Manusia hidup dengan membawa sifat-sifat kodratnya yang diantaranya adalah memiliki hasrat untuk hidup sukses dan sejahtera dengan harta yang berkecukupan serta terjamin sampai ke anak hingga cucu maupun cicit yang merupakan keturunannya. Kiat sukses yang terpenting dalam ajaran agama Islam adalah dengan cara berdoa dan berikhtiar. (Baca juga: Sukses Menurut Islam)
Berdoa adalah upaya yang dilakukan dengan cara mendekatkan diri dan ‘merayu’ Allah supaya lebih bermurah hati dalam Memperlancar Rezeki seorang hamba yang taat dan selalu menyeratkan Allah dalam setiap hal yang ia kerjakan. Contohnya adalah dengan cara menegakkan ibadah-ibadah wajib seperti sholat lima waktu dan puasa ramadhan, serta mendirikan amalan-amalan sunnah seperti sholat sunah, puasa sunah, dzikir, dan amalan-amalan lainnya. (Baca juga: Amalan Memperlancar Rezeki ; Doa Cepat Kaya Menurut Islam)
Sedangkan berikhtiar adalah bentuk upaya yang melibatkan hal-hal duniawi seperti dengan mendirikan usaha, berdagang, bekerja atau kegiatan-kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan sekaligus turut membantu atau mempermudah urusan orang lain dengan usaha yang kita lakukan. Jenis ikhtiar yang seperti ini sangat dianjurkan dalam agama Islam, bekerja yang seperti ini bahkan dikategorikan sebagai ibadah yang juga merupakan suatu kemuliaan bagi para pemeluknya yang dengan ikhlas bekerja mengharapkan keridhaan Allah SWT.
Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa bekerja akan membuat seseorang lebih dicintai oleh Allah SWT. Dari Ibnu Umar ra bersabda, ‘Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang bekerja dengan giat”. (HR. Imam Tabrani)
Kemudian dalam hadis lain juga dikemukakan bahwa dengan bekerja, dapat membuat kita terhindar dari azab neraka.
“Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu?’ Saad menjawab, ‘Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku.” Kemudian Rasulullah SAW mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, ‘Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka'” (HR. Tabrani)
Namun begitu, tidak semua pekerjaan mulia di mata Allah. Pekerjaan yang diridhai oleh Allah adalah pekerjaan yang dilandasi oleh adab dan etika tertentu, yakni:
Tidak hanya ibadah yang harus diniatkan semata-mata karena mengharap ridha dari Allah SWT, akan tetapi dalam bekerja juga harus meluruskan niat yang hanya boleh ditujukan semata-mata untuk ridha Allah SWT. Artinya kita memahami bahwa bekerja tidak melulu soal mencari kegiatan, uang dan keuntungan tapi lebih daripada itu, adalah kewajiban seorang manusia kepada Allah SWT untuk bekerja, untuk mencari nafkah, serta untuk menunaikan kewajiban-kewajiban Islam yang lainnya, seperti zakat, infak dan shodaqah.
Totalitas dalam bekerja sangatlah penting dan menjadi hal yang mendasar, karena dari sini terlihat seberapa profesional kita dalam melakukan pekerjaan. Esensi dari bekerja adalah bagaimana kita memenuhi kewajiban-kewajiban kita dalam pekerjaan yang kita lakukan seperti kehadiran yang tepat pada waktunya, menyelesaikan dan menuntaskan pekerjaan yang kita tanggung, tidak menunda-nunda terlebih mengabaikan pekerjaan yang kita tanggung.
Sebuah hadits diriwayatkan oleh Aisyah ra mengenai hal ini, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, dia itqan (baca ; menyempurnakan) pekerjaannya.“ (HR. Thabrani).
Setiap pekerjaan yang kita lakukan pastinya butuh pertanggungjawaban baik dihadapan Allah SWT maupun di hadapan manusia. Oleh karena itu menjaga keridhan Allah dan kepercayaan konsumen atau klien sangatlah penting karena kesuksesan kita juga bergantung dari kepuasan dan kepercayaan mereka dengan cara menjadi pekerja yang jujur dan amanah. (Baca juga: Ayat Al-Quran Tentang Tanggung Jawab)
Islam adalah agama yang memiliki etika dan adab yang sangat menjunjung tinggi kesopanan maupun kehormatan seseorang. Dalam bekerja, etika sangat penting dilakukan agar dalam bekerja kita mencerminkan seorang muslim yang santun dalam berbagai hal mulai dari tutur kata dalam memilih bahasa saat berbicara, bertegur sapa, berpakaian, berinteraksi bergaul dengan rekan maupun klien, makan, minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan kegiatan lainnya.
Etika ataupun akhlak yang diterapkan dalam pekerjaan merupakan suatu perwujudan dari kesempurnaan iman seorang mu’min.
Rasulullah SAW mengatakan dalam sebuah hadis, “Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik akhlaknya.” (HR. Turmudzi).
Selain menjaga etika atau akhlak, seroang muslim juga wajib untuk tetap memegang teguh prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang digelutinya. Semakin pesatnya kemajuan jaman, prinsip-prinsip syarah dalam bekerja memang akan semakin sulit karena berkaitan dengan kemajuan, keuntungan dan penghasilan lebih dari pekerjaan yang kita lakukan namun hal ini menjadi tantangan bagi iman seorang pekerja supaya senantiasa meningkatkan keimanan dan mempertahankan kehalalan suatu pekerjaan serta meninggalkan hal-hal yang haram. (Baca juga: Sedekah Menurut Islam)
Dengan memegng teguh prinsip-prinsip syariah, kita akan terhindar dari dosa dan harta yang kita dapatkan akan lebih berkah tentunya. Prinsip syariah ini terbagi menjadi beberapa kelompok.
Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti dengan tidak memporduksi barang yang haram, tidak menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi dan permusuhan), riba, risywah dan lainnya.
Kemudian yang kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti menutup aurat, menjaga pandangan, menghindari ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, dan lainnya. (Baca juga: Tawakal Dalam Islam)
Syubhat adalah sesuatu yang kehalalan dan keharamannya masih diragukan dan samar yang berasal dari internal maupun eksternal. Contohnya seperti pemberian dari pihak luar yang terdapat indikasi memiliki kepentingan khusus di luar keprofesionalan, kemudian seperti bermitra kerja atau bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum telah diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah.
Sebuah hadis mengisahkan tentang syubhat, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan…” (HR. Muslim)
Persaingan dalam pekerjaan pasti bisa saja terjadi namun perlu diingat ukhuwah islamiyah antara sesama muslim adalah wajib hukumnya untuk senantiasa kita jaga dan pererat. Hal-hal yang sekiranya akan menimbulkan ketidak harmonisan atau bahkan perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin harus dihindari agar Islam tetap satu dan sesama Muslim tetap memiliki hubungan silaturahmi yang baik.
Baca juga:
Demikianlah artikel mengenai adab bekerja dalam Islam yang harus kita pahami dan juga terapkan ini. Semoa artikel ini dapat meningkatkan khazanah keilmuan dan keimanan kita semua. Amin.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…