Suatu hal yang membuat dalamislam.com rancu adalah ketika mendengar hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dasar hukum islamsebagai yang secara tekstual jika dalamislam.com perhatikan menunjukkan masih bolehnya ibadah sahur saat ramadhan ketika suara adzan shubuh.
Hadits tersebut yang merupakan sumber syariat islam adalah hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika salah seorang di antara kalian mendengar azan sedangkan sendok terakhir masih ada di tangannya, maka janganlah dia meletakkan sendok tersebut hingga dia menunaikan hajatnya hingga selesai.”
Hadits ini seakan-akan bertentangan dengan ayat,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“Dan ibadah sahur saat ramadhan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187). Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah Ta’ala membolehkan ibadah sahur saat ramadhan sampai terbitnya fajar shubuh saja, tidak boleh lagi setelah itu. Lantas bagaimanakah jalan memahami hadits yang telah disebutkan di atas?
Alhamdulillah, Allah memudahkan untuk mengkaji hal ini dengan melihat kalam ulama yang ada.
Hukum Makan Sahur Saat Adzan Shubuh
Para ulama menjelaskan bahwa barangsiapa yang yakin akan terbitnya fajar shodiq (tanda masuk waktu shalat shubuh) misalnya untuk menjalakan anfaat puasa bagi ibu hamil, maka ia wajib imsak (menahan diri dari ibadah sahur saat ramadhan dan minum serta dari setiap pembatal). Jika dalam mulutnya ternyata masih ada ibadah sahur saat ramadhanan saat itu, ia harus memuntahkannya. Jika tidak, maka batallah puasanya.
Adapun jika seseorang tidak yakin akan munculnya fajar shodiq, maka ia masih boleh ibadah sahur saat ramadhan sampai ia yakin fajar shodiq itu muncul yakni hukum imsak dalam islam. Begitu pula ia masih boleh ibadah sahur saat ramadhan jika ia merasa bahwa muadzin biasa mengumandangkan sebelum waktunya. Atau ia juga masih boleh ibadah sahur saat ramadhan jika ia ragu suara adzan dikumandangkan tepat waktu atau sebelum waktunya.
Kondisi semacam ini masih dibolehkan ibadah sahur dimana terdapatdoa mustajab waktu sahur saat ramadhan sampai ia yakin sudah muncul fajar shodiq, tanda masuk waktu shalat shubuh. Namun lebih baik, ia menahan diri dari ibadah sahur saat ramadhan jika hanya sekedar mendengar kumandang suara adzan. Demikian keterangan dari ulama Saudi Arabia, Syaikh Sholih Al Munajjid hafizhohullah.
Penjelasan
Adapun pemahaman hadits Abu Hurairah di atas, kita dapat melihat dari dua kalam ulama berikut ini.
Pertama: Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah.
Dalam Al Majmu’, An Nawawi menyebutkan,
“Dalamislam.com katakan bahwa jika fajar terbit sedangkan ibadah sahur saat ramadhanan masih ada di mulut, maka hendaklah dimuntahkan dan ia boleh teruskan puasanya. Jika ia tetap menelannya padahal ia yakin telah masuk fajar, maka batallah puasanya. Permasalah ini sama sekali tidak ada perselisihan pendapat di antara para ulama. Dalil dalam masalah ini adalah hadits Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhum bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ بِلالا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Sungguh Bilal mengumandangkan suara adzan di malam hari. Tetaplah kalian ibadah sahur saat ramadhan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan suara adzan.” (HR. Bukhari dan Muslim. Dalam kitab Shahih terdapat beberapa hadits lainnya yang semakna)
Adapun hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Jika salah seorang di antara kalian mendengar suara adzan sedangkan bejana (sendok, pen) ada di tangan kalian, maka janganlah ia letakkan hingga ia menunaikan hajatnya.” Dalam riwayat lain disebutkan,
وكان المؤذن يؤذن إذا بزغ الفجر
“Sampai muadzin mengumandangkan suara adzan ketika terbit fajar.”
