ulama Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/ulama Wed, 02 Feb 2022 10:23:02 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png ulama Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/ulama 32 32 Biografi Syekh Nawawi Al-Bantani – Pendidikan dan Perjuangan https://dalamislam.com/info-islami/biografi-syekh-nawawi-al-bantani Wed, 26 Jan 2022 08:25:13 +0000 https://dalamislam.com/?p=10346 Kelahiran Syekh Nawawi al-Bantani Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi Al-Jawi Al-Batani atau yang biasa disapa dengan panggilan Syekh Imam Nawawi Al-Bantani ini dilahirkan di Tanara, Serang, Banten. Beliau lahir pada tahun 1230 H/1813M. Ayah beliau Syekh Umar Al-Bantani merupakan sosok ulama yang masih punya hubungan nasab dengan Maulana Syarif Hidayatullah atau […]

The post Biografi Syekh Nawawi Al-Bantani – Pendidikan dan Perjuangan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Syekh Nawawi Al-Bantani

Kelahiran Syekh Nawawi al-Bantani

Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi Al-Jawi Al-Batani atau yang biasa disapa dengan panggilan Syekh Imam Nawawi Al-Bantani ini dilahirkan di Tanara, Serang, Banten. Beliau lahir pada tahun 1230 H/1813M.

Ayah beliau Syekh Umar Al-Bantani merupakan sosok ulama yang masih punya hubungan nasab dengan Maulana Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Hingga sampai kepada Rasulullah SAW.

Pendidikan Syekh Nawawi al-Bantani

Sejak berusia lima tahun Syekh Nawawi Al-Bantani sudah mulai belajar ilmu agama islam langsung dari ayahnya. Bersama keluarga dan saudara-saudara kandungnya Syekh Nawawi mempelajari tentang pengetahuan dasar Arab, fiqih, tauhid, al-qur’an dan tafsiran.

Pada usia delapan tahun bersama kedua adiknya Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi berguru kepada KH. Sahal. Salah seorang ulama terkenal di Banten pada saat itu.

Kemudian melanjutkan kegiatan menimba ilmu kepada Syekh Baing Yusuf Purwakarta. Di usianya yang belum genap lima belas tahun Syekh Nawawi telah mengajar banyak orang, sampai kemudian beliau mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar murid-murid yang kian hari makin bertambah banyak.

Baru setelah usianya mencapai lima belas tahun, Syekh Nawawi menunaikan haji. Beliau kemudian berguru kepada sejumlah ulama masyhur di Mekah pada saat itu.

baca pula biografi tokoh-tokoh hebat berikut ini:

  1. Biografi Syekh Abdul Qodir Jailani
  2. Biografi Imam Al Ghazali
  3. Biografi Imam Bukhori
  4. Biografi Abu Darda
  5. Biografi Ammar bin Yasir

Gelar Kehormatan Syekh Nawawi al-Bantani

Di antara gelar kehormatan yang disematkan kepada Syekh Nawawi Al-Bantani adalah sebagai berikut:

  1. Al-Sayyid Al-‘Ulama Al-Hijaz (tokoh ulama Hijaz) atau Sayyidul Hijaz (penjaga Hijaz)
  2. Nawawi At-Tsani (Nawawi kedua). Orang pertama yang memberi gelar ini pada Syekh Nawawi adalah Wan Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani
  3. Al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq (tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam)
  4. A’yan ‘Ulama al-Qarn ar-Ram ‘Asyar Li al-Hijrah (tokoh ulama abad 14 Hijriyah)
  5. Imam ‘Ulama Al-Haramain (Imam Ulama Dua Kota Suci)
  6. Doktor Ketuhanan (orang pertama yang memberikan gelar ini pada Syekh Nawawi adalah Christiaan Snouck Hurgronje)
  7. Asy-Syaikh al-Fakih (disematkan oleh kalangan pesantren)
  8. Bapak Kitab Kuning Indonesia (disematkan oleh para Ulama Indonesia).

Perjuangan Syekh Nawawi al-Bantani

Setelah tiga tahun bermukim di Mekah pada tahun 1828 Masehi, Syekh Nawawi akhirnya kembali pulang ke Banten. Sampai di tanah air beliau menyaksikan masih banyak praktik-praktik ketidakadilan kesewenang-wenangan dan penindasan yang dilakukan Hindia Belanda terhadap rakyat.

Dengan melihat realita begitu zalimnya gelora jihad pun berkobar. Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran Syekh Nawawi kemudian berdakwah keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah sampai pemerintah Belanda membatasi geraknya, seperti dilarang berkhutbah di masjid-masjid.

Bahkan belakang beliau dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang mengobarkan perlawanan terhadap penjajah Belanda (1825-1830 Masehi). Hingga akhirnya beliau kembali ke Mekah setelah ada tekanan pengusiran dari Belanda.

Tepat ketika puncak terjadi perlawanan Pangeran Diponegoro pada tahun 1830 Masehi. Begitu sampai di Mekah beliau segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya.

Syekh Nawawi bulai masyhur ketika menetap di Syi’ib Ali Mekah. Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan tetapi semakin lama jumlahnya kian semakin banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia.

Hingga jadilah Syekh Nawawi Al-Bantani sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama. Terutama tentang tauhid, fiqih dan tasawwuf. Nama Syekh Nawawi Al-Bantani semakin masyhur ketika dia ditunjuk sebagai imam masjid Haram.

Beliau menggantikan Syaikh Achmad Khotib atau Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Tidak hanya di kota Mekah dan Madinnah hingga Hindustan namanya begitu masyhur.

