Bagaimana Hukum Menolak Perjodohan dari Orang Tua? Simak Pembahasan Berikut!

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Perjodohan merupakan salah satu teknik yang digunakan oleh sebagian masyarakat terutama masyarakat zaman dulu dengan tujuan menikahkan anak-anak mereka. Sebenarnya, jika dilhat dari syariat Islam, tidak ada ketentuan melarang atau menganjurkan sistem perjodohan tersebut.

Dalam Islam hanya menganjurkan hendaknya seorang muslim mencari pendamping hidup yang shalih / shalihah agar terhindar dari perbuatan zina dan menginginkan kebarokahan hidup dari Allah SWT. Pernikahan sendiri dinilai sebagai bentuk ibadah dan merupakan salah satu nikmat dari Allah yang seharusnya disyukuri oleh setiap insan.

Karena dengan menikah kita dapat mendapat banyak syafaat, Selain itu yang patut diingat adalah menikahlah dengan manusia shalih/shalihah dan yang disukai, sesuai dengan perintah Allah yang mensyariatkan hal tersebut dalam Al Quran yang berbunyi :

“Maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi” (QS. Annisa: 3)

Yang jika disingkat, perjodohan merupakan sebuah jalan untuk menikahkan. Dan hal ini kerap kali dilakukan oleh para orang tua untuk menjodohkan anak-anak mereka sesuai dengan kriteria para orang tua.

Dan tak jarang hal tersebut menimbulkan ketidak cocokan di hati anak-anak yang dijodohkan. Karena menurut anak zaman sekarang perjodohan sudah sangat ketinggalan zaman dan belum tentu calon yang dijodohkan dengan mereka cocok atau sesuai dengan ekspektasi mereka sendiri.

Pernikahan yang didasarkan atas pemaksaan jika terus dilanjutkan berpotensi akan mengganggu keharmonisan rumah tangga. Dan bahkan melangkah ke arah perceraian, suatu hal yang dibenci oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wallahu a’lam

Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتأمَر وَلَا تُنْكَحُ‏ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ‏ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا قَالَ أَن تسكت  ‎ ‎ ‎ ‏‎ ‎ ‎

Tidak boleh menikahkan seorang janda sebelum dimusyawarahkan dengannya dan tidak boleh menikahkan anak gadis (perawan) sebelum meminta izin darinya.” Mereka bertanya, “wahai Rasulullah, bagaimana mengetahui izinnya?” Beliau menjawab, “dengan ia diam.” (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 1419).

Ada dalam salah satu riwayat yang disebutkan bahwa Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah menjodohkan anak perempuannya, Hafshah radhiyallahu ‘anha yang ketika itu baru saja menjadi janda kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Maka dalam hal ini, Apabila orangtua ingin menjodohkan atau memilihkan jodoh untuk anaknya dan kemudian anak menerima dan merasa cocok tentu ini adalah hal yang sangat baik. Yang menjadi masalah utama adalah ketika orangtua memilihkan jodoh untuk anaknya namun anak merasa tidak cocok lalu memaksaan keadaan untuk tetap menerima karena merasa tidak enak atau durhaka kepada orangtuanya maka hal ini merupakan suatu hal yang tidak baik.  

Agama Islam datang dengan membawa banyak sekali kemuliaan, diantaranya adalah Allah memberikan hak penuh dalam menerima atau menolak suatu lamaran atau pernikahan bagi kaum perempuan. Karena pada zaman jahiliah hal tersebut tidak diperbolehkan. Lalu apakah suatu perbuatan dosa jika seorang anak menolak perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya dan disebut seorang yang durhaka?

Jawabannya adalah tidak mengapa atau berdosa.

Tidak termasuk durhaka. Karena menikah itu murni hak anak. Orang tua tidak boleh memaksa anaknya untuk menikah dengan seseorang yang tidak disukai anaknya. Dalilnya adalah sebagai berikut :

عن أبي سعيد الخدري أن رجلا أتى بابنة له إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال إن ابنتي قد أبت أن تتزوج قال فقال لها أطيعي أباك قال فقالت لا حتى تخبرني ما حق الزوج على زوجته فرددت عليه مقالتها قال فقال حق الزوج على زوجته أن لو كان به قرحة فلحستها او ابتدر منخراه صديدا أو دما ثم لحسته ما أدت حقه قال فقالت والذي بعثك بالحق لا اتزوج ابدا قال فقال لا تنكحوهن إلا بإذنهن

Dari Abu Said al-Khudri, bahwa ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa putrinya. Orang ini mengatakan, “Putriku ini tidak mau menikah.” Nabi memberi nasihat kepada wanita itu, “Taati bapakmu.” Wanita itu mengatakan, “Aku tidak mau, sampai Anda menyampaikan kepadaku, apa kewajiban istri kepada suaminya.” (merasa tidak segera mendapat jawaban, wanita ini pun mengulang-ulangi ucapannya). Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Kewajiban istri kepada suaminya, andaikan di tubuh suaminya ada luka, kemudian istrinya menjilatinya atau hidung suaminya mengeluarkan nanah atau darah, kemudian istrinya menjilatinya, dia belum dianggap sempurna menunaikan haknya.”

Spontan wanita itu mengatakan: “Demi Allah, Dzat yang mengutus Anda dengan benar, saya tidak akan nikah selamanya.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada ayahnya, “Jangan nikahkan putrimu kecuali dengan kerelaannya.” (HR. Ibn Abi Syaibah no.17122)

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الثَّيِّبُ أَحَقُّ‏‎ ‎بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا‎ ‎وَالْبِكْرُ يَسْتَأْذِنُهَا‎ ‎أَبُوهَا فِي نَفْسِهَا‎ ‎وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا

Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan perawan maka ayahnya harus meminta persetujuan dari dirinya. Dan persetujuannya adalah diamnya.” (HR. Muslim no. 1421),

Dalam Islam sendiri hukum pernikahan yang sesuai syariat ialah adanya keridhaan dari kedua calon mempelai pengantin. Jika salah satu dari calon pengantin tidak setuju atau keberatan maka pernikahan tersebut tidak sesuai syariat.

Pernikahan dalam keterpaksaan dikhawatirkan akan mengundang banyak mudharat daripada baiknya, walaupun kedua calon mempelai pengantin ridha atas perjodohan tersebut. Hal itu ditegaskan oleh Syaikh Abdurrahamn as-Sa’di memaparkan dalam Almajmu’ah Alkamilah li Muallafat bahwa tidak boleh bagi orangtua memaksa anak perempuan menikah, meski keduanya dalam keadaan ridha.

fbWhatsappTwitterLinkedIn