Biografi Ali Bin Abi Thalib, Khalifah yang Berani

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Siapa yang tidak mengenal sosok Ali bin Abi Thalib? Khalifah ke-4 setelah Utsman bin Affan juga merupakan sahabat serta menantu Nabi Muhammad SAW. Mari simak biografi singkat Ali bin Abi Thalib di bawah ini.

Riwayat Hidup Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib berasal dari lingkungan keluarga terkemuka Qabilah Quraisy. Ayahnya bernama bernama Abu Thalib yang merupakan saudara kandung Abdullah bin Abdul Muthalib (ayah Nabi Muhammad SAW) dan Ibunya bernama Fatimah binti Asad. Ali bin Abi Thalib dilahirkan di Ka’bah pada hari Jum’at tanggal 13 Rajab.

Ali adalah anak terakhir dari empat beraudara, yang tertua Thalib kemudian Aqil, Ja’far dan Ali. Awalnya Ali diberi nama Haidar atau Haidarah oleh ibunya yang memiliki makna singa sesuai dengan kakeknya Asad. Tapi kemudian Abu Thalib menamakannya Ali yang memiliki makna luhur, tinggi dan agung.

Ali adalah sepupu Rasulullah karena ayahnya Abu Thalib adalah kakak kandung Abdullah ayah Rasul. Rasulullah menikahkan Ali dengan salah satu putrinya bernama Fatimah Az-Zahra pada tahun 2 H. Ali tidak menikah denan wanita lain setelah Fatimah meninggal pasca wafatnya Rasulullah.

Ali diberi gelar Abu Turab yang berarti abu dalam bahasa Arab bapak dan turab berarti tanah. Dengan demikian Abu Turab berarti bapak tanah. Ali juga termasuk di antara sahabat Nabi masuk surga. Ali pernah ditugaskan untuk membawa panji Rasulullah dalam peperangan

Ali adalah salah satu ulama Rabbaniyyin seorang pejuang yang gagah berani, seorang zuhud yang terkenal. Ali diberi julukan Abul Hasan dan dinasabkan kepada anaknya yang paling besar yaitu Hasan dari keturunan istrinya Fatimah.

Ali juga mendapat gelar Karamallah wa Ajha karena Ali tidak pernah menyembah berhala atau berhala sepanjang hidupnya, Ali sangat menjaga pandangannya untuk melihat aurat seseorang.

Ali bin Abi Thalib Menjadi Seorang Khalifah

Setelah pembunuhan Utsman bin Affan, kota Madinah dilanda ketegangan dan kericuhan. Walikota Madinah al-Ghafiqi bin Harb terus mencari orang yang pas untuk menjadi khalifah. Karena itu, mereka mencoba mencari secepat mungkin pengganti Utsman bin Affan.

Pada waktu itu, ada empat orang sahabat Nabi Muhammad SAW dari enam yang dipilih Umar bin Khattab sebelum wafat yaitu Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair dan Saad bin Abi Waqas. Awalnya Ali menolak menjadi Khalifah karena Ia berpendapat ada yang lebih baik darinya.

Lalu, krena desakan, Ali dianggap paling utama dan dalam pertemuan permusyawaratan Abdurrahman bin Auf menetapkan Ali sebagai tokoh yang paling dipercayai umat setelah Utsman bin Affan. Ali resmi menjadi khalifah pada tanggal 23 Juni 656 M atau tapat pada hari Jum’at 13 Dzulhijah 35 H dan diangkat di Masjid Nabawi.

Ali memerintah selama 6 tahun dari tahun 35 H sampai 40 H atau 655-660 H. Pusat pemerintahan dibangun oleh Ali bin Abi Thalib di Kota Kufah di Irak serta sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan.

Tugas pertama yang dilakukan Ali ialah menghidupkan cita-cita Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib sangat tidak mudah dan mengalami kesulitan dan sangat berat dikarenakan pembangkangan penduduk Syam dan Irak dan juga karena fitnah-fitnah yang banyak terjadi pada masa kekhalifahannya.

Keistimewaaan Ali bin Abi Thalib

Sebagai seorang khalifah Ali bin Abi Thalib memiliki keistimewaan di antaranya adalah :

  • Ali merupakan sosok yang cerdas. Rasulullah SAW mengakui kecerdasan Ali bin Abi Thalib dan mengatakan jika Rasul adalah kota ilmu, maka Ali adalah gerbangnya ilmu.
  • Diangkat menjadi khalifah terakhir dan dijamin masuk surga.
  • Mendapatkan karomah pada saat perang khaibar untuk menjebol benteng lawan.
  • Masuk Islam dalam usia dini dan tidak meragu akan hal tersebut.

Ali selain memiliki keistimewaan, juga memiliki sifat terpuji seperti tidak pernah menyembah pahala. Ali adalah seorang yang peduli kepada fakir miskin.

Terbunuhnya Ali bin Abi Thalib

Ali terbunuh oleh seorang dari golongan khawarij, Abdurrahan bin Muljim pada tahun ke 40 H atau 660 M tanggal 27 bulan Ramadhan. Saat itu, Ali bin Abi Thalib tengah menjadi imam shalat subuh masjid agung Kufah Irak bersama para jamaah kaum muslimin.

Ali diserang dan disabet oleh pedang beracun beberapa kali saat bersujud oleh Abdurrahman bin Muljim. Ali memiliki firasat kematiannya setelah bertemu Rasulullah SAW di mimpi. Ali tetap tersenyum pada akhir hayatnya.

Allah SWT berfirman dalam surah (QS. An-Nisa : 93)

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”

Pemerintahan di masa akhir Ali bin Abi Thalib membuat umat terpecah ke dalam 4 golongan, yakni Muawiyah, Syiah dan pengikut Abdullah bin Saba’al al-Yahudi yang menyusup barisan tentara Ali bin Abi Thalib al-Khawarij adalah orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib.

fbWhatsappTwitterLinkedIn