Shalat di Dalam Mulut Ular Besar

Suatu hari ketika perjalanan Syekh Nawawi istirahat di sebuah tempat untuk adzan kemudian beliau ingin shalat. Setelah ia adzan ternyata tidak ada seorang pun yang datang, akhirnya ia qamat lalu melaksanakan shalat sendirian.

Usai shalat Syekh Nawawi kembali melanjutkan perjalanannya. Tetapi ketika menengok ke belakang ternyata seekor ular raksasa yang mulutnya sedang menganga. Ternyata ia shalat di dalam mulut ular yang sangat besar itu.

Wafat Syekh Nawawi Al-Bantani

Syekh Nawawi Al-Bantani wafat di Mekah pada tanggal 25 syawal 1314 Hijriah atau 1897 Masehi. Makamnya terletak di Jannatul Mu’alla, Mekah.

Makam beliau bersebalahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Siddiq. Meski wafat di Jazirah Arab, namun hingga kini setiap tahunnya selalu diadakan haul atau peringatan wafatnya Syekh Nawawi Al-Bantani ditanah air, yang tepatnya di pondok pesantren An-Nawawi selalu ramai dihadiri para santri Nusantara, bahkan juga Mancanegara.

Jasad yang tetap utuh telah menjadikan kebijakan pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah di kubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya.

Selanjutnya semua tulang itu di kuburan ditempat lain di luar kota. Dan lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti.

Kebijakan tersebut dijalankan tanpa pandangan bulu hingga menimpa pula pada makam Syekh Nawawi. Setelah kuburnya genap berusia 1 tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya.

Tetapi yang terjadi adalah hal yang tidak lazim. Para petugas kuburan itu tidak menemukan tulang belulang seperti biasanya. Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh.

Tidak kurang satu pun, seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain kafan penutup jasad Syekh Nawawi Al-Bantani tidak sobek sama sekali, bahkan tidak lapuk.

The post Biografi Syekh Nawawi Al-Bantani – Pendidikan dan Perjuangan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Biografi Syekh Abdul Qodir Jailani – Profil dan Karyanya https://dalamislam.com/info-islami/biografi-syekh-abdul-qodir-jailani Wed, 26 Jan 2022 06:57:23 +0000 https://dalamislam.com/?p=10347 Syekh Abdul Qadir Al-Jailani merupakan tokoh sufi paling masyhur di Indonesia. Peringatan haul waliyullah ini pun selalu dirayakan setiap tahun oleh umat islam di Indonesia. Tokoh yang diyakini sebagai cikal bakal berdirinya tarekat qadiriyah ini lebih dikenal di masyarakat lewat cerita-cerita keramahannya dibandingkan ajaran spritualnya. Terlepas dari pro kontra keramahannya atas cerita-cerita (manaqib). Tentangnya sering […]

The post Biografi Syekh Abdul Qodir Jailani – Profil dan Karyanya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Syekh Abdul Qodir Jailani

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani merupakan tokoh sufi paling masyhur di Indonesia. Peringatan haul waliyullah ini pun selalu dirayakan setiap tahun oleh umat islam di Indonesia.

Tokoh yang diyakini sebagai cikal bakal berdirinya tarekat qadiriyah ini lebih dikenal di masyarakat lewat cerita-cerita keramahannya dibandingkan ajaran spritualnya.

Terlepas dari pro kontra keramahannya atas cerita-cerita (manaqib). Tentangnya sering dibacakam dalam majelis yang dikenal di masyarakat dengan sebutan manaqiban.

Nama lengkapnya adalah Abdul Qadir Ibn Abi Shalih Abdullah Janki Dusat Al-Jailani. Al-jailani merupakan penisbatan pada jil daerah di belakang Tabaristan.

Karena ditempat itulah beliau di lahirkan. Selain jil tempat ini disebut juga dikenal dengan jailan dan iklan. Syekh Abdul Qadir al-jailani dilahirkan pasa tahun 371 Hijriah. Sebagaimana yang sudah tertera pada hampir semua buku biografi tentang dirinya ini.

Bila dirunut ke atas dari nasabnya beliau masih keturunan dari Ali bin Abi Thalib. Beliau tumbuh sebagai anak yatim. Menghabiskan fase pertama hidup nya bersama ibunya. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan jalan menuju ke Baghdad pada tahun 488 Hijriah/1095 Masehi.

Definisi tasawuf menurut Syekh Abdullah Qodir Jailani adalah beriman kepada Allah swt. Dan berperilaku baik kepada setiap makhluk hidup. Mengutip buku putih Syekh Abdull Qodir Al-Jailani tulisan Said bin Mushfir Al-Qathani.

Al Jailani secara rinci memaknai tasawuf sebagai:

Bertakwa kepada Allah, menaati-Nya, menerapkan syariat secara lahir, menyelamatkan hati, memgayakan hati, membaguskan wajah, melakukan dakwah, mencegah penganiayaan, sabar menerima penganiayaan dan kefakiran, menjaga kehormatan para guru, bersikap baik dengan saudara, menasehati orang kecil dan besar, meninggalkan permusuhan, bersikap lembut, melaksanakan keutamaan, menghindari dari menyimpan (harta benda), menghindari persahabatan dengan orang yang tidak setingkat, dan tolong menolong dalam urusan agama dan dunia

Kelahiran dan Wafatnya Syekh Abdul Qodir Jailani

Dilahirkan pada pertengahan bulan syaban tahun 685 h. Wafat pada tahun 748 H di Kairo. Syekh Abdul Qadir jailani merupakan salah satu tokoh spiritual musik yang mempunyai pengaruh yang sangat besar.

Namanya pun sangat dikenal oleh banyak masyarakat salah satunya di Indonesia. Baik oleh masyarakat awam maupun dikalangan para santri-santri dan para ulama.

