cerai Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/cerai Sat, 28 Jul 2018 06:43:26 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png cerai Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/cerai 32 32 Hukum Menceraikan Istri yang Sedang Hamil https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-menceraikan-istri-yang-sedang-hamil Sat, 28 Jul 2018 06:43:26 +0000 https://dalamislam.com/?p=3886 Pernikahan merupakan ibadah yang paling lama karena pelakunya tak pernah tahu sampai kapan hubungan berumah tangga mereka akan berakhir. Dalam kehidupan pernikahan, terkadang Anda menemukan hal-hal yang salah dari suami/istri. Ada yang bisa ditoleransi, namun ada pula yang akhirnya menjadi cikal bakal perselisihan hingga berujung pada percerairan. Cerai atau perpisahan antara suami dan istri memang […]

The post Hukum Menceraikan Istri yang Sedang Hamil appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan merupakan ibadah yang paling lama karena pelakunya tak pernah tahu sampai kapan hubungan berumah tangga mereka akan berakhir.

Dalam kehidupan pernikahan, terkadang Anda menemukan hal-hal yang salah dari suami/istri.

Ada yang bisa ditoleransi, namun ada pula yang akhirnya menjadi cikal bakal perselisihan hingga berujung pada percerairan. Cerai atau perpisahan antara suami dan istri memang dihalalkan, namun perceraian merupakan perbuatan yang tidak disukai oleh Allah swt.

Sebaiknya saat Anda mengalami permasalahan dengan istri/suami, berusahalah untuk membicarakannya dengan jalan musyawarah.

Carilah jalan keluar yang lebih baik daripada perceraian. Anda juga bisa meminta bantuan mediator untuk menemukan solusi yang tepat. Jika ternyata sudah tidak ditemukan lagi jalan keluar yang baik dan tidak dapat lagi disatukan, maka perpisahan mungkin yang terbaik.

Terkadang ditemukan suatu kasus dimana suami hendak menceraikan istrinya yang sedang hamil. Apakah hal itu diperbolehkan dalam syari’at Islam atau tidak? Simaklah penjelasannya berikut ini.

Pada sebuah hadits dikisahkan bahwa Ibnu Umar RA menalak istrinya dalam kondisi haid. Kejadian itu kemudian diceritakan oleh Umar bin Khatthab RA kepada Rasulullah SAW.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ فَذَكَرَ ذَلِكَ عُمَرُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا ثُمَّ لِيُطَلِّقْهَا طَاهِرًا أَوْ حَامِلًا
Artinya: “Dari Ibnu Umar RA bahwa ia pernah menalak istrinya dalam keadaan haid. Kemudian Umar bin Khatthab RA menceritakan kejadian tersebut kepada Nabi. Lantas beliau pun berkata kepada Umar bin Khatthab RA, ‘Perintah kepada dia (Ibnu Umar RA) untuk kembali kepada istrinya, baru kemudian talaklah dia dalam keadaan suci atau hamil,” (HR. Muslim).

Berdasarkan hadits tersebut, menceraikan istri yang sedang hamil diperbolehkan dalam syari’at Islam, justru yang dilarang ialah menceraikan istri yang dalam keadaan haid atau datang bulan.

Bagi Anda yang berniat untuk melangkah ke jenjang perceraian, Anda perlu memahami syarat perceraian dalam Islam dan ketentuannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di tanah air.

Perceraian juga tidak selalu terjadi karena adanya perselisihan, bisa juga karena salah satu di antara suami atau istri meninggal dunia atau pergi tanpa kejelasan dan tidak memberikan nafkah lahir maupun bathin.

Kaum lelaki yang hendak men-talaq istrinya karena suatu sebab tentu harus memperhatikan hukum talak dalam pernikahan yang baik dan benar.

Hendaknya jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan, terlebih saat sedang dalam amarah. Pertimbangkanlah dengan tenang terkait keputusan yang akan diambil, apakah sudah tepat atau belum. Seperti dalam dalil berikut ini.

QS. Al-Baqarah 2:229

الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْزَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلاّض أَنْ يَخَافَا أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.

Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.

Itulah beberapa dasar hukum menceraikan istri yang sedang hamil. Semoga bisa memberikan manfaat kepada Anda semua untuk menuju kebaikan dunia dan akhirat. Aamiin.

The post Hukum Menceraikan Istri yang Sedang Hamil appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Perceraian Menurut Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/perceraian-menurut-islam Tue, 01 Aug 2017 02:50:42 +0000 http://dalamislam.com/?p=1799 Setiap manusia pasti menginginkan kebahagiaan dan menikmati indahnya hidup bersama keluarga atau pasangan hidupnya baik suami ataupun istri. Tentu semua orang menginginkan keluarganya berada dalam kondisi yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.  Hal ini dikarenakan rumah tangga yang bahagia adalah yang penuh cinta, kasih sayang, dan juga dipenuhi keberkahan dari Allah SWT. Keluarga inilah, keluarga yang […]

The post Perceraian Menurut Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Setiap manusia pasti menginginkan kebahagiaan dan menikmati indahnya hidup bersama keluarga atau pasangan hidupnya baik suami ataupun istri. Tentu semua orang menginginkan keluarganya berada dalam kondisi yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.  Hal ini dikarenakan rumah tangga yang bahagia adalah yang penuh cinta, kasih sayang, dan juga dipenuhi keberkahan dari Allah SWT. Keluarga inilah, keluarga yang senantiasa menerapkan rukun imanrukun islamIman dalam Islam, Hubungan Akhlak Dengan Iman Islam dan Ihsan, dan Hubungan Akhlak dengan Iman.

Dinamika Keluarga

Akan tetapi, tidak semua rumah tangga bisa menghasilkan kebahagiaan. Akan ada banyak cobaan dan juga tantangan dalam masing-masing keluarga. Cobaan yang berasal dari internal keluarga ataupun dari eksternal keluarga. Tentu juga berasal dari berbagai masalah yang berbeda-beda sumbernya, variannya, dan jenisnya. Wajar saja karena sejatinya manusia diciptakan Allah untuk mendapatkan berbagai ujian.

Dari adanya hal-hal tersebut, maka tantangan yang paling nyata dari sebuah keluarga adalah adanya tantangan perceraian. Perceraian bisa saja terjadi pada setiap keluarga, apalagi bagi mereka yang tidak memiliki visi, misi atau tujuan yang jelas dan sama dari masing-masing pasangan. Perceraian tentu saja bukan hal yang diharapkan oleh semua orang yang sudah menikah.

