Hukum Membatalkan Lamaran pernikahan dalam islam menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahs dan dikaji. Sebab lamaran atau khitbah merupakan sebuah proses yang biasanya dijalankan oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menuju bahtera pernikahan sebagimana fiqh pernikahan . Lamaran adalah tahapan pertama yang harus dilalui dalam suatu pernikahan yang umumnya dilakukan oleh kaum pria untuk menyampaikan niat dan kesungguhannya untuk menikah serta meminta restu dan persetujuan dari orang tua wanita yang akan dinikahi dan tentunya berbeda dengan hukum pernikahan dalam islam . Bisa dikatakan lamaran atau khitbah dalam islam adalah bentuk ikatan pertama dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanitanya.
Dalam budaya masyarakat Indonesia umumnya lamaran atau khitbah dibagi kedalam tida kategori yakni :
- Lamaran Informal
Dalam hal ini calon mempelai pria datang ke rumah orang tua calon mempelai wanita sendiri dan menyatakan keseriusan, kesiapan ( ekonomi ), niat dan tekad yang tulus untuk menikahi calon mempelai wanita dengan kesungguhan cinta dan agama.
- Lamaran Semi Formal
Menggelar acara ini Calon mempelai Pria datang ( sesuai konfirmasi waktu yang telah ditentukan sebelumnya ) dengan didampingi oleh kedua orang tua, kerabat dan saudara-saudara ( dalam hal ini, bisa hanya saudara / kakak laki laki/ orang yang dituakan dalam adat jika kedua orang tua sudah meninggal).
- Lamaran Formal atau Peningsetan
Setelah terjadi kesepakatan Hari Pernikahan, digelar acara Lamaran Formal yang diadakan malam menjelang pernikahan ( Ijab qobul ) atau beberapa saat sebelum acara pernikahan ( Ijab Qobul ) dimulai.
Namun, dalam prosesnya terkadnag segala sesuatunya tidak selalu dapat berjalan sesuai dengan rencana. Bahkan ada saja peristiwa yang kemudian mengharuskan salah satu atau kedua belah pihak membatalkan lamaran yang telah dilakukan sebagimana hukum menolak lamaran pria dalam islam . Tentunya hal ini dapat memberikan berbagai dampak baik secara psikologis kepada kedua belah pihak sebagimana kehidupan rumah tangga dalam islam . Nah, dalam hal ini, bagaimanakan islam memandang kondisi ini, berikut akan diuraikan Hukum Membatalkan Lamaran pernikahan menurut islam .
Hukum Membatalkan Lamaran pernikahan
Terjadinya pembatalan pinangan secara sepihak dari satu sisi padahal penungguan sudah lama terjadi, kemudian pihak yang membatalkan pinangan/lamaran menikah dengan orang lain. Kami di sini ingin lebih menekankan pembahasan dari hukum boleh atau tidaknya pembatalan lamaran dan tidak meluaskan pembahasan dalam masalah lain.
Komite Tetap Fatwa dan Riset Ilmiah Arab Saudi menulis:
Hanya terjadi lamaran/pinangan antara laki-laki dan perempuan tidaklah bermakna terjadinya akad nikah, maka, laki-laki atau perempuan tersebut (masing-masing) berhak untuk meninggalkan (membatalkan.pen) lamaran bila ia melihat ada masalahat dalam pembatalan itu. Baik itu direlakan oleh pihak lain atau tidak direlakan. Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 18/69 .
Perlu dipahami bahwa lamaran yang diajukan oleh salah satu pihak dan diterima oleh pihak lain bukanlah akad nikah sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Meskipun lamaran keterikatannya tidak sama dengan pernikahan, akan tetapi pembatalan lamaran tanpa ada alasan syar’i tidaklah layak dilakukan (meski itu dibolehkan), sebab orang yang membatalkannya telah membatalkan janji tanpa alasan syar’i dan juga melanggar hukum menyakiti hati orang lain dalam islam .
Berkaitan dengan alasan yang syar’i, ada pendapat yang memperbolehkan adanya pembatalan pertunangan. Misalnya bila di tengah perjalanan slah satu pihak menganggap tidak ada kecocokan di antara kalian berdua. Karena kalian berdua memang tidak berada dalam ikatan apa-apa, hanya ada dalam lingkaran “rencana”. Akan tetapi, bila rencana itu dahulu dibicarakan antara orang tua, maka saat membatalkan, demi hukum kemaslahatan, sebaiknya anda berdua juga melibatkan orang tua untuk menyampaikan niat membatalkan tersebut.
Tapi harus dicatat, soal ketidakcocokan itu memang sudah dipikirkan masak-masak, bukan karena faktor emosional sesaat saja. Karena bila tidak, dalam kehidupan rumah tangga pun konflik ala kadarnya biasa terjadi, tak boleh menjadi alasan untuk mudah meminta cerai. Itu harus dicermati. Artinya bahwa dibalik alasan pembatalan pernikahan merupakan alasan yang masuk akal, serta didasari bahwa jika nantinya tetap dilanjutkan ke jenjang pernikahan malah justru akan dapat menimbulkan masalah yang serius dan hanya menimbulkan kemudhratan saja.
Dengn demikian alasan untuk mencapai kondisi yang lebih baik, memutuskan lamaran boleh dilakukan. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad Syalthut beliau mengkiaskan kasus ini dengan kebolehan melanggar sumpah apabila ada kebaikan yang lebih ketika sumpah itu dilanggar.
Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
“Siapa yang bersumpah, kemudian dia berpendapat bahwa lebih baik untuk melanggar sumpahnya, maka hendaknya ia membayar kaffarah dari sumpahnya dan melakukan apa yang menurutnya baik”. (H.R. Muslim).
Atas dasar hadis di atas, menurut beliau, membatalkan sumpah untuk kepentingan yang lebih baik adalah boleh , termasuk tunangan. Walau demikian, alasan pembatalan pertunangan tidak boleh karena calon lainnya lebih kaya atau kedudukannya lebih tinggi.
Sebagian ulama mengatakan bolehnya membatalkan pertunangan hanya dengan alasan agama dan akhlak. Ketika membatalkan pertunangan hendaknya tetap menjaga nama baik kedua pihak dan keluarga. Pertunangan diawali dengan iktikad baik, maka mengakhirinya pun harus dengan iktikad yang baik pula.
Pada kebiasaan pertunangan yang ada di masa modern ini –beda dengan perjodohan di masa lampau– banyak orang beranggapan bahwa pertunangan itu sudah menjadi “semi pernikahan”, di mana karena sudah bertunangan maka kedua calon pasangan itu boleh bepergian berdua ke mana-mana tanpa disertai oleh mahram-nya, berduaan, berpacaran, saling berpegangan, menjalin keakraban sedemikian rupa, dan lain sebagainya. Hal itu jelas berlawanan dengan aturan dalam Islam.
Pria dan wanita yang bertunangan belumlah halal untuk saling bersentuhan, bepergian berduaan tanpa mahram atau berdua-duaan di satu tempat. Keduanya masih dihitung sebagai orang lain. Sama dengan orang yang mengatakan, “Saya punya keinginan untuk membeli mobil Anda,” maka itu bukanlah transaksi, meskipun si pemilik mobil juga punya keinginan menjual mobilnya. Sehingga mobil itu belum halal baginya. Soal hubungan pria wanita dalam Islam, jelas tak dapat diserupakan dengan mobil dan calon pembelinya.
Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya salah seorang di antaramu ditikam di kepalanya dengan jarum dari besi adalah lebih baik daripada menyentuh seseorang yang bukan mahramnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir dan perawi lainnya, kemudian dinyatakan shahih oleh Syekh Nashiruddin al-Albani dalam Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah wa Syai-un min Fiqhiha wa Fawaa-iduhaa.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, boleh saja memutuskan untuk membatalkan lamaran. Namun, karena semua itu dilakukan secara musyawarah, lakukanlah pembatalan itu dengan musyawarah. Bicarakan apa yang menjadi keinginan saudari, tariklah pendapat dari masing-masing yang hadir, calon suami, calon mertua dan juga kedua orang tua atau bahkan juga saudara-saudara yang ada.
Setelah itu, tetapkanlah yang anda anggap lebih baik bagi masa depan anda, calon suami, dan seluruh keluarga yang ada. Tapi, jangan lupa untuk ber-istikharah. Lakukan shalat dua rakaat, dan mohonlah bimbingan atas segala pilihan kepada Allah. Sebab tentunya hal ini akan dapat membantu anda dalam memutuskan dan menentukan pilihan yang benar benar terbaik bagi anda.
Itulah tadi, Hukum Membatalkan Lamaran pernikahan menurut islam , Semoga dapat bermanfaat.