Ini bukanlah suatu hal yang mengherankan mengingat Syekh Abdul Qadir Jailani adalah seorang pendiri tarekat qadiriyah. Beliau sangat dijuluki sebagai pemimpin para wali atau Sulthan Al-Auliya dan pemuka para sufi imam Al-Ashfiya.

Profil Syekh Abdul Qodir Jailani

Beliau tumbuh besar di lingkungan keluarga yang sangat sederhana. Kakeknya beliau yang bernama Abdulah, istrinya merupakan seorang sufi.

Sehingga Jailani muda banyak menghimpun ilmu dari sang kakeknya sendiri. Keseriusan untuk menuntut ilmu mendoronhnua untuk merantau ke Baghdad yang saat itu menjadi pusat peradaban dan pengetahuan islam.

Kala itu usianya baru menginjak 18 tahun. Beliau tercatat pernah belajar dari banyak ulama besar pada zamannya.

Diantaranya yaitu Ali bin Aqil Al Hambali, Abu Zakariya bin Ali At Tibrisi dan Muhammad bin Hassan Ali Baqilani. Sedangkan salah seorang pembimbingnya dalam tasawuf adalah Ad-Dabbas.

Di masa-masa belajar beliau gemar mujahaddah, yakni berjuang sungguh-sungguh melawan hawa nafsu. Dan menghindari perbuatan yang benar-benar dilarang oleh Allah SWT.

Al-Jailani sering berpuasa dan tidak mau memintan minta makanan meskipun ia sedang kelaparan. Beliau juga hanya memakai jubah dari bulu domba dan menapaki jalanan Irak tanpa alas kaki.

Di kemudian hari al-jailani menjadi tokoh ahli fiqih dan ahli sufi yang sangat disegani. Al-Jailani dipenuhi dengan orang-orang islam dari kalangan Kristen dan Yahudi, mantan perampok, pembunuh dan para penjahat lainnya.

Disebutkan beliau telah mengislamkan lebih dari 5000 orang Yahudi dan Nasrani sertakan menyadarkan lebih dari 100.000 penjahat.

Ini semua dimungkinkan karena kepribadian Al-Jailani yang tawadhu (rendah hati). Beliau akrab dengan para fakir miskin, tetangga, dan sangat memperhatikan anak-anak dan orang tua. Ini merupakan praktik dari ajaran tasawuf yang beliau hayati.

Ketahui pula beberapa biografi ulama-ulam besar lainnya seperti :

Masa Muda Syekh Abdul Qodir Jailani

Beliau meninggalkan tanah kelahiran dan merantau ke Baghdad pada saat beliau masih muda. Di Bagdad belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil. Beliau belajar sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.

Suatu ketika Abu Saad Al-Mukhtari membangun sekolah kecil-kecilan di daerah yang bernama Babul Azaj. Pengelolaan sekolah ini diserahkan sepenuhnya kepada syekh Abdul Qadir Al-Jailani.

Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim disana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang yang ada tersebut. Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasehat beliau.

Banyak orang yang bersimpati kepada beliau. Lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga itu tidak kuat menampungnya maka diadakan perluasan.

Murid Syekh Abdul Qodir Jailani

Murid -murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal. Seperti Al-Hafidz Abdul Ghani yang menyusun khitab Umdatul Akham Fi Kalami Khairil Anam. Juga Syekh Qudamah penyusun kitab Fiqih terkenal Al-Mughni.

Karya-Karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani

  1. Al-Gunyah li Thalibi Thariq al-Haqiqi ‘Azza wa Jalla.
  2. Al-Fath ar-Rabbani wa al-Faid ar-Rahmani.
  3. Yawaqit al-Hikam.
  4. Ar-Rasail.
  5. Tafsir al-Jailani.
  6. Sirr al-Asrar fi Ma Yahtaj ilayh al-Abrar.
  7. Futuh al-Ghaib.
  8. Jalla al-Khatir.
  9. Asrar al-Asrar.
  10. Ash-Shalawat wa al-Aurad.
  11. Al-Amr al-Muhkam.
  12. Ushul as-Saba.
  13. Mukhtashar Ulumuddin.
  14. Ushul ad-DinAl-mawahib ar-Rahmaniyyah wa al-Futuh ar-Rabbaniyyah fi Maratib al-Akhlaq as-Saniya wa al-Maqamat al-Irfaniyyah.
  15. Al-Fuyudat ar-Rabbaniyyah fi al-Aurad al-Qadiriyyah.
  16. Bahjah al-Asrar.
  17. Aurad Syaikh Abdul Qadir.
  18. Malfuzdat.
  19. Khamsata Asyara Maktuban.
  20. Ad-Diwan dan lain-lain.

The post Biografi Syekh Abdul Qodir Jailani – Profil dan Karyanya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Perbedaan Pendapat Di Antara Ulama Islam https://dalamislam.com/fatwa-ulama/perbedaan-pendapat-di-antara-ulama-islam Wed, 24 Feb 2021 14:49:34 +0000 https://dalamislam.com/?p=9595 Mayoritas masyarakat Indonesia adalah beragama Islam dengan persentase lebih dari 85% dari seluruh jumlah masyarakat Indonesia. Namun, tak sedikit masyarakat kita yang masih kebingungan terhadap ”Hukum Islam”. Seperti contoh, ketika ditanya perbedaan antara hal yang Sunnah dengan yang Fardhu, maka kebanyakan akan menjawab tidak tahu atau ada sebagian yang menjawab asal-asalan. Belum lagi, menurut survey […]

The post Perbedaan Pendapat Di Antara Ulama Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Mayoritas masyarakat Indonesia adalah beragama Islam dengan persentase lebih dari 85% dari seluruh jumlah masyarakat Indonesia. Namun, tak sedikit masyarakat kita yang masih kebingungan terhadap ”Hukum Islam”. Seperti contoh, ketika ditanya perbedaan antara hal yang Sunnah dengan yang Fardhu, maka kebanyakan akan menjawab tidak tahu atau ada sebagian yang menjawab asal-asalan.

