wali nikah Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/wali-nikah Thu, 03 Nov 2022 07:41:02 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://dalamislam.com/wp-content/uploads/2020/01/cropped-dalamislam-co-32x32.png wali nikah Archives - DalamIslam.com https://dalamislam.com/tag/wali-nikah 32 32 Hukum Ayah Kandung yang Tidak Mau Menjadi Wali Nikah https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-ayah-kandung-yang-tidak-mau-menjadi-wali-nikah Sun, 02 Oct 2022 07:20:00 +0000 https://dalamislam.com/?p=11825 Pernikahan merupakan hal yang penting, baik dalam agama maupun negara. Dengan adanya pernikahan maka menjalin hubungan secara resmi antara kedua belah pihak, baik wanita maupun pria. Dalam Agama Islam sendiri ada beberapa tata cara dan aturan untuk melaksanakan pernikahan. Terutama pernikahan merupakan salah satu ibadah yang sangat penting dan besar, bahkan dianggap sebagai salah satu […]

The post Hukum Ayah Kandung yang Tidak Mau Menjadi Wali Nikah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan merupakan hal yang penting, baik dalam agama maupun negara. Dengan adanya pernikahan maka menjalin hubungan secara resmi antara kedua belah pihak, baik wanita maupun pria. Dalam Agama Islam sendiri ada beberapa tata cara dan aturan untuk melaksanakan pernikahan.

Terutama pernikahan merupakan salah satu ibadah yang sangat penting dan besar, bahkan dianggap sebagai salah satu ibadah yang paling panjang manusia. Dalam artikel ini kita akan membahas mengenai pernikahan saja tetapi Kita juga akan membahas mengenai hukum ayah kandung yang tidak mau menjadi wali nikah.

Wali Nikah dalam Islam

Dalam hukum Islam, etika melakukan akad nikah ataupun prosesi penyerah tanggung jawab secara agama kepada ayah ke calon suami, merupakan hal yang sangat sakral dan juga penting. Proses ini menjadi prosesi utama dan yang paling penting yang harus dilakukan agar sah di mata agama Islam.

Seorang anak perempuan wajib dinikahkan oleh ayah kandungnya agar pernikahan sah. Apabila anak tersebut adalah anak yang sah atau lahir dari sebuah pernikahan yang resmi secara agama. Kenali juga hukum ayah menghamili anak kandung.

Namun, jika anak perempuan tersebut adalah anak yang berasal dari hubungan diluar nikah, maka tidak diperbolehkan untuk di-wali-kan oleh ayah kandungnya. Ketahui hukum ayah menelantarkan anak kandung.

Selain ayah kandungnya ada beberapa keluarga lain yang bisa melakukan proses ini, apabila ayah kandung terkait telah meninggal, sakit dan dalam kondisi tidak memungkinkan misalnya koma, hilang akal maka dapat digantikan oleh:

  • Wali dekat
  • Ayah kandung
  • Kakek dari ayah
  • Wali ab’ad
  • Saudara kandung laki laki
  • Paman/Pakde dari pihak ayah
  • Sepupu laki-laki kandung dari pihak ayah
  • Keponakan seayah kandung

Baca Juga : Hukum Warisan Ayah Tiri Menurut Islam

Selain pihak di atas, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh wali nikah diantaranya adalah berakal, laki-laki keluarga (jika tidak ada baru menggunakan wali hakim dari KUA), dan muslim seperti dalam surat Ali Imran ayat 28:

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِيْنَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللّٰهِ فِي شَيْءٍ

Artinya: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah.”

Hukum Ayah Kandung yang Tidak Mau Menjadi Wali Nikah

Setelah memahami mengenai beberapa syarat dan juga siapa saja yang dapat melakukan wali nikah. Bagaimana jika kasusnya ayah kandung masih hidup dan sehat serta berakal dan ia juga memeluk agama Islam atau menjadi seorang muslim, namun tidak mau menikahkan putrinya ataupun tidak berkenan untuk menjadi wali nikah?

Faktanya apabila seorang ayah kandung menghalangi seorang putrinya untuk melakukan prosesi pernikahan dengan alasan yang tidak sah. Misalnya saja melarang putrinya untuk melakukan pernikahan dengan orang kafir, pria yang bukan muslim, saudara sekandung atau se-ayah. Maka sikap ayah tersebut diharamkan oleh Allah.

Hal ini telah jelas dilarang oleh Allah SWT, dalam firmanNya untuk ayah kandung atau wali nikah

Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya.” (QS. Al-Baqarah: 232).

Selama para wali berasal bahwa calon yang dimiliki oleh putrinya telah cocok dan baik maka tidak boleh seorang ayah kandung menolak untuk melakukan ijab qabul atau akad sesuai proses agama dan menjerumuskan putrinya dalam hubungan yang diharamkan.

