Posisi makan sambil bersandar nyatanya berhubungan pula dengan akhlak kesopanan. Gaya makan ini menandakan gaya makan raja lalim di masa ataupun zaman jahiliyah saat itu. Hanya orang-orang yang lalim ataupun kejam yang umumnya makan dengan gaya bersandar contohnya ini sebagaimana juga makan dan minum sambil berdiri . Biasanya Anda bakal menemukan raja lalim makan sambil bersandar seraya menyilangkan kedua kaki ataupun paha di depan tubuhnya. Sebagai agama yang sempurna tentu saja islam telah mengatur berbagai hal terutama mengenai adab tentang menyantap makanan juga mengenai makanan halal dan makanan haram sebagiamana .
Hukum makan sambil bersandar Itulah mengapa cara makan Rasulullah pun tak mengusulkan Anda untuk makan sembari bersandar sebagaimana larangan makan sambil bersandar menurut islam . Tidak hanya tak sopan sebagimana hukum makan dengan tangan kiri dengan cara adab dan etika makan, posisi ini pastinya membuat Anda kenyang lebih lama. Pasalnya kondisi lambung ketika bersandar bakal memelar ataupun mengembang dari ukuran sebelumnya. Pastinya tanpa terasa Anda bakal makan lebih banyak dari yang Anda pikirkan. Nah, untuk mengupas lebih jauh, berikut ini akan diuraikan mengenai hukum makan sambil bersandar beserta dalinya.
Hukum Makan Sambil Bersandar
Cara makan yang tidak disukai adalah makan sambil bersandar. Cara makan seperti ini termasuk cara makan orang yang lahap sehingga tidak disukai atau dinilai makruh. Jika demikian, maka sudah sepantasnya kita menghindarinya. Abu Juhaifah mengatakan, bahwa dia berada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah berkata kepada seseorang yang berada di dekat beliau,
لاَ آكُلُ وَأَنَا مُتَّكِئٌ
“Aku tidak makan dalam keadaan bersandar.” (HR. Bukhari no. 5399)
Ibnul Atsir rahimahullah berkata, “Yang dimaksud muttaki-an adalah condong ketika duduk bersandar pada salah satu sisi.” (Lihat Tawdhihul Ahkam, 5: 439)
Disebutkan oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (9: 451), “Mengenai makna ittika’ diperselisihkan maknanya oleh para ulama. Ada yang mengatakan, pokoknya bersandar ketika makan dalam bentuk apa pun. Ada yang menjelaskan, yang dimaksud adalah condong pada salah satu sisi. Ada pula yang memaknakan dengan bersandar dengan tangan kiri yang diletakkan di lantai.”
Dari perkataan Imam Malik –yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar- terdapat isyarat bahwa beliau memaksudkan duduk ittika’ untuk segala macam bentuk bersandar, tidak khusus pada cara duduk tertentu.
Dari Abdullah bin Amr radliyallahu anhuma berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah terlihat makan sambil bersandar sedikitpun”. [HR Abu Dawud 3770 dan Ibnu Majah: 244. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “(Anjuran) untuk tawadlu ketika makan dan tidak bertasyabbuh kepada orang ‘ajamiy (di luar Islam). Terdapat pengharaman makan dengan bersandar, sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam merupakan dalil atas hal tersebut”
Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Karena jika seseorang makan sambil bersandar maka hal itu dapat memberi mudlarat kepadanya. Ketika posisi tempat mengalirnya makanan itu akan menjadi miring, tidak dalam posisi tegak dan tidak pula berada di atas normalnya. Maka boleh jadi, perbuatan tersebut akan mendatangkan beberapa bahaya pada tempat mengalirnya makanan”
Dari Anas radliyallahu anhu berkata,
رَاَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم جَالِسًا مُقْعِيًا يَاْكُلُ تَمْرًا
“Aku pernah melihat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan duduk iq’a (duduk di atas tumit dengan menegakkan betisnya) sambil memakan kurma”. [HR Muslim: 2044 dan Abu Dawud: 3771. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Dibolehkannya makan dalam keadaan duduk iq’a”
Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma berkata,
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم عَنْ مَطْعَمَيْنِ عَنِ اْلجُلُوْسِ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا اْلخَمْرُ وَ أَنْ يَأْكُلَ وَ هُوَ مُنْبَطِحٌ عَلَى بَطْنِهِ
“Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah melarang dari dua jenis cara makan. Yakni dari duduk di atas hidangan yang diminum khomer padanya dan makan dalam keadaan berbaring di atas perutnya”. [HR Abu Dawud: 3774 dan Ibnu Majah: 3370. Berkata as-Syaikh al-Albaniy: Shahih]
Al-Khathabi berkata dalam kitab Ma’alimus Sunnan (IV/242) dan dinukil juga oleh al-Baghawi dalam Syarah Sunnah (XI/286), “Kebanyakan orang mengartikan bersandar di sini adalah mencondongkan badan atau bertelekan pada salah satu sisi tubuh. Namun makna hadits ini tidak seperti yang mereka katakan. Bersandar yang dimaksud di sini adalah bertelekan pada sandaran yang ada di belakangnya. Siapa saja yang duduk bertelekan pada sandaran maka ia telah disebut bersandar.”