Belum lagi, menurut survey hasil riset Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) pada tahun 2018 lalu bahwa, sekitar 65% penduduk Indonesia buta huruf Al Qur’an. Hasil riset yang demikian, tentunya membuat kita khawatir akan nasib umat islam Indonesia ke depannya. Jika membaca Al Qur’an saja tak bisa, bagaimana pula jika kita disuruh untuk membaca sumber hukum Islam yang kedua yaitu Al Hadits?

Belakangan ini sedang marak maraknya kegaduhan ditengah tengah umat Islam Indonesia karena persoalan pem-bid’ah an Maulid Nabi, Isra’ wal Mi’raj atau perayaan hari besar Islam lainnya. Tak berhenti sampai disitu, bahkan beberapa ustadz yang viral di Internet turut membid’ah kan Do’a Qunut pada sholat shubuh.

Tentunya hal demikian mengundang tanda tanya besar di tengah masyarakat Indonesia khususnya yang belum paham akan ilmu Fiqh. Gaya berdakwah “Ustadz-Ustadz Ekstrem” belakangan ini sering menciptakan perselisihan pendapat yang membawa permusuhan dan kebencian diantara umat Islam.

Padahal, berabad-abad yang lalu dari masa para sahabat, tabi’in maupun tabi’ut tabi’in perbedaan pendapat tidaklah menjadi jembatan permusuhan diantara umat Islam. Justru hal tersebut menandakan pemikiran Islam yang beragam menjadi bukti bahwa banyak para pemikir Islam yang peduli terhadap agama.

Sebagai contoh, kita ambil sedikit kisah dari Imam Ahmad bin Hambal. Beliau adalah seorang ulama besar yang mendirikan Mazhab Hambali. Salah satu guru beliau adalah Imam Syafi’i yang merupakan seorang ulama pendiri Mazhab Syafi’i.

Didapati suatu keterangan dikatakan ketika Imam Ahmad bin Hambal sholat dibelakang gurunya (Imam Syafi’i) maka dia mengikut kepada mazhab syafi’i. Apabila Imam Syafi’i qunut pada sholat shubuh maka Imam Ahmad bin Hambal pun turut melakukan qunut shubuh. Begitupun sebaliknya, apabila Imam Syafi’i sholat dibelakang Imam Ahmad bin Hambal maka, beliau pun mengikut kepada mazhab hambali.

Bahkan, perbedaan pendapat para ulama terdahulu membuat mereka semakin saling menghormati satu dengan lainnya, bukan menghujat atau saling menyalahkan. Seperti salah satu pujian yang dilontarkan imam Ahmad berikut ini:

“Beliau (imam Syafi’i) adalah orang yang paling faqih dalam Al Qur’an dan Sunnah”

Kemudian, Imam asy Syafi’i juga pernah memuji imam Ahmad dengan pujian:

“Aku keluar (meninggalkan) Baghdad, sementara itu tidak aku tinggalkan di kota tersebut orang yang lebih wara, lebih fakih, dan lebih bertakwa daripada Ahmad bin Hambal.”

Begitulah indahnya perbedaan pendapat para ulama kita terdahulu. Dan bahwasanya perlu untuk kita ketahui kalau perbedaan pendapat merupakan suatu hal yang tak perlu kita takuti, kita hujat atau menjadi bahan mengolok olok orang lain.

Perbedaan pendapat justru menandakan hal positif dalam pemikiran agama Islam, antara lain:

  1. Sebagai tanda bahwa umat Islam peduli akan agama, sehingga muncul beragam pendapat dari masing masing pemikiran.
  2. Menjadi tanda bahwa masih banyak para pemikir yang perduli di tengah tengah Islam.
  3. Membuat kita lebih menghormati kepada sesama.
  4. Sebagai tanda keistimewaan sekaligus pembeda antara manusia dan makhluk hidup lainnya.

Kemudian, perbedaan pendapat juga menunjukkan betapa giatnya umat muslim dalam menuntut ilmu. Seperti contohnya sebagai berikut:

  • Imam Malik

Imam Malik yang menuntut ilmu di kota Madinah membuat beliau begitu dekat dengan kajian kajian hadits sehingga beliau berhasil mengarang kitab hadits yang fenomenal berjudul Al Muwattha’.

  • Imam Hanafi

Pun dengan Imam Hanafi (pendiri Mazhab Hanfiyyah). Beliau juga merupakan sosok yang haus akan ilmu agama. Hal itu membuat beliau sering menghadiri halaqah yang ada di daerah Kufah dan halaqah halaqah ulama besar yang hidup pada masanya.

Selain itu, beliau juga sering berdagang ke berbagai tempat. Perjalanannya dalam berdagang membuat beliau dapat memahami pemikiran pemikiran Islam pada masa tersebut dan membuat beliau begitu ahli dalam bidang ilmu fiqih, hadits, ilmu tauhid, ilmu kalam dan disiplin ilmu lainnya.

  • Imam Syafi’i

Imam Syafi’i juga merupakan sesosok orang yang haus akan ilmu pengetahuan dan dikenal sebagai orang yang shalih. Yang paling mengagumkan dari beliau adalah kemampuan menghafalnya yang luar biasa.

