Sifat Marah Dalam Islam – Hukum, Bahaya dan Akibatnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Marah merupakan suatu bentuk emosi yang memang lumrah atau alami ada pada setiap manusia, namun wujudnya berbeda-beda. Secara istilah, اَلْغَضَبُ berarti perubahan emosi oleh kekuatan untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman dan gemuruh di dada. Marah bisa membuat seseorang berbuat kekerasan terutama bagi mereka yang tidak memiliki kontrol emosi yang baik hingga menyebabkan apa yang diartikan sebagai kemarah yang tak bisa lagi dibendung (amat sangat marah).

Hukum Marah dalam Islam

1. Wajib

Ketika kita melihat perbuatan maksiat atau dosa tepat dihadapan kita. Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

Apabila kalian melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangan/kekuasaanya, apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan ucapan/lisan (nasihat), apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan hati. Dan yang terakhir, inilah wujud serendah-rendahnya iman. (H. R. Muslinm).

2. Sunnah 

Contohnya adalah ketika Rasulullah SAW marah pada sahabat yang memanjangkan bacaan surah pada saat shalat. Adapun kemarahan Rasulullah tersebut bukan dalam hal yang maksiat, karena dimaksudkan jika seorang imam dalam shalat memanjangkan bacaan suratnya tapi tidak disukai oleh makmumnya maka akan menjadi haram (bacaan panjang tersebut).

3. Mubah

Mubah hukumnya boleh juga dilakukan. Dalilnya adalah seperti yang pernah terjadi pada Abu Bakar RA ketika suatu ketika beliau marah pada anaknya karena kebetulan tamu yang datang ke rumah belum diberik makan padahal tamu tersebut sengaja menunggu Abu Bakar datang dulu baru makan. Abu Bakar marah akrena anaknya, Abdurrahman, sempat bersembunyi karena takut dimarahi.

4. Makruh

merupakan perbuatan yang apabila kita lakukan tidak berdosa, namun jika ditinggalkan akan mendapat pahala. Contohnya; ketika Sa’ad bertanya pada Rasulullah perihal seumpama ada lelaki yang berzina dengan istrinya, maka ia akan membunuh lelaki itu sebelum mendatangkan empat orang saksi. Marahnya Sa’ad ini adalah makruh karena ucapannya barusan hanyalah pengandaian.

5. Haram

Adalah kemarahan yang disertai dengan caci maki, hinaan, dan kata-kata yang keji.

Hakikat Marah

  • Marah yang Terpuji ; Dilakukan untuk membela diri, agama, kehormatan, atau menolong orang yang didzalimi.
  • Marah yang Tercela ; Merupakan marah yang dilakukan atas dasar balas dendam atau keegoisan diri sendiri. Marah yang tidak untuk menegakkan kebenaran atau marah yang diiringi dengan perbuatan tercela lainnya.

Tingkatan Sifat Marah

1. Tafrith]

Bisa dikatakan sebagai tingkatan marah yang sangat rendah, bahkan cenderung tidak nampak. Mereka yang berada pada tingkatan ini hampir dikatakan tidak pernah marah. Maksudnya, mereka tidak akan mengahadapi segala hal yang terjadi disekitarnya dengan marah dan umumnya tidak mudah tersinggung bahkan ketika agamanya disinggung, cenderung merendahkan diri, dan lemah.

Padahal, Rasulullah sendiri bersifat tawaddu’ yang artinya beliau akan marah demi mempertahankan agama. sehingga bersifat tafrith ini sebenarnya bertentangan dengan syara’.

2. Ifrath

Kebalikan daripada tafrith, marah pada tingkatan ini ialah mereka yang tidak bisa mengontrol emosi sehingga cenderung berlebihan saat marah, misalnya dengan berteriak dan melontarkan kata-kata kasar. Tak jarang pula diikuti dengan tindak kekerasan, yang kemudian memunculkan rasa dendam dan keinginan untuk membalasnya.

3. I’tidal

Kondisi amarah yang sederhana, tidak berlebihan seperti ifrath, tidak juga seperti tafrith yang tidak pernah marah. Dalam tingkatan ini, amarah seseorang hanya muncul pada saat-saat tertentu karena emosinya masih bisa dikontrol dengan baik dan akal sehat pun masih lebih mendominasi sehingga cenderung bisa lebih berpikir jernih sebelum bertindak. Sekali marah pun, tidak akan melanggar batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Bahaya akan Sifat Marah

  1. Kehilangan kendali diri

Pasti, mereka yang sudah sepenuhnya dikuasai oleh amarah tak jarang akan kehilangan kontrol atas diri sendiri sehingga tidak bisa berpikir jernih dan tidak mampu membedakan mana perbuatan yang baik mana yang buruk.

  1. Merugikan diri sendiri

Baiknya, marah itu disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta tidak melenceng dari apa yang diperintahkan oleh Allah da Rasul-Nya. Jangan biarkan amarah menguasai kita, tetapi kita yang harus menguasai (mengendalikan) amarah tersebut. Sebab, marah yang berlebihan justru datangnya bukan karena kebaikan melainkan oleh hasutan setan dan iblis sehingga bisa berujung pada dosa.