Saya katakan, “Apa yang dijelaskan oleh al-Khathabi di atas itulah yang benar. Dikuatkan lagi dengan perkataan sahabat dalam hadits shahih, ‘Beliau sebelumnya bersandar lalu duduk tegak.’ Yaitu sebelumnya beliau bertelekan pada salah satu sisi tubuh, lalu beliau duduk tegak. Itu lah pendapat yang ditegaskan oleh Ibnul Jauzi.”
Haram hukumnya makan sambil bersandar, sabda Nabi dan perbuatan beliau menunjukkan hal itu. Karena seharusnya seorang muslim menyedikitkan makan dan bersikap tawadhu’, tidak meniru kebiasaan orang-orang non-Arab.
Bersandar dengan tangan sewaktu makan termasuk bersandar, karena dapat membuat badan kita condong. Hal ini tentu tidak samar lagi bagi kita. Ada sebuah hadits yang tidak shahih berisi larangan terhadap hal tersebut sebagaimana yang telah dikatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Ashqalani dalam Fathul Baari (IX/541).
Disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9: 451) bahwa ada hadits yang melarang bersandar dengan tangan kiri ketika makan. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu ‘Adi dengan lafazh,
زَجَرَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَعْتَمِد الرَّجُل عَلَى يَده الْيُسْرَى عِنْد الْأَكْل
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang bersandar pada tangan kiri ketika makan.” Sayangnya, sanad hadits ini dho’if sebagaimana kata Ibnu Hajar. Namun posisi makan seperti ini sebaiknya dihindari karena masih termasuk ittika’ (bersandar) sebagaimana kata Imam Malik.
Ibnul Qashsh menyatakan bahwa hal ini hanya dimakruhkan untuk nabi. Namun Al Baihaqi menyatakan, yang lainnya pun dimakruhkan makan sambil bersandar. Karena cara makan seperti ini berasal dari para raja non Arab. Namun jika ada seseorang yang tidak memungkinkan makan selain dengan bersandar, hal itu tidak dikatakan makruh. (Lihat Fathul Bari, 9: 451)
Di antara alasan kenapa makan sambil bersandar terlarang karena dikhawatirkan perut menjadi bertambah buncit. Sebagaimana ada riwayat dari Ibnu Abi Syaibah dari jalan Ibrahim An Nakho’i. Disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al Fath (9: 452).
Ibnu Hajar mengatakan, “Jika sudah disadari bahwasanya makan sambil bersandar itu dimakruhkan atau kurang utama, maka posisi duduk yang dianjurkan ketika makan adalah dengan menekuk kedua lutut dan menduduki bagian dalam telapak kaki atau dengan menegakkan kaki kanan dan menduduki kaki kiri.” (Fathul Bari, 9: 452)
itulah tadi hukum makan sambil bersandar beserta dalilnya. Semoga dapt menambah pengetahuan anda dalam mengikuti gaya hidup sehat rasulullah , sekaligus memberikan manfaat.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…