Apabila beliau melihat satu lembar mushaf ilmu maka akan langsung melekat pada ingatannya dalam sekali lihat. Saking hausnya beliau terhadap ilmu pengetahuan beliau berpindah pindah kota hanya untuk mencari guru dan mengambil ilmu darinya.

Beliau pernah belajar di kota Mekah, Madinah sampai ke Negeri Irak. Imam Syafi’i sangat ahli dalam bidang fiqih dan merupakan pencetus ilmu ushul fiqih. Selain itu, beliau juga ahli dalam mengistinbat hukum atau cara memahami Al Qur’an dan Hadits yang benar.

  • Imam Hambali

Tak kalah juga, pun Imam Hambali juga merupakan ulama yang shalih dan rajin menuntut ilmu. Keadaan lingkungan dan keluarga beliau juga sangat kuat menjadi faktor pendukung sang imam untuk belajar. Beliau sudah hafal Al Qur’an pada usia 10 tahun.

Beliau pernah belajar di kota Baghdad (Irak), dan karena kecintaannya kepada hadits beliau menjelajah berbagai kota untuk mencari hadits seperti, Hijaz, Kufah dan Bashrah. Imam Ahmad juga melahirkan sebuah kitab fenomenal dengan judul Al Musnad.

Salah satu kisah yang turut menggugah hati kita adalah kisah yang sering kita dengar tentang perdebatan antara Imam Malik dengan Imam Syafi’i. Imam Syafi’i merupakan murid dari imam Malik. Ketika itu, mereka berdua berdebat pasal rezeki. Imam Malik berpendapat bahwa rezeki itu datang sendirinya sesuai kadar dan ketentuan Allah. Beliau menyandarkan pendapat beliau ini dengan hadits Rasulullah SAW yaitu

 لَو أنكُم توكَّلْتُم علَى اللهِ حقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُم كما يَرْزُقُ الطَّيْرَ تغدُو خِمَاصًا وتَروحُ ب

Andai kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal niscaya Allah akan berikan rizki kepada kalian, sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung yang pergi dalam keadaan lapar lalu pulang dalam keadaan kenyang“.

Kemudian, Imam Syafi’i ternyata memiliki pandangan lain terhadap rezeki. Beliau berkata kepada gurunya (Imam Malik) “Tapi, wahai guruku. Bagaimana mungkin seekor burung bisa mendapatkan makanan jika ia tidak keluar dari sangkarnya?” Imam Syafi’i berpendapat bahwasanya kita tidak cukup hanya bertawakal melainkan juga harus berikhtiar.

Suatu ketika, Imam Syafi’i melihat orang orang memanen di kebun anggur mereka dan imam Syafi’i turut membantu mereka. Singkat cerita, Imam Syafi’i pun mendapatkan imbalan berupa anggur dari para tukang kebun itu. Karena senangnya bukan main, imam Syafi’i pergi menemui imam Malik untuk menyatakan bahwa pendapatnya adalah benar.

Sesampainya dihadapan Imam Malik, ia menyerahkan anggur itu kepada imam Malik seraya berkata, “Wahai guruku, lihatlah. Setelah aku berusaha dan bekerja keras maka rezeki datang kepadaku.” Kemudian, Imam Malik tersenyum dan berkata, “Wahai muridku, aku tidak meninggalkan tempat ku lalu kau datang membawa rezeki kepadaku, maka sesungguhnya pendapatku juga benar adanya.” Kemudian keduanya tertawa bersama. Begitulah kedua ulama besar tersebut mengambil hukum berbeda dari hadits yang sama.

Dari ulama ulama kita terdahulu, kita dapat belajar bahwa perbedaan pendapat menjadi penanda dari mana asal kita, tempat kita menuntut ilmu, keadaan lingkungan dan ketajaman pemikiran. Betapa indahnya hidup kita apabila dihiasi dengan perjuangan mencari ilmu.

Apapun hal atau ilmu yang kita cari, selama ia berasal dari Al Qur’an dan Sunnah maka ilmu itu adalah benar. Tinggal membenahi pikiran dan pandangan kita terhadap pendapat pendapat yang ada dan mengambil setiap hikmah yang terjadi padanya. Wallahu a’lam bis shawab.

The post Perbedaan Pendapat Di Antara Ulama Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an dan Hadits https://dalamislam.com/info-islami/kedudukan-ilmu-pengetahuan-dalam-al-quran-dan-hadits Sun, 31 Jan 2021 08:30:40 +0000 https://dalamislam.com/?p=8853 Mencari ilmu adalah salah satu tujuan syariat Islam, untuk mewujudkan kebaikan umat manusia, membangun bumi ini, serta membantu beribadah kepada Allah SWT. Allah SWT telah mewajibkan kita untuk menuntut ilmu. Dan Dia akan memberikan kemuliaan kepada para penuntut ilmu, sesuai firman-Nya, يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ … […]

The post Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an dan Hadits appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Mencari ilmu adalah salah satu tujuan syariat Islam, untuk mewujudkan kebaikan umat manusia, membangun bumi ini, serta membantu beribadah kepada Allah SWT.

Allah SWT telah mewajibkan kita untuk menuntut ilmu. Dan Dia akan memberikan kemuliaan kepada para penuntut ilmu, sesuai firman-Nya,

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ …

“… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadilah: 11)

Ilmu pengetahuan itu ada dua macam, yaitu:

  • Ilmu yang terpuji (al-‘uluumul-mahmuudah) untuk mewujudkan kebaikan umat manusia.
  • Ilmu tercela (al-‘uluumul-madzmuumah) yang hanya menghasilkan keburukan, oleh karena itu dilarang oleh Islam.

