Pengertian Mahram dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kita sering mendengar istilah mahram. Biasanya kalimat “maaf bukan muhrim’ akan terdengar saat seorang wanita atau pria menolak untuk berjabat tangan atau bersentuhan dengan lawan jenis yang tidak memiliki hubungan dengan dirinya. mahram ini sebenarnya berkaitan dengan pernikahan dan hubungan lain yang diantaranya menentukan boleh tidaknya aurat wanita terlihat dan sebagainya. Lalu apakah yang sebenarnya disebut dengan mahram dan siapa saja yang digolongkan ke dalam istilah mahram ini. Simak penjelas berikut ini :

Pengertian mahram dalam islam

Pengertian Mahram berasal dari kata dalam bahasa arab yang berarti haram dinikahi baik nikah secara resmi maupun nikah siri. Mahram juga berasal dari makna haram, yaitu wanita yang haram dinikahi dan yang dimaksud dengan keharaman menikahi wanita adalah menyangkut boleh atau tidaknya melihat aurat, dan hubungan baik langsung maupun tidak langsung.

Mahram tersebut bisa bersifat langsung artinya orang-orang yang memiliki darah yang sama otomatis menjadi mahram dan ada pula hubungan yang tidak langsung seperti mahram yang diakibatkan oleh hubungan pernikahan misalnya saja seorang wanita yang sudah menikah dan bersuami maka ia haram hukumnya untuk dinikahi oleh orang lain. Demikian pula para wanita yang masih berada dalam masa iddah setelah talak (baca hukum talak dalam pernikahan) dan termasuk juga wanita yang tidak beraga islam atau kafir non kitabiyah seperti Hindu, Budha dan majusi.

Dasar Hukum Mahram

Dasar hukum mahram disebutkan baik dalam Al qur’an maupun dalam hadits dan mereka semua (wanita yang haram dinikahi) disebutkan dengan jelas dan gamblang agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran.

1. Berdasarkan Al Qur’an

Adapun dasar hukum mahram atau wanita yang haram dinikahi tertulis dalam Firman Allah SWT Qur’an Surat An Nisa ayat 23-24 yang bunyinya

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An-Nisa’:23)

Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dandihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(An-Nisa’:24)

2. Berdasarkan Hadits

Pengertian mahram dan wanita yang haram dinikahi juga disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW berikut ini

Abdullah ibn Yusuf menyampaikan kepada kami, Malik mengabarkan pada kami, dari Abi al-Zinad, dari al-A’raj, dari Abi Hurairah ra: bahwasanya Rasulullah saw berkata: Janganlah kamu mengumpulkan (dalam pernikahan) perempuan dengan bibinya (dari pihak ayah) dan perempuan dengan bibinya (dari pihak ibu).

  • Mahram karena sepersusuan

“Yahya ibn Yahya menyampaikan kepada kami, ia berkata: aku membacakan kepada Malik, dari ‘Abdillah ibn Abi Bakr, dari ‘Amrah, bahwasanya ‘Aisyah mengabarkan, ketika Rasulullah saw bersamanya, dan ketika ia mendengar suara laki-laki meminta izin untuk memasuki rumah Hafsah, ‘Aisyah berkata: aku berkata: Ya Rasulallah, laki-laki itu meminta izin memasuki rumahmu, maka Rasulullah saw bersabda: aku lihat dia adalah si fulan paman sesusuan Hafsah- maka ‘Aisyah berkata: ya Rasulullah, seandainya fulan paman sesusuan ‘Aisyah masih hidup, bolehkan ia masuk ke rumahku? Rasulullah saw bersabda: ya, sesungguhnya susuan mengharamkan apa yang diharamkan olehhubungan kelahiran (darah).

  • Mahram karena sedang dalam Ihram haji atau umrah

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, dia berkata: Kudapatkan dari Malik dari Nafi‟ dari Nubaih bin Wahab dari Umar bin Abdullah ketika Thalhah bin Umar ingin menikahi anak perempuan Syaibah bin Jabir, maka telah mengirimkan kabar kepada Aban bin Usman yang hadir ketika itu dan dia adalah pemimpin Jama‟ah Haji, Aban Berkata aku mendengar usman bin Affan berkata Rasulullah SAW. Bersabda orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, dinikahkan atau melamar ”(H.R. Muslim).

Klasifikasi Mahram

Para ulama membagi mahram kedalam dua golongan besar yakni mahram yang bersifat abadi dan mahram yang bersifat sementara. Adapun tentang kedua golongan tersebut dapat disimak dalam penjelasan berikut ini

  1. Mahram Yang Bersifat Abadi

Para ulama kemudian membagi lagi mahram yang bersifat abadi ini menjadi tiga kelompok berdasarkan penyebabnya. Yaitu karena sebab hubungan nasab, karena hubungan pernikahan (perbesanan dan karena hubungan akibat persusuan.

a. Mahram Karena Nasab, terdiri dari

  • Ibu kandung dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.
  • Anak wanita dan seterusnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
  • Saudara kandung wanita.
  • Ammat / Bibi (saudara wanita ayah).
  • Khaalaat / Bibi (saudara wanita ibu).
  • Banatul Akh / Anak wanita dari saudara laki-laki.
  • Banatul Ukht / anak wanita dari saudara wanita

b. Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan yang termasuk didalamnya adalah

  • Ibu dari istri (mertua wanita).
  • Anak wanita dari istri (anak tiri).
  • Istri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
  • Istri dari ayah (ibu tiri).

c. Mahram Karena Penyusuan, yang terdiri dari

  • Ibu yang menyusui.
  • Ibu dari wanita yang menyusui (nenek).
  • Ibu dari suami yang istrinya menyusuinya (nenek juga).
  • Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).
  • Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.
  • Saudara wanita dari ibu yang menyusui

2. Mahram Yang Bersifat Sementara

Selain mahram yang bersifat abadi, dalam islam juga dikenal mahram yang bersifat sementara, yang berarti seorang wanita yang tadinya haram dinikahi menjadi halal dikarenakan beberapa sebab. Adapun mahram yang bersifat sementara adalah sebagai berikut

  • Istri orang lain tentunya tidak boleh dinikahi oleh pria manapun tapi bila sudah diceraikan atau ditalak oleh suaminya, maka boleh dinikahi.
  • Saudara ipar, atau saudara wanita dari istri. Tidak boleh dinikahi tapi juga tidak boleh khalwat atau melihat sebagian auratnya. Hal yang sama juga berlaku bagi bibi dari istri. Namun bila hubungan suami istri dengan saudara dari ipar itu sudah selesai atau dalam kata lain mereka bercerai baik karena cerai mati maupun cerai hidup maka, maka ipar yang tadinya haram dinikahi menjadi boleh dinikahi. Demikian juga dengan bibi dari mantan istri.
  • Wanita yang masih dalam masa Iddah. Masa iddah berarti masa tunggu seorang wanita akibat dicerai oleh suaminya baik cerai hidup maupun cerai mati. Lama iddah seorang wanita adalah tiga kali haid.
  • Istri yang telah ditalak tiga (baca perbedaan talak satu, dua dan tiga), untuk sementara haram dinikahi namun ia boleh kembali dinikahi apabila ia telah menikah dengan pria lain dan kemudian bercerai. Tentunya dengan menunggu masa iddahnya juga.
  • Wanita yang sedang melakukan ihram ibadah haji maupun umrah haram untuk dinikahi namun jika telah selesai masa ihramnya maka ia boleh dinikahi.
  • Wanita budak atau bukan wanita merdeka tidak boleh dinikkahi seorang pria yang mampu menikah dengan seorang wanita merdeka. Namun jika sang pria tidak mampu maka ia boleh menikahi wanita budak tersebut.
  • Wanita penzina hukumnya haram dinikahi dalam artian ia terus melakukan zina (baca zina dalam islam) namun jika ia sudah bertobat dan tidak melakukannya lagi, ia boleh dinikahi.
  • Wanita yang telah dicerai suaminya dengan cara dilaknat atau dili’an haram untuk dinikahi kecuali mantan suaminya telah menarik kembali kata-katanya dan meminta maaf pada sang wanita ataupun sang wanita telah bertobat atas dasar celaannya itu.
  • Wanita nonmuslim juga haram hukumnya untuk dinikahi namun jika wanita tersebut telah masuk islam atau menjadi mualaf  ia boleh dinikahi atau halal hukumnya bagi pria untuk menikahinya.

Demikian pengertian mahram dan golongannya yang perlu diketahui. Ada baiknya kita mengetahui perkara tersebut terutama bagi yang sedang mencari jodoh. Orang yang sedang memilih calon pendamping hidup sebaiknya mengetahui apakah wanita tersebut boleh dinikahi ataukah termasuk wanita yang haram dinikahi untuk menghindari terjadinya pernikahan sedarah.

Adapun sebelum menikah boleh didahului dengan proses ta’aruf dan tunangan dan mempelai perlu mengetahui syarat-syarat akad nikah termasuk wali yang akan menikahkanya apakah memenuhi syarat wali nikah atau tidak (baca juga urutan wali nikah). Semua hal tersebut perlu diperhatikan agar terwujud tujuan pernikahan dalam islam dan dapat membangun rumah tangga yang harmonis dan  di rahmati Allah.

fbWhatsappTwitterLinkedIn