Di dalam ajaran agama islam atau sumber syariat islam terdapat hukum atau aturan perundang undangan yang harus dipatuhi oleh setiap umat karena berasal dari Al Qur’an dan Hadist. Hukum islam yang disebut juga sebagai hukum syara’ terdiri atas lima komponen yaitu antara lain wajib, sunah, haram, makruh dan mubah :
Penjelasan dan Pengertian/ Arti Definisi Hukum Hukum Islam :
1. Wajib (Fardlu)
Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh pemeluk agama islam yang telah dewasa dan waras (mukallamf), di mana jika dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa. Contoh : shalat wajib, pergi haji (jika telah mampu), membayar zakat, dan lain lain.
Wajib terdiri atas duajenis/macam :
- Wajib ‘ain adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh semua orang muslim mukalaf seperti sholah fardu, puasa ramadan, zakat atau jenis zakat dalam islam, haji bila telah mampu dan lain lain.
- Wajib Kifayah adalah perkara yang harus dilakukan oleh muslim mukallaff namun jika sudah ada yang malakukannya maka menjadi tidak wajib lagi bagi yang lain seperti mengurus jenazah.
2. Sunnah/ Sunnat
Sunnat adalah suatu perkara yang bila dilakukan umat islam akan mendapat pahala dan jika tidak dilaksanakan tidak berdosa. Contoh : sholat sunnat, puasa senin kamis, solat tahajud yang memilikikeutamaan shalat tahajud, memelihara jenggot, dan lain sebagainya.
Sunah terbagi atas duajenis/macam:
- Sunah Mu’akkad adalah sunnat yang sangat dianjurkan Nabi Muhammad SAW seperti shalat ied dan shalat tarawih yang memiliki fadhilah tarawih setiap malam.
- Sunat Ghairu Mu’akad yaitu adalah sunnah yang jarang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW seperti puasa senin kamis, dan lain lain.
Hukum Mendahulukan Sunnah daripada Wajib
Hukum mengerjakan ibadahyang bersifat wajib adalah mutlak harus dikerjakan, dan jika kita meninggalkannyamaka kita akan mendapat dosa. Sedangkan mengerjakan ibadah yang bersifat sunnahsifatnya adalah anjuran sebagai penambah atau penyempurna ibadah wajib. Jikaseorang muslim mengerjakan ibadah sunnah maka tidak hanya mendapatkan pahalatetapi juga memperoleh kesempurnaan nilai atau hakikat ketaatan pada AllahTa’ala.
Dan jika meninggalkanibadah sunnah maka tidak diganjar dengan dosa apapun. Sementara jika kitameninggalkan ibadah wajib, ancaman dosa akan menyertai bagi siapapun yangmelanggarnya.
Seorang muslim yang hanyamengerjakan ibadah sunnah dan meninggalkan ibadah wajib dapat diilustrasikanbahwa Ia akan mendapat pahala dari ibadah sunnah yang dikerjakan namun Ia jugaakan mendapat dosa dari kewajiban kewajiban yang ditinggalkannya.
Yang paling penting dansemestinya diutamakan oleh seorang hamba adalah ibadah wajib, sebab ancamandosa selalu menyertai bagi siapa pun yang meninggalkan atau melanggarnya.Amalan sunnah memang penting juga dilakukan mengingat hakikat fungsinya yangdapat menyempurnakan nilai ibadah wajib. Akan tetapi, tidak semestinya seorangMuslim lebih mengutamakan amalan sunnah daripada amalan wajib. Jika demikian,maka sesungguhnya ia terbalik dalam memahami ibadah.
Seorang Muslim yang hanyamengerjakan ibadah ibadah sunah dan meninggalkan ibadah ibadah wajib hakikatpahala dan dosanya hanya Allah yang mengetahui. Namun, kalau bolehdiilustrasikan, ia akan mendapatkan pahala pahala dari ibadah sunah yang iakerjakan tetapi ia juga mendapatkan dosa dari kewajiban kewajiban yang ia tinggalkan.