Adanya pernikahan ini juga membantu menghindari keluarga dari dosa dan mendukung pernikahannya secara sah agama.

Lantas bagaimana jika ayah kandung-nya masih hidup dan tidak mau melakukan proses ijab qabul? Apakah kita bisa melakukannya dengan orang lain? Pertanyaan ini sekali muncul atau bahkan terjadi di masyarakat.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إذا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ (رواه الترمذي، وحسَّنه الألباني في صحيح سنن الترمذي برقم 865

Apabila ada orang yang engkau rela agama dan akhlaknya datang melamar (puteri) mu, nikahkanlah dia. Kalau tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang luas.” (HR. Tirmizi. Dihasankan oleh Al-Albany dalam Shahih Sunan Tirmizi, no. 865).

Penjelasan ini sudah sangat lengkap, bahwa adanya kondisi yang sekufu(sepadan) antara mempelai wanita dan pria maka tidak ada lagi yang bisa menghalangi alasan keduanya untuk menikah. Terutama jika pihak wanita dan pria adalah muslim.

Apabila ternyata pihak ayah kandung tidak ingin menikahkan dengan alasan diluar dari syariat dan juga sah-nya pernikahan Islam maka diperbolehkan untuk memberikan hak tersebut kepada wali nikah terdekat lainnya dan hal tersebut tetap sah dilakukan. Menjadi wali nikah merupakan salah satu peran ayah dalam keluarga.

Al-Mardawaih pernah mengatakan dengan kalimat ‘Kalau (wali) terdekat menghalangi, maka wali berikutnya yang menikahkannya’ Hal ini merupakan pendapat yang sahih dalam mazhab serta dipilih dengan banyak pengikut mazhab.

Syekh Taqiyuddin rahimahullah berkata, ‘Di antara gambaran menghalangi yaitu saat pelamar terhalangi dari pinangannya karena sikap keras wali.‘ (Al-Inshaf, 5/74) Penjelasan ini menggambarkan selama bukan ditentang karena syariat Islam ayah kandung yang menghalami jelas haram dan wali dapat dialihkan kepada wali terdekat. Selain itu bisa juga mengetahui hidayah dari Allah.

The post Hukum Ayah Kandung yang Tidak Mau Menjadi Wali Nikah appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Macam-macam Wali Nikah dan Pengertiannya https://dalamislam.com/dasar-islam/macam-macam-wali-nikah Mon, 27 Jul 2020 02:59:47 +0000 https://dalamislam.com/?p=8774 Nikah menurut bahasa berarti akad, berkumpul, bersetubuh. Adapun menurut istilah adalah suatu akad (perjanjian) yang mengikat antara seorang laki-kali dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin secara sukarela dalam membangun hidup berumah tangga dibawah aturan syari’at agama. Untuk melangsungkan pernikahan terdapat rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi demi terlaksananya pernikahan tersebut, adapun rukun dan syaratnya adalah […]

The post Macam-macam Wali Nikah dan Pengertiannya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Nikah menurut bahasa berarti akad, berkumpul, bersetubuh. Adapun menurut istilah adalah suatu akad (perjanjian) yang mengikat antara seorang laki-kali dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin secara sukarela dalam membangun hidup berumah tangga dibawah aturan syari’at agama.

Untuk melangsungkan pernikahan terdapat rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi demi terlaksananya pernikahan tersebut, adapun rukun dan syaratnya adalah adanya sighat (aqad) ijab-qabul, wali nikah, dua saksi yang adil, calon suami, calon isteri.

Wali nikah merupakan salah satu rukun dan syarat syahnya terwujudnya pernikahan, adapun macam-macam wali nikah adalah:

Wali Nasab 

Ialah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita, yaitu:

  • Ayah
  • Kakek
  • Buyut
  • Saudara laki-laki se-bapak se-ibu.
  • Paman se-bapak
  • Kemenakan laki-laki dari saudara laki-lakai se-bapak se-ibu
  • Kemenakan laki-laki dari saudara laki-lakai se-bapak 
  • Paman se-bapak se-ibu
  • Paman se-bapak
  • Anak laki-laki dari paman se-bapak se-ibu
  • Anak laki-laki dari paman se-bapak
  • Anak laki-laki dari anak paman se-bapak se-ibu
  • Anak laki-laki dari anak paman se-bapak
  • Paman bapak se-bapak se-ibu
  • Paman bapak se-bapak
  • Anak laki-laki dari paman bapak se-bapak se-ibu
  • Anak laki-laki dari paman bapak se-bapak se-ibu
  • Paman kakek se-bapak se-ibu
  • Paman bapak se-bapak
  • Anak laki-laki dari paman kakek se-bapak se-ibu
  • Anak laki-laki dari paman kakek se-bapak
  • Laki-laki yang memerdekakan
  • Hakim.

