Didalam hal perkawinan juga telah diatur menurut agamanya masing-masing, agama manapun telah mengatur hukum tentang perkawinan.
Tentang hukum melakukan perkawinan Ibnu Rusyd menjelaskan : segolongan Fuqoha, yakni jumhur (Mayoritas Ulama) berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Sunnah.
Golongan Zhahiriah berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Wajib, sementara itu para ulam malikiyah mutakhirin berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Wajib untuk sebagian orang, Sunnah untuk sebagian orang, dan Mubah untuk segolongan lainnya. Baca juga Hukum Membatalkan Lamaran Pernikahan
Lalu bagaimana Hukum Menikahi Kakak Beradik?
Menggabungkan menikahi wanita kakak beradik tidak diperbolehkan di dalam Islam.
Para ulama’ telah bersepakat atas haramnya mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala;
وَأَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُوْرًا رَحِيْمًا.
”Dan (diharamkan bagi kalian) mengumpulkan dua wanita yang bersaudara (dalam satu pernikahan), kecuali yang telah terjadi pada masa lalu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’ : 23)
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Rahimahullah;
“Menikahi wanita kakak beradik sekaligus adalah haram secara ijma’, baik keduanya saudara kandung, saudara sebapak, atau (saudara) seibu. Sama saja, yang senasab atau sesusu.”
ولو نكح امرأة فبانت محرمة برضاع ببينة أو إقرار فرق بينهم ، فإن حملت منه كان الولد نسيباً لاحقاً بالواطىء لا يجوز نفيه ، وعليها عدة الشبهة ولها مهر المثل لا المسمى ، وللوطء المذكور حكم النكاح في الصهر والنسب لا في حل النظر والخلوة ولا في النقض ، فيحرم على الواطىء نكاح أصولها وفروعه ، وتحرم هي على أصوله وفروعه ، ويجوز النظر إلى المحرم المذكورة بلا شهوة.
Bila seorang pria terlanjur menikahi seorang wanita kemudian keduanya ternyata terjadi kejelasan masih saudara tunggal dengan tanda bukti kuat atau pengakuan maka mereka harus dipisahkan, bila wanita tersebut hamil maka anaknya ternasab dan disambungkan pada si penggaul ibunya (bapak biologisnya). Baca juga Hukum Menentukan Mahar dalam Islam untuk pernikahan
Dan tidak dapat dipungkiri, bagi wanita tersebut diperlakukan iddah subhat dan mahar mitsil (mas kawin kebiasaan untuk wanita sederajatnya didaerah tersebut) bukan mahar yang tersebut didalam pernikahan.
Akibat buah senggama semacam ini diperlakukan hukum pernikahan sebagaimana mestinya dalam arti terjalinnya ikatan kekeluargaan karena perkawinan dan persaudaraan tidak mempengaruhi hukum halalnya melihat, berkhalwat serta membatalkan wudhu keduanya. Baca juga dengan Hukum Datang ke Pernikahan Beda Agama
Karenanya bagi si pria haram menikahi biang wanita tersebut (ibu, nenek dan seterusnya/nasab keatas) juga haram menikahi keturunan anak akibat persetubuhannya, begitu juga wanita tersebut haram dinikahi oleh biang dan keturunan anak akibat persetubuhannya namun halal melihat mahram tersebut diatas dengan ketentuan tidak terjadi syahwat.
Tidak menjadi ketentuan khusus dalam masalah ini, yang terpenting telah terjadi pernikahan antara pria-wanita yang masih terjadi ikatan saudara mahram baik persaudaraan karena keluarga, tunggal susu atau perkawinan. Baca juga dengan Makna Pernikahan Dalam Islam
Rasulullah SAW bersabda,
Sungguh Allah akan mengampuni atas umatku karena tiga hal, keliru (tanpa sengaja), lupa, dan segala sesuatu yang dilakukan karena terpaksa.”(HR. Ibnu Majah dan Baihaqi r.a dari Ibnu Abbas)
Wallaahu A’lamu Bis showaab.