Adab Memandikan Jenazah dan Tata Caranya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Dalam islam terdapat kewajiban yang harus dilakukan oleh orang yang hidup terhadap orang yang meninggal yakni memberikan pengurusan yang terbaik. Yang harus diperhatikan dengan baik adalah tata cara memandikan jenazah dengan baik dan benar. Sebagai persembahan terakhir untuk orang yang meninggal. Memandikan mayit adalah proses yang pertama kali dilakukan dan membersihkan tubuh orang yang meninggal.

Tentunya ada aturan dan tata cara memandikan jenazah khusus yang harus dilakukan dengan benar. Selain itu, disyariatkannya memandikan jenazah adalah sebagai bagian dari memuliakan dan membersihkannya. Ini wajib dilakukan kepada setiap jenazah orang Muslim, kecuali orang yang mati syahid di dalam peperangan.

Mengenai tata cara memandikan jenazah ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu tentang hal-hal lain terkait kewajiban ini, seperti berikut ini:

1. Hukum Memandikan Jenazah

Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah artinya jika sudah ada satu orang yang memandikan jenazah maka tidak ada kewajiban lagi bagi yang lain untuk melaksanakannya. Tapi jika belum ada yang melakukannya, maka semua orang di daerah tersebut berkewajiban melakukannya.

Dalam sebuah hadis dari Ummi Athiyyah al-Anshariyyah RA yang diriwayatkan oleh banyak imam hadits, diantaranya ialah Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan al-Tirmidzi berbunyi:

“Ummu Athiyah berkata, bahwa Rasulullah SAW masuk ke (ruang) kami saat putrinya meninggal, beliau bersabda: ‘Mandikanlah ia tiga, lima kali, atau lebih dari itu, jika kalian melihatnya itu perlu, dengan air atau daun bidara, jadikanlah yang terakhir dengan kapur atau sesuatu dari kapur, jika kalian selesai memandikan, beritahu aku,’. Ketika kami sudah selesai, kami pun memberitahu beliau, kemudian beliau memberikan kepada kami selendang (sorban besar)nya sambil bersabda: ‘Selimutilah ia dengan selendang itu’.”

Selain itu, ada juga hadis dari Abdullah Ibnu ‘Abbas RA yang diriwayatkan oleh banyak imam hadits, di antaranya ialah Imam al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasa`i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Bazzar. Berikut bunyi hadits tersebut:

“Seorang lelaku berihram (haji) dijatuhkan untanya dan ia meninggal karena patah tulang lehernya, dan kami bersama Nabi SAW. Kemudian Nabi bersabda: “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, dan kafankanlah ia dengan dua kain (ihram)’.”

2. Jenazah yang Harus dan Tidak Boleh Dimandikan

Ada beberapa syarat dari jenazah yang wajib di mandikan, yakni:

  • Jenazah seorang muslim atau muslimah.
  • Ada tubuhnya kematiannya buka kategori mati syahid.
  • Bukan bayi yang meninggal karena keguguran.

Siapa saja jenazahnya yang tidak boleh dimandikan? Ada dua jenazah yang tidak boleh dimandikan yaitu:

  • Orang yang mati syahid atau gugur saat berperang melawan orang kafir dalam rangka membela agama islam.
  • Bayi yang meninggal keguguran saat didalam kandungan.

Kedua jenazah ini tidak boleh dimandikan dan juga tidak boleh untuk dishalati. Melainkan cuman cukup dikafankan dan dikuburkan. Ini sesuai dengan ketentuan syar’i yang mendapatkan contoh langsung dari Rasulullah SAW.

3. Syarat Orang yang Memandikan Jenazah

Orang yang bertugas memandikan jenazah tidak boleh sembarangan, karena harus memiliki syarat-syarat tertentu. Syaratnya adalah:

  • Orang muslim.
  • Berakal.
  • Baligh.
  • Jujur.
  • Shalih.
  • Terpercaya.
  • Tahu tata cara memandikan jenazah.
  • Mampu menutupi aib jenazah.

Karena hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah, jadi siapa berhak memandikannya selama memenuhi syarat tersebut. Walau demikian terdapat urutan mengenai siapa yang paling berhak dalam memandikan jenazah.

Penjelasan tentang urutan tersebut adalah sebagai berikut:

  • Jika jenazah laki-laki maka urutannya: laki-laki yang masih ada hubungannya dengan keluarga. Seperti kakak adik, orang tua, kakek, istri dan laki-laki lain yang tidak ada hubungan kekerabatan.
  • Perempuan yang masih mahram (haram dinikahi oleh si jenazah semasa hidupnya). Jika jenazah perempuan maka urutannya: suami, seorang suaminya yang paing berhak memandikan istrinya, karena suami diperbolehkan melihat semua anggota tubuh istrinya tanpa terkecuali. Perempuan yang masih ada hubungan keluarga, seperti kakak, adik, orang tua atau nenek. Perempuan yang tidak ada hubungan kekerabatan.

4. Tata Cara Memandikan Jenazah

Memandikan jenazah adalah bentuk penghormatan yang diberikan kepada jenazah yang meninggal oleh orang-orang yang ditinggalkan. Oleh karena itu ada beberapa adab yang perlu diperhatikan selain dari tata cara memandikan jenazah sebelumnya, yakni:

  • Memandikan harus ditempat yang terlindungi. Ini gunanya untuk melindungi aurat jenazah agar tidak sampai terlihat oleh orang yang bukan pasangannya dan bukan muhrim dengannya.
  • Memandikan oleh orang yang memenuhi syarat. Tidak setiap orang bisa memandikan jenazah. Ada syarat dna ketentuannya yang perlu diperhatikan agar proses memandikan jenazah sesuai dengan syariat islam seperti diterangkan diatas.
  • Mendikan dengan menutup auratnya. Karekan sebelum jenazah dimandikan ada baiknya keluarga mempersiapkan selembar kain agar digunakan untuk menutup aurat jenazah hingga terjaga oleh orang lain yang mungkin melihatnya.
  • Memandikan dengan lembut. Meskipun sudah tidak bernyawa namun jenazah tetap harus diperlakukan dengan lembut. Hal ini karena islam sangat menghargai sesama manusia. Termasuk orang yang sudah meninggal.
  • Membersihkan najis dan kotoran. Orang yang memandikan jenazah sebaiknya juga membersihkan segala jenis najis dan kotoran didalam tubuh jenazah. Semua proses dilakukan secara lembut dan tidak memaksa.
  • Merapikan jenazah setelah dimandikan. Diperbolehkan menyisakan dan mengepang rambut jenazah serta memotong kukunya jika terlihat panjang.
  • Menutup aib jenazah selama memandikan jenazah dan setelahnya.
fbWhatsappTwitterLinkedIn