Wali Hakim 

Ialah orang yang diangkat oleh Pemerintah untuk bertindak sebagai wali dalam suatu pernikahan.

Wali Muhakam 

Ialah orang yang diangkat oleh kedua calon mempelai untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah mereka.

Apabila suatu pernikahan yang seharusnya dilaksanakan dengan wali hakim, padahal di tempat itu tidak ada wali hakim, maka pernikahan dilangsungkan dengan wali muhakam. 

Caranya ialah kedua calon mempelai mengangkat seorang yang mempunyai pengertian tentang hukum-hukum untuk menjadi wali dalam pernikahan mereka.

The post Macam-macam Wali Nikah dan Pengertiannya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Wali Nikah Untuk Wanita Mualaf https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/wali-nikah-untuk-wanita-mualaf Tue, 04 Jun 2019 04:39:42 +0000 https://dalamislam.com/?p=7018 Bagi seorang wanita muslimah yang hendak melangsungkan pernikahan diwajibkan memiliki wali. Hal ini disebabkan keberadaan seorang wali dalam pernikahan merupakan rukun nikah dalam Islam sekaligus syarat-syarat dalam akad nikah yang harus dipenuhi di samping mempelai laki-laki, mempelai wanita, saksi dua orang, dan ijab kabul. Hal ini ditegaskan oleh Imam Zakaria al-Anshari yang menyatakan, “Pasal tentang […]

The post Wali Nikah Untuk Wanita Mualaf appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Bagi seorang wanita muslimah yang hendak melangsungkan pernikahan diwajibkan memiliki wali. Hal ini disebabkan keberadaan seorang wali dalam pernikahan merupakan rukun nikah dalam Islam sekaligus syarat-syarat dalam akad nikah yang harus dipenuhi di samping mempelai laki-laki, mempelai wanita, saksi dua orang, dan ijab kabul. Hal ini ditegaskan oleh Imam Zakaria al-Anshari yang menyatakan,

“Pasal tentang rukun-rukun nikah dan lainnya. Rukun-rukun nikah ada lima, yakni mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua orang saksi, dan shigat (ijab kabul).”
(Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab, Beirut : Dar al-Fikr, juz II, hal. 41)

Jika wali nikah dan saksi tidak ada, maka pernikahan tersebut menjadi batal. Dengan kata lain, hukum nikah tanpa wali atau hukum nikah tanpa wali dan saksi adalah tidak sah.

Baca juga:

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Secara bahasa, wali atau perwalian menurut Mustafa al-Khin dan Mustafa al-Bugha dalam Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syafi’i bermakna cinta atau pertolongan. Beliau juga menyatakan bahwa secara syariat yang dimaksud dengan perwalian adalah menyerahkan perkataan pada orang lain dan pengawasan atas keadaannya.

Dalam pernikahan, yang berhak menjadi wali nikah bagi wanita merujuk pada urutan wali nikah dalam Islam yakni bapak kandung dan seterusnya sesuai dengan urutan ashabah mempelai wanita, atau orang bijak dari keluarga wanita atau pemimpin setempat.

Untuk dapat menjadi wali nikah, ada beberapa syarat wali nikah yang harus dipenuhi menurut pendapat para ulama, salah satunya adalah beragama Islam. Dengan demikian, seorang non-muslim tidak bisa menjadi wali nikah bagi seorang wanita muslimah. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an yang artinya,

“Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain.”
(QS. At-Taubah : 71)

Dengan demikian, bagaimana wali nikah untuk wanita mualaf?

Yang dimaksud dengan mualaf adalah orang yang baru masuk Islam. Dengan demikian, wanita mualaf adalah wanita yang baru masuk Islam. Jika wanita mualaf ingin menikah, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut.

  • Jika sang ayah kandung dari wanita mualaf tersebut telah memeluk agama Islam, maka ia berhak menjadi wali nikah dari wanita tersebut.
  • Jika sang ayah belum memeluk agama Islam dan ada anggota keluarga wanita mualaf yang memeluk agama Islam sesuai dengan urutan prioritas yang berhak menjadi wali nikah maka ia berhak menjadi wali nikah untuk wanita mualaf tersebut.
  • Jika sang ayah dan seluruh anggota keluarga wanita mualaf belum memeluk agama Islam maka mereka tidak dapat menjadi wali nikah bagi wanita tersebut. Yang berhak menjadi wali nikah untuk wanita mualaf adalah wali hakim yang dilaksanakan oleh Kepala KUA Kecamatan setempat menurut tata perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada nikah kecuali dengan wali. Dan sultan (pemerintah) merupakan wali bagi orang yang tidak memiliki wali.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syuaib al-Arnauth)

Baca juga:

Demikianlah ulasan singkat tentang wali nikah untuk wanita mualaf. Artikel lain yang dapat dibaca antara lain hukum nikah tanpa wali kandung, dan hukum dalam Islam menikahi wanita non-muslim. Semoga bermanfaat.