Lagi pula, marah yang tidak perlu hanya akan menjadikan masalah kecil menjadi besar yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan penyesalan. Marah yang tidak terkontrol akan menimbulkan perasaan benci yang menjadi akar daripada rasa dendam hingga akhirnya muncul keinginan untuk membalas dendam. Akhirnya, amarah hanya akan menjerumuskan kita pada hal-hal yang merugikan semacam pertengkaran dan permusuhan, bahkan perang.

  1. Dapat menodai agama

Seseorang yang sedang dikuasai amarah tak jarang bertindak sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan karena akal sehatnya tidak berjalan dengan benar. Bahkan jika sudah sepenuhnya dikuasai oleh marah, maka ia bisa melakukan apa saja yang padahal tidak benar oleh Allah dan Rasul sehingga justru melakukan tindakan yang melenceng, hanya melakukan apa saja yang ia anggap benar demi menumpahkan seluruh amarah yang ada.

  1. Terjerumus pada maksiat

Marah yang tidak terkontrol dengan baik membuat seseorang mudah melakukan tindakan yang melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya. Ditambah dengan hasutan daripada setan dan iblis, jadilah seseorang yang pemarah menjadi mudah diajak pada perbuatan maksiat yang merugikan.

  1. Adzab Allah menunggu

Seseorang yang tidak bisa mengontrol amarahnya dengan baik, menjadikan dirinya mudah terjerumus pada hal-hal yang tidak baik dan merugikan baik diri sendiri maupun orang lain.  Titik akhir daripada perbuatan marah yang merugikan dan berujung dosa itu tak lain adalah balasan daripada Allah SWT berupa adzab.

Akibat dari Perbuatan Marah

Marah yang bisa menyebabkan akibat tidak baik tentu adalah marah yang berlebihan. Marah yang berlebih tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain. Efek marah bahkan bisa langsung berdampak pada tubuh kita sendiri baik dampak dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Marah berlebih juga bisa menimbulkan berbagai macam penyakit yang tentu akan sangat merugikan.

  • Dampak buruk pada diri sendiri

Ketika kita kehilangan kontrol karena marah yang berlebih, tubuh kita adalah yang pertama merasakan akibatnya. Emosi yang melonjak tinggi akan memengaruhi tubuh yang menjadikan tekanan darah meningkat, pernapasan semakin cepat, suhu tubuh meningkat sehingga mudah berkeringat. Dalam kondisi ini, tubuh jadi mudah lelah karena perlu diketahui bahwa saat marah kita membutuhkan banyak energi.

Dampak lain dari marah adalah kesulitan tidur (umumnya disebabkan oleh pikiran-pikiran negatif) dan depresi. Kemudian menyebabkan kita tidak bisa berpikir secara rasional lagi (yang menyebabkan sering terjadi tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak perlu). Pada dampak berlanjut, bisa menyebabkan timbulnya penyakit tekanan darah tinggi, kencing manis, sampai penyakit jantung.

  • Dampak pada orang lain atau lingkungan sekitar

Orang yang pemarah atau yang cenderung tidak bisa mengontrol emosi, seringkali merugikan orang lain maupun lingkungan disekitarnya. Oleh karena tidak bisa mengontrol marah, maka bisa melakukan tindakan yang merugikan seperti merusak benda-benda di sekitarnya bahkan menyakiti atau melukai orang terdekat.

Hal ini menyebabkan seorang yang pemarah tidak akan disukai dan justru dijauhi karena sifatnya yang kasar tersebut. Akibatnya, seseorang bisa kehilangan kepercayaan, pekerjaan, jabatan, bahkan teman, dan menimbulkan permusuhan.

Cara Mengendalikan Amarah

  1. Tanamkan dalam diri bahwa jangan pernah marah kecuali karena Allah SWT. Maksunya, marahlah pada sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Marah untuk hal-hal yang berdasarkan kebaikan saja.
  2. Usahakan untuk bersikap lembut, namun jangan sampai mengarah pada tafrith  karena justru bisa berujung menjadi ketidakpedulian atau kelalaian.
  3. Perbanyak berdzikir kepada Allah SWT.
  4. Berusaha menahan amarah yang tidak perlu. Allah SWT berfirman yang artinya; ”Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q. S. Ali Imran ayat 134).
  5. Berdiam diri. Jika memang tidak akan sanggup untuk menahan amarah dan ditakutkan jika bersuara atau bertindak hanya akan membuat keadaan semakin buruk atau justru akan merusak agama, lebih baik memilih untuk diam saja. Rasulullah SAW bersabda; “Ajarilah, permudahlah, dan jangan menyusahkan. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.” (H. R. Ahmad).
  6. Mengubah posisi. Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (H. R. Ahmad).
  7. Pergi mengambil wudhu atau mandi.
  8. Bersabar dan lebih baik untuk memberi maaf. Allah SWT bersabda yang artinya; “Dan jika mereka marah mereka memberi maaf.” (Q. S. Asy-Syuura ayat 37).
fbWhatsappTwitterLinkedIn