Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi untuk berperan sebagai seorang hamba sekaligus Khalifah. Yang dimaksud “khalifah” adalah seorang pemimpin, dimana tugasnya adalah melestraikan, memelihara, dan mengelola alam demi terwujudnya kesejahteraan bersama. Dan agar tugas tersebut dapat terwujud dengan baik, Allah SWT memberikan petunjuk berupa Al-Quran dan Al Hadist untuk dijadikan pedoman hidup. (Baca juga: Fungsi Al-Quran dalam Kehidupan Sehari-hari dan Fungsi Al-Quran Bagi Umat Islam)
Jika Al-Quran adalah sumber hukum islam pertama, maka hadist merupakan sumber kedua setelah Al quran. Kedua terkait secara erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Keberadaan hadist bagi umat muslim memiliki banyak fungsi, salah satunya sebagai pemerjelas isi Al Quran. Misal, tentang ajaran solat. Di dalam Alquran, Allah SWT hanya menuliskan perintah untuk solat. Sedangkan tata cara pelaksanaannya dijelaskan secara rinci dalam hadist nabi. Maka dari itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui fungsi hadist dalam islam. (Baca juga: Fungsi Hadist Dalam Islam dan Sumber Pokok Ajaran Islam Menurut Dalil Al-Quran dan Hadist)
Definisi Hadist
Hadits (الحديث ) secara harfiah dapat diartikan sebagai perkataan (sabda), percakapan, atau perbuatan. Sedangkan secara terminologi, hadist didefinisikan sebagai catatan yang bersumber dari pernyataan dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan syariat islam. (Baca juga: Cara Tidur Rasulullah dan Manfaatnya, 16 Cara Makan Rasulullah Sesuai Sunnah Rasul, 13 Tips Puasa Ramadhan Ala Rasulullah, Cara Mandi Dalam Islam Sesuai Sunnah Rasulullah)
Kalangan ulama memiliki perbedaan pendapat terkait makna hadist.
- Menurut para ahli hadist
Hadist merupakan segala perkataan (sabda), perbuatan, hal ihwal (kejadian, peristiwa, masalah), dan ketetapan lainnya yang disandarkan kepada Nabi Muhahmmad SAW.
- Menurut ahli ushul fiqh (ushuliyyun)
Hadist adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang hanya berhubungan dengan hukum-hukum islam.
- Menurut jumhur ulama
Beberapa ulama berpendapat bahwa hadist adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan para tabiin.
Secara garis beras, hadist mempunyai makna segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan hukum syariat islam selain Al-Qur’an. Ada banyak sekali ulama-ulama ahlul hadits. Namun yang paling terkemuka ada 7 orang, diantaranya adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa’i.
Fungsi Hadist Dalam Ajaran Islam
Pada dasarnya, hadist memiliki fungsi utama sebagai menegaskan, memperjelas dan menguatkan hukum-hukum dan hal lain yang ada di al Quran. Para ulama sepakat setiap umat islam diwajibkan untuk mengikuti perintah yang ada hadist-hadist shahih. Dengan berpegang teguh kepada Al Quran dan Al hadist, niscaya hidup kita dijamin tidak akan tersesat. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
Hadist memiliki peranan penting dalam menjelaskan (Bayan) firman-firman Allah SWT di dalam Al-Quran. Secara lebih rinci, dijelaskan fungsi-fungsi hadist dalam islam adalah sebagai berikut:
- Bayan Al- Taqrir (memperjelas isi Al Quran)
Fungsi Hadist sebagai bayan al- taqrir berarti memperkuat isi dari Al-Quran. Sebagai contoh hadist yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)
Hadits diatas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
يَااَيُّهَاالَّذِ يْنَ اَمَنُوْااِذَاقُمْتُمْ اِلَى الصّلَوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِ يَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)
- Bayan At-Tafsir (menafsirkan isi Al Quran)
Fungsi hadist sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi al quran yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid). Contoh hadist sebagai bayan At tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai hukum pencurian.
أَتَى بِسَا رِقِ فَقَطَعَ يَدَهُ مِنْ مِفْصَلِ الْكَفِّ
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”
Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْااَيْدِ يَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ اللهِ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38)
Dalam AlQuran, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.
- Bayan at-Tasyri’ (memberi kepastian hukum islam yang tidak ada di Al Quran)
Hadist sebagai bayan At tasyri’ ialah sebagai pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran. Biasanya Al Quran hanya menerangkan pokok-pokoknya saja. Sebagaimana contohnya hadist mengenai zakat fitrah, dibawah ini:
اِنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَا ةَ الفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَا عًا مِنْ تَمَرٍاَوْ صَا عًامِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ اَوْعَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”(HR. Muslim).
- Bayan Nasakh (mengganti ketentuan terdahulu)
Secara etimologi, An-Nasakh memiliki banyak arti diantaranya at-taqyir (mengubah), al-itbal (membatalkan), at-tahwil (memindahkan), atau ijalah (menghilangkan). Para ulama mendefinisikan Bayan An-nasakh berarti ketentuan yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas. Salah satu contohnya yakni:
لاَوَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَاحَضَرَ اَحَدَ كُمْ المَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرَالوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَ يْنِ وَاْلأَ قْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ حَقًّا عَلَى المُتَّقِيْنَ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa” (QS.Al-Baqarah:180)
Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan menasakh al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits ahad. Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus matawatir. Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat hadist harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadist.
Kedudukan Hadist
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, hadist mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum islam kedua. Di dalam Al Quran juga telah dijelaskan berulang kali perintah untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, sebagaimana yang terangkum firman Allah SWT di surat An-Nisa’ ayat 80:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَنْ تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”(QS.An-Nisa: 80)
Selain itu, Allah SWT menekankan kembali dalam surat Al-Asyr ayat 7:
…..…وَمَااَتَاكُمْ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَانَهَا كُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا……
“Apa yang diperintahkan Rasul, maka laksanakanlah, dan apa yang dilarang Rasul maka hentikanlah” (QS.Al-Hasyr:7)
Demikianlah ulasan mengenai fungsi hadist dalam islam. Semoga kita bisa menjadi hamba yang taat kepada Al Quran dan Al-Hadist. Di samping itu, kita juga perlu jeli dalam membedakan antara hadist yang shahih, dho’if, dan hadist palsu.
Wallahu A’lam Bishawab