Dalam Al Fiqhul Muyassar dijelaskan mengenai najis,
Dalam Islam, najis adalah kotoran. Istilah kotoran disini adalah segala wujud, aroma, dan warna yang harus dibersihkan karena membawa mudharat.
النجاسة: هي كل عين مستقذرة أمر الشارع باجتنابها
“Najasah adalah setiap hal yang dianggap kotor yang diperintahkan oleh syariat untuk menjauhinya” ( Al Fiqhul Muyassar fi Dhau’il Kitab was Sunnah (1/35))
Namun, tidak semua yang kita anggap kotor adalah najis dalam Islam. Hal ini dikarenakan pada dasarnya segala sesuatu yang ada di dunia ini awalnya adalah suci kecuali terdapat dalil yang mengkategorikannya ke dalam najis. Hal ini juga dijelaskan dalam Irsyad Ulil Bashair wa Albab li Nailil Fiqhi (19-21) oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di,
يجب أن يعلم أن الأصل في جميع الأشياء الطهارة فلا تنجس و لا ينجس منها إلا ما دل عليه الشرع
“wajib diketahui bahwa hukum asal dari segala sesuatu itu suci, maka tidak boleh mengatakan ia sesuatu itu najis atau menajiskan kecuali ada dalil dari syariat”
Baca juga:
Maka dari itu, kita tidak bisa sembarangan menentukan apa yang najis dan tidak sekehendak hati kita. Banyak dalil yang menunjukkan kewajiban untuk membersihkan najis. Salah satunya adalah dalil di bawah ini,
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melewati dua kuburan. Lalu beliau bersabda: “kedua orang ini sedang diadzab, dan mereka diazab bukan karena dosa besar. Orang yang pertama diadzab karena berbuat namimah (adu domba). Adapun yang kedua, ia diadzab karena tidak membersihkan diri dari sisa kencingnya”” (HR. Muslim no. 292).
Namun, dari sekian banyak jenis najis, terdapat najis yang diharuskan dibersihkan dengan cara khusus yakni najis berat atau najis mughallazah. Najis mughallazah harus dibersihkan dengan menggunakan campuran air dan tanah.
Baca juga:
Adapun yang termasuk dalam jenis najis Mughal adalah air liur, air kencing, darah, dan kotoran dari anjing dan babi.
Sedangkan cara membersihkan najis mughallazah adalah dengan menggunakan air dan tanah sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
“cara mensucikan bejana dari seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, cucian yang pertama menggunakan tanah” (HR. Al Bukhari no. 182, Muslim no. 279)
Banyak dalil lain yang juga menunjukkan cara mensucikan najis mughallazah yang sama,
طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذْ وَلَغَ فِيهِ اَلْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاهُنَّ بِالتُّرَابِ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sucinya wadah air kalian yang diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali salah satunya dengan tanah. (HR. Muslim)
Baca juga:
عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا شَرِبَ الكَلْبُ فيِ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا-متفق عليه
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahw Rasulullah SAW bersabda”Bila anjing minum dari wadah air milikmu harus dicuci tujuh kali.(HR. Bukhari dan Muslim).
Meskipun dalam dalil tersebut hanya menyebutkan tentang najis yang berasal dari anjing, namun bukan berarti babi tidak termasuk ke dalam najis berat.
Dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdab, Al-Imam An-Nawawi menjelaskan tentang cara membersihkan najis mughallazah dari babi sebagai berikut :
وإن ولغ الخنزير فقد قال ابن القاص: قال في القديم: يغسل مرة واحدة وقال سائر أصحابنا يحتاج إلى سبع مرات وقوله في القديم مطلق لأنه قال يغسل وأراد به سبع مرات والدليل عليه أن الخنزير أسوأ من الكلب على ما بيناه فهو باعتبار العدد أولى
Bila babi minum (dari wadah) maka menurut Ibnu Al-Qash dalam qaul qadim cukup dicuci sekali saja. Namun seluruh ulama kami (dalam mazhab Asy-Syaf’iyah) mengharuskan pencucian tujuh kali. Kalaupun disebutkan bahwa dalam qaul qadim harus dicuci (tanpa menyebutkan tujuh kali) maka yang benar maksudnya adalah mencuci tujuh kali. Adapun dalilnya bahwa babi itu lebih buruk dari pada anjing sebagai yang telah kami sebutkan. Maka dari sisi jumlah pencuciannya harus lebih dari anjing.
Baca juga:
Perlakuan yang sama pada najis yang berasal dari babi ini didasarkan pada firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disebut selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “(QS. Al-Baqarah: 173)
Maka dari itu, baik anjing maupun babi merupakan najis berat yang mendapatkan perlakuan sama ketika dibersihkan. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah ilmu agama kita.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…