Tentu saja, nilai pahalaibadah wajib lebih tinggi daripada pahala ibadah sunnah. Ibadah wajib tidakboleh ditinggalkan. Konsekuensi bagi yang meninggalkannya adalah dosa.Sedangkan ibadah sunnah, ketika kondisi memang tidak memungkinkan untuk melakukannya,maka tidak ada ancaman dosa bagi pelakunya.
Sesuai dengan kaidah fiqih: Jika dalam suatu masalah bertabrakan antara manfaat satu dengan yang lainnyamaka di dahulukan & diambil manfaat yang paling besar / tinggi.
Mendahulukan hal yangsunnah dari pada yang wajib tidaklah diperbolehkan. Diantara dalilnya adalah:
1. Riwayat shahih
Dari abu hurairahradhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Tidak halal bagi seorang isteriuntukberpuasa (sunnah), sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya. (HR.Bukhori No. 5195 dan Muslim no. 1026 lafadz di atas adalah lafadz Bukhari)
2. Dalam hadits shahih Rasulullah shallallahu alaihi wa sallambersabda:
“Bilaiqamat shalat dikumandangkan maka tidak ada shalat kecuali yang maktubah (wajib).”(HR.Muslim no.710)
Perlu dipahami bahwaibadah wajib lebih utama daripada ibadah sunnah. Ini berlaku dalam shalat danpuasa. Namun ada pengecualian dalam beberapa perkara.
Adapun dalil dalam masalahini adalah merujuk pada hadits Abu Hurairah berikut ini tentang keutamaanwali Allah. Di dalamnya Allah mendahulukan amalan wajib dari amalan sunnah,juga amalan wajib lebih Allah cintai.
3. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah Ta’alaberfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih) Ku, maka Aku akan memeranginya.Hamba Ku senantiasa mendekatkan diri pada Ku dengan amalan wajib yang Kucintai.Hamba Ku senantiasa mendekatkan diri pada Ku dengan amalan amalan sunnahsehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberipetunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjukpada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk padatangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang iagunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada Ku, pasti Akumengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.”(HR. Bukhari, no. 2506)
Imam Al Haramain berkatabahwa para ulama berkata, Allah mengkhususkan Nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mewajibkan sesuatu menunjukkan besarnya pahalanya. Pahalaamalan wajib tentu lebih besar daripada pahala amalan sunnah. (Al Asybah waAn Nazhair, hlm. 324)
Imam Suyuthi membawakankaedah dalam masalah ini, “Amalan wajib lebih utama daripada amalan sunnah.”
Sunnah yang Boleh Didahulukan
Beberapa hal yangdiperbolehkan:
1. Mendahulukan pelaksanaan Umroh atas haji diperbolehkan, dasarnyaadalah riwayat yang dibawakan oleh Abu Umar Ibnu Abdil Bar:
Dari al Barra’ diaberkata,” Rasulullah shallallahu alaihiwa sallam melaksanakan tiga kali umroh sebelum beliau melaksanakan haji. AtTamhid 24/411
2. Hutang yang jatuh tempo lebih didahulukan atas pelaksanaan Umrohdan Haji Wajib.
Syaikh Utsaimin menerangkansebabnya berikut ini,” Nasehat saya untuk saudara saudara yang punyatangggungan hutang: Jangan melaksanakan haji atau umroh tathawwu’, sebab melaksanakanyang wajib (membayar hutang.pent) lebih penting dari melaksanakan amalanmustahab. Bahkan orang yang belum melaksanakan haji dan umroh fardhu tidakwajib melaksanakan keduanya bila ia punya tanggungan hutang sebab hutang lebihdahulu dan haji atau umroh tidak wajib kecuali setelah hutang dilunasi. Majmu’Fatawa wa Rasail al Utsaimin 21/84 85″
3. Memutihkan utang itu sunnah, sedangkan memberikan tenggang waktubagi yang sulit itu wajib. Namun memutihkan lebih afdhal daripada memberikantenggang waktu.
4. Memulai mengucapkan salam dihukumi sunnah. Menjawab salamdihukumi wajib. Namun memulai mengucapkan salam dinilai lebih utama.