The post Wali Nikah Untuk Wanita Mualaf appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Mewalikan Anak Luar Nikah Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-mewalikan-anak-luar-nikah-dalam-islam Sat, 22 Dec 2018 02:25:27 +0000 https://dalamislam.com/?p=4752 Menikah dalam Islam merupakan wahana bagi manusia untuk saling berkasih sayang dan memperoleh ketenteraman antara laki-laki dan wanita. Menikah sangat dianjurkan dalam Islam karena dengan menikah maka kebutuhan naluri manusia yang paling mendasar dapat terpenuhi, dan memperoleh ketenangan hidup. Tujuan pernikahan dalam Islam lainnya adalah untuk membentengi akhlak, meningkatkan ibadah kepada Allah SWT, memperoleh keturunan […]

The post Hukum Mewalikan Anak Luar Nikah Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Menikah dalam Islam merupakan wahana bagi manusia untuk saling berkasih sayang dan memperoleh ketenteraman antara laki-laki dan wanita.

Menikah sangat dianjurkan dalam Islam karena dengan menikah maka kebutuhan naluri manusia yang paling mendasar dapat terpenuhi, dan memperoleh ketenangan hidup.

Tujuan pernikahan dalam Islam lainnya adalah untuk membentengi akhlak, meningkatkan ibadah kepada Allah SWT, memperoleh keturunan yang shalih, serta menegakkan rumah tangga yang Islami.

Pernikahan hanya akan terjadi manakala ada wali. Dalam artian, jika seorang wanita menikah tanpa wali maka pernikahahannya menjadi batal. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Wanita mana saja yang menikah tanpa seizing walinya, maka nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah).

Wali merupakan salah satu rukun nikah dalam Islam yang mengacu pada orang tua mempelai wanita dan pihak-pihak lainnya sesuai dengan urutan wali nikah dalam Islam dan memenuhi syarat wali nikah. Hal ini berlaku bagi wanita yang lahir dari pernikahan yang sah.

Bagaimana jika wanita yang akan dinikahkan tidak memiliki wali karena merupakan anak luar nikah?

Anak luar nikah biasanya mengacu pada anak hasil dari perbuatan zina dari kedua orang tuanya. Zina dalam Islam merupakan perbuatan yang keji dan termasuk dalam dosa besar.

Karena itu, sebagai umat Islam hendaknya kita menerapkan cara menjauhi zina dan terus memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari perbuatan zina. Allah SWT berfirman dalam surat Al Isra’ ayat 32 yang artinya,

“Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al isra’ : 32)

Hukum menikahi wanita hamil karena zina tergantung pada beberapa kondisi. Wanita yang hamil karena zina boleh dinikahkan dengan laki-laki yang menzinainya dengan syarat keduanya telah bertaubat dengan taubat nashuha sesuai dengan tata cara menghapus dosa zina dan keduanya bersedia untuk dinikahkan.

Hal ini didasarkan pada fatwa dari para sahabat dan kesepakatan para ulama. Adapun anak hasil zina dinasabkan kepada ibunya, bukan pada bapak biologisnya atau laki-laki yang menzinai ibunya. Hal ini merupakan kesepakatan mahzab yang empat.

Jika laki-laki yang akan menikahi wanita yang hamil karena zina adalah bukan laki-laki yang menzinainya maka hal itu tidak diperbolehkan kecuali setelah wanita tersebut melahirkan.

Hal ini didasarkan pada pendapat Imam Ahmad dan Imam Malik rahimahullah. Dari Ruwaifi’ bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alalihi wasallam bersabda,

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyiramkan air (maninya) ke anak orang lain (yang sedang dikandung oleh wanita yang hamil dari orang lain). (HR. Tirmidzi).

Adapun anak hasil zina dinasabkan kepada ibunya, bukan pada bapak biologisnya atau laki-laki yang menzinai ibunya), dan juga bukan dinasabkan kepada bapak yang menikahi ibunya.

Mahzab yang empat sepakat bahwa anak hasil zina tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki. Ia dinasabkan kepada ibunya bukan bapak biologisnya.

Konsekuensinya adalah anak hasil zina atau anak luar nikah tidak memiliki bapak dan tidak saling mewaris dengan bapak biologisnya.