Yang dimaksud ilmu terpuji tidak hanya ilmu-ilmu syariah saja, namun juga ilmu-ilmu modern yang menghasilkan kebaikan untuk umat manusia.

Islam mengajak seluruh manusia untuk meneliti dan berpikir tentang kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, juga menggunakan akal untuk merumuskan dan menghasilkan dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang semesta ini, menghasilkan kebaikan bagi manusia. Hal itu telah diterapkan pada masa awal kekhalifahan Islam.

Pada saat itu, ulama Islam menjadi pelopor dalam banyaknya bidang ilmu pengetahuan eksperimental dan sosial. Ulama Islam generasi pertama dapat menyebarkan ilmu pengetahuan dengan segenap cabangnya di seluruh penjuru dunia.

Spanyol menjadi tempat penyebaran terkenal bagi ilmu pengetahuan itu. Di antara ulama muslim generasi pertama adalah:

  • Hasan bin Haitsam dalam bidang optik dan fisika
  • Ibnu Sina dalam bidang kedokteran
  • Ar-Razi dalam bidang kealaman
  • Jabir bin Hayyan dalam bidang kimia
  • Al-Khawarizmi di bidang matematika

Selain yang telah disebutkan, masih banyak ulama lainnya yang juga berperan dalam penyebaran ilmu pengetahuan.

Menjaga akal dan terus belajar serta seterusnya beribadah kepada Allah SWT dengan mata hati, cahaya dan pemahaman yang benar adalah salah satu tujuan syariat Islam.

Allah SWT telah menyinggung hal itu dalam firman-Nya:

هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ ۘوَالرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ

“… Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, ‘Kami beriman kepada ayat-ayat yang Mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.’ Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal….” (Ali Imran: 7)

Kemudian, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

“Siapa yang dikehendaki baik oleh Allah swt. maka Dia akan membuatnya faqih dalam agama. Dan ilmu itu hanya dapat diraih dengan belajar.”(HR Bukhari)

Ilmu pengetahuan, ulama, dan para penuntut ilmu mempunyai kedudukan yang mulia dalam Islam. Al-Qur’an telah menegaskan hal itu dalam banyak ayat-Nya. Kemudian datang sunnah Nabi Muhammad SAW menjelaskan secara terperinci kedudukan itu.

Fiqih Islam juga mencakup hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang mengatur sistem ilmu dan metodologi serta memberikan landasan bagi proses pendidikan.

Di antara buah pengertian Islam terhadap ilmu pengetahuan, para ulama dan para penuntut ilmu adalah mendidik dan menyiapkan generasi ulama muslim yang menyebarkan seluruh ilmu di dunia dan turut andil dalam membangun peradaban Islam.

Maka dari itu, tentunya kita tak boleh jemu untuk mencari ilmu pengetahuan. Karena para pencari ilmu pengetahuan memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT sehingga mencapai derajat mujahid di jalan Allah SWT.

The post Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an dan Hadits appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Mengkritik Ulama dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-mengkritik-ulama-dalam-islam Mon, 17 Jun 2019 13:00:38 +0000 https://dalamislam.com/?p=7182 Ulama adalah salah satu bagian penting dalam penyebaran ajaran agama Islam. Posisi sebagai ulama merupakan hal yang dianggap penting dan tinggi dalam kehidupan masyarakat. Ulama adalah pewaris dari para Nabi sebagaimana telah diungkapkan oleh Rasulullah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ “Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu […]

The post Hukum Mengkritik Ulama dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ulama adalah salah satu bagian penting dalam penyebaran ajaran agama Islam. Posisi sebagai ulama merupakan hal yang dianggap penting dan tinggi dalam kehidupan masyarakat. Ulama adalah pewaris dari para Nabi sebagaimana telah diungkapkan oleh Rasulullah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ

Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu),

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ثُمَّ أَوْرَثْناَ الْكِتاَبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْناَ مِنْ عِباَدِناَ

Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” (Fathir: 32)

Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan: Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Kemudian Kami menjadikan orang-orang yang menegakkan (mengamalkan) Al-Kitab (Al-Quran) yang agung sebagai pembenar terhadap kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat ini.(Tafsir Ibnu Katsir, 3/577)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan:

Ayat ini sebagai syahid (penguat) terhadap hadits yang berbunyi Al-’Ulama waratsatil anbiya (ulama adalah pewaris para nabi).” (Fathul Bari, 1/83)

Meskipun posisi ulama begitu terpandang di kalangan masyarakat, namun ternyata ulama juga tidak terlepas dari kritik. Apalagi di jaman sekarang ini dimana sangat mudah kita jumpai orang yang mengkritik para ulama. Lalu bagaimana hukum mengkritik ulama dalam Islam?

Seseorang dilarang untuk mengkritik apalagi menghina seorang ulama. Hanya orang yang memiliki ilmu yang lebih tinggi dari ulama yang dikritiklah yang diperbolehkan untuk mengkritik.

Jika seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan agama yang kuat mengkritik seorang ulama, ditakutkan ia justru akan terjerumus ke dalam dosa. Apalagi tindakan mencaci ulama diibaratkan dengan memakan daging beracun.

Baca juga:

Al-Hafidz Ibnu Asakir dalam “Tabyin Kadzib Al-Muftari” hlm. 29 berkata: 

” واعْلَمْ يَا أخِي، أَنَّ لُحُومَ العُلَماءِ مَسْمُومَةٌ، وَعَادةُ اللهِ في هَتْكِ أسْتَارِ مُنْتَقِصِيهِمْ مَعْلُومَةٌ، لأنَّ الوَقِيعَةَ فِيهِمْ بِمَا هُمْ مِنْهُ بَرَاءٌ أمْرُهُ عَظِيم ٌ، والتَّناوُلُ لأعْراضِهِم بالزُّورِ والافْتِراءِ مَرْتَعٌ وَخيمٌ ، والاختِلاقُ عَلَى من اخْتارهُ اللهُ مِنْهُم لِنَعْشِ العِلْمِ خُلُقٌ ذَمِيمٌ “.

“Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya daging para ulama itu beracun (menggunjingnya adalah dosa besar), dan kebiasaan Allah dalam menyingkap kedok para pencela mereka (ulama) telah diketahui bersama. Karena mencela mereka dengan sesuatu yang tidak ada pada mereka, merupakan petaka besar, dan melecehkan kehormatan mereka dengan cara dusta dan mengada-ada merupakan kebiasaan buruk, dan menentang mereka yang telah Allah pilih untuk menebarkan ilmu, merupakan perangai tercela”.

Tajudin As-Subki rahimahaullah mengatakan,

“Memperbincangkan para imam agama, dan saling membandingkan di antara mereka yang belum sampai pada tingkatannya, itu hal yang tidak bagus. Dikhawatirkan akibat buruknya di dunia dan akhirat. Sedikit sekali orang yang terjerumus dalam hal ini dapat selamat. Terkadang hal ini merupakan sebagai sebab terjerumus kepada ulama yang dapat menghancurkan tempat.” (Al-Asybah Wan Nazoir, 2/328)

Baca juga:

Mengapa mengkritik ulama tidak bisa sembarangan? Hal ini dikarenakan ulama bukan hanya memiliki posisi spesial di mata masyarakat, tapi juga di mata Allah. Itulah mengapa hukum mengkritik ulama dalam Islam itu tidak boleh.

Allah Azza wa Jalla berfirman,

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. [al-Mujadilah/58 : 11].

Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla mengatakan:

قُلْ هَrلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَيَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُوا اْلأَلْبَابِ

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. [az- Zumar/39 : 9].

Baca juga:

Orang yang mengkritik bahkan mencaci ulama merupakan orang yang sangat dicela.

Abu Utsman Ash Shabuni dalam I’tiqad Ashabul Hadits, nomor 164, Al Khathib Al Baghdaadi dalam Syaraf Ashabul Hadits (halaman 74) menyebutkan, bahwa Ahmad bin Al Hasan berkata kepada Imam Ahmad: “Wahai, Abu Abdillah. Orang-orang menceritakan tentang Ibnu Abi Qutailah di Makkah yang mengejek Ashabul Hadits. Ia mengatakan bahwa Ashabul Hadits itu adalah orang-orang yang buruk.” Maka Imam Ahmad bangkit seraya menepis bajunya dan berkata: “Dia itu zindiq, dia itu zindiq!” hingga beliau masuk ke dalam rumah.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ditanya tentang perbuatan sebagian orang yang mengolok-olok orang-orang yang melaksanakan ajaran agama dan mengejek mereka, apakah hukumnya? Beliau menjawab:

“Orang-orang yang mengolok-olok para multazimin (orang yang melaksanakan ajaran agama) yang melaksanakan perintah Allah pada mereka terdapat benih kemunafikan. Karena Allah Azza wa Jalla telah menyebutkan sifat orang-orang munafik:

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَيَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mu’min yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang pedih. [at-Taubah/9 : 79].

Kemudian, apabila mereka mengolok-olok karena ajaran syari’at yang mereka amalkan, yang demikian itu termasuk juga mengolok-olok syari’at. Dan mengolok-olok syari’at termasuk kufur. Adapun bila olok-olokan itu tertuju kepada pribadi orang itu atau penampilannya, bukan tertuju kepada Sunnah yang diamalkannya, maka tidaklah kafir karenanya. Karena adakalanya ejekan tersebut tertuju kepada pribadi seseorang, bukan kepada amal atau perbuatan yang dilakukannya. Perbuatan semacam itu sangatlah berbahaya.”

Demikianlah artikel yang singkat mengenai hukum mengkritik ulama dalam Islam. Semoga bermanfaat bagi kita dan menambah keimanan kita. Aamiin.

The post Hukum Mengkritik Ulama dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menghina Ulama Dalam Islam dan Dalilnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menghina-ulama-dalam-islam Wed, 28 Feb 2018 03:28:42 +0000 https://dalamislam.com/?p=2863 Belakangan ini kian marak kita dengar orang-orang yang menghina ulama dan Islam. Kemudahan dalam bersosial media membuat mereka seolah memiliki kemerdekaan dalam menyuarakan ketidaksukaan dan kebencian mereka terhadap Islam. Namun parahnya, olokan dan hinaan itu bukan hanya dari non Muslim saja, bahkan ada beberapa Muslim justru ikut mengolok-olok agama dan ulama mereka sendiri. Entah dimana […]

The post Hukum Menghina Ulama Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Belakangan ini kian marak kita dengar orang-orang yang menghina ulama dan Islam. Kemudahan dalam bersosial media membuat mereka seolah memiliki kemerdekaan dalam menyuarakan ketidaksukaan dan kebencian mereka terhadap Islam.

Namun parahnya, olokan dan hinaan itu bukan hanya dari non Muslim saja, bahkan ada beberapa Muslim justru ikut mengolok-olok agama dan ulama mereka sendiri. Entah dimana letak hati dan logika mereka. Lalu bagaimana Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin memandang fenomena yang semakin mewabah ini?

Ada sebuah riwayat dari Abu ad-Darda’ berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan uang dinar dan tidak juga dirham. Mereka itu hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya maka ia telah mengambil peruntungan yang sangat banyak”. [HR Abu Dawud: 3641, 3642, at-Turmudziy: 2683, Ibnu Majah: 223, Ahmad: V/ 196 dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy shahih].

