dapat pahala, dan berhak dengan bayaran sesuai kesepakatan yang ada” (Fatwa Lajnah Da’imah, fatwa no: 1329)
Adapun adab sebagai seorang hakim dalam Islam adalah sebagai berikut:
1. Mendengarkan laporan dari kedua belah pihak
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallah bersabda, “Jika ada dua orang mengajukan suatu perkara kepadamu maka janganlah engkau memutuskan hukum kepada orang pertama hingga engkau mendengar perkataan orang kedua, niscaya engkau akan mengetahui bagaimana engkau memutuskan hukum.” (Riwayat Tirmizi).
2. Paham hukum Islam
Allah berfirman, ”Hendaklah engkau menghukum antara mereka menurut pengaturan yang diturunkan Allah.” (Al-Maidah: 49). Maka seorang hakim dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang hukum Islam secara matang.
3. Mampu bersikap adil
Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik – baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”(An Nisa: 58)
Baca juga:
Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan dijauhkan dari kejelekan (tidak mendapat pahala dan juga siksa). Lalu apa yang aku harapkan setelah itu.” [HR. Tirmidzi No.1243].
4. Berhati lembut
Imam Mohammad bin Ahmad al – Sarakhsi berkata: “Seorang Hakim haruslah orang yang lemah lembut tapi kelembutannya tidak boleh menyebabkan nya menjadi lemah dalam memutuskan perkara dan kekuatannya tidak boleh membuatnya menjadi keras dalam menghadapi orang – orang pencari keadilan.”
5. Tidak boleh berharap jabatan
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ بِلَالِ بْنِ أَبِي مُوسَى عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَأَلَ الْقَضَاءَ وُكِلَ إِلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أُجْبِرَ عَلَيْهِ يُنْزِلُ اللَّهُ عَلَيْهِ مَلَكًا فَيُسَدِّدُهُ
“Barangsiapa meminta untuk dijadikan hakim maka ia akan dibebankan atas dirinya (dalam mengemban tugasnya), namun barangsiapa dipaksa (tidak atas kehendak dirinya) untuk menjadi hakim, maka Allah akan menurunkan malaikat untuk menolong & membimbingnya dalam kebenaran.” [HR. Tirmidzi No.1245].
Itulah beberapa kriteria hakim yang sesuai dengan syariat Islam. Begitu beratnya tanggung jawab dan resiko untuk menjadi seorang hakim, maka jika Anda adalah seorang hakim mulailah untuk menjalankan kewajiban dan tanggung jawab Anda sesuai dengan syariat Islam.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…