Jika anak luar nikah berjenis kelamin wanita, maka yang menjadi wali nikahnya adalah sulthan karena sejatinya ia tidak memiliki wali. Hal ini didasarkan pada riwayat dari ‘Aisyah rahdiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Sulthan adalah sebagai wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum mewalikan anak luar nikah hanya boleh dilakukan oleh sulthan.

Hal ini dikarenakan, hukum anak yang lahir diluar nikah tidak memiliki nasab kepada bapak biologisnya maupun bapak yang menikahi ibunya. Akibatnya, anak tersebut tidak memiliki wali dan hak perwalian jatuh pada sulthan.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum mewalikan anak luar nikah. Semoga bermanfaat.

The post Hukum Mewalikan Anak Luar Nikah Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Hukum Menikah Siri Tanpa Wali dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-menikah-siri-tanpa-wali Wed, 25 Oct 2017 02:47:42 +0000 https://dalamislam.com/?p=2228 Tujuan pernikahan dalam Islam yang sah menurut agama dan hukum Indonesia merupakan pernikahan yang tercatat di KUA serta sudah melengkapi seluruh syarat seperti wali, ijab, saksi dan juga semua syarat mengenai wali yang bagaimana, saksi yang seperti apa dan juga tidak diperbolehkan memakai wali nikah sembarangan sebab tidak semua orang mempunyai hak untuk menikahkan. Seorang […]

The post Hukum Menikah Siri Tanpa Wali dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tujuan pernikahan dalam Islam yang sah menurut agama dan hukum Indonesia merupakan pernikahan yang tercatat di KUA serta sudah melengkapi seluruh syarat seperti wali, ijab, saksi dan juga semua syarat mengenai wali yang bagaimana, saksi yang seperti apa dan juga tidak diperbolehkan memakai wali nikah sembarangan sebab tidak semua orang mempunyai hak untuk menikahkan. Seorang wanita tidak dapat menikahkan dirinya sendiri dan yang memiliki hak untuk menikahkan perempuan tersebut adalah syarat wali nikah yang sah seperti bapak kandung.

Syarat pernikahan dalam Islam mensyaratkan wali dalam pernikahan dengan tujuan untuk memuliakan serta menjaga masa depan wanita yang akan menikah dan hukumnya adalah wajib dalam pernikahan. Apabila tidak ada wali dalam pernikahan, maka hukumnya menjadi tidak sah menurut agama.

Pandangan Nikah Siri Menurut Agama dan Negara

Nikah siri dalam Islam yang terjadi di Indonesia menurut dasar hukum Islam, selama rukunnya sudah terpenuhi adalah sah. Rukun pernikahan di dalam Islam diantaranya adalah terdapat pengantin laki laki, terdapat pengantin wanita, wali berupa dua orang saksi laki laki, mahar dan juga ijab serta kabul. Namun, Majelis Ulama Indonesia [MUI] tetap menyarankan umatnya untuk tidak menikah siri dan lebih memilih menjalankan pernikahan resmi sesuai dengan hukum yang sudah berlaku.

Pada Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dikatakan jika setiap perkawinan harus di catat negara. Untuk yang beragam Islam maka berarti pernikahan harus tercatat di Kantor Urusan Agama [KUA].

MUI memberi anjuran untuk menikah secara resmi menurut Undang Undang sehingga bisa sah di mata agama dan juga negara. Dari uraian yang mengulas pernikahan siri memang benar adanya dan sudah umum untuk dilakukan sehingga pernikahan siri adalah sah di mata Islam dan mengenai syarat sah sama dengan pernikahan biasa yakni terdapat calon suami dan calon istri, mahar pernikahan dalam Islam, wali dari pihak wanita, ijab dan kabul serta beberapa saksi. Jumhur berpendapat jika izin orang tua atau wali adalah syarat sah dari akad nikah. Akan tetapi, sebagian ulama memberi bantahan dan berpendapat jika seseorang yang tinggal di sebuah negara dan berbangsa, maka harus terdaftar dalam badan hukum yang ada di negara tersebut.

Selain itu, calon istri juga tidak boleh berkaitan dengan pernikahan bersama pria lain dan tidak dalam masa issah atau masa menunggu karena kematian atau perceraian, tidak dalam keadaan hamil dan tidak juga terlarang untuk dinikahi seperti bibi atau keponakan atau pernikahan sedarah. Beberapa ketentuan tersebut sudah masuk ke wilayah rukun yakni syarat sah dalam kaidah Islam, namun jika tidak ada kaidah atau tuntunan hukum maka tidak dikatakan sah.

