Islam adalah rahmat bagi seluruh alam dan meski kita mengetahui bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, namun Islam tidak pernah menyatakan bahwa derajat wanita dibawah laki-laki. Allah berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 35 yang artinya :
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.
Pandangan Islam Terhadap Wanita
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abd bin Humaid, Ath-Thabari, dan At-Tirmidzi bahwa Ummu Imarah Al-Anshariyah, pernah menemui Rasulullah dan berkata,
“ Kulihat semua diperuntukkan bagi laki-laki, kulihat tak sekalipun perempuan disebut”. Lalu turunlah ayat ini. Ibnu Abbas berkata, “Beberapa perempuan menemui Rasulullah seraya berkata; ‘Wahai rasulullah kenapa laki-laki yang beriman selalu disebut, sedangkan perempuan yang beriman tidak disebut?’, dan kemudian ayat ini diturunkan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Bersamaan dengan turunnya ayat tersebut Allah menyatakan bahwa dalam pandangan Islam, kedudukan wanita sama saja dengan kedudukan laki-laki dalam hal ibadah dan iman yang dimilikinya. Baik laki-laki maupun perempuan memeiliki kesempatan yang sama untuk mencapai derajat keimanan dan keislaman yang tertinggi. Mereka berhak mendapatkan pahala dan ganjaran serta ampunan Allah jika mereka berbuat dosa. Dan yang paling penting, kedudukan wanita juga sama dalam hal kesempatan mendapatkan pahala, surga, dan kenikmatan di akhirat apabila mereka beriman, taat dan rajin melakukan amal saleh.
Sejak islam datang ke dunia, citra dan kedudukan wanita dalam masyarakat mulai mengalami kemajuan. Allah memerintahkan kepada seluruh umat manusia agar senantiasa bersikap baik pada wanita, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini
“Dan perlakukanlah mereka secara patut, kemudia bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan”. (An-Nisa’ : 19).
Sebelum Islam datang, baik masyarakat di dalam maupun di luar jazirah arab tidak menghargai kedudukan dan harga diri wanita. Negara Yunani yang dikenal dengan peradaban yang tinggi tidak menghargai dalam masyarakatnya. Mereka menganggap perempuan sebagai penyebab segala macam penyakit dan musibah bagi kehidupan umat manusia. Mereka juga dianggap sebagai makhluk rendah yang diperlakukan seperti budak. Sama halnya dengan bangsa Yunani, bangsa Romawi dan Persia juga berlaku tidak adil para wanita, mereka berlaku kasar dan menghukum berat wanita apabila mereka melakukan kesalahan kecil. Mereka hanya menganggap wanita sebagai pelampiasan seksual semata.
Bahkan bangsa romawi memiliki slogan, “Belenggu wanita itu jangan dilepas, dan api jangan dipadamkan”. Sementara itu Perempuan Persia tidak boleh kawin dengan laki-laki selain dengan Zarathustra, sementara laki-laki bebas kawin dengan siapa saja yang mereka kehendaki.
Kedudukan Wanita Dalam Islam
Kedudukan wanita dalam islam dapat dilihat dari peran wanita dalam islam, masyarakat dan lingkungan sosial sebagaimana yang dijabarkan dalam penjelasan berikut ini :
1. Kedudukan Wanita Sebagai Seorang anak.
Anak adalah karunia Allah SWT pada setiap orang tua oleh karena itu mereka tidak diperbolehkan untuk menyia-nyiakan anak baik laki-laki maupun perempuan. Orangtua harus menerima anak dengan ikhlas dan tidak boleh menyia-nyiakannya sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah SWT
“Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul kepada siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (QS. Asy-Syura : 49-50).
Dalam ayat diatas, Allah menyebut anak perempuan terlebih dahulu sebelum laki-laki untuk menghibur anak perempuan karena umumnya para orang tua merasa berat hati dengan kelahirannya. Kehadiran anak perempuan dalam keluarga harus diterima sebagaimana kehadiran anak laki-laki, tidak seperti perilaku masyarakat jahiliyah yang gemar mengubur anak perempuannya yang baru dilahirkan. Sebagai mana digambarkan oleh Allah dalam firmanNya :
“Jika salah seorang diantara mereka diberi kabar tentang kelahiran anak perempuannya maka mukanya menjadi hitam dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak disebabkan berita buruk yang sampai kepadanya. Apakah ia akan memelihara anak perempuannya dengan menanggung kehinaan ataukah ia akan menguburnya hidup-hidup di dalam tanah? Alangkah jelek apa yang mereka tetapkan.” (QS. An-Nahl : 58-59).
2. Kedudukan Wanita Dewasa Dalam Menentukan Pilihan
Tidak hanya laki-laki, perempuanpun mempunyai hak untuk memilih pasangan hidup (baca cara memilih pendamping hidup) yang bisa membawa kebahagiaan padanya melalui pernikahan (baca rukun nikah dan hukum pernikahan dalam islam) Seorang perempuan membutuhkan laki-laki begitu juga sebaliknya sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah :
“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah dia menciptakan untuk kalian pasangan-pasangan hidup dari jenis kalian sendiri, agar kalian meresa tenteram kepadanya; dan Dia menjadikan diantara kalian rasa kasih dan saying. Sesungguhnya dalam yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Jika seorang perempuan sudah cukup usia untuk menikah maka sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk memikirkan dan memilihkan jodoh anaknya (baca mencari jodoh dalam islam), seorang laki-laki yang shalih dan bertaqwa melalui proses taaruf dan khitbah (baca tunangan dalam islam). Karena hanya laki-laki yang shalih dan bertaqwa kepada Allah SWT tersebut jika mencintai seorang perempuan maka dia akan memuliakannya, sedangkan jika tidak menyukainya ia tidak akan mnghina perempuan tersebut.
Dari Aisyah, ia berkata ; “Saya bertanya kepada Nabi tentang seorang gadis yang dinikahkan oleh walinya, apakah harus dimintai izinnya atau tidak? Beliau menjawab, ‘Ya harus dimintai izinnya’. Aisyah berkata, saya lantas berkata kepada beliau, ‘sesungguhnya seorang gadis itu pemalu’. Beliau menjawab, karena itulah izinnya adalah ketika ia diam”. Ibnu Abbas menceritakan bahwa Nabi bersabda : “Seorang janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya. Seorang gadis itu dimintai izinnya, Tanda persetujuannya adalah dengan diam”.
3. Kedudukan Wanita Sebagai seorang Istri
Allah memerintahkan kepada para suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik seperti dijelaskan dalam surah An-Nisa’ ayat 19 :
“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) dengan cara yang baik”.
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan bahwa pergaulan yang disebutkan dalam ayat diatas mencakup ucapan dan perbuatan. Oleh sebab itu sebaiknya para suami hendaknya senantiasa menjaga ucapan dan perbuatannya kepada istri agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (baca ciri-ciri suami durhaka). Suami juga harus bisa melindungi istri dan keluarganya dan mencukupi nafkah baik secara materi maupun nonmateri (baca membangun rumah tangga dalam islam). Demikian pula jika mereka berpisah dan seirang suami menjatuhkan talak pada istrinya, ia harus melakukannya secara baik-baik (baca hukum talak dalam pernikahan dan perbedaan talak satu, dua dan tiga)
Rasulullah bersabda :
“Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah”. Dalam riwayat yang lain
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya”. (HR. Ahmad).
4. Kedudukan Wanita Sebagai Seorang Ibu
Islam memuliakan perempuan baik di saat ia anak-anak, remaja, dan saat ia menjadi seorang ibu. Islam mewajibkan umatnya terutama seorang anak untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya, ayah dan ibu sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran surah Al-Isra’ ayat 23-24
“Rabmu telah menetapkan agar janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepada-Nya dan hendaklah kalian berbuat baik terhadap kedua orang tua. Apabila salah seorang di antara keduanya atau kedu-duanya menginjak usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan jangan membentak keduanya namun ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih saying, ucapkanlah doa; ‘Wahai Rabku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka telah memelihara dan mendidikku sewaktu kecil’”.
Bahkan Rasulullah SAW menyebutkan bahwa kedudukan ibu lebih mulia dariapada ayahnya. Dalam sebuah hadits, seorang sahabat bertanya tentang orang yang paling berhak untuk mendapatkan perlakuan baik, “Wahai Rasulullah siapakah di antara manusia yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya? Rasulullah menjawab ; ‘Ibumu’, kemudian siapa? ‘Ibumu’, jawab beliau. Kembali orang itu bertanya, kemudian siapa? ‘Ibumu’, kemudian siapa, tanya orang itu lagi, ‘kemudian ayahmu’, jawab beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Seorang ibu memiliki kedudukan mulia karena ia adalah orang yang mengandung, membesarkan dan mendidik anaknya sejak dalam kandungan. (baca pendidikan anak dalam islam dan cara mendidik anak yang baik menurut islam)
4. Kedudukan Wanita Sebagai seorang Individu
Sebagai seorang individu seorang perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki meskipun bagian dan kadarnya tidak sama seperti halnya dalam memperoleh hak waris. Sebelum islam datang, seorang wanita tidak pernah mendapatkan warisan. Allah berfirman :
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu, bapak, dan kerabatnya; dan bagi wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ibu, bapak, dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”. (QS. An-Nisa’ : 7).
Seorang perempuan atau wanita juga memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menuntut ilmu. Mereka dapat menimba ilmu sedalam-dalamnya sebagaimana kaum lelaki. Hal ini dikarenakan seorang wanita akan menjadi ibu bagi anak-anaknya dan mereka memiliki kewajiban untuk mendidik anaknya kelak. Ilmu sangatlah penting sebagaimana firman Allah SWt
“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar : 9).
Rasulullah juga bersabda bahwa kewajiban dan hukum menuntut ilmu bukanlah milik kaum pria saja melainkan para wanita juga berkewajiban untuk menuntut ilmu, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini :
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya”. (HR. Bukhari).
Demikian juga dalam perkara mengerjakan amar ma’ruf nahi mungkar, seorang wanita juga memiliki kewajiban dan hak yang sama dengan kaum pria atau laki-laki.
Dijelaskan dalam firman Allah
“Kamu adalah umat yang terbaik yang diutus kepada manusia, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah hal yang mungkar” (QS. Ali Imron : 10).
Ayat tersebut bersifat umum sehingga baik wanita maupun laki-laki berkewajiban menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar sehingga jelaslah bahwa dalam islam kedudukan wanita setara dengan kaum pria.