Pernikahan

Hukum Meninggalkan Istri Lebih Dari 3 Bulan dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Sebuah pernikahan akan semakin harmonis jika segala yang ada di dalamnya dikerjakan bersama-sama. Kemesraan dan kecintaan antara suami dan istri akan semakin begitu indah jika sering menghabiskan waktu berdua. Namun ternyata tak selamanya sebuah pernikahan berjalan sesuai dengan mimpi kita.

Masalah dalam sebuah pernikahan tentu bukan lagi hal baru bagi setiap pasangan suami istri. Salah satunya adalah masalah ketika seorang suami meninggalkan istrinya selama berbulan-bulan. Bagaimana hukum meninggalkan istri lebih dari 3 bulan dalam pandangan Islam?

Hukum Meninggalkan Istri Berbulan-Bulan

Menanggapi hal ini tentu harus dilihat terlebih dahulu alasan di balik perginya seorang suami meninggalkan istrinya hingga lebih dari 3 bulan.

Pertama, jika seorang suami meninggalkan istrinya dengan alasan sebuah kepentingan seperti mencari nafkah, maka hal ini tidak mengapa.

Allah berfirman dalam surat At-Talaq Ayat 6

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَىٰ

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

Baca juga:

Al-Buhuti menjelaskan,

ولو سافر الزوج عنها لعذر وحاجةٍ سقط حقها من القسم والوطء وإن طال سفره ، للعذر

Ketika suami melakukan safar meninggalkan istrinya karena udzur atau ada hajat, maka hak gilir dan hubungan untuk istri menjadi gugur. Meskipun safarnya lama, karena udzur. (Kasyaf al-Qana’, 5/192).

Sang istri hendaknya bersabar terhadap sang suami karena suami meninggalkannya untuk bekerja. Apalagi jika sang suami selalu memberi kabar dan tetap memberikan nafkah lahir sehingga semua kebutuhan istri dan anak-anak tetap terpenuhi.

Namun berbeda halnya jika kondisi kedua yang terjadi, yakni jika suami meninggalkan istri tanpa udzur atau kepentingan. Dalam pernikahan di Indonesia, terdapat sighat ta’liq yang dibacakan dan ditandatangani suami. Jika sang suami menandatangi dan membacakan sighat ini, maka istri berhak mengajukan gugatan cerai setelah ditinggal selama 3 bulan.

Sesudah akad nikah, saya : ………………………………………. bin ……………………………………. berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama : ………………………….. binti ……………………………….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.

Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta’lik sebagai berikut :
Apabila saya :
1. Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih,

Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya. Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial.

Baca juga:

Allah berfirman,

وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَاراً لِتَعْتَدُوا

Janganlah kamu pertahankan mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka.. (QS. al-Baqarah: 231).

Maka bagi wanita yang tidak sanggup untuk menunggu sang suami yang tidak memberikan kejelasan diperbolehkan untuk mengajukan khulu’.

Batas Waktu Meninggalkan Istri

Ibnu Qudamah menyebutkan riwayat dari Imam Ahmad,

وسئل أحمد أي ابن حنبل رحمه الله: كم للرجل أن يغيب عن أهله؟ قال: يروى ستة أشهر

Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, “Berapa lama seorang suami boleh safar meninggalkan istrinya?” beliau menjawab, “Ada riwayat, maksimal 6 bulan.” (al-Mughni, 8/143).

Batas 6 bulan itu berdasarkan ijtihad Amirul Mukminin, Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita,

Ketika malam hari, Umar berkeliling kota. Tiba-tiba beliau mendengar ada seorang wanita kesepian bersyair,

تَطَاوَلَ هَذَا اللَّيْلُ وَاسْوَدَّ جَانِبُهُ

وَأَرَّقَنِى أَنْ لاَ حَبِيبٌ أُلاَعِبُهُ

فَوَاللَّهِ لَوْلاَ اللَّهُ إِنِّى أُرَاقِبُهُ

تَحَرَّكَ مِنْ هَذَا السَّرِيرِ جَوَانِبُهُ

Malam yang panjang, namun ujungnnya kelam

Yang menyedihkan, tak ada kekasih yang bisa kupermainkan

Demi Allah, andai bukan karena Allah yang mengawasiku

Niscaya dipan-dipan ini akan bergoyang ujung-ujungnya

Baca juga:

Umar menyadari bahwa wanita ini kesepian karena ditinggal lama suaminya. Dia bersabar dan tetap menjaga kehormatannya. Seketika itu, Umar langsung mendatangi Hafshah, putri beliau untuk menanyakan perihal kegelisahan dalam hatinya,

كَمْ أَكْثَرُ مَا تَصْبِرُ الْمَرْأَةُ عَنْ زَوْجِهَا؟

Berapa lama seorang wanita sanggup bersabar untuk tidak kumpul dengan suaminya?

Jawab Hafshah,

“Enam atau empat bulan.”

Kemudian Umar berjanji,

لاَ أَحْبِسُ الْجَيْشَ أَكْثَرَ مِنْ هَذَا

Saya tidak akan menahan pasukan lebih dari batas ini. (HR. Baihaqi dalam al-Kubro no. 18307)

Itulah penjelasan singkat mengenai hukum meninggalkan istri lebih dari 3 bulan. Sepenting apapun sebuah kondisi, hendaknya seorang suami tetap berusaha melakukan komunikasi dan menjaga hubungan dengan istri. Memberikan nafkah lahir batin juga seharusnya dapat dipenuhi apalagi dengan berbagai kemudahan di jaman yang sangat maju seperti ini.

Meninggalkan istri berbulan-bulan tanpa memberikan apapun kepada istri tentu hanya akan meninggalkan penderitaan bagi istri. Maka dari itu hendaknya suami tetap berusaha memenuhi segala kewajibannya meskipun hanya sekali dalam beberapa bulan.

Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua dan membuat kita semakin menghargai pasangan hidup kita saat ini.

Recent Posts

Perbedaan Kafir Harbi dan Dzimmi

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ قُلْ  لِّلَّذِيْنَ  كَفَرُوْا  سَتُغْلَبُوْنَ  وَتُحْشَرُوْنَ  اِلٰى  جَهَنَّمَ   ۗ وَبِئْسَ  الْمِهَا دُ “Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang yang kafir, Kamu…

1 month ago

4 Contoh Syariat Islam yang di Terapkan dalam Kehidupan Sehari-Hari

Syariat Islam adalah hukum yang terdapat dalam ajaran islam untuk mengatur kehidupan manusia. Hal ini…

1 month ago

Tata Cara Aqiqah Anak Laki-Laki : Hukum, dan Dalilnya

Agama Islam memuliakan umatnya, termasuk anak-anak. Dalam aturan agama islam terdapat beberapa arahan yang membahas…

1 month ago

4 Sumber Hukum Islam Yang Disepakati

Berbicara mengenai hukum islam, maka kita dapat berbicara mengenai sumber hukum islam yang disepakati. Tujuannya…

1 month ago

Hukum Aqiqah Sudah Dewasa dan Dalilnya

Aqiqah dalam islam merupakan prosesi yang masuk kedalam sunah muakkad atau sunnah yang wajib untuk…

2 months ago

4 Sumber Hukum yang Tidak Disepakati

Dalam agama islam, hukum merupakan aturan baku yang mengatur dan memandu umat muslim dalam beribadah.…

2 months ago