Banyak sekali kasus-kasus perceraian yang terjadi dengan berbagai sebab. Kasus perceraian tentunya tidak hanya terjadi di satu atau dua orang. Islam memang tidak melarang perceraian akan tetapi kembali lagi ada aturan yang Allah tetapkan dan juga telah Allah berikan. Allah pun tidak menyukai perceraian, walaupun memang perceraian kembali kepada manusia tersebut.

baca juga:

Hukum Perceraian dalam Islam

Dalam proses perceraian, talak adalah hal yang dilakukan. Talak ini dilakukan dengan cara pengungkapan atau dengan lafaz yang jelas.

Talak secara bahasa berarti melepaskan suatu ikatan, dalam hal ini melepaskan ikatan pernikahan. Talak adalah salah satu jalan yang merupakan penyelesaian ketika suami dan istri tidak bisa hidup bersama lagi dan diakhiri rumah tangga bersama. Tentu saja, talak dalam perceraian adalah hal yang dibenci Allah walaupun diperbolehkan dalam konteks tertentu.

Di dalam islam, hukum mengenai segala hal sesuatu tentu tergantung kepada sebab dan konteks yang melingkupinya. Hukum perceraian dalam islam tidak hanya satu saja, bergantung kepada kondisi dan faktor yang melingkupinya. Berikut adalah hukum-hukum yang berkenaan dengan perceraian dalam islam.

  1. Makruh

Hukum perceraian bisa bernilai makruh yaitu jika suami menceraikan istrinya atau istri meminta cerai pada suami tanpa ada sebab yang jelas. Hal ini tentu menjadi suatu yang makruh untuk dilakukan karena bagaimanapun komitmen pernikahan haruslah dipertahankan dan jangan sampai terpecah hanya karena alasan yang tidak jelas. Bagaimanapun komitmen adalah seperti janji, jika tanpa sebab dan alasan yang jelas khawatirnya malah merugikan salah satu pihak atau salah satu keluarga.

Tentunya tidak ada pasangan yang bercerai tanpa ada alasan yang jelas. Seharusnya ada alasan, hanya saja bisa jadi alasan tersebut tidak disampaikan secara jelas dan secara mendetail. Namun, dalam aturan kenegaraan Indonesia termasuk perceraian bisa diurus melalui kementrian agama,yang didalamnya akan diperdalam mengenai tujuan dan alasan perceraian. Jika bisa tidak bercerai, maka lebih baik. Islam menyukai umatnya yang memeihara keluarga dan memelihara pernikahan.

Secara asal, perceraian adalah sesuatu yang tidak disukai oleh Allah dan justru disukai oleh Iblis.

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلاَقَ فَإِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan jika kalian bertekad kuat untuk thalaq, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S al-Baqoroh:227).

Konteks ayat tersebut adalah bentuk peringatan dan ancaman: “jika kalian berbuat demikian…sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”, sehingga itu menunjukkan bahwa perceraian tidaklah disukai oleh Allah. Sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Syaikh Ibn Utsaimin rahimamullah.

Hal ini juga ditegaskan dalam hadits:

إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُولُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ نِعْمَ أَنْتَ

Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian mengirim pasukannya (ke berbagai penjuru). Pihak yang terdekat kedudukannya dari Iblis adalah yang paling besar menimbulkan fitnah. Salah satu dari mereka datang (menghadap Iblis) dan menyatakan: Aku berbuat demikian dan demikian. Iblis menyatakan: engkau belum berbuat apa-apa. Kemudian datang satu lagi (melaporkan): Aku tidak tinggalkan ia (manusia) hingga aku pisahkan ia dengan istrinya. Kemudian Iblis mendekatkan kedudukannya dan mengatakan: bagus engkau (H.RMuslim)

  1. Wajib

Hukum perceraian bisa menjadi wajib ketika istri atau suami melakukan sesuatu yang keji dan mungkar, tidak mau bertaubat dan mengakui kesalahan, serta tidak bisa untuk berubah. Hal ini tentu saja menjadi satu yang merugikan dan juga tidak baik untuk keharmonisan rumah tangga. Begitupun bagi mereka yang sering sekali konflik dan juga tidak bisa untuk diproses secara damai, menumbuhkan cinta dan kasih sayang kembali, maka lebih baik cerai dan bisa jadi hukumnya adalah wajib.

  1. Haram

Hukum perceraian bisa menjadi haram jika isti sedang pada masa haid atau nifas. Begitupun saat istri pada masa suci dan suami telah melakukan hubungan suami istri. Saat ini maka haram untuk menceraikan istri apalagi jika tujuannya adalah istri tidak menuntut harta.Begitupun juga, diharamkan jika suami melakukan talk yang lebih dari satu kali.

Hal ini berdasarkan hadits:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

“Wanita mana saja yang meminta cerai dari suaminya tanpa ada alasan (syar’i), maka haram baginya bau surga” (H.R Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh al-Albany)

Perhitungan memilih cerai atau tidak, tentunya jangan sampai dilakukan hanya sebelah pihak apalagi jika dilakukan pertimbangannya secara gegabah, emosi, dan juga keadaan konflik. Perceraian bisa haram dilakukan, dan tentu berdosa ketika kita melakukannya. Selain itu, haram juga bagi suami untuk menceraikan istrinya jika dilakukan langsung pada talk tiga sekaligus.

  1. Mubah

Hukum cerai bisa menjadi mubah ketika percerian keadaan rumah tangga atua pernikahan malah semakin mudaharat, sulit untuk ditengahi masalahnya, dan juga membawa dampak yang buruk bagi kondisi keluarga. Sekali lagi tentunya hal ini harus dipikirkan baik-baik dan diukur oleh kedua belah pihak, agar keputusan yang diambil dapat maslahat tanpa ada efek yang buruk. Khususnya bagi anak anak dan keluarga besar.

Pada intinya dari ke-4 hukum tersebut, islam memerintahkan masing-masing suami ataupun istri tidak gegabah dan emosional dalam mengambil keputusan. Bagaimanapun suatu perkara harus diputuskan secara akal sehat, rasional, dan benar-benar ditimbang dengan ilmu pengetahuan yang memadai.

Jika masing-masing pasangan bisa menjaga dirinya, menjaga rumah tangganya dengan baik, maka tidak akan ada masalah yang berarti, perceraian pun bisa dihindari. Tentu pernikahan yang sehat adalah awal dari kita mencapai Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama.