Al Hakim Abu ‘Abdillah meriwayatkan riwayat yang pertama. Al Hakim katakan bahwa hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim. Kedua riwayat tadi dikeluarkan pula oleh Al Baihaqi. Kemudian Al Baihaqi katakan, “Jika hadits tersebut shahih, maka mayoritas ulama memahaminya bahwa suara adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah suara adzan sebelum terbit fajar shubuh, yaitu maksudnya ketika itu masih boleh minum karena waktu itu adalah beberapa saat sebelum masuk shubuh.
Sedangkan maksud hadits “ketika terbit fajar” bisa dipahami bahwa hadits tersebut bukan perkataan Abu Hurairah, atau bisa jadi pula yang dimaksudkan adalah suara adzan kedua. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika salah seorang di antara kalian mendengar suara adzan sedangkan bejana (sendok, pen) ada di tangan kalian”, yang dimaksud adalah ketika mendengar suara adzan pertama. Dari sini jadilah ada kecocokan antara hadits Ibnu ‘Umar dan hadits ‘Aisyah.” Dari sini, sinkronlah antara hadits-hadits yang ada. Wabiilahit taufiq, wallahu a’lam.”
Kedua: Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah.
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan dalam Tahdzib As Sunan mengenai beberapa salaf yang berpegang pada tekstual hadits Abu Hurairah “Jika salah seorang di antara kalian mendengar suara adzan sedangkan bejana (sendok, pen) ada di tangan kalian, maka janganlah ia letakkan hingga ia menunaikan hajatnya”.
Dari sini mereka masih membolehkan ibadah sahur saat ramadhan dan minum ketika telah dikumandangkannya suara adzan shubuh. Kemudian Ibnul Qayyim menjelaskan, “Mayoritas ulama melarang ibadah sahur saat ramadhan ibadah sahur saat ramadhan ketika telah terbit fajar. Inilah pendapat empat imam madzhab dan kebanyakan mayoritas pakar fiqih di berbagai negeri.”
Catatan: Suara adzan saat shubuh di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu dua kali. Suara adzan pertama untuk membangunkan shalat malam. Suara adzan pertama ini dikumandangkan sebelum waktu Shubuh. Suara adzan kedua sebagai tanda terbitnya fajar shubuh, artinya masuknya waktu Shubuh.
Ada Beberapa Riwayat yang Dibawakan Oleh Ibnu Hazm Rahimahullah.
ومن طريق الحسن: أن عمر بن الخطاب كان يقول: إذا شك الرجلان في الفجر فليأكلا حتى يستيقنا
Dari jalur Al Hasan, ‘Umar bin Al Khottob mengatakan, “Jika dua orang ragu-ragu mengenai masuknya waktu shubuh, maka ibadah sahur saat ramadhanlah hingga kalian yakin waktu shubuh telah masuk.”
ومن طريق ابن جريج عن عطاء بن أبى رباح عن ابن عباس قال: أحل الله الشراب ما شككت، يعنى في الفجر
Dari jalur Ibnu Juraij, dari ‘Atho’ bin Abi Robbah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Allah masih membolehkan untuk minum pada waktu fajar yang engkau masih ragu-ragu.”
وعن، وكيع عن عمارة بن زاذان عن مكحول الازدي قال: رأيت ابن عمر أخذ دلوا من زمزم وقال لرجلين: أطلع الفجر؟ قال أحدهما: قد طلع، وقال الآخر: لا، فشرب ابن عمر
Dari Waki’, dari ‘Amaroh bin Zsuara adzan, dari Makhul Al Azdi, ia berkata, “Aku melihat Ibnu ‘Umar mengambil satu timba berisi air zam-zam, lalu beliau bertanya pada dua orang, “Apakah sudah terbit fajar shubuh?” Salah satunya menjawab, “Sudah terbit”. Yang lainnya menjawab, “Belum.” (Karena terbit fajarnya masih diragukan), akhirnya beliau tetap meminum air zam-zam tersebut.”
