Dalam kehidupan, jodoh ialah sesuatu yang telah diatur oleh Allah sebagai wujud kasih sayang Allah kepada hambaNya dan jika memang jalannya akan disatukan dalam ikatan pernikahan yang sah. Pernikahan sudah seharusnya diisi dengan sikap saling terbuka, saling mendukung, saling memahami, saling menutupi kekurangan, dan saling mendoakan kebaikan untuk satu sama lain.
Akhir akhir ini dalam kehidupan masyarakat, sering kita lihat banyaknya konflik rumah tangga yang menyebabkan perceraian karena hilangnya kasih sayang dalam islam, terlepas dari penyebab dan siapa yang salah, pada intinya semuanya terjadi karena tidak adanya unsur kedamaian dalam hati kedua belah pihak selama menjalankan ikatan pernikahan tersebut, padahal ketika akad nikah begitu banyak janji yang diucapkan.
Tentunya tidak ada orang yang menginginkan memiliki kehidupan rumah tangga yang tidak bahagia sebab terdapat tanda Allah sayang hambaNya, namun, ketika maslaah sudah benar benar terasa memuncak dan serasa tidak ada jalan yang lebih baik, banyak pasangan yang memilih bercerai bahkan dalam keadaan yang seharusnya keduanya memiliki kasih sayang yang lebih dalam, yakni ketika istri sedang hamil.
Tentunya seharusnya wanita hamil mendapatkan kasih sayang dari suaminya sesuai ayat Al Qur’an tentang cinta dan kasih sayang, bukan mendapatkan rasa stres dan kesedihan akibat dari perceraian tersebut dimana kehamilan tersebut tentu anugrah dari Allah yang seharusnya bisa menyatukan keluarga. Nah sobat pembaca semua, mengenai hal ini penulis membahasnya secara lengkap menurut pandangan islam, simak selengkapnya berikut, Hukum Cerai Bagi Wanita Hamil.
1. Kisah di Jaman Rasulullah
Kisah perpisahan rumah tangga ketika wanita sedang hamil tidak hanya terjadi di jaman modern saja, namun juga sudah ada sejak jaman Rasulullah terdahulu, dari kisah berikut sobat pembaca akan mampu mengambil pelajaran dan mengambil kesimpulan dari inti pembahasan yang diuraikan dalam artikel kali ini serta memhami cara agar disayang suami.
“Dari Ibnu Umar RA bahwa ia pernah menalak istrinya dalam keadaan haid. Kemudian Umar bin Khatthab RA menceritakan kejadian tersebut kepada Nabi. Lantas beliau pun berkata kepada Umar bin Khatthab RA, ‘Perintah kepada dia (Ibnu Umar RA) untuk kembali kepada istrinya, baru kemudian talaklah dia dalam keadaan suci atau hamil,” (HR Muslim).
Perintah Rasulullah saw kepada Ibnu Umar RA melalui ayahnya, yaitu Umar bin Khaththab RA itu setidaknya mengadung dua hal penting. Pertama, larangan untuk menalak wanita dalam keadaan haid. Kedua, kebolehan menalak wanita dalam keadaan suci atau hamil.
Jelas ya sobat? bahwa wanita hamil dilarang untuk diceraikan atau meminta cerai? tentunya sangat lucu ya sobat, dimana kehamilan adalah sesuatu yang diharapkan dan sudah selayaknya laki laki bertanggung jawab dan memperlakukan istrinya dengan baik sementara wanita menjaga kehamilannya dan memperbanyak doa serta bakti kepada suaminya.
Namun apa yang terjadi? cerai? tentu saja hal itu sangat lucu, hal itu membuktikan bahwa kehidupan pernikahan yang dijalani benar benar tidak didasari dengan sikap kedewasaan sehingga masing masing hanya memikirkan egonya saja. Disini dapat disimpulkan bahwa wanita hamil hukumnya haram untuk diceraikan.
2. Larangan Cerai bagi Wanita Hamil
“Wanita-wanita yang hamil waktu iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungan,” (QS At-Thalaq [65]: 4). “Hendaklah ia meruju’ istrinya kembali, lalu menahannya hingga istrinya suci kemudian haidh hingga ia suci kembali. Bila ia (Ibnu Umar) mau menceraikannya, maka ia boleh mentalaknya dalam keadaan suci sebelum ia menggaulinya (menyetubuhinya). Itulah al ‘iddah sebagaimana yang telah diperintahkan Allah ‘azza wa jalla.”
Jelas bahwa wanita hamil dilarang hukumnya untuk bercerai sebab merupakan perintah Allah dan sudah seharusnya wanita hamil hidup bersama dengan suaminya, jika terdapat keraguan misalnya suami curiga atau memandang atau memiliki bukti bahwa bayi yang dikandung bukan anaknya hal tersebut tentunya baru bisa dibuktikan setelah bayi lahir, sehingga tetap harus menunggu hingga melahirkan kandungan.
3. Menyebabkan Penyesalan
An Nawawi rahimahullah menerangkan, “Yang dimaksudkan dengan (قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ) adalah sebelum menyetubuhi istrinya. Hadits ini menunjukkan haramnya talak ketika si wanita dalam keadaan suci setelah sebelumnya disetubuhi. Para ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa haram mentalak istri ketika ia dalam keadaan suci setelah sebelumnya disetubuhi hingga istri tersebut terbukti hamil. Karena jika terbukti hamil, mungkin saja suaminya tersebut akan menyesal.
Tentu saja ada beberapa masalah dalam rumah tangga yang mungkin bisa terjadi karena salah paham dsb sehingga dengan nekat bercerai ketika istri sedang hamil, namun tentunya hal tersebut bukanlah penyelesaian yang baik sebab dapat beresiko pada penyesalan di kemudian hari dimana bayi dapat meningkatkan kasih sayang antara suami dan istri, untuk mencegahnya maka sebaiknya bersabar dan mencari jalan tengah untuk bersama terlebih dahulu.
4. Haram dan Menunjukkan tidak Adanya Rasa Syukur
Maka Kami beri dia (Ibrahim) kabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar (Yakni Ismail). (QS. Ash Shafat: 101). “Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim (yakni Ishaq)” (QS. Al Hijr: 53). “Hai orang-orang yang beriman,
tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa [4]: 19)
Tentunya mengajukan bercerai ketika istri sedang hamil merupakan perbuatan yang berdosa dan menunjukkan bahwa orang yang melakukannya tidak memiliki rasa syukur kepada Allah, dimana wanita hamil ialah buah dari pernikahannya yang terjadi karena hubungan badan yang dilakukan dengan sukarela.
Ketika sudah mendapat anugrah dari Allah tentunya wajib untuk disyukuri dan dijaga baik baik hingga lahir dan nantinya bisa menjadi pemersatu dalam keluarga serta menjadi anak sholeh yang akan menjadi kebaikan untuk kedua orang tuanya, lepas dari hal itu, ada begitu banyak kewajiban dan anjuran yang hendaknya dilakukan suami pada istrinya yang hamil yang nantinya hal itu akan hilang jika terjadi perceraian.
5. Suami Memiliki Kewajiban Selama Istri Hamil
“Tahukah kalian, siapa orang yang mati syahid di kalangan umatku?” beliau menjawab, orang yang mati syahid di kalangan umatku cuma sedikit. Orang yang mati berjihad di jalan Allah, syahid, orang yang mati karena Tha’un, syahid. Orang yang mati tenggelam, syahid. Orang yang mati karena sakit perut, syahid. Dan wanita yang mati karena nifas, dia akan ditarik oleh anaknya menuju surga dengan tali pusarnya.” [HR. Ahmad : 15998].
Jelas bahwa wanita hamil adalahs alah satu wanita yang dimuliakan Allah jika wanita tersebut mendapatkan kehamilan dengan cara yang halal sesuai syariat islam, bukan dengan jalan maksiat atau zina, tentunya wanita hamil memiliki banyak keistimewaan yang tidak dimiliki wanita lainnya seperti pengampunan dosa sepanjang hari dan mati syahid jika ia meninggal karena melahirkan anaknya.
Di samping itu suami memiliki kewajiban terhadap istrinya yang hamil seperti nafkah dan kasih sayang, dan jika bercerai maka kewajiban itu akan gugur dan yang dirugikan tentunya adalah pihak wanita dimana wanita harus menanggung beban sendirian di balik perjuangan dan rasa sakit atau rasa ketidaknyamanannya selama menjalani kehamilan.
Yang bisa melakukan cerai selama wanita sedang hamil hanyalah suami yang miskin imannya dan sedikit sekali ilmu agamanya sehingga ia tidak paham mengenai etika dan tidak paham mengenai aturan islam dan melakukan sesuatu hanya atas dasar hawa nafsu dan keinginannya sendiri. Tentunya kita semua berharap dijauhkan dari sifat tercela seperti demikian ya sobat?
Namun jika wanita hamil yang meminta cerai ketika ia hamil juga tentunya perlu dipertanyakan dimana nalurinya sebagai ibu yang tentunya bayi dalam kandungannya membutuhkan pendampingan dan doa dari ayahnya untuk kelancaran proses kehamilannya. Mungkin memang terjadi sesuatu yang benar benar menekan atau menyakiti wanita tersebut misalnya kekerasan atau perlakuan tidak baik dari suaminya dimana hal itu tentunya akan menimbulkan dosa besar dan azab neraka bagi suami.
Nah sobat, dari segala dalil dan uraian yang telah penulis jelaskan tentunya sekarang sobat memhami bahwa hukum cerai bagi wanita hamil ialah haram, mungkin secara hukum bisa dilakukan namun secara agama tent jauh lebih baik untuk dihindari dan mengambil jalan yang lain selain cerai, tentunya hal itu untuk menenangkan diri kedua belah pihak dan menghindarkan dari dosa serta penyesalan di kemudian hari.
Demikian yang bisa disampaikan penulis, semoga menjadi wawasan islami berkualitas untuk sobat pembaca semua dan menjadi panduan untuk melaksanakan segala urusan sehari hari dengan berdasarkan pada syariat islam yakni firman Allah dalam Al Qur’an dan hadist Rasulullah. Akhir kata penulis ucapkan Terima kasih. Semoga berkah dan bermanfaat untuk menambah ilmu islam bagi kita semua.