Menghindari Perceraian dalam Islam

Agar terhindar dari perceraian, maka tentunya kita harus berpikir dan mencari solusinya. Kembali lagi, bahwa tidak ada yang menginginkan terjadinya perceraian. Untuk itu, proses menuju perceraian haruslah dihindari dan jangan sampai dilakukan oleh seorang muslim dan muslimah. Berikut adalah hal-hal yang bisa dilakukan agar menghindari perceraian, sesuai dengan ajaran islam.

  1. Menentukan Visi dan Misi Keluarga

Adanya visi dan misi dalam sebuah keluarga adalah hal yang paling penting dan tidak boleh terlewat. Sejak sebelum nikah hingga menikah visi, misi, orientasi berkeluarga dari masing-masing pasangan adalah hal wajib dilakukan. Tanpa ada visi dan misi tentunya kita sulit membuat orientasi, menurunkan aktivitas atau kinerja kita terhadap keluarga.

Visi dan misi yang sama tentu akan menjaga masing-masing pasangan untuk terus bertahan sekaligus menjaga agar orientasi berkeluarga selalu dapat diproses dengan baik walaupun tidak mudah dalam mencapai visi dan misi. Tetapi, justru dengan visi dan misi keluarga inilah kita bisa belajar bersama dan terus berprosses ke arah yang lebih baik lagi. Perceraian pun terhindari untuk dilakukan.

  1. Memelihara Cinta dan Kasih Sayang Lewat Aktivitas Bersama Pasangan

Cinta dan kasih sayang yang dipelihara tetunya akan menjaga juga rumah tangga yang kita bangun. Untuk itu, wajib bagi suami dan istri untuk memelihara cinta dan kasih sayangnya. Tanpa ada cinta dan kasih sayang tentunya akan sulit mempertahankan rumah tangga, mungkin juga rasanya akan hambar karena minimnya rasa kasih dan cinta.

Untuk itu, menghindari hal perceraian, kita bisa menjaga cinta juga kasih sayang kita kepada pasangan pernikahan kita lewat aktivitas bersama dan saling mensupport satu sama lain. Benih-benih cinta tentunya akan hadir jika kita bersama-sama bahkan setiap konflik yang dilakukan akan mudah untuk dihentikan.

  1. Memiliki Manajemen Emosi yang baik dari masing-masing Pasangan

Ucapan talak untuk sebuah perceraian biasanya dilakukan dengan cara yang emosi. Jangan sampai kita melakukan ucapan talak atau melakukan perceraian ketika dalam keadaan konflik, emosi, atau benar-benar sulit untuk berpikir secara jenih. Jika konflik atau pertengkaran sedang terjadi, maka segeralah menenangkan diri dan jangan sampai kita membuat keputusan.

Pikiran yang sedang buruk, emosi, dan juga konflik membuat setan sangat mudah untuk mengelabui kita. Setan akan mudah untuk mengelabui dan menggoda manusia karena perbuatan kita sendiri. Untuk itu, pergilah, berwudhulah, dan jangan ambil keputusan bercerai saat kita belum memikirkan dan menghitung dampak yang terjadi setelahnya.

  1. Paradigma yang benar terhadap Pernikahan dalam Islam

Jika masing-masing pasangan memiliki paradima yang benar terhadap pernikahan, maka kita tidak akan sulit untuk membangun keluarga. Masing-masing akan tahu bahwa pernikahan tidak selalu berjalan mulus ada banyak godaan dan hambatan. Untuk itu, paradigma pernikahan sejak awal menikah bahkan pra menikah sudah benar-benar dipikirkan dan disamakan. Hal ini akan menghindari kita dari perceraian.

  1. Mengenal Masing-Masing Pasangan Secara baik dan benar

Walaupun sudah menikah sering kali pasangan tidak benar-benar mengenal dan belum mengenal pasangannya secara menyeluruh. Untuk itu, segeralah memahami pasangan mengenai hal-hal baiknya dan buruknya. Biasanya bagi mereka yang tidak benar-benar memahami suami atau istrinya, hanya mengenal baiknya saja sering merasa menyesal dan akhirnya konflik berkepanjangan hanya gara-gara hal yang sepele.

baca juga:

Semoga dengan adanya penjelasan ini kita bisa membangun keluarga yang bisa mencapai kebahagiaan atau sukses Dunia Menurut IslamSukses Menurut IslamSukses Dunia Akhirat Menurut Islam dengan Cara Sukses Menurut Islam. 

The post Perceraian Menurut Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Wanita Minta Cerai Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-wanita-minta-cerai Wed, 05 Oct 2016 02:31:17 +0000 http://dalamislam.com/?p=928 Dalam membina suatu hubungan pernikahan tentunya siapapun menginginkan rumah tangganya berjalan dengan baik tanpa adanya suatu halangan (baca membangun rumah tangga dalam islam). Islam sendiri adalah agama yang senantiasa menganjurkan umatnya untuk membina hubungan suami istri yang baik dan menimbulkan rasa kasih sayang diantara mereka, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar rum ayat 21 […]

The post Hukum Wanita Minta Cerai Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam membina suatu hubungan pernikahan tentunya siapapun menginginkan rumah tangganya berjalan dengan baik tanpa adanya suatu halangan (baca membangun rumah tangga dalam islam). Islam sendiri adalah agama yang senantiasa menganjurkan umatnya untuk membina hubungan suami istri yang baik dan menimbulkan rasa kasih sayang diantara mereka, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar rum ayat 21 yang bunyinya

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS Ar rum : 21)

Meskipun demikian, tidak selamanya dan tidak semua pasangan yang menikah selalu memiliki rumah tangga yang bahagia. Terkadang masalah-masalah muncul dan mengakibatkan retaknya hubungan diantara suami istri. Sering kita mendengar seorang istri yang menggugat cerai suaminya, lalu bagaimanakah sebenarnya hukum wanita menggugat cerai suami dalam islam? Untuk mengetahuinya simak penjelasan berikut. (baca juga cara menjaga keharmonisan rumah tangga)

Pengertian Gugat Cerai

Seorang wanita atau istri bisa melayangkan gugatan cerai kepada suaminya. Gugat cerai sendiri adalah istilah yang diberikan pada seorang wanita atau istri yang mengajukan cerai kepada suaminya. Permintaan cerai tersebut diajukan oleh wanita kepada pihak pengadilan dan selanjutnya pengadilanlah yang akan memproses dan menyetujui atau menolak gugatan cerai tersebut. Meskipun keputusan cerai ada di tangan suami, jika pengadilan atau hakim menyetujui gugatan cerai dari pihak istri, maka hakim bisa memaksa suami untuk menjatuhkan talak pada istrinya. (baca juga hukum talak dalam pernikahan dan perbedaan talak satu, dua dan tiga)

Dalam islam, gugatan cerai memiliki dua istilah yakni fasakh dan khulu. fasakh adalah lepasnya ikatan nikah antara suami istri dan istri tidak mengembalikan hmaharnya atau memberikan kompensasi pada suaminya. Sementara khulu adalah gugatan cerai istri dimana ia mengemblikan sejumlah harta atau maharnya kepada sang suami. (baca menikah tanpa cinta menurut islam dan cinta menurut islam)

Hukum Wanita Gugat Cerai Suami

Seorang wanita atau istri boleh saja menggugat cerai suaminya asalkan dengan syarat dan alasan yang jelas. Dalam sebuah hadits diriwayatkan seorang wanita yang takut berbuat kufur karena ia tidak menyukai suaminya meski suaminya memiliki perangai yang baik akan tetapi fisiknya tidaklah disukai oleh sang istri. Adapun hal tersebut disebutkan dalam hadits berikut ini (baca ciri-ciri istri shalehah)

“Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya istri Tsâbit bib Qais mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai, Rasulullah. Aku tidak mencela Tsâbit bin Qais pada akhlak dan agamanya, namun aku takut berbuat kufur dalam Islam,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apakah engkau mau mengembalikan kepadanya kebunnya?” Ia menjawab,”Ya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,” lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ambillah kebunnya, dan ceraikanlah ia”. [HR al-Bukhari]

Gugat Cerai Tanpa Alasan

Wanita yang menggugat cerai suaminya tanpa alasan maka haramlah baginya bau surga sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW berikut

“Siapa saja wanita yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas wanita tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa seorang hukum wanita minta cerai atau istri boleh saja mengajukan gugat cerai dengan alasan yang jelas dan tidaklah benar jika seorang wanita atau istri menggugat cerai suaminya tanpa alasan yang jelas dan hal tersebut dibenci oleh Allah SWT. (baca juga konflik dalam keluarga )

Alasan Seorang Wanita Gugat Cerai Suaminya

Tujuan utama pernikahan memang untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Namun, jika terjadi suatu hal yang dirasa memberatkan sang istri maka ia boleh mengajukan gugatan cerai pada suaminya. Adapun seorang wanita diperbolehkan mengajukan gugatan cerai pada suaminya dengan alasan-alasan yang syar’i. Alasan-alasan tersebut diantaranya :

  1. Suami membenci istri tapi tidak mau menceraikannya

Seorang istri bisa menggugat cerai suaminya jika suaminya tidak mencintai dirinya dan jelas mengungkapkan kebencian pada istrinya sehingga membuat sang istri merasa tidak bahagia sementara sang suami juga tidak mau menceraikannya.

2. Suami menganiaya istri

Apabila seorang suami gemar mencaci, memaki dan menganiaya istrinya secara fisik dan membuat sang istri menderita, maka boleh bagi sang istri atau wanita tersebut untuk mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya.

3. Suami Tidak Menjalankan kewajiban agama

Seorang suami yang tidak pernah menjalankan kewajibannya pada sang istri misalnya  berbuat buruk pada sang istri, tidak menjalankan perintah agama, berzina (baca zina dalam islam dan cara menghapus dosa zina), selingkuh dan lain sebagainya. Jika suami berperilaku demikian maka wajarlah jika istri mengajukan gugatan cerai pada suaminya. (baca juga perselingkuhan dalam rumah tangga)

4. Suami tidak menafkahi istri

Kewajiban dan tugas seorang suami adalah menafkahi istrinya dan apabila suami tidak mau menafjahi istrinya meskipun ia tidak memiliki atau memiliki harta maka boleh bagi sang istri untuk mengajukan gugatan cerai.

5. Suami tidak memenuhi kebutuhan biologis istri

Seorang istri boleh menggugat cerai suaminya apabila sang suami tidak mampu memenuhi kebutuhan biologisnya karena suatu penyakit atau cacat, maupun jika suami memiliki istri lain dan ia tidak memenuhi kebutuhan istrinya tersebut karena lebih menyukai istri yang lain. Dengan alasan demikian, istri boleh mengajukan gugat cerai. (baca kewajiban suami terhadap istri)

6. Suami tidak jelas kabar dan keberadaannya

Seorang suami yang hilang dan tidak ada kabarnya setelah sekian lama meninggalkan istrinya misalnya untuk mencari nafkah, maka sang istri boleh mengajukan gugatan cerai. Hal ini disebutkan dalam suatu hadits berikut ini

Diriwayatkan dari Umar Ra bahwasanya telah datang seorang wanita kepadanya yang kehilangan kabar tentang keberadaan suaminya. Lantas Umar berkata: tunggulah selama empat tahun, dan wanita tersebut melakukannya. Kemudian datang lagi (setelah empat tahun). Umar berkata: tunggulah (masa idah) selama empat bulan sepuluh hari. Kemudian wanita tersebut melakukannya. Dan saat datang kembali, Umar berkata: siapakah wali dari lelaki (suami) perempuan ini? kemudian mereka mendatangkan wali tersebut dan Umar berkata: “ceraikanlah dia”, lalu diceraikannya. Lantas Umar berkata kepada wanita tersebut: “Menikahlah (lagi) dengan laki-laki yang kamu kehendaki”.

