Berzina sebelum menikah memang perbuatan yang di laknat oleh Allah SWT. Terdapat pengharaman hukum menikah dengan laki-laki yang pernah berzina dengan orang lain.
Pengharaman menikah dengan pezina terdapat dalam ayat 3 surah an-Nur (24)
,الزَّانِي لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik. Kemudian diharamkan atas Orang-orang yang mukmin. Sebab turunnya ayat tersebut terdapat dua periwayatan.
1. Seorang laki-laki membawa pelacur
Seorang laki-laki bernama marstad ghanawiy membawa tawanan seorang pelacur makkah ke madinah kemudian menanyakan hal tersebut kepada nabi saw. Apakah boleh kawin dengannya?
2. Turunnya ayat tersebut karena seorang pelacur
Turunnya ayat tersebut adanya seorang perempuan pelacur bernama ummu mahzul. Mau membiayai atau memberi belanja seorang laki-laki yang telah mengzinainya.
Dalam persoalan ini ada seseorang yang menanyakannya hal tersebut kepada nabi saw. Apakah boleh mengawininya?.
Melihat sebab turunnya ayat tersebut maksud dan larangannya adalah ditujukan kepada larangan mengawini pelacur. Jumhur ulama menafsirkan ayat..
وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ
(Wanita pezina tidak dikawini kecuali oleh pria pezina…)
Bahwa Orang-orang fasik yang menyeleweng kebiasaanya adalah berzina. Kesukaanya kawin dengan wanita yang fasik seperti dia atau wanita yang musyrik.
Ia tidak senang menikah dengan wanita yang mukminah yang disalihah. Demikian pula wanita yang berzina yang menyeleweng dan fasik tidak senang kawin dengan laki-laki seperti dia atau dengan laki-laki yang musyrik.
Itulah kebiasaan mereka pada umumnya. Tidak boleh menikah seorang laki-laki yang baik dengan wanita pelacur.
Selama ia masih berstatus pelacur hingga mau bertaubat. Jika dia telah bertaubat makan dibolehkan .
Menikah dengan laki-laki yang baik. Jika ia belum bertaubat maka tidak di bolehkan menikah dengan laki-laki yang baik.
Demikian pula tidak boleh akad pernikahan seorang wanita yang baik-baik dengan laki-laki berzina hingga ia bertaubat dengan benar.
berdasarkan firman Allah swt,
وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Yang demikian itu diharamkan atas orang-orang mukmin.Namun apabila ia telah bertaubat serta menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya, maka ia terbebas dari dosa. Berdasarkan hadis:
عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ
: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: التَاءِبُ مِنَ الذَنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ [رواه ابن ماجه].
Dari Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud dari ayahnya (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Orang-orang yang bertaubat dari dosanya, seperti orang yang tidak punya dosa [H.R. Ibnu Majah: 4250].
Selain ayat diatas Allah swt juga menjelaskan bahwa wanita yang keji untuk laki-laki yang keji untuk wanita yang keji pula. Sebaliknya wanita yang baik untuk laki-laki yang baik pula.
Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. an-Nur (24): 26,
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Wanita-wabita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita yang keji pula.
Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik pula.
Mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang menuduh itu. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia surga.
Berbeda halnya dengan kasus seorang laki-laki yang mengzinai perempuan. Dan ia ingin menikahi nya makan itu boleh.
Berdasarkan hadits riwayat aisyah ketika Rasulullah saw ditanya tentang seseorang yang berzina ingin menikahi wanita yang ia zinai sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
: سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَجُلٍ زَنِى بِاِمْرَأَةِ, وَأَرَادَ أَنْ يَتَزَوَّجَهَا فَقَالَ وَالحَرَامُ لَا يُحَرِّمُ الحَلَالَ [أخرجه الطبراني والدارقطني].
Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw ditanya tentang laki-laki yang berzina dengan perempuan, dan ia ingin menikahinya, maka beliau bersabda: Yang haram itu tidak mengharamkan yang halal [H.R. ath-Thabarani: 7224 dan ad-Daruqutni: 3680].
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ ذَاكَ, فَقَالَ: أَوَّلُهُ سِفَاحٌ وَآخِرُهُ نِكَاحٌ [رواه أبو شيبه و عبد الرزاق].
Dari Ibnu Abbas (diriwayatkan) sesungguhnya ditanya tentang hal itu (laki-laki pezina yang mau menikah): maka ia menjawab: Permulaannya perzinaan, dan akhirnya adalah pernikahan [H.R. Abu Syaibah: 16773 dan ‘Abdur-Razzaq: 12785].
Dengan demikian jika diketahui mantan pezina tersebut telah bertaubat dan menyesali perbuatannya. Serta telah berpartisipasi menjalankan ibadah dengan baik dan beramal shaleh.
Kemudian ia berniat untuk mengadakan sebuah pernikahan maka kepada calon wanita yang ingin dipinang halal menerima pinangan tersebut. Di samping kebolehan karena ia benar-benar sudah bertaubat.
Ditambah juga adanya musyawarah dalam keluarga untuk membahas apakah pinangan tersebut tetap dilanjutkan atau dibatalkan. Tak mengapa jika pertunangan itu tetap di lanjutkan.
Dengan syarat wanita harus bisa menerima rela dan ikhlas dengan apa yang dulu pernah terjadi. Tetapi apabila setelah dipertimbangkan dan didapati mafsadahnya lebih besar dari pada manfaatnya.
Tidak mengapa juga untuk membatalkan pertunangan tersebut karena syariat juga tidak melarangnya. Hal ini juga meninjau dari tujuan pernikahan itu sendiri.
Yakni tercapainya keluarga yang sakinah mawaddah dan rahma. Dalam pada itu, disarankan shalat istikharah terlebih dahulu guna meminta petunjuk dari Allah swt.
Hal ini karena pernikahan adalah ibadah sepanjang hayat yang olehe karenanya sangat perlu untuk melakukan shalat Isthikara. Supaya apapun yang dipilih dalam hiduo ini ksemuanya datang dari petunjuk Allah SWT
Apabila laki-laki atau perempuan yang pernah berzina dan telah bertaubat. Kemudian ingin menikah dengan orang yang mukmin atau mukminah maka hal tersebut dibenarkan atau diperbolehkan.
Apabila sesudah pernikahan masih juga berbuat zina. Maka kepada pihak yang merasakan dirugikan dapat mengacungkan permohonan talak untuk sumai dan gugatan cerai untuk istri.