Setelah Ibnu Hazm (Abu Muhammad) mengomentari hadits Abu Hurairah yang kita ingin pahami di awal tulisan ini lalu beliau membawakan beberapa atsar dalam masalah ini, sebelumnya beliau rahimahullah mengatakan,
هذا كله على أنه لم يكن يتبين لهم الفجر بعد، فبهذا تنفق السنن مع القرآن
“Riwayat yang ada menjelaskan bahwa (masih bolehnya ibadah sahur saat ramadhan dan minum) bagi orang yang belum yakin akan masuknya waktu Shubuh. Dari sini tidaklah ada pertentangan antara hadits yang ada dengan ayat Al Qur’an (yang hanya membolehkan ibadah sahur saat ramadhan sampai waktu Shubuh, pen).”
Kesimpulan
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah ditanya, “Apa hukum Islam mengenai seseorang yang mendengar suara adzan Shubuh lantas ia masih terus ibadah sahur saat ramadhan dan minum?”
Jawab beliau, “Wajib bagi setiap mukmin untuk menahan diri dari segala pembatal puasa yaitu ibadah sahur saat ramadhan, minum dan lainnya ketika ia yakin telah masuk waktu shubuh. Ini berlaku bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa nadzar dan puasa dalam rangka menunaikan kafarot.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan ibadah sahur saat ramadhan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).
Jika mendengar suara adzan shubuh dan ia yakin bahwa muadzin mengumandangkannya tepat waktu ketika terbit fajar, maka wajib baginya menahan diri dari ibadah sahur saat ramadhan. Namun jika muadzin mengumandangkan suara adzan sebelum terbit fajar, maka tidak wajib baginya menahan diri dari ibadah sahur saat ramadhan, ia masih diperbolehkan ibadah sahur saat ramadhan dan minum sampai ia yakin telah terbit fajar shubuh.
Sedangkan jika ia tidak yakin apakah muadzin mengumandangkan suara adzan sebelum ataukah sesudah terbit fajar, dalam kondisi semacam ini lebih utama baginya untuk menahan diri dari ibadah sahur saat ramadhan dan minum jika ia mendengar suara adzan. Namun tidak mengapa jika ia masih minum atau ibadah sahur saat ramadhan sesuatu ketika suara adzan yang ia tidak tahu tepat waktu ataukah tidak, karena memang ia tidak tahu waktu pasti terbitnya fajar.
Sebagaimana sudah diketahui bahwa jika seseorang berada di suatu negeri yang sudah mendapat penerangan dengan cahaya listrik, maka ia pasti sulit melihat langsung terbitnya fajar shubuh. Ketika itu dalam rangka kehati-hatian, ia boleh saja menjadikan jadwal-jadwal shalat yang ada sebagai tanda masuknya waktu shubuh. Hal ini karena mengamalkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tinggalkanlah hal yang meragukanmu. Berpeganglah pada hal yang tidak meragukanmu.” Begitu juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang selamat dari syubhat, maka selamatlah agama dan kehormatannya.”
Syaikh Sholih Al Munajjid hafizhohullah mengatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa kebanyakan muadzin saat ini berpegang pada jadwal-jadwal shalat yang ada, tanpa melihat terbitnya fajar secara langsung. Jika demikian, maka ini tidaklah dianggap sebagai terbit fajar yang yakin. Jika ibadah sahur saat ramadhan saat dikumandangkan suara adzan semacam itu, puasanya tetap sah. Karena ketika itu terbit fajar masih sangkaan (bukan yakin). Namun lebih hati-hatinya sudah berhenti ibadah sahur saat ramadhan ketika itu.”
Demikian sajian singkat dari dalamislam.com untuk meluruskan makna hadits di atas. Tulisan ini sebagai koreksi bagi diri dalamislam.com pribadi yang telah salah paham mengenai maksud hadits tersebut.
Semoga Allah senantiasa menambahkan pada kita sekalian ilmu yang bermanfaat. Sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…