7. Istri tidak menyukai suami dan takut berbuat kufur

Jika seorang istri tidak menyukai suaminya dan ia takut jika berbuat kufur serta memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri dengan baik maka ia dibolehkan untuk mengajukan gugatan cerai pada suaminya asalkan ia mau mengembalikan sejumlah harta atau mahar yang diberikan oleh suaminya sebagaimana yang disebutkan dalam dalil sebelumnya. (baca kewajiban istri terhadap suami dan ciri-ciri istri durhaka)

Dapat disimpulkan bahwa hukum wanita menggugat cerai suaminya adalah boleh atau sah-sah saja asalkan sang istri memiliki alasan yang jelas mengapa ia menggugat cerai suaminya. Meskipun demikian, ada baiknya jika sang istri yang mengalami masalah dalam rumah tangga bersabar dan tetap memerima dan mendoakan suaminya agar rumah tangganya tetap terjaga dengan baik. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Wanita Minta Cerai Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Membangun Rumah Tangga Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/membangun-rumah-tangga-dalam-islam Mon, 21 Dec 2015 08:46:23 +0000 http://dalamislam.com/?p=433 Menikah dalam islam adalah menyempurnakan sebagian iman karena Allah ta’la, oleh sebab itu, menikah berarti melakukan ibadah atas nama Allah.  Untuk itu, Allah menyuruh hambanya untuk mencari pasangan dengan cara memilih calon pendamping sesuai syariat agama, dan sesuai ketetapan agama yaitu ta’aruf. Sebab pacaran dalam islam di larang, dan untuk menghindari zina agar tidak melakukan perbuatan […]

The post Membangun Rumah Tangga Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menikah dalam islam adalah menyempurnakan sebagian iman karena Allah ta’la, oleh sebab itu, menikah berarti melakukan ibadah atas nama Allah.  Untuk itu, Allah menyuruh hambanya untuk mencari pasangan dengan cara memilih calon pendamping sesuai syariat agama, dan sesuai ketetapan agama yaitu ta’aruf. Sebab pacaran dalam islam di larang, dan untuk menghindari zina agar tidak melakukan perbuatan yang di larang oleh agama.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar-Rum 21)

Demikianlah gambaran dari terciptanya sebuah keluarga yang harmonis menurut pandangan agama islam. Sebagai umat muslim yang baik tentu kita menginginkan memiliki sebuah keluarga yang islami, yaitu  keluarga yang di dalamnya terdapat penegakan adab-adab islam, baik yang menyangkut masalah perseorangan maupun yang menyangkut masalah anggota keluarga secara keseluruhan.

Adapun landasan dari terbentuknya suatu keluarga yang islami adalah ibadah kepada Allah SWT, dimana  setiap kegiatan yang mereka seperti berkumpul, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, dan lain sebagainya semua itu dilakukan karena Allah SWT semata.

Apa tujuan dari sebuah keluarga yang islami?

Tujuan membentuk sebuah keluarga yang islami adalah untuk mendapatkan keluarga yang sakinah, yang pada hakekatnya keluarga yang sakinah adalah keluarga yang didasari oleh cinta dan kasih sayang (mawaddah dan warohmah) dari Allah SWT sebagai Sang maha Pencipta. Sehingga nantinya keluarga tersebut akan selalu diridhoi oleh Allah SWT .

Firman Allah SWT :

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ  وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ  وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Artinya “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan (sakinah) ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah  tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al- fath ayat 4)

Jadi terciptanya keluarga yang sakinah terletak pada bagaimanakah penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan berumah tangga agar keluarga tersebut selalu mendapatkan ridho dari Allah SWT, seperti dengan senantiasa berusaha dan melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah SWT serta menjauhi segala larangan-larangan-Nya.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam merupakan suri tauladan yang baik dalam membimbing umatnya dalam hal kehidupan berumah tangga agar terbina sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan Warohmah. Dalam sebuah hadist, Beliau Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda:

Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan cara yang baik.”

Bagaimanakah ciri-ciri keluarga yang Islami yang nantinya dapat menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dah warohmah?

  1. Rumah tangga yang dibangun atas dasar ibadah

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa ibadah merupakan salah satu unsur yang penting dalam pembentukan sebuah keluarga yang islami. Hal ini dimulai sebelum pernikahan terjadi, yaitu dalam proses memilih calon pasangan, khitbah, hingga berlanjut dalam proses pernikahan.

Jikah hal-hal tersebut dilakukan secara islami, InsyaAllah setiap permasalahan yang dihadapi akan menemukan kemudahan dalan penyelesaiannya. Kenapa? Karena masing-masing dari mereka tunduk pada aturan-aturan Allah SWT.

  1. Terciptanya internalisasi nilai-nilai islam kepada setiap anggota keluarga.

Baik suami dan istri sama-sama memiliki peran yang penting dalam mendidik anak-anak mereka. Oleh karena itu, hendaknya mereka lebih mampu menyerap nilai-nilai islam ke dalam perilaku maupun sikap mereka, dan sudah menjadi suatu kewajiban bagi mereka untuk mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada anggota keluarga yang lain, misalnya pada anak-anak maupun asisten rumah tangga yang ada.

  1. Adanya keteladanan yang selalu bisa dicontoh

Anggota keluarga, terutama bagi anak-anak sangat memerlukan contoh yang kongkrit dalam menerapkan nilai-nilai islam di kehidupan mereka sehari-hari. Hal inilah yang menjadi tugas dan kewajiban bagi setiap orang tua, dimana kelak di akhirat orang tua akan dimintai pertanggungjawaban atas hal tersebut.

Oleh karena itu sudah sepatutnya apabila orang tua memberikan contoh yang baik bagi anak-anak, jangan sampai orang tua hanya menyuruh sementara mereka sendiri tidak melakukannya.

  1. Adanya perasaan saling tolong menolong

Tolong menolong sangat penting untuk dilakukan dalam setiap keluarga. Misalnya saling nasihat menasihati, saling mengingatkan, dan lain sebagainya. Hal ini akan mendorong terciptanya hubungan yang harmonis bagi sesama anggota keluarga.

  1. Kebutuhan yang bersifat materi dapat tercukupi secara wajar

Seorang kepala rumah tangga (suami/ ayah) memiliki tanggung jawab yang besar dalam mencukupi segala kebutuhan, khususnya dalam hal yang bersifat materi, seperti sandang, pangan, papan, maupun kebutuhan lainnya seperti pendidikan, hiburan, dan lain sebagainya.

Hendaknya kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi dengan jalan yang benar, jangan sampai dalam memberikan nafkah bagi keluarga tercinta, seorang suami atau ayah memberikannya dari jalan atau cara yang salah.

  1. Menjaga rumah tangga dari pengaruh buruk

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya berpengaruh baik bagi kehisupan, akan tetapi hal itu juga membawa pengaruh yang buruk. Anak-anak merupakan object yang paling mudah terkena dampak dari pengaruh buruk hal tersebut.

Oleh karena itu, sebagai orang tua, sangatlah penting untuk selalu mengawasi dan memperhatikan sikap dan perilaku buah hatinya, jangan sampai mereka terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya narkoba, seks bebas, dan lain sebagainya.

  1. Memposisikan masing-masing anggota keluarga sesuai dengan syariat

Misalnya saja, seorang suami merupakan kepala rumah tangga yang berkewajjiban untuk memimpin keluarga dan bertindak sebagai pengambil keputusan. Jadi istri maupun anak-anak harus selalu menghormatinya. Akan tetapi seorang suami juga harus menghormati dan menghargai keberadaan sang istri disampingnya, yaitu dengan mengajaknya bermusyawarah dalam mengambil setiap keputusan.

Begitu juga dengan anak-anak mereka, seorang anak harus selalu menghormati kedua orang tuanya dan mematuhi apa yang mereka perintahkan selama perintah itu benar. Dan orang tua pun harus menghormati, menyayangi, dan mengasihi anak-anak mereka.

  1. Menjaga hubungan baik dengan lingkungan

Akan sangat baik  jika sebuah keluarga memiliki hubungan yang baik pula dengan lingkungan disekitarnya. Dengan begitu keluarga tersebut akan bisa mengetahui hal-hal yang sedang terjadi dalam lingkungan tersebut, serta dapat menjaga tali silaturahmi dengan anggota masyarakat lainnya.

Membangun keluarga yang islami dibutuhkan usaha yang keras, akan tetapi dengan adanya niat, kemauan, dan kerjasama diantara sesama anggota keluarga maka hal tersebut akan dapat terwujud.

The post Membangun Rumah Tangga Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Talak – Hukum, Rukun dan Jenisnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/talak Mon, 21 Dec 2015 08:43:17 +0000 http://dalamislam.com/?p=431 إن إبليس يضع عرشه على الماء ثم يبعث سراياه فأدناهم منه منزلة أعظمهم فتنة يجئ أحدهم فيقول فعلت كذا وكذا فيقول ما صنعت شيئا قال ثم يجئ أحدهم فيقول ما تركته حتى فرقت بينه وبين امرأته قال فيدنيه منه ويقول نعم أنت Artinya: “Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan […]

The post Talak – Hukum, Rukun dan Jenisnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
إن إبليس يضع عرشه على الماء ثم يبعث سراياه فأدناهم منه منزلة أعظمهم فتنة يجئ أحدهم فيقول فعلت كذا وكذا فيقول ما صنعت شيئا قال ثم يجئ أحدهم فيقول ما تركته حتى فرقت بينه وبين امرأته قال فيدنيه منه ويقول نعم أنت

Artinya:

Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di antara mereka ada yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini.’ Iblis berkomentar, ‘Kamu belum melakukan apa-apa.’ Datang yang lain melaporkan, ‘Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah bepisah (talak) dengan istrinya.’ Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan berkata, ‘Sebaik-baik setan adalah kamu.” (HR. Muslim)

Di atas merupakan hadist Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam yang sesungguhnya merupakan suatu peringatan tentang buruknya suatu perceraian. Mengapa? Karena perceraian itu adalah salah satu cita-cita terbesar dari iblis yang merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling laknat, dimana dengan adanya perceraian akan dapat menimbulkan berbagai dampak seperti terputusnya keturunan maupun terputusnya tali silaturahmi.

Selain itu, perceraian juga dapat membuka jalan menuju perzinaan yang dapat menimbulkan kerusakan dan mendatangkan dosa yang begitu besar. Oleh karena itu, sebelum menikah akan lebih baik jika memilih calon pendamping hidup sesuai dengan syari’at agama, agar nantinya hal-hal yang dilarang agama tidak terjadi, seperti perceraian. Terlebih dengan cara yang Allah ridoi, seperti ta’aruf.

(baca juga: zina dalam islam)

Perceraian atau dalam islam dikenal dengan talak yang dapat diartikan sebagai terlepasnya ikatan sebuah perkawinan atau juga bisa diartikan terputusnya hubungan perkawinan antar suami dan istri dalam jangka waktu tertentu atau untuk selama-lamanya. Mengapa dikatakan dalam jangka waktu tertentu? Karena dalam islam diperbolehkan adanya rujuk, dengan beberapa catatan seperti firman Allah SWT berikut ini :

الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْزَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلاّض أَنْ يَخَافَا أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya:

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al- Baqarah ayat 229)

Allah SWT juga berfirman :

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا

Artinya:

 “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. At- Talaq ayat 2)

Kapankan perceraian atau talak itu dapat dilakukan?

Islam telah mengajarkan bahwasannya talak atau cerai tidak bisa dilakukan kapan saja. Al- Qur’an dan As- Sunnah telah mengajarkan bahwa talak hendaknya dilakukan secara pelan-pelan dan memilih waktu yang sesuai.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam talak atau cerai diantaranya :

  1. Talak atau cerai tidak boleh dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya pada saat istrinya sedang dalam masa haid, nifas, atau saat istrinya dalam keadaan suci akan tetapi ia menggaulinya. Jika suami melakukan hal tersebut maka dianggap telah melakukan talak yang bid’ah dan diharamkan. Rasulullah Shalallahu Alaihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan perbuatan tanpa dilandasi perintah kami maka itu tertolak (tidak diterima).”
  2. Hendaknya ketika mengucapkan talak, suami dalam keadaan sadar, karena apabila suami mentalak istrinya dalam keadaan tidak sadar seperti ketika sedang marah, sehingga karena amarah tersebut dapat menutupi kesadarannya hingga ia bicaa yang tidak diinginkan, maka talak yang ia lakukan adalah tidak sah. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :

لا طلاق ولا عتاق في إغلاق

Artinya “Tidak ada talak dan tidak dianggap kalimat membebaskan budak, ketika ighlaq.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim)

  1. Seorang suami yang mentalak atau menceraikan istrinya bermaksud untuk benar-benar mencerai atau berpisah dengan istrinya tersebut, jangan sampai talak yang diucapkan hanya sekedar menakut-nakuti atau menjadikan talak itu sebagai sumpah. Hal tersebut tidak dibenarkan dalam islam. Ibnu Abbas pernah berkata: “Sesungguhnya talak itu harena diperlukan.”

Hukum Talak

Pada dasarnya perceraian atau talak adalah sesuatu hal yang harus dihindari dalam sebuah perkawinan. Mengapa? Karena selain merupakan perbuatan yang amat disenangi oleh iblis, talak juga nantinya dapat berakibat buruk bagi kehidupan, baik itu bagi pasanagan suami istri yang memutuskan untuk bercerai, bagi keturunan atau anak-anak mereka, juga bagi anggota keluarga lainnya.

Kita banyak melihat dampak-dampak dari fenomena tersebut, dimana banyak anak-anak yang terlantar akibat kurangnya pendidikan dan kasih sayang dari orang tuanya. Dan hal itu tentu saja menjadi peluang bagi iblis untuk menjadikan anak-anak tersebut sebagai bala tentaranya.

Jadi sebelum memutuskan untuk bercerai, ada baiknya jika pasangan suami istri lebih memikirkan bagaimana masa depan anak-anak mereka nantinya, jangan sampai keinginan iblis untuk menjadikan mereka sebagai pendukungnya menjadi terkabul.

Adapun hukum dari talak atau cerai ada bermacam-macam, yaitu :

  1. Wajib ; Perceraian atau talak dikatakan wajib apabila :
  • Antara suami dan istri tidak dapat didamaikan lagi
  • Tidak terjadi kata sepakat oleh dua orang wakil baik dari pihak suami maupun istri untuk perdamaian rumah tangga yang hendak bercerai
  • Adanya pendapat dari pihak pengadilan yang menyatakan bahwa perceraian/ talak adalah jalan yang terbaik.

Dan jika dalam keadaan-keadaan tersebut keduanya tidak diceraikan, maka suami akan berdosa.

  1. Haram ; Suatu perceraian/ talak akan menjadi haram hukumnya apabila :
  • Seorang suami menceraikan istrinya ketika si istri sedang dalam masa haid atau nifas
  • Seorang suami yang menceraikan istri ketika si istri dalam keadaan suci yang telah disetubuhi
  • Seorang suami yang dalam keadaan sakit lalu ia menceraikan istrinya dengan tujuan agar sang istri tidak menuntut harta
  • Seorang suami yang menceraikan istrinya dengan talak tiga sekaligus, atau juga bisa dengan mengucapkan talak sat akan tetapi pengucapannya dilakukan secara berulang-ulang sehingga mencapai tiga kali atau bahkan lebih.

3. Sunnah ; Perceraian merupakan hal yang disunnahkan, apabila :

  • Suami tidak lagi mampu menafkahi istrinya
  • Sang istri tidak bisa menjaga martabat dan kehormatan dirinya

4. Makruh ; Perceraian/ talak bisa dianggap sebagai hal yang makruh apabila seorang suami menjatuhkan talak kepada istrinya yang baik, memiliki akhlak yang mulia, serta memiliki pengetahuan agama yang baik.

5. Mubah ; Sedangkan perceraian atau talak bisa dikatakan mubah hukumnya apabila suami memiliki keinginan/ nafsu yang lemah atau juga bisa dikarenakan sang istri belum datang haid atau telah habis masa haidnya.

Rukun Perceraian/ Talak

  1. Bagi Suami ; Suami yang hendak menceraikan istrinya haruslah :
  • Berakal sehat
  • Baligh
  • Bercerai atas kemauan sendiri atau tanpa adanya paksaan dari pihak lain

2. Bagi Istri ; Seorang istri yang bisa diceraikan haruslah :

  • Memiliki akad nikah yang sah dengan suami
  • Suami belum pernah menceraikannya dengan mengucapkan talak tiga

3. Lafadz TalakTalak dianggap sah apabila dalam lafadznya :

  • Terdapat kejelasan ucapan yang menyatakan perceraian
  • Disengaja atau tanpa adanya paksaan dari pihak manapun atas pengucapan talak tersebut.

Jenis – Jenis Talak

Talak dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :

A. Dilihat dari sighat (ucapan/ lafadz) talak

Jika ditinjau dari segi ini, talak dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

  1. Talak Sharih (Talak langsung)

Ini adalah talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya dengan lafadz atau ucapan yang jelas dan terang. Meskipun talak ini diucapkan tanpa adanya niat ataupun saksi, akan tetapi sang suami tetap dianggap menjatuhkan talak/ cerai. Hal ini telah ditegaskan dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah :

واتفقوا على أن الصريح يقع به الطلاق بغير نية

Artinya “Para ulama sepakat bahwa talak dengan lafadz sharih (tegas) statusnya sah, tanpa melihat niat (pelaku).”

Contoh Lafadz/ ucapan Talak Sharih :

  • Aku menceraikanmu
  • Engkau aku ceraikan
  • Engkau kutalak satu, dan lain sebagainya.

2. Talak Kinayah (Talak Tidak Langsung)

Ini adalah talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya dengan menggunakan kata-kata yang di dalamnya mengandung makna perceraian akan tetapi tidak secara langsung. Seorang suami yang apabila menjatuhkan talak dengan lafadz talak kinayah sementara tidak ada niat untuk menceraikan istrinya, maka talak tersebut dianggap tidak jatuh.

Akan tetapi apabila sang suami mempunyai niat untuk menceraikan istrinya ketika mengucapkan kalimat-kalimat talak tersebut, maka talak dianggap jatuh. Contoh Lafadz talak kinayah :

  • Pulanglah engkau pada orang tuamu karena aku tidak lagi menghendakimu
  • Pergi saja engkau dari sini kemanapun engkau suka
  • Tidak ada hubungan apapun lagi di antara kita,” dan lain sebagainya.

B. Dilihat dari pelaku perceraian

Jika ditinjau dari segi tersebut, cerai atau talak terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :

  1. Cerai Talak oleh Suami

Ini merupakan jenis perceraian atau talak yang paling umum terjadi, dimana seorang suami menjatuhkan talak kepada istrinya. Begitu seorang suami mengucapkan lafadz talak kepada sang istri, maka talak atau cerai tersebut telah dianggap jatuh atau terjadi.

Jadi status perceraiannya terjadi tanpa harus menunggu keputusan dari pengadilan agama. Dengan kata lain, keputusan dari Pengadilan Agama hanyalah sebagai formalitas saja.

Talak jenis ini dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu :

Talak Raj’i

Yaitu suatu proses perceraian dimana suami mengucapkan talak satu atau talak dua kepada istrinya. Akan tetapi sang suami bisa melakukan rujuk dengan istrinya ketika sang istri masih dalam masa iddah, dan ketika masa iddah telah habis atau lewat, rujuk yang dilakukan oleh suami tidak dibenarkan kecuali harus dengan akad nikah yang baru.