Sedangkan pandangan hukum Indonesia mengenai nikah siri adalah tidak sah, sebab Undang Undang negara terdapat tambahan adanya pendataan atau sensus supaya akta pernikahan bisa di data demi kepentingan negara, lahir, pendidikan dan juga kematian. Ini sudah tertulis dalam UU No.1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan pada Bab I dasar perkawinan pasal 2 ayat 2. “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Pasal Mengenai Perkawinan menurut Hukum Negara

  • Pasal 4 KHI

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.”

  • Pasal 2 UU Perkawinan

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

  • Pasal 7 KHI
  1. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
  2. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akat Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
  3. Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan adanya perkawinan dalam rangka menyelesaikan perceraian, hilangnya akta nikah, keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat dari perkawinan, adanya perkawinan yang terjadi dari mereka yang tidak memiliki halangan perkawinan menurut Undang Undang No 1 Tahun 1974.
  4. Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.

Hukum dan Dalil Nikah Siri Tanpa Wali

Nikah tanpa wali dalam persepsi pertama hukumnya tidak sah menurut mayoritas ulama di Indonesia. Dalam syarat sah nikah adalah harus ada wali yang sah dari pihak mempelai wanita dan ini diperkuat dengan beberapa dalil yakni:

  • Hadits Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada nikah (batal), kecuali dengan wali.” [HR. Abu Daud, turmudzi, Ibn Majah, Ad-Darimi, Ibn Abi Syaibah, thabrani].

  • Hadits Aisyah radhiallahu ‘anha

“Wanita manapun yang menikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal. ”[HR. Ahmad, Abu daud, dan baihaqi]

Apabila wali yang digunakan dalam menikah bukanlah merupakan wali yang sah, maka masuk dalam kategori menikah tanpa wali dan inilah yang sering terjadi di Indonesia. Banyak wanita di Indonesia yang memakai kyai tidak sah atau pegawai KUA yang dibayar untuk menjadi wali.

Wanita yang memakai kyai atau pegawai KUA tidak sah dan di daulat menjadi wali wanita dalam pernikahan sedangkan wanita tersebut masih memiliki wali yang sebenarnya, maka hal tersebut digolongkan haram.

Apabila pernikahan siri tersebut masih di jalankan, maka pernikahan ini mempunyai status batal atau wajib untuk dipisahkan antara keduanya. Jika kedua belah pihak masih tetap ingin menikah dan membanggun rumah tangga, maka diwajibkan untuk melaksanakan pernikahan yang sudah seharusnya.

Dalil Mengenai Keharusan Wali Dalam Pernikahan

Berikut adalah dalil terkaitan kewajiban adanya wali dalam suatu pernikahan, antara lain:

  • Quran Surah Al-Baqarah 2:221

Allat SWT berfirman, “Dan janganlah menikahkan (anak-anak perempuan kalian) dengan orang kafir kecuali mereka beriman.” [Quran Surah Al-Baqarah 2:221]

Dalam ayat diatas menggunakan kata larangan [fi’il nahi] ditujukan untuk mengganti jamal laki laki atau tankihu dan bukan untuk wanita. Arti dari ayat diatas menurut Ibnu Hajar As Asqalani pada ktab Fathul Bari syarah Sahih Bukhari hlm. IX/184 adalah, “Wahai para wali, janganlah kalian menikahkan perempuan yang dibawah perwalian kalian dengan orang musyrik / kafir.”

Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir hlm I/377 menafsir ayat diatas sebagai berikut, “Janganlah kalian (para wali) menikahkan laki-laki musyrik / kafir dengan wanita mukminah / muslimah.

Sementara Al-Qurtubi dalam kitab Al-Jamik hlm III/49 mengungkapkan dengan tegas, “Ayat ini menjadi bukti tekstual bahwa nikah harus melalui wali.

  • Quran Surat Al Baqarah 2:232

Allah SWT berfirman, “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya.

Dalam ayat ini menyatakan jika wali untuk memberikan ijin pada perempuan perwaliannya untuk menikah jika menemukan pria cocok untuk dinikahi dan ini mengartikan urusan pernikahan tersebut diserahkan pada wali.

Ibnu Hajar Al-sqalani dalam Fathul Bari IX/187 mengatakan, “Ayat ini menjadi dalil yang sangat jelas atas perlunya wali dalam perkawinan. Sebab kalau tidak, maka tidak ada artinya pembangkangan wali.”

  • An-Nuur/24: 32

Allah SWT berfirman, ““Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan

  • Al-Qashash/28: 27

Dan ucapan laki-laki tua kepada Musa Alaihissallam, “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan mu dengan salah seorang dari kedua anakku ini.”