5. Satu shalat sunnah lebih afhal daripada satu shalat wajib yangditinggalkan walaupun hanya sekali saja.
6. Mengumandangkan azan dihukumi sunnah menurut sebagian ulamaseperti yang dikuatkan oleh Imam Nawawi. Sedangkan menjadi imam adalah fardhu kifayah.Namun mengumandangkan azan menurut sebagian ulama dinilai lebih utama daripadamenjadi imam.
8. Berwudhu sebelum waktu shalat itu sunnah. Sedangkan jika shalatingin dilaksanakan, berwudhu menjadi wajib. Namun yang pertama lebih utamadaripada yang kedua. (Al Asybah wa An Nazhair, hlm. 325 327)
Kembali pada keadah diawal, ada hal yang menarik yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar,
“Siapa yang tersibukkan dengan yang wajib dariyang sunnah dialah orang yang patut diberi udzur. Sedangkan siapa yangtersibukkan dengan yang sunnah sehingga melalaikan yang wajib, maka dialahorang yang benar benar tertipu.” (Fath Al Bari, 11: 343)
9. Apakah meninggalkan suatu amalan yang dihukumi sunnah(tidak wajib) mendapatkan dosa, termasuk dalam celaan bahkan dihukumi berbuatbid’ah?
Ulama besar Kerajaan SaudiArabia di masa silam, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya:
Dalam ringkasan KitabAl-I’tisham karya Imam Asy-Syatibi, meninggalkan suatu perkara sunnah ataukahwajib apakah dapat digolongkan berbuat bid’ah? Meninggalkan perkara yangdiperintahkan itu ada dua macam. Ada meninggalkannya bukan dianggap sebagai bentukibadah. Perkara tersebut ditinggalkan karena malas-malasan atau menganggapremeh atau alasan pribadi lainnya. Bentuk pertama ini berarti melakukan suatupelanggaran. Jika yang ditinggalkan adalah perkara wajib, maka dihukumimaksiat.
10. Adapun pertanyaannya. Jika meninggalkan perkara sunnah (yangbukan wajib) dihukumi bukan maksiat, jika memang yang ditinggalkan sebagianamalan saja. Bagaimana jika yang ditinggalkan adalah seluruh perkara sunnah?
Jawab Syaikh MuhammadAl-‘Utsaimin rahimahullah, seperti itu bukanlah maksiat, tergantung kondisinya.Jika disebut meninggalkan seluruh perkara sunnah itu maksiat, maka perluditinjau lagi.
Namun sepertinya pemahamanitu diambil dari perkataan Imam Ahmad rahimahullah, “Siapa yang meninggalkanshalat witir, maka ia adalah rajulun suu’ (laki-laki yang jelek), janganlahterima persaksiaannya.” Padahal diketahui bahwa shalat witir dihukumi sunnah(bukan wajib) seperti yang diyakini pula oleh Imam Ahmad.
11. Begitu pula ulama Hambali menyatakan bahwa meninggalkan shalatrawatib juga tidak diterima persaksiaannya padahal shalat rawatib tidaklahwajib.
12. Jika seseorang meninggalkan perkara sunnah dianggap sebagaisuatu bentuk ibadah, malah termasuk dalam orang yang berbuat bid’ah. Karenameninggalkan sesuatu sama hal dalam hukum melakukannya.
13. Jika seseorang meninggalkan perkara sunnah karena malas-malasanatau menganggap remeh. Ia menyatakan, yang wajib tetaplah wajib dan yang tidakwajib tetaplah tidak wajib. Seperti itu tidak dihukumi dosa, baik iameninggalkan sebagian atau seluruh perkara yang dihukumi sunnah.
Memang orang yangmeninggalkan amalan yang tidak wajib (baca: sunnah) tidaklah berdosa, cuma iamendapatkan kerugian karena tidak ada kesempatan untuk menambah kebaikan. Namundalam pelaksanaannya, juga tetap harus mendahulukan yang wajib.
Demikian yang dapatpenulis sampaikan, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.