Allah SWT berfirman :

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya:

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al- Baqarah ayat 229)

Talak Bain

Ini adalah suatu proses perceraian dimana seorang suami mengucapkan atau melafadzkan talak tiga kepada istrinya. Dalam kasus seperti ini, sang suami tidak diperbolehkan untuk rujuk dengan istrinya, kecuali sang istri telah menikah kembali dengan orang lain lalu sang istri diceraikan oleh suami barunya tersebut dan telah habis masa iddahnya.

Allah SWT berfirman :

إِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Artinya:

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (QS. Al- Baqarah ayat 230)

Talak Sunni

Ini adalah perceraian dimana seorang suami mengucapkan talak kepada istri yang belum disetubuhi ketika si istri dalam keadaan suci dari haid.

Talak Bid’i

Yaitu perceraian dimana suami menjatuhkan talak kepada istrinya yang masih dalam masa haid atau istri yang dalam keadaan suci dari haid akan tetapi sudah disetubuhi.

Talak Taklik

Yaitu perceraian yang terjadi akibat syarat atau sebab-sebab tertentu. Jadi apabila sang suami melakukan sebab atau syarat-syarat tersebut, maka terjadilah perceraian atau talak.

Bagaimanakah hukumnya jika seorang suami langsung menjatuhkan talak 3 kepada istrinya?

Terdapat perbedaan pendapat tentang hal tersebut, dimana sebagian para ulama menyatakan bahwa talak 3 hanya bisa dilakukan setelah terjadi dua kali talak dan dua kali rujuk. Pendapat ini berdasarkan pada Firman Allah SWT dalam Surat Al- Baqarah ayat 229 yang menyatakan bahwa” “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.”

Sedangkan pendapat yang lainnya menyatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan untuk dilakukan, yaitu dengan merujuk pada hadist:

“Di masa Rasulullah SAW, Abu Bakr, lalu dua tahun di masa khilafah ‘Umar muncul ucapan talak tiga dalam sekali ucap. ‘Umar pun berkata, “Manusia sekarang ini sungguh tergesa-gesa dalam mengucapkan talak tidak sesuai dengan aturan Islam yang dulu pernah berlaku, yaitu talak itu masih ada kesempatan untuk rujuk. Karena ketergesa-gesaan ini, aku berharap bisa mensahkan talak tiga sekali ucap.” Akhirnya ‘Umar pun mensahkan talak tiga sekali ucap dianggap telah jatuh tiga kali talak.” (HR Muslim)

2. Gugat Cerai oleh istri

Ini merupakan proses perceraian dimana sang istri mengajukan permohonan gugat cerai atas suaminya kepada Pengadilan Agama, dan sebelum lembaga pemerintah tersebut memutuskan secara resmi, maka perceraian dianggap belum terjadi.

Ada dua istilah terkait gugat cerai yang dilakukan oleh istri atas suaminya, yaitu :

Fasakh

Yaitu pengajuan perceraian yang dilakukan seorang istri atas suaminya tanpa adanya kompensasi yang diberikan oleh istri kepada sang suami. Fasakh bisa dilakukan ketika :

  • Suami telah dianggap tidak memberikan nafkah lagi baik nafkah lahir maupun batin kepada istrinya selama enam bulan berturut-turut.
  • Apabila seorang suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa adanya kabar berita
  • Suami dianggap tidak melunasi mas kawin atau mahar yang telah disebutkan di dalam akad nikah, baik sebagian maupun keseluruhan.
  • Suami berlaku buruk kepada istrinya seperti menganiaya, menghina, maupun tindakan lainnya yang dapat mengancam keselamatan dan keamanan sang istri.

Khulu’

Yaitu proses perceraian atas permintaan dari pihak istri dan suami setuju dengan hal tersebut dengan syarat sang istri memberikan imbalan kepada sang suami. Di dalam Al-Qur’an surat Al- Baqarah ayat 229 disebutkan bahwa

Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.”

Dampak dari gugatan cerai yang dilakukan istri tersebut adalah hilangnya hak suami untuk melakukan rujuk selama sang istri sedang dalam masa iddah atau yang disebut dengan talak ba’in sughra. Dan apabila sang suami menghendaki untuk rujuk, maka ia harus melakukan proses melamar dan menikahi kembali wanita yang telah menjadi mantan istrinya tersebut. Dan apabilan wanita tersebut hendak menikah dengan pria lain, maka ia harus menunggu hingga masa iddahnya selesai.

Apa yang dilakukan setelah proses talak terjadi?

Sudah seharusnyalah setiap pasangan suami istri menghindarkan  diri dari perceraian, karena banyak dampak buruk yang akan terjadi karena fenomena tersebut. Akan tetapi apabila perceraian atau talak telah terjadi juga tidak seharusnya memutuskan hubungan di antara keduanya.

Mengapa? Al-qur’an telah memberikan pelajaran bahwa dengan bercerai atau talak artinya mereka diberikan kesempatan untuk kembali mengevaluasi atau mempelajari kembali agar nantinya hal serupa tidak akan terjadi kembali.

Dengan adanya perceraian atau talak, para wanita tidak diharamkan untuk memperoleh nafkah dari suami untuk dirinya selama dalam masa iddah, dan suami juga dilarang untuk mengeluarkan istrinya dari rumah selama masa itu. Justru ketika istri sedang dalam masa iddah, suami wajib membiarkan sang istri untuk tetap tinggal satu rumah dengannya, karena dengan begitu kemungkinan untuk rukun kembali bisa terjadi.

Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا

Artinya:

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (QS. At- Talaq ayat 1)

Seorang suami juga tidak diperbolehkan untuk memakan atau mengambil kembali mahar atau segala sesuatu yang telah ia berikan kepada istrinya sebelum perceraian terjadi. Di dalam Al-Qur’an surat Al- Baqarah ayat 229 di atas telah disebtkan bahwa:

Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.”

Istri yang ditalak memiliki hak untuk tetap mendapatkan mut’ah seperti biasanya. Allah SWT telah berfirman :

وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

Artinya “Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut´ah menurut yang ma´ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al- Baqarah ayat 241)

Seorang suami yang telah mentalak istrinya tidak dihalalkan untuk menyebarkan keburukan ataupun melakukan perbuatan yang dapat menyakiti diri sang istri dan keluarganya. Dalam Al-Qur’an surat Al- Baqarah ayat 229 di atas juga disebutkan bahwa:

 “Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”

The post Talak – Hukum, Rukun dan Jenisnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>