  • HR. Abu Daud no. 2083

Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan Ahmad 6: 66. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Di shohihkan oleh Al-Albani dalam Shohihul Jami’ 2709 )

  • HR. Ad Daruquthni, 3: 227

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan dirinya sendiri.” (HR. Ad Daruquthni, 3: 227. Dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohihul Jami’ 7298)

  • HR. Abu Daud no. 2085

Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. (HR. Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101, Ibnu Majah no. 1880 dan Ahmad 4: 418. Dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohihul Jami’ 7555)

Dari beberapa penjelasan lengkap yang sudah kami berikan diatas membuktikan jika hukum nikah siri dalam Islam tanpa wali dalam Islam adalah haram disaat wali yang sah masih hidup. Apabila wali sudah meninggal, maka bisa digantikan dengan kyai atau seseorang yang berwenang lainnya. Akan lebih baik jika sebuah pernikahan dilakukan secara sah menurut agama dan negara serta menghindari pernikahan siri seperti yang disarankan Majelis Ulama Indonesia atau mUI.

The post Hukum Menikah Siri Tanpa Wali dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Nikah Siri Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/nikah-siri Sat, 11 Jun 2016 18:54:01 +0000 http://dalamislam.com/?p=676 Pernikahan siri sering kali dikenal dengan istilah pernikahan yang tidak sah atau pernikahan diam-diam yang sering kali dilakukan oleh orang-orang yang memiliki perselingkuhan atau menikah tanpa diketahui istrinya. Bagaimanakah sebetulnya syarat nikah siri dalam pandangan islam? Tentunya melangsungkan pernikahan yang suci harus sesuai dengan hukum pernikahan sesuai dengan ketentuan Allah SWT dalam ajaran Islam. Pengertian […]

The post Nikah Siri Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan siri sering kali dikenal dengan istilah pernikahan yang tidak sah atau pernikahan diam-diam yang sering kali dilakukan oleh orang-orang yang memiliki perselingkuhan atau menikah tanpa diketahui istrinya. Bagaimanakah sebetulnya syarat nikah siri dalam pandangan islam? Tentunya melangsungkan pernikahan yang suci harus sesuai dengan hukum pernikahan sesuai dengan ketentuan Allah SWT dalam ajaran Islam.

Pengertian Nikah Siri

Siri berasal dari Bahasa Arab (Sirri) yang artinya rahasia. Dalam istilah lain nikah siri memiliki makna nikah di bawah tangan. Dalam konteks ke-Indonesiaan berarti nikah di bawah tangan belum atau tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Dalam kata lain, nikah sirri berarti tidak tercatat secara hukum dan tidak ada naungan hukum yang menaunginya.

Dalam istilah islam sebetulnya nikah sirri berarti pernikahan rahasia yang tidak banyak diketahui oleh orang. Sedangkan di Indonesia sendiri menjadi bermakna tidak tercatat dan resmi diketahui oleh negara dalam hal ini oleh KUA.

Secara umum, dalam perkembangannya, pemaknaan terhadap nikah siri terdapat dua jenis, yaitu :

  1. Pernikahan yang tidak tercatat negara atau dalam naungan hukum. Dalam konteks ini oleh Kantor Urusan Agama (KUA)
  2. Pernikahan yang dimana tidak terdapat wali nikah yang sah bagi perempuan

Pandangan Islam tentang Pernikahan Siri

Menikah secara diam-diam tanpa diketahui banyak orang sebetulnya bukanlah sesuai dengan ajaran islam. Ajaran islam justru memberikan perintah agar umat islam yang menikah justru disosialisasikan kepada lingkungan sekitar, terutama orang-orang dan tetangga terdekat tempat tinggalnya.

Rasulullah dalam sebuah hadist mengatakan bahwa “Rahasiakanlah khitbah (lamaran) umumkanlah pernikahan, selenggarakanlah di masjid dan juga bunyikanlah tetabuhan” (HR Ahmad dan Tirmidzi)

Saat di zaman Rasululah, persoalan mengenai nikah siri tidak dikenal. Karena memang saat itu perintah melaksanakan Walimah (dalam istilah Indonesia adalah Resepsi) sudah menjadi budaya dan dilaksanakan untuk mensosialisasikan sah-nya pernikahan, setelah melakukan akad nikah.

Dalam hal ini, sebetulnya islam menganjurkan untuk membuka informasi, mensosialisasikan kabar pernikahan tersebut kepada khalayak. Namun, dalam kenyataannya banyak faktor-faktor atau kasus yang membuat orang tidak mau mensosialisasikan terlebih dahulu atau hendak menyembunyikan statusnya.

Hal ini sekaligus untuk menghindari fitnah terhadap orang yang sudah menikah dari orang-orang yang melihatnya. Tentunya seorang suami-istri tidak mungkin berperilaku biasa-biasa atau tidak menunjukkan ke-intiman yang berbeda dengan hubungan antara yang lain. Hal ini tentu bisa menyebabkan persepsi dan fitnah. Untuk itu wajarlah jika aturan islam memberikan perintah untuk mensosialisasikan pada masyarakat.

