Setiap Warga Negara Indonesia (WNI) memang memiliki kebebasan untuk menikah dengan siapapun selama itu memang disetujui oleh pihak keluarganya dan juga sah di mata hukum, termasuk menikah dengan Warga Negara Asing (WNA) sekalipun. Namun tentunya yang perlu diingat di sini apabila bermaksud menikah dengan Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia ialah melengkapi dan mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan oleh hukum Indonesia sendiri serta memenuhi syarat syarat dalam akad nikah .
Peraturan akan pernikahan dengan Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, di mana pernikahan yang dilakukan antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) disebut sebagai perkawinan campuran. Adapun berbagai dokumen dan persyaratan yang harus dipenuhi secara administrasi untuk melaksanakan perkawinan campuran tersebut di KUA (Kantor Urusan Agama) bagi yang beragama Islam, diantaranya menikah di KUA dengan WNA
Dokumen dan Persyaratan Bagi Calon Pengantin (Catin) yang Merupakan Warga Negara Indonesia (WNI):
Dokumen dan Persyaratan Bagi Calon Pengantin (Catin) yang Merupakan Warga Negara Asing (WNA):
Jika wali nikah tidak setuju, maka calon pengantin (catin) bisa mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama karena wali nikah tidak bersedia menjadi wali. Apabila permohonan tersebut dikabulkan, maka nantinya akan menggunakan wali hakim adhol. Dalam hal ini walinya adalah pihak KUA (biasanya Kepala KUA), tetapi sebelum mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama, alangkah baiknya diselesaikan secara musyawarah terlebih dahulu dengan wali. Apabila benar-benar tidak bisa atau tidak mau, barulah mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama setempat.
Adapun semua dokumen dan persyaratan di atas harus dalam bahasa Indonesia. Sehingga apabila ada dokumen dan persyaratan yang masih menggunakan bahasa asing, maka harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Yang mana, proses penerjemahan tersebut harus dilakukan oleh Penerjemah Tersumpah.
Terkait dengan Surat Tanda Melapor Diri (STMD) atau Surat Keterangan Lapor Diri (SKLD) bagi Warga Negara Asing (WNA) dari pihak kepolisian, sebenarnya sudah tidak perlu lagi. Hal ini dikarenakan tidak diberlakukannya lagi STMD sesuai dengan Surat Perintah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: SPRIN/2471/XII/2013 Tanggal 23 Desember 2013 tentang Penghentian Surat Keterangan Lapor Diri. Ketentuan ini berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2014. Namun dikarenakan belum semua pihak KUA tahu akan hal ini, maka sebaiknya Anda membawa cetakan tentang penghapusan STMD/SKLD ini ketika mendaftar ke KUA. Di samping itu, janganlah pernah memberikan dokumen asli kepada KUA karena Anda cukup memberikan fotokopiannya saja. Adapun dokumen asli hanya dibawa untuk diperlihatkan sejenak kepada pihak KUA sebagai bukti yang benar-benar sah.
Setiap Negara memang memiliki aturannya masing-masing dalam hal syarat dan ketentuan terkait administrasi warga negaranya dalam melakukan pernikahan di Indonesia. Sedemikian sehingga bagi calon pengantin (catin) yang berkewarganegaraan asing diharapkan dapat mencari informasi dan melakukan pelaporan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia. Hal terakhir yang harus diperhatikan ialah kedua calon pengantin (catin) harus mendaftarkan diri ke KUA tempat akan dilangsungkannya prosesi pernikahan (akad nikah) selambat-lambatnya 10 hari kerja dari waktu melangsungkannya pernikahan. Apabila kurang dari 10 hari kerja, maka harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Camat tempat berlangsung pernikahan tersebut.
Itulah berbagai dokumen dan persyaratan yang harus dipenuhi apabila memang akan menikah di KUA dengan pasangan yang merupakan Warga Negara Asing (WNA). Ketentuan dan persyaratan dapat saja berubah sewaktu-waktu. Semua bergantung dengan peraturan yang berlaku di KUA dan Undang-Undang Indonesia yang memang mengatur masalah pernikahan campuran. Karena yang namanya peraturan maupun Undang-Undang bisa saja diperbarui oleh badan yang berwenang (pemerintah).
Sesuai dengan peraturan yang tertulis di PP No. 48 Tahun 2014 yang berlaku sejak 7 Juli 2014 adalah Rp. 0,- (nol rupiah) alias gratis untuk pernikahan pada jam kerja di dalam kantor KUA sendiri. Namun apabila pernikahan dilakukan di luar kantor KUA ataupun di luar jam kerja KUA, maka pernikahan dikenai biaya sebesar Rp. 600.000,00- (enam ratus ribu rupiah). Biaya ini akan masuk ke dalam kas Negara Indonesia tentunya. Sedangkan pihak KUA sudah tidak boleh menerima pembayaran langsung dari calon pengantin. Pembayaran biaya tersebut pun bisa dilakukan dengan cara transfer melalui beberapa bank yang sudah ditunjuk, diantaranya bank Mandiri, BNI, dan BRI.
Adapun bukti pembayaran atau transfer biaya nikah yang telah dilakukan diserahkan ke pihak KUA dan jangan lupa untuk membuat fotokopiannya. Setelah menikah dan mendapatkan buku nikah dari KUA, Anda tidak perlu lagi melapor ke pihak catatan sipil. Hal ini dikarenakan menikah di KUA sudah secara otomatis tercatat oleh Negara. Sedangkan catatan sipil hanya untuk melaporkan pernikahan non-Muslim (non-Islam) ataupun pernikahan yang dilangsungkan di luar negeri. Sebagai tambahan, supaya pernikahan juga tercatat dan diakui oleh Negara pasangan Anda, maka segeralah melaporkan pernikahan tersebut kepada kedutaan Negara pasangan Anda yang berada di Indonesia.
Meski berbeda dengan KUA, diingatkan kembali bahwa jangan pernah menyerahkan dokumen asli, termasuk kepada pihak Kedutaan. Hal ini dikarenakan pihak Kedutaan biasanya tidak akan mengembalikan dokumen yang telah masuk. Biasanya juga akan ada sedikit wawancara atau interview yang dilakukan oleh pihak Kedutaan kepada Anda, baik ketika hendak melapor sebelum prosesi pernikahan maupun ketika prosesi pernikahan sudah selesai. Meskipun tidak semua Kedutaan melakukan wawancara atau interview tersebut.
Baca juga artikel lainnya yang berhubungan dengan islam
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…