Baca juga:

Allah juga berfirman : “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” ( Q.S. al-Mujadilah : 11).

Para ulama adalah orang-orang berilmu yang menjadi penerus dakwah para nabi. Kedudukan dan keimanan mereka tentunya lebih tinggi dan mulia dibandingkan dengan manusia pada umumnya.

Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bukan termasuk ummatku, siapa yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, menyayangi orang yang lebih muda dan mengetahui hak-hak orang alim.”

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

Artinya: “Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian membencinya. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah, sungguh Allah Maha Menerima taubat dan Maha Pengasih”. (Q.S. Al Hujurat :12)

Dari ayat di atas dapat kita ketahui bahwa Allah melarang kita untuk melakukan ghibah dalam Islam. Ghibah pada sesama manusia saja dilarang, apalagi jika menghina para ulama yang jelas-jelas kedudukannya telah ditinggikan Allah SWT.

Sedangkan ghibah adalah salah satu dosa besar dalam Islam. Naudzubillaminzalik.

Dari Mush’ab bin Abdillah berkata, “Abu Abdillah bin Mush’ab Az-Zubairy mengabarkan padaku, Berkata kepadaku Amirul Mukminin Al-Mahdy, “Wahai Abu Bakr, apa yang kau katakan tentang orang yang merendahkan sahabat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam?”. Aku berkata, ”Dia orang zindiq”. Dia berkata, “Aku belum pernah dengar seorangpun berkata demikian sebelummu.”

Aku berkata, “Mereka adalah kaum yang ingin merendahkan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam maka mereka tidak menemukan seorangpun dari umat ini yang mengikuti mereka dalam hal ini. Maka mereka merendahkan para sahabat di sisi anak-anak mereka, dan mereka di sisi anak-anak mereka, seakan-akan mereka mengatakan,

“Rasulullah ditemani oleh para sahabat yang jelek, betapa jelek orang yang ditemani oleh orang-orang yang jelek”. Maka dia berkata, “Tidaklah aku melihat kecuali seperti apa yang engkau katakan”

Baca juga:

Dari Ubadah bin ash-Shamit bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda

“Tidak termasuk umatku orang-orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dari kami, menyayangi yang lebih muda dari kami, dan tidak mengetahui hak seorang ulama”. (H.R Ahmad: V/ 323 dan al-Hakim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan)

Sungguh Rasul teramat marah terhadap mereka yang menghina para ulama dan orang-orang shaleh. Kebencian mereka yang selalu menghina Islam dan para ulama sesungguhnya menjebloskan diri mereka sendiri ke dalam kekufuran.

Setelah menghina ulama, mereka pun justru berilmu dengan orang bodoh yang mengaku diri sebagai ulama. Tanpa bertabayyun terhadap berita palsu berisi hinaan terhadap ulama yang beredar, maka mereka pun ikut menjadi orang yang tersesat dalam kedunguan.

Layaknya bola salju yang bergulir dari atas gunung, semakin lama semakin besar, seperti itulah fenomena para pencaci ulama saat ini. Bukannya semakin sedikit justru semakin banyak. Dalam kiamat menurut Islam, hal ini merupakan tanda-tanda akhir zaman.

Sebagaimana  diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata : “Di antara tanda-tanda Kiamat… at-Tuhuut ada di atas al-Wa-’uul”, apakah demikian kamu mendengarnya diri Nabi wahai ‘Abdullah bin Mas’ud?” Beliau menjawab, “Betul, demi Rabb Ka’bah,” kami bertanya, “Apakah at-Tuhuut itu?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang hina, dan orang dusun yang diangkat di atas orang-orang shalih, sementara al-Wa’uul adalah penghuni rumah yang shalih.

Diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan, seorang pembohong dibenarkan dan seorang yang jujur dianggap berbohong, seorang pengkhianat dipercaya dan seseorang yang dipercaya dianggap khianat, dan saat itu Ruwaibidhah akan berbicara.”

Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah Ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab, “Ia adalah orang bodoh yang berbicara tentang urusan orang banyak (umat).

Baca juga:

Munculnya para ulama palsu yang menggiring para pengikutnya untuk mencaci dan menghina ulama yang sesungguhnya merupakan salah satu ciri-ciri akhir zaman. Bahkan tidak sedikit para pemimpin yang justru mengangkat ulama palsu sebagai penasihat mereka dalam memimpin suatu daerah.

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radliyallahu anhuma berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

”Allah tidak akan mencabut ilmu dengan mencabutnya dari manusia. Sebaliknya Allah mengambilnya dengan cara mewafatkan para ulama sehingga tidak tersisa walaupun seorang. Manusia mengangkat orang bodoh menjadi pemimpin. Apabila mereka ditanya, merekapun berfatwa tanpa ilmu. Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan”. (HR al-Bukhoriy: 100, 7307, Muslim: 2673, Ibnu Majah: 52 dan at-Turmudziy: 2652. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih)

Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebiasaan berburuk sangka, karena sesungguhnya sebagian dari berburuk sangka adalah dosa. Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan jangan pula sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?.

Tentu, kalian tidak menyukainya. Dan takutlah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang’. (Q.S. al-Hujurat/ 49: 12).

Perbuatan menghina ulama merupakan salah satu dosa besar yang dibenci oleh Allah maupun Rasul. Hendaknya kita selalu memperkuat keimanan kita agar tidak mudah terhasut akan kebodohan yang disebar oleh musuh-musuh Islam. Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat menambah keimanan dan ketakwaan kita. Aamiin.

The post Hukum Menghina Ulama Dalam Islam dan Dalilnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>