Menikah Siri Tanpa Adanya Wali Nikah

Dalam pembahasan di atas diketahui bahwa menikah siri bisa berarti pernikahan rahasia yang dilakukan tanpa adanya wali nikah yang sah bagi perempuan. Apakah pernikahan siri dengan pengertian tersebut diperbolehkan dalam islam? Untuk itu kita bisa melihatnya dalam beberapa pendekatan.

  1. Dilihat dari Syarat dan Rukun Nikah Islam pada Umumnya

Untuk pernikahan yang dimana tidak terdapat wali nikah sah bagi perempuan apalagi dalam kesengajaan, tentu saja pernikahan tersebut tidak sah. Karena dalam syarat sah pernikahan tentunya disyarakatkan harus ada wali nikah. Tanpa adanya wali nikah, bagaimanapun pernikahan itu di lakukan maka pernikahan tidak bernilai sah.

Untuk nikah siri yang bermakna pernikahan rahasia tanpa adanya wali nikah khususnya bagi perempuan, maka itu dilarang oleh islam, tidak sesuai dengan syarat pernikahan dalam islam. Tentunya ajaran islam pun sangat melarang pelaksanaan nikah tanpa wali. Untuk itu penting kiranya mengetahui urutan wali nikah dalam islam, agar tidak salah menentukannya saat akan melangsungkan pernikahan.

  1. Dilihat dari Hadist dan Hukum dari Rasulullah SAW

Aisyah pernah menyampaikan atas apa yang Rasulullah katakan padanya, “Wanita manapun yang menikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)

Hal ini disampaikan Rasulullah “Tidak ada pernikahan kecuali dengan Wali” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Dari apa yang disampaikan Rasulullah melalui hadist yang diriwayatkan tersebut, pada dasarnya pernikahan dalam islam mensyaratkan wali. Untuk itu, bagi pernikahan sirri yang dilangsungkan tanpa wali tentunya menjadi suatu hal yang keliru dan tidak sah pernikahannya.

  1. Dilihat dari Pendapat Ulama

Banyak ulama mahzab memberikan syarat bahwa pernikahan wajib memiliki wali, karena selaku rukun atau syarat dalam sebuah pernikahan dalam ajaran islam. Tanpa adanya wali, para ulama mahzab menganggap pernikahan tersebut tidak sah.

Imam Abu Hanifah, yang merupakan salah satu ulama mahdzab yang ternama, tidak memberikan syarat wali nikah sebagai rukun nikah. Namun, pernikahan tanpa wali yang dimaksud Abu Hanifah adalah bagi perempuan yang telah ditinggal suaminya (janda) atau mereka yang sudah tidak memiliki siapapun yang bertanggungjawab atau berkuasa atas dirinya seperti Ayah, Kakek, Kakak Laki Laki, dan lain sebagainya. Namun, islam pun sebetulnya telah mengatur siapa saja wali nikah yang sah, termasuk wali nikah janda yang sering menjadi kasus di masyarakat. Selebihnya, bagi wanita yang masih dalam tanggungan keluarga tentu Abu Hanifah sepakat dan mengharuskan adanya wali tersebut. Pendapat Abu Hanifah tersebut terikat oleh kondisi tertentu yang bukan pada umumnya.

Untuk itu, pendapat Imam Abu Hanifah bukanlah suatu dalil yang bisa mendukung adanya nikah siri yang tanpa wali. Pendapat Abu Hanifah bermula dari situasi dan kondisi khusus yang juga harus jelas alasan dan pertanggungjawabannya. Selebihnya ia pun memiliki pendapat yang sama sebagaimana ulama-ulama pada umumnya

Menikah Siri Tanpa Pencatatan Sipil

Pada dasarnya, aturan pernikahan untuk dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA) dan pengakuan negara tidak pernah ada dalam masa Rasulullah dan juga tidak disampaikan eksplisit dalam Al-Quran. Hukum tersebut berlaku pada masyarakat moderen lalu diterapkan di Negara Indonesia saat ini. Untuk menilai apakah pernikahan siri tanpa pencatatan sipil dan negara adalah suatu yang benar atau tidak, maka dapat kita melihat dari aspek berikut ini.

Dalam aturan islam, rukun menikah adalah hal-hal yang harus ada dalam sebuah pernikahan. Jika salah satu syarat tidak ada, maka tidak sah lah pernikahan tersebut. Syarat tersebut diantaranya adalah adanya :

  • Calon Pengantin Laki-Laki
  • Calon Pengantin Perempuan
  • Wali Nikah, khususnya untuk Calon Pