hukum menikah Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/hukum-menikah Mon, 03 Dec 2018 09:04:22 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png hukum menikah Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/hukum-menikah 32 32 Hukum Suami Membantu Pekerjaan Rumah Tangga https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-suami-membantu-pekerjaan-rumah-tangga Mon, 03 Dec 2018 09:04:22 +0000 https://dalamislam.com/?p=4708 Dalam rumah tangga, istri sebagai ibu rumah tangga dalam Islam bertanggung jawab mengurus rumah tangga sedangkan kewajiban suami terhadap istri dalam Islam adalah mencari nafkah. Konsekuensinya adalah istrilah yang melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga. Namun ada juga suami yang membantu istrinya melakukan pekerjaan rumah tangga. Bagaimanakah hukum suami membantu pekerjaan rumah tangga? Berikut adalah ulasan […]

The post Hukum Suami Membantu Pekerjaan Rumah Tangga appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam rumah tangga, istri sebagai ibu rumah tangga dalam Islam bertanggung jawab mengurus rumah tangga sedangkan kewajiban suami terhadap istri dalam Islam adalah mencari nafkah.

Konsekuensinya adalah istrilah yang melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga. Namun ada juga suami yang membantu istrinya melakukan pekerjaan rumah tangga. Bagaimanakah hukum suami membantu pekerjaan rumah tangga? Berikut adalah ulasan singkatnya.

Dalam Islam, suami yang membantu istri dengan melakukan pekerjaan rumah tangga merupakan perbuatan yang baik dan termasuk kebiasaan orang-orang shalih. Bahkan hal tersebut menunjukkan keluhuran akhlak sang suami dan dicontohkan sendiri oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

‘Aisyah (istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) tatkala ditanya, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?”. ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Muslim).

Dari salah satu kisah teladan NabiMuhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di atas, di samping merupakan cara Rasulullah memuliakan istri, cara Rasulullah menyayangi istri dan cara Rasulullah memanjakan istri, juga merupakan wujud nyata akhlak mulia beliau yang tawadhu atau rendah hati.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di rumah, beliau membantu pekerjaan rumah tangga seperti menyapu rumah, memerah susu kambing, menjahit baju, makan bersama pembantunya, dan membeli kebutuhannya di pasar.

Sebagai muslim, tentunya kita harus menumbuhkembangkan sifat rendah hati atau tawadhu karena tawadhu dalam Islam merupakan perintah Allah SWT. Adapun keutamaan rendah hati dalam Islam salah satunya adalah mencegah seseorang bersikap sombong. Dalam surat Asy Syu’araa ayat 215 Allah SWT berfirman yang artinya,

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. Asy Syu’araa : 215)

Selain itu, keutamaan memiliki sifat tawadhu dalam Islam adalah diangkat derajatnya oleh Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Tidaklah seseorang bertawadhu karena Allah melainkan Allah mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku ‘Tawadhulah kalian sehingga tidak ada seorang pun yang menyombongkan dirinya dan berlaku aniaya terhadap orang lain”. (HR. Muslim)

Dengan demikian, hukum suami membantu pekerjaan rumah tangga adalah sangat dianjurkan dalam Islam karena perbuatan ini merupakan salah satu wujud akhlak dalam Islam yang mulia dan dicontohkan sendiri oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melalui beberapa sikap dan perbuatannya telah menunjukkan pentingnya bagi seorang muslim memiliki akhlak yang mulia. Pahala yang diperoleh pun begitu besar. Dari Usamah bin Syarik, ia berkata,

“Tatkala kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datang beberapa orang kepadanya seraya berkata, ‘Siapakah hamba yang paling dicintai oleh Allah SWT? Beliau bersabda, ‘Orang yang paling baik akhlaknya.’” (HR. Tabrani)

Dalil lainnya adalah dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma ia berkata,

“Tidakkah aku beritahu kepada kalian orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti?” Mereka berkata, “Iya ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Orang yang paling baik akhlaknya di antara kamu.“ (HR. Ahmad)

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

“Tiada sesuatu yang lebih berat pada timbangan seorang hamba pada hari kiamat nanti dari akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)

Jadi, untuk para suami, rajin-rajinlah membantu istri di rumah. Selain akan semakin dicintai oleh sang istri, membantu pekerjaan rumah tangga merupakan perbuatan baik sekaligus menunjukkan betapa mulianya akhlak sang suami.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum suami membantu pekerjaan rumah tangga. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Suami Membantu Pekerjaan Rumah Tangga appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Istri Tidak Mau Ikut Suami Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-istri-tidak-mau-ikut-suami-dalam-islam Mon, 03 Dec 2018 09:03:48 +0000 https://dalamislam.com/?p=4707 Acapkali timbul dilema dalam diri seorang istri manakala sang suami ditugaskan bekerja di luar kota. Dilema yang dimaksud adalah apakah ikut suami ke kota tujuan atau tetap tinggal di kota asal bersama sanak saudara. Di satu sisi, jika tidak mengikuti suami ke luar kota tempat dia bekerja dianggap membantah perintah suami. Namun, di sisi lain, […]

The post Hukum Istri Tidak Mau Ikut Suami Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Acapkali timbul dilema dalam diri seorang istri manakala sang suami ditugaskan bekerja di luar kota. Dilema yang dimaksud adalah apakah ikut suami ke kota tujuan atau tetap tinggal di kota asal bersama sanak saudara.

Di satu sisi, jika tidak mengikuti suami ke luar kota tempat dia bekerja dianggap membantah perintah suami.

Namun, di sisi lain, anak-anak baru masuk sekolah sehingga tidak mungkin mengurus kepindahan dalam waktu singkat. Bagaimana jika suami sang istri adalah tentara yang ditugaskan ke negara lain menjadi salah satu anggota pasukan perdamaian dunia? Apakah harus ikut suami juga?

Dalam rumah tangga, seorang istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya. Namun, sebagai pemimpin keluarga, suami memiliki hak yang lebih tinggi satu tingkatan dibandingkan istrinya. Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 228 yang artinya,

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan yang lebih daripada istri-istrinya.” (QS. Al Baqarah : 228).

Ayat di atas menetapkan hak masing-masing suami istri satu atas lainnya, dan memberikan kekhususan derajat yang lebih kepada suami atas istrinya karena beberapa hal tertentu yang dimilikinya.

Merujuk ayat di atas, maka hukum taat kepada suami  bagi seorang istri adalah wajib sepanjang tidak bertentangan dengan syariat. Seorang istri haruslah memahami bahwa ketaatan seorang istri kepada suaminya merupakan salah satu dari ciri-ciri istri shalehah. Allah SWT berfirman dalam surat An Nisaa’ ayat 34 yang artinya,

“Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS, An Nisaa’ : 34).

Mengacu pada ayat di atas,  jika suami meminta istri untuk ikut dengannya ke tempat suami bekerja di luar kota maka istri wajib menaatinya karena kewajiban istri terhadap suami dalam Islam salah satunya adalah selalu taat pada suami.

Namun, jika istri menolak karena berbagai pertimbangan seperti masalah keamanan atau terkait dengan anak, maka suami harus secara bijak mengajak sang istri musyawarah, diskusi, memberikan pemahaman kepada istri, dan lain-lain. Hal yang juga harus dipahami adalah suami tidak boleh terburu-buru untuk menjatuhkan talak kepada istrinya.

Mengingat hukum melawan suami menurut Islam adalah dilarang dan maka kewajiban suami terhadap istri dalam Islam adalah mendidik istri dengan cara-cara yang ma’ruf sesuai dengan tuntunan yang diberikan oleh Allah SWT.

Cara-cara yang dimaksud yaitu dengan menasehatinya, tanpa caci maki, dan tidak pula menjelekkannya. Dan, jika ia taat maka cukup baginya. Namun, bila istri tidak taat maka suami memisahkan istrinya dari ranjangnya. Dan, jika ia taat, maka cukup baginya.

Bila istri masih tidak taat, maka suami boleh memukulnya selain wajah dengan pukulan yang tidak keras atau tidak mencelakai istri, tidak membuat darah istri mengalir, atau mengakibatkan luka, serta tidak menyebabkan hilangnya salah satu fungsi anggota tubuhnya.

Allah SWT berfirman dalam surat An Nissa’ ayat 34 yang artinya,

“Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS, An Nisaa’ : 34)

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum istri tidak mau ikut suami. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Istri Tidak Mau Ikut Suami Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Taat Kepada Suami dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-taat-kepada-suami Fri, 19 Oct 2018 02:54:24 +0000 https://dalamislam.com/?p=4510 Dalam kehidupan rumah tangga, pasangan suami dan istri masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Suami sebagai pemimpin, dan berkewajiban menafkahi anak dan istrinya. Tanggung jawab suami yang tidak ringan diatas diimbangi dengan ketaatan seorang istri pada suaminya. Kewajiban seorang istri dalam urusan suaminya setahap setelah kewajiban dalam urusan agamanya. Hak suami diatas hak siapapun setelah hak […]

The post Hukum Taat Kepada Suami dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Dalam kehidupan rumah tangga, pasangan suami dan istri masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Suami sebagai pemimpin, dan berkewajiban menafkahi anak dan istrinya.

Tanggung jawab suami yang tidak ringan diatas diimbangi dengan ketaatan seorang istri pada suaminya.

Kewajiban seorang istri dalam urusan suaminya setahap setelah kewajiban dalam urusan agamanya. Hak suami diatas hak siapapun setelah hak Allah dan Rasul-Nya, termasuk hak kedua orang tua. Baca juga Hukum Suami yang Tidak Memuliakan Istri

Mentaatinya dalam perkara yang baik menjadi tanggungjawab terpenting seorang istri.

Posisi suami dalam keluarga adalah pemimpin, dan agar keluarga itu berjalan dengan baik, maka pemimpin itu harus ditaati, selama tidak memerintahkan kepada perbuatan maksiat. Baca juga Dasar Menikah Dalam Islam

Fungsi pemimpin juga sebagai pelindung, maka, ketaatan seorang istri kepada yang melindungi itu harus dilakukan terutama dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Allah berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya”. (Qs. Al-Nisa:34)

Posisi suami yang harus ditaati oleh seorang istri juga disampaikan oleh Rasul pada kesempatan lain:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya”. (Hr. Turmudzi:1159)

Hanya saja sujud kepada selain Allah itu dilarang. Hadis ini sungguh menunjukkan betapa pentingnya seorang istri itu patuh dan taat kepada suaminya dalam membangun keluarga yang bahagia. Baca juga Doa Hubungan Badan Dalam Islam

Dengan catatan bukan perintah kepada kemaksiatan. Secara psikologi memang suami itu tidak bisa disuruh, hanya bisa dimintai tolong, karena ia merasa lebih kuat dari istri.

Menjadi seorang istri yang sukses dunia akhirat itu mudah, tidak banyak amal yang harus dilaluinya, hanya ada 4 hal; (1) salat lima waktu, (2) puasa ramadhan, (3) menjaga kehormatannya, dan (4) taat kepada suaminya. Rasul bersabda:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya”. (Hr. Ibnu Hibban: 1296)

Surga atau Neraka Seorang Istri

Ketaatan istri pada suami adalah jaminan surganya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya)

Suami adalah surga atau neraka bagi seorang istri. Keridhoan suami menjadi keridhoan Allah. Istri yang tidak diridhoi suaminya karena tidak taat dikatakan sebagai wanita yang durhaka dan kufur nikmat. Baca juga Hukum Wanita Keluar Rumah Tanpa Mahram

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa beliau melihat wanita adalah penghuni neraka terbanyak. Seorang wanita pun bertanya kepada beliau mengapa demikian?

Rasulullah pun menjawab bahwa diantarantanya karena wanita banyak yang durhaka kepada suaminya. (HR Bukhari Muslim)

The post Hukum Taat Kepada Suami dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menikahi Wanita Tidak Perawan https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-menikahi-wanita-tidak-perawan Fri, 19 Oct 2018 02:31:11 +0000 https://dalamislam.com/?p=4547 Ada dua kategori wanita yang tidak perawan, yaitu karena berstatus janda atau pernah berzina. Yang akan dibahas pada artikel ini adalah bagaimana hukum menikahi wanita yang tidak perawan karena zina. Bagaimana pandangan mengenai Hukum Menikahi Wanita Tidak Perawan. Pertanyaan itu timbul karena ada firman Allah dalam QS An-Nur 24:3 yang menyatakan: “Seorang lelaki pezina tidak […]

The post Hukum Menikahi Wanita Tidak Perawan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Ada dua kategori wanita yang tidak perawan, yaitu karena berstatus janda atau pernah berzina. Yang akan dibahas pada artikel ini adalah bagaimana hukum menikahi wanita yang tidak perawan karena zina. Bagaimana pandangan mengenai Hukum Menikahi Wanita Tidak Perawan.

Pertanyaan itu timbul karena ada firman Allah dalam QS An-Nur 24:3 yang menyatakan:

“Seorang lelaki pezina tidak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik. Seorang wanita pezina tidak boleh menikah kecuali dengan lelaki pezina atau lelaki musyrik. Hal itu diharamkan bagi seorang mukmin.”

Secara eksplisit ayat ini jelas menyatakan larangan menikah dengan wanita yang pernah berzina. Baca juga Hukum Menikahi Kakak Beradik dalam Islam

Itulah sebabnya si penanya menjadi ragu-ragu ketika hendak menikahi seorang perempuan yang ternyata sudah tidak perawan lagi karena pernah melakukan hubungan zina dengan lelaki yang dikenal sebelumnya.

(Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwasanya tidak sah akad nikah laki-laki saleh yang menikahi wanita nakal (pezina)  kecuali setelah bertaubat. Apabila wanita itu bertaubat maka sah akad nikahnya. Baca juga Hukum Wanita Shalat di Masjid

Begitu juga tidak sah perkawinan wanita salihah dengan laki-laki pezina kecuali setelah melakukan taubat yang benar karena berdasar pada firman Allah dalam akhir ayat QS An-Nur 24:3.)[3]

Sementara itu Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi dalam Tafsir Al-Baghawi menguraikan sejumlah perbedaan penafsiran dan ikhtilaf ulama dalam memahami ayat QS An-Nur 24:3 tersebut.  Baca juga Hukum Membatalkan Lamaran Pernikahan Menurut Islam

Dari pendapat Ibnu Mas’ud yang mengharamkan menikahi wanita perzina sampai pendapat Said bin Al-Musayyab dan segolongan ulama yang membolehkan wanita pezina secara mutlak karena menganggap ayat 24.3 sudah di-naskh oleh QS Annur 24:23 yang berbunyi ”

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu…” . Selain itu, ulama yang membolehkan menikahi wanita pezina berargumen adanya hadits dari Sahabat Jabir sebagai berikut:

أن رجلا أتى النبي – صلى الله عليه وسلم – فقال يا رسول الله إن امرأتي لا تدفع يد لامس ؟ قال : طلقها ، قال : فإني أحبها وهي جميلة ، قال : استمتع بها . وفي رواية غيره ” فأمسكها إذا

Artinya: Seorang laki-laki datang pada Nabi dan berkata: “Wahai Rasulullah, istri saya tidak pernah menolak sentuhan tangan lelaki.” Nabi menjawab, “Ceraikan dia!”. Pria itu berkata: “Tapi saya mencintainya karena dia cantik”. Nabi menjawab: “Kalau begitu jangan dicerai.”

Dari hadits ini, Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk menyimpulkan:

وإن زنى رجل بزوجة رجل لم ينفسخ نكاحها، وبه قال عامة العلماء ، وقال على بن أبى طالب: ينفسخ نكاحها وبه قال الحسن البصري دليلنا حديث ابن عباس في الرجل الذى قال للنبى صلى الله عليه وسلم: إن امرأتي لا ترد يد لامس

(Apabila seorang lelaki berzina dengan istri orang lain, maka nikah perempuan itu tidak rusak (tidak batal). Ini pendapat kebanyakan ulama. Ali bin Abi Talib berkata: nikahnya rusak (batal) pendapat ini diikuti Al-Hasan Al-Bishri. Baca jufa Dasar Menikah Dalam Islam

Dalil kita adalah hadits Ibnu Abbas di mana seorang laki-laki yang istrinya berzina diberi pilihan oleh Nabi untuk mentalak atau tidak.)

Semoga kita senantiasa di lindungi Allah. Aamiin.

The post Hukum Menikahi Wanita Tidak Perawan appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menikahi Wanita Yang Pernah Berzina https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-menikahi-wanita-yang-pernah-berzina Fri, 19 Oct 2018 02:21:22 +0000 https://dalamislam.com/?p=4548 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan, مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ “Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 3048 dan al-Baihaqi dalam Sunan as-Sughra, 2719). Baca juga Waktu Shalat Dzuhur Hari Jumat Bagi Wanita Karena […]

The post Hukum Menikahi Wanita Yang Pernah Berzina appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,

مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ

“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 3048 dan al-Baihaqi dalam Sunan as-Sughra, 2719). Baca juga Waktu Shalat Dzuhur Hari Jumat Bagi Wanita

Karena yang lebih penting dalam pelanggaran ini, bagaimana dia segera bertaubat dan memperbaiki diri, tanpa harus mempermalukan dirinya di hadapan orang lain. karena ini justru menjadi masalah baru.

Imam Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya tentang suami yang menikahi gadis. Di malam pertama, ternyata suami merasa istrinya tidak perawan. Salah satu bagian penjelasan beliau,

فإذا ادَّعت أنَّها زالت البكارة في أمر غير الفاحشة : فلا حرج عليه ، أو بالفاحشة ولكنها ذكرت له أنها مغصوبة ومكرهة : فإن هذا لا يضره أيضاً ، إذا كانت قد مضى عليها حيضة بعد الحادث ، أو ذكرت أنها تابت وندمت ، وأن هذا فعلته في حال سفهها وجهلها ثم تابت وندمت : فإنه لا يضره ، ولا ينبغي أن يشيع ذلك ، بل ينبغي أن يستر عليها ، فإن غلب على ظنه صدقها واستقامتها : أبقاها ، وإلا طلقها مع الستر ، وعدم إظهار ما يسبب الفتنة والشرّ .

Jika istri mengaku bahwa keperawanannya hilang BUKAN karena hubungan badan, maka suami tidak masalah mempertahankan istrinya. Baca juga Hukum Wanita Keluar Rumah Tanpa Mahram

Atau karena hubungan badan, namun sang istri mengaku dia diperkosa atau dipaksa, maka suami tidak masalah mempertahankan istrinya, jika istri sudah mengalami haid sekali setelah kejadian itu sebelum dia menikah.

Atau dia mengaku telah bertaubat dan menyesali perbuatannya, dan dia pernah melakukan zina ini ketika dia masih bodoh, dan sekarang sudah bertaubat, tidak masalah bagi suami untuk mempertahankannya.

Dan tidak selayaknya hal itu disebar luaskan, sebaliknya, selayaknya dirahasiakan. Jika suami yakin sang istri telah jujur dan dia orang baik, bisa dia pertahankan. Baca juga Hukum Cerai Nikah Siri

Jika tidak, suami bisa menceraikannya dengan tetap merahasiakan apa yang dialami istrinya. Tidak membeberkannya yang itu bisa menyebabkan terjadinya fitnah dan keburukan.

Kedua, apabila sebelum menikah suami mempersyaratkan istrinya harus perawan, ternyata setelah menikah sang istri tidak perawan, maka pihak suami berhak untuk membatalkan pernikahan.

Syaikhul Islam menjelaskan,

لو شرط أحد الزوجين في الآخر صفةً مقصودة ، كالمال ، والجمال ، والبكارة ، ونحو ذلك : صح ذلك ، وملك المشترِط الفسخ عند فواته في أصح الروايتين عن أحمد ، وأصح وجهي الشافعي ، وظاهر مذهب مالك

Apabila salah satu pasangan mengajukan syarat berupa kriteria tertentu kepada calonnya, seperti suami berharta, kecantikan, atau perawan atau semacamnya, maka syarat ini sah. Baca juga Cara Menghormati Guru Dalam Islam

Dan pihak yang mengajukan syarat berhak membatalkan pernikahan ketika syarat itu tidak terpenuhi, menurut riwayat yang lebih kuat dari Imam Ahmad dan pendapat yang kuat dalam Madzhab Syafii, serta itulah yang kuat dari pendapat Imam Malik. (Majmu’ Fatawa, 29/175).

Ketiga, apabila sebelum menikah, suami TIDAK mempersyaratkan istrinya harus perawan, maka dia tidak memiliki hak untuk membatalkan akad.

Ibnul Qoyim menjelaskan kapan seorang suami berhak membatalkan akad nikah, jika sebelumnya dia tidak mempersyaratkan apapun.

رواية رويت عن عمر رضي الله عنه : لا ترد النساء إلا من العيوب الأربعة : الجنون والجذام والبرص والداء في الفرج وهذه الرواية لا نعلم لها إسنادا أكثر من أصبغ عن ابن وهب عن عمر… هذا كله إذا أطلق الزوج

Satu riwayat dari Umar radhiyallahu ‘anhu: Wanita tidak dikembalikan (ke ortunya) kecuali karena 4 jenis cacat: gila, kusta, lepra, dan penyakit di kemaluan. Riwayat ini tidak saya ketahui sanadnya selain dari Ashbagh, dari Ibnu Wahb, dari Umar…. aturan ini berlaku jika pihak suami tidak mengajukan syarat apapun. (Zadul Ma’ad, 5/163).

Namun jika pihak suami mempersyaratkan harus perawan, kemudian ternyata istrinya tidak perawan, maka suami punya pilihan untuk melanjutkan atau membatalkan nikah. Baca juga Hukum Anak yang Lahir Diluar Nikah

Demikian pembahasan rincian hukumnya. Disarankan agar pihak suami tetap mempertahankan istrinya dan merahasiakan apa yang dialami istrinya, jika dia sudah benar-benar bertaubat dengan serius dan istiqamah menjadi wanita yang sholihah.

Sekalipun suami merasa sedih atau bahkan murka, namun ingat, semuanya tidak akan disia-siakan oleh Allah. Kesabarannya atas kesedihannya atau amarahnya akan menghapuskan dosanya. Allahu a’lam.

The post Hukum Menikahi Wanita Yang Pernah Berzina appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Anak yang Lahir Diluar Nikah https://dalamislam.com/hukum-islam/anak/hukum-anak-yang-lahir-diluar-nikah Thu, 18 Oct 2018 09:56:31 +0000 https://dalamislam.com/?p=4515 Saat ini pergaulan bebas semakin di khawatirkan. Banyak hubungan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh umat islam. Karena itulah, ketika Allah menjelaskan hukum bagi para pezina, Allah mendahulukan penyebutan zaniyah (pezina wanita). Allah berfirman, الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ […]

The post Hukum Anak yang Lahir Diluar Nikah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Saat ini pergaulan bebas semakin di khawatirkan. Banyak hubungan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh umat islam.

Karena itulah, ketika Allah menjelaskan hukum bagi para pezina, Allah mendahulukan penyebutan zaniyah (pezina wanita). Allah berfirman,

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Perempuan pezina dan laki-laki pezina, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali pukulan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2)

Al-Qurthubi mengatakan, “Kata “zaniyah” (wanita pezina) lebih didahulukan dalam ayat di atas karena aib perzina itu lebih melekat pada diri wanita. Baca juga  Pahala Bekerja dalam Islam

Mengingat mereka seharusnya lebih tertutup dan berusaha menjaga diri, maka para wanita pezina disebutkan lebih awal sebagai bentuk peringatan keras dan perhatian besar bagi mereka.” (Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran, 12: 160)

Selanjutnya, coba Anda pahami beberapa hukum fikih berikut, semoga ini membuat Anda sadar jika berbuat zina sangat diharamkan oleh islam.

Pertama, anak hasil zina (anak di luar nikah) tidak dinasabkan ke bapak biologis.

Anak zina pada asalnya dinasabkan kepada ibunya sebagaimana anak mula’anah dinasabkan kepada ibunya. Sebab keduanya sama-sama terputus nasabnya dari sisi bapaknya (lihat Al Mughni: 9:123). Baca juga Hukum Pertemanan Pria dan Wanita Dalam Islam

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menyatakan tentang anak zina,

ولد زنا لأهل أمه من كانوا حرة أو أمة

Untuk keluarga ibunya yang masih ada, baik dia wanita merdeka maupun budak.”

(HR. Abu Dawud, kitab Ath-Thalaq, Bab Fi Iddi’a` Walad Az-Zina no.2268 dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no.1983)

Dalam riwayat yang lain, dari Ibnu Abbas, dinyatakan,

ومن ادعى ولدا من غير رشدة فلا يرث ولا يورث

Siapa yang mengklaim anak dari hasil di luar nikah yang sah, maka dia tidak mewarisi anak biologis dan tidak mendapatkan warisan darinya.” (HR. Abu Dawud, kitab Ath-Thalaq, Bab Fi Iddi’a` Walad Az-Zina no. 2266)

Dalil lain yang menegaskan hal itu adalah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abdullah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan,

قَضَى النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ كَانَ مِنْ أَمَةٍ لَمْ يَمْلِكْهَا ، أَوْ مِنْ حُرَّةٍ عَاهَرَ بِهَا فَإِنَّهُ لا يَلْحَقُ بِهِ وَلا يَرِثُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keputusan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka TIDAK dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya… (HR. Ahmad, Abu Daud, dihasankan Al-Albani serta Syuaib Al-Arnauth).

Dalil lainnya adalah hadis dari Aisyah radhiallahu ’anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الولد للفراش وللعاهر الحجر

Anak itu menjadi hak pemilik firasy, dan bagi pezina dia mendapatkan kerugian.

Imam An-Nawawi mengatakan, “Ketika seorang wanita menikah dengan lelaki atau seorang budak wanita menjadi pasangan seorang lelaki, maka wanita tersebut menjadi firasy bagi si lelaki. Baca juga Hukum Suami Tidak Shalat dalam Islam

Selanjutnya lelaki ini disebut “pemilik firays”. Selama sang wanita menjadi firasy lelaki, maka setiap anak yang terlahir dari wanita tersebut adalah anaknya. Meskipun bisa jadi, ada anak yang tercipta dari hasil yang dilakukan istri selingkuh laki-laki lain.

Sedangkan laki-laki selingkuhannya hanya mendapatkan kerugian, artinya tidak memiliki hak sedikit pun dengan anak hasil perbuatan zinanya dengan istri orang lain.” (Syarh Shahih Muslim, An-Nawawi, 10:37)

Berdasarkan keterangan di atas, para ulama menyimpulkan bahwa anak hasil zina SAMA SEKALI bukan anak bapaknya. Karena itu, tidak boleh di-bin-kan ke bapaknya. Baca juga Adab Wanita Saat Keluar Rumah dalam Islam

Bagaimana Jika Di-bin-kan ke Bapaknya?
Hukumnya terlarang bahkan dosa besar. Ini berdasarkan hadis dari Sa’d, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم أنه غير أبيه فالجنة عليه حرام

Siapa yang mengaku anak seseorang, sementara dia tahu bahwa itu bukan bapaknya maka surga haram untuknya.” (HR. Bukhari no. 6385)

Maka itu jauhkan zina, karena akan sangat merugikan dan berdosa. Semoga kita senantiasa dijauhkan dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.

The post Hukum Anak yang Lahir Diluar Nikah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menikahi Kakak Beradik dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-menikahi-kakak-beradik Thu, 18 Oct 2018 09:41:56 +0000 https://dalamislam.com/?p=4517 Didalam hal perkawinan juga telah diatur menurut agamanya masing-masing, agama manapun telah mengatur hukum tentang perkawinan. Tentang hukum melakukan perkawinan Ibnu Rusyd menjelaskan : segolongan Fuqoha, yakni jumhur (Mayoritas Ulama) berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Sunnah. Golongan Zhahiriah berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Wajib, sementara itu para ulam malikiyah mutakhirin berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya […]

The post Hukum Menikahi Kakak Beradik dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Didalam hal perkawinan juga telah diatur menurut agamanya masing-masing, agama manapun telah mengatur hukum tentang perkawinan.

Tentang hukum melakukan perkawinan Ibnu Rusyd menjelaskan : segolongan Fuqoha, yakni jumhur (Mayoritas Ulama) berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Sunnah.

Golongan Zhahiriah berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Wajib, sementara itu para ulam malikiyah mutakhirin berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Wajib untuk sebagian orang, Sunnah untuk sebagian orang, dan Mubah untuk segolongan lainnya. Baca juga Hukum Membatalkan Lamaran Pernikahan

Lalu bagaimana Hukum Menikahi Kakak Beradik?

Menggabungkan menikahi wanita kakak beradik tidak diperbolehkan di dalam Islam.

Para ulama’ telah bersepakat atas haramnya mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala;

وَأَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُوْرًا رَحِيْمًا.

Dan (diharamkan bagi kalian) mengumpulkan dua wanita yang bersaudara (dalam satu pernikahan), kecuali yang telah terjadi pada masa lalu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’ : 23)

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Rahimahullah;

“Menikahi wanita kakak beradik sekaligus adalah haram secara ijma’, baik keduanya saudara kandung, saudara sebapak, atau (saudara) seibu. Sama saja, yang senasab atau sesusu.”

ولو نكح امرأة فبانت محرمة برضاع ببينة أو إقرار فرق بينهم ، فإن حملت منه كان الولد نسيباً لاحقاً بالواطىء لا يجوز نفيه ، وعليها عدة الشبهة ولها مهر المثل لا المسمى ، وللوطء المذكور حكم النكاح في الصهر والنسب لا في حل النظر والخلوة ولا في النقض ، فيحرم على الواطىء نكاح أصولها وفروعه ، وتحرم هي على أصوله وفروعه ، ويجوز النظر إلى المحرم المذكورة بلا شهوة.

Bila seorang pria terlanjur menikahi seorang wanita kemudian keduanya ternyata terjadi kejelasan masih saudara tunggal dengan tanda bukti kuat atau pengakuan maka mereka harus dipisahkan, bila wanita tersebut hamil maka anaknya ternasab dan disambungkan pada si penggaul ibunya (bapak biologisnya). Baca juga Hukum Menentukan Mahar dalam Islam untuk pernikahan

Dan tidak dapat dipungkiri, bagi wanita tersebut diperlakukan iddah subhat dan mahar mitsil (mas kawin kebiasaan untuk wanita sederajatnya didaerah tersebut) bukan mahar yang tersebut didalam pernikahan.

Akibat buah senggama semacam ini diperlakukan hukum pernikahan sebagaimana mestinya dalam arti terjalinnya ikatan kekeluargaan karena perkawinan dan persaudaraan tidak mempengaruhi hukum halalnya melihat, berkhalwat serta membatalkan wudhu keduanya. Baca juga dengan Hukum Datang ke Pernikahan Beda Agama

Karenanya bagi si pria haram menikahi biang wanita tersebut (ibu, nenek dan seterusnya/nasab keatas) juga haram menikahi keturunan anak akibat persetubuhannya, begitu juga wanita tersebut haram dinikahi oleh biang dan keturunan anak akibat persetubuhannya namun halal melihat mahram tersebut diatas dengan ketentuan tidak terjadi syahwat.

Tidak menjadi ketentuan khusus dalam masalah ini, yang terpenting telah terjadi pernikahan antara pria-wanita yang masih terjadi ikatan saudara mahram baik persaudaraan karena keluarga, tunggal susu atau perkawinan. Baca juga dengan Makna Pernikahan Dalam Islam

Rasulullah SAW bersabda,

Sungguh Allah akan mengampuni atas umatku karena tiga hal, keliru (tanpa sengaja), lupa, dan segala sesuatu yang dilakukan karena terpaksa.”(HR. Ibnu Majah dan Baihaqi r.a dari Ibnu Abbas)

Wallaahu A’lamu Bis showaab.

The post Hukum Menikahi Kakak Beradik dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Waktu Yang Dilarang Menikah Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/waktu-yang-dilarang-menikah-dalam-islam Wed, 26 Sep 2018 06:30:51 +0000 https://dalamislam.com/?p=4399 Di dalam agama islam dianjurkan untuk mengikuti tatanan yang telah ada demi kebaikan dan kelancaran berlangsungnya acara yang kita laksanakan. Dengan adanya kelancaran acara tersebut, diharapkan pula ke depannya juga tetap lancar saja, sehingga dapat tercapai kehidupan yang baik. Pernikahan merupakan salah satu fase kehidupan manusia dari masa remaja ke dalam masa berkeluarga. Peristiwa ini […]

The post Waktu Yang Dilarang Menikah Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Di dalam agama islam dianjurkan untuk mengikuti tatanan yang telah ada demi kebaikan dan kelancaran berlangsungnya acara yang kita laksanakan. Dengan adanya kelancaran acara tersebut, diharapkan pula ke depannya juga tetap lancar saja, sehingga dapat tercapai kehidupan yang baik.

Pernikahan merupakan salah satu fase kehidupan manusia dari masa remaja ke dalam masa berkeluarga. Peristiwa ini sangatlah penting dalam proses hidup manusia di dunia ini. Sehingga pernikahan tersebut juga disebut sebagai taraf kehidupan baru bagi manusia.

Dalam pelaksanaan hajat, Islam mengatur hari dan bulan yang baik dan juga tidak baik dalam pelaksanaan pernikahan. Tentunya hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi kita semua dalam melaksanakan hajat.

Bulan yang tidak baik dalam pelaksanaan pernikahan.

  1. Bulan jumadilakir, rejeb dan ruwah hari rabu, kamis dan jum’at
  2. Bulan puasa, syawal, dan dulkaidah hari jum’at, sabtu dan minggu
  3. Bulan besar, sura dan sapar, hari senin, selasa, sabtu dan minggu
  4. Bulan mulud, bakdamulut dan jumadilawal hari senin, selasa, rabu dan kamis

Tanggal yang tidak baik dalam pelaksanaan pernikahan.

  1. Bulan sura tanggal 6, 11 dan 18
  2. Bulan sapar tanggal 1, 10 dan 20
  3. Bulan mulud tanggal 1, 8, 10, 15 dan 20
  4. Bulan bakdamulud tanggal 10, 12, 20, dan 28
  5. Bulan jumadilawal tanggal 1, 10, 11 dan 28
  6. Bulan jumadilakhir tanggal 10, 14 dan 18
  7. Bulan rejeb tanggal 2, 13, 14, 18 dan 27
  8. Bulan ruwah tanggal 4, 12, 13, 26, dan 28
  9. Bulan pasa tanggal 7, 9, 20 dan 24
  10. Bulan syawal tanggal 2, 10 dan 20
  11. Bulan dulkaidah tanggal 2, 9, 13, 22 dan 28
  12. Bulan besar tanggal 6, 10, 12 dan 20

Sedangkan di dalam kitab Qurratul ‘uyun disebutkan bahwasannya menikah yang baik adalah di bulan syawal dan disunahkan dibulan ramadhan seperti hadits riwayat sayyidah ‘aisyah r.a yang artinya :

“Rasulullah saw menikah dengan saya pada bulan syawal dan memasuki nikah juga pada bulan syawal, maka siapakah istri-istri rasulullah yang lebih utama bagi beliau daripada saya? Kemudian sayyidah ‘aisyah menyunahkan memasuki nikah dengan wanita-wanita pada bulan syawal. Dan rasulullah saw menyunahkan nikah pada bulan ramadhan.”

Dan juga dalam tiap bulan untuk meninggalkan hari rabu di akhirnya. Demikian juga dengan tanggal 3, 5, 13, 16, 21, 24 dan 25 dalam tiap bulannya, hal ini terdapat pula dalam jami’us shaghir. Teruntuk hari rabu mengapa tidak disarankan, karena hari tersebut terhitung hari apes.

Selain itu juga disarankan untuk menghindari hari sabtu, karena hari sabtu merupakan hari besar orang yahudi.

Melihat dari sedikit keterangan tersebut diatas nampak ini merupakan salah satu bukti kehati-hatian dalam mempersiapkan sesuatu supaya hasilnya tidak mengecewakan. Dan harapannya dengan menghindari hal-hal yang disarankan untuk dihindari tersebut, akan baik untuk seterusnya.

Meskipun begitu, masih banyaknya hal yang belum digali dalam pernyataan ini. Harapannya ke depan dapat menjadi lebih baik dan lebih baik lagi dalam mengkaji hari dan tanggal yang sebaiknya dihindari untuk melaksanakan acara pernikahan menurut pendapat islam.

The post Waktu Yang Dilarang Menikah Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Tidak Menikah Seumur Hidup Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-tidak-menikah-seumur-hidup Thu, 30 Aug 2018 06:38:38 +0000 https://dalamislam.com/?p=4175 “Kapan menikah?” Ya, pertanyaan ini kerap dilontarkan kepada mereka yang dipandang telah memiliki cukup umur untuk menikah namun belum juga menikah. Ada yang dengan semangat menjawab “secepatnya” atau bahkan ada yang menjawab “santai saja”. Masing-masing individu memiliki alasan tersendiri. Bagi mereka yang ingin secepatnya menikah beralasan bahwa menikah adalah perintah Allah SWT dan melaksanakannya adalah […]

The post Hukum Tidak Menikah Seumur Hidup Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
“Kapan menikah?”

Ya, pertanyaan ini kerap dilontarkan kepada mereka yang dipandang telah memiliki cukup umur untuk menikah namun belum juga menikah. Ada yang dengan semangat menjawab “secepatnya” atau bahkan ada yang menjawab “santai saja”.

Masing-masing individu memiliki alasan tersendiri. Bagi mereka yang ingin secepatnya menikah beralasan bahwa menikah adalah perintah Allah SWT dan melaksanakannya adalah ibadah. Sedangkan bagi mereka yang cenderung untuk menunda pernikahan atau bahkan tidak menikah beralasan karena belum menemukan jodoh, sibuk dengan pekerjaan, belum siap untuk membangun rumah tangga dalam Islam, atau hal lainnya.

Bagaimana sebenarnya hukum tidak menikah dalam Islam?

Mereka yang beralasan bahwa mereka merasa belum sanggup untuk membangun dan membina mahligai rumah tangga. Menurut Syaikh Mustofa Al Bugha, bagi muslim yang belum sanggup untuk membangun dan membina rumah tangga sebaiknya menjaga kesucian dirinya dengan menyibukkan diri dalam ibadah dan puasa. Melalui cara inilah, mereka akan lupa untuk menikah dan Allah SWT yang akan memberi mereka kecukupan.

Terkait dengan hal ini, Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nur ayat 33 yang artinya :

“Dan biarkan mereka yang belum mendapatkan (kesanggupan untuk) menikah, tetap melajang, sampai Allah memperkaya mereka dengan kurnia-Nya.” (QS. An-Nur : 33).

Rasulullah SAW pun bersabda :

“Wahai para pemuda, barang siapa yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu lebih  akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu adalah pengekang syahwatnya yang menggelora.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari hadits di atas, Syaikh Mustofa Al Bugha juga mengatakan bahwa jika belum memiliki baa-ah, maka meninggalkan untuk menikah kala itu adalah sunnah. Baa-ah adalah kemampuan untuk melakukan hubungan suami isteri dan disertai dengan kemampuan memberikan nafkah terlebih dahulu.

Selain itu, ada juga yang beralasan bahwa mereka – laki-laki – memutuskan untuk tidak menikah seumur hidup karena sibuk beribadah kepada Allah. Terkait dengan hukum bagi pria yang tidak menikah, Sa’ad bin Abi Waqqash pernah berkata,

“Rasulullah SAW tidak mengizinkan ‘Utsman bin Mazh’un untuk tabattul (hidup membujang), kalau seandainya beliau mengizinkan tentu kami (akan bertabattul) meskipun (untuk mencapainya kami harus) melakukan pengebirian.” (HR. Bukhari).

Yang dimaksud dengan tabattul menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani adalah meninggalkan menikah karena sibuk untuk ibadah. Kemudian, Ibnu Hajar juga menyebutkan apa yang dikatakan oleh Ath-Thobariy bahwa tabattul yang dimaksudkan oleh ‘Utsman bin Mazh’un adalah mengharamkan pada diri untuk menikahi wanita dan enggan mengenakan wewangian serta segala sesuatu yang menyenangkan. Terkait dengan hal ini, turunlah ayat,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagimu.” (QS. Al-Maidah : 87).

Bagaimana dengan hukum wanita tidak menikah dalam Islam?

Sejatinya, tidak ditemukan dalil yang mengupas terkait hal ini. Menikah bagi laki-laki adalah wajib hukumnya sementara bagi wanita menikah tidaklah wajib. Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Hazm  dalam kitab Al Muhalla.

Allah berfirman dalam Surat An-Nur ayat 60 yang artinya,

“Dan para perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin menikah (lagi), maka tidak ada dosa menanggalkan pakaian luar mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan; tetapi memelihara kehormatan adalah lebih baik bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur : 60).

Rasululullah SAW bersabda,

“Wanita yang mati dalam keadaan jum’in termasuk mati syahid.” (HR. Ibnu Majah)

Yang dimaksud dengan jum’in pada hadits di atas adalah mati dalam keadaan nifas dan mati dalam keadaan masih gadis atau belum digauli.

Menurut Ibnu Hazm, berdasarkan dalil-dalil di atas, wanita dibolehkan untuk tidak menikah. Hal ini juga dikuatkan oleh Syaikh Mustofa Al Adawi yang menyatakan bahwa,

“Tidak wajib bagi wanita untuk menikah, karena saya tidak menjumpai adanya dalil tegas yang menunjukkan kesimpulan wajibnya menikah bagi mereka.” (Jami’ Ahkam An Nisa).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum tidak menikah seumur hidup bagi laki-laki dilarang namun bagi wanita dibolehkan. Wallahu A’lam.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum tidak menikah seumur hidup dalam Islam. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Tidak Menikah Seumur Hidup Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
8 Cara Meyakinkan Orangtua Menikah Muda https://dalamislam.com/info-islami/cara-meyakinkan-orangtua-menikah-muda Thu, 09 Aug 2018 00:35:03 +0000 https://dalamislam.com/?p=4005 Menikah menjadi hal yang wajib bagi umat muslim yang telah mampu secara jasmani, rohani, serta finansial. Namun berbeda bila menikah tersebut saat usia dini. Ada banyak sekali tips menikah dalam islam. Berikut cara yang dapat diupayakan oleh setiap calon pasangan yang hendak menikah muda agar orangtua dapat yakin: Memberanikan diri untuk mengenalkan pasangan ke Orangtua […]

The post 8 Cara Meyakinkan Orangtua Menikah Muda appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menikah menjadi hal yang wajib bagi umat muslim yang telah mampu secara jasmani, rohani, serta finansial. Namun berbeda bila menikah tersebut saat usia dini. Ada banyak sekali tips menikah dalam islam. Berikut cara yang dapat diupayakan oleh setiap calon pasangan yang hendak menikah muda agar orangtua dapat yakin:

  1. Memberanikan diri untuk mengenalkan pasangan ke Orangtua

Mengenalkan pasangan menjadi alasan yang penting agar orangtua mulai mengenalkan calon pasangan seumur hidup. Ini akan meyakinkan orangtua bahwa kedua pihak serius untuk menikah, terlebih pada usia muda.

2. Menceritakan Kegelisahan 

Zaman dewasa ini telah begitu banyak perubahan yang terjadi. Banyak sekali godaan yang bisa membuat manusia semakin mendekat pada keburukan, hingga zina. Guna mencegah hal tersebut, maka sebagai pasangan harus menceritakan keluh kesah yang terjadi kepada orangtua agar orangtua dapat memahami keadaan pasangan.

Hal ini dijelaskan pada sebuah hadits dimana Rasulullah SAW bersabda : “Ada tiga orang yang wajib bagi Allah menolongnya : orang yang berjihad di jalan Allah, budak ‘Mukatib’ yang ingin membayar pembebasannya, dan seorang yang ingin menikah untuk menjaga dirinya” (HR Tirmidzi)

3. Sikap Dewasa

Sifat bisa menjadi salah satu faktor seseorang tidak diizinkan untuk menikah oleh orangtua. Terlebih lagi dalam menikah muda tentu umur juga tergolong belia sehingga dianggap kekanak-kanakan. Menunjukkan sikap dewasa sangat diperlukan. Jangan sampai saat hendak menikah tidak dapat meyakinkan dan mencerminkan diri siap untuk menikah. Pasangan akan menjalani bagaimana kehidupan setelah pernikahan sehingga akan menjadi ilmu baru yang membuat kedua pihak semakin lebih dewasa.

4. Keuangan yang Cukup

Hal ini memiliki kaitannya dengan poin sebelumnya. Pada usia yang tergolong muda, tentu keuangan belum tentu mencukupi. Orangtua juga banyak yang meragukan keuangan sang anak yang notabene nya dahulu masih mengikuti orangtua hingga dana yang dimilikinya. Rasulullah SAW bersabda terkait ketidakbolehan seseorang untuk menyiakan tanggungannya sebagai berikut,

“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud)

Buktikan orangtua bahwa keuangan setelah menikah bukan menjadi masalah. Hukum berhutang untuk biaya menikah dalam islam tidak dianjurkan, sehingga pasangan dapat mulai berpuasa.

5. Bersabar dan Konsisten

Setelah menunjukkan segala perubahan dalam diri tentu setiap orang yang hendak menikah harus bersabar. Tidak ada perizinan menikah yang akan terjadi secara langsung terlebih pada usia yang muda. Selagi meyakinkan, tetaplah seseorang tersebut konsisten dalam memperbaiki diri. Adanya kesabaran dan konsisten yang tinggi dalam memperbaiki diri, lambat laun orangtua akhirnya memahami kondisi ini bahwa calon pasangan ternyata serius.

6. Strategi dan Berikan Pengertian

Proses untuk mendapatkan izin menikah muda oleh orangtua tentu bukanlah perkara mudah. Sebagai anak yang berusaha mendapatkan izin, tentu harus memiliki strategi, jangan langsung mengutarakan ke masalah tertentu. Jelaskan maksud dan pengertian bahwa Anda ingin segera menikah secara detail pandanganmu setelah menikah agar orangtua semakin yakin atas keputusanmu.

7. Membuktikan Tindakan

Banyak sekali rintangan yang akan dihadapi selama membuktikan kesungguhan, baik kepada orangtua maupun calon mertua. Usia ideal menikah dalam Islam tidak menjadi patokan. Buktikan kemampuan softskill seperti pekerjaan rumah atau memasak, ilmu yang cukup, ilmu agama islam sehingga orangtua dan calon mertua menjadi yakin.

8. Berdoa

Setelah melakukan segalanya, segala keputusan terakhir berada di Allah SWT. Apabila memang dibukakan jalan dan jodoh, Inshaa Allah keinginan baik akan dikabulkan oleh Allah SWT.

The post 8 Cara Meyakinkan Orangtua Menikah Muda appeared first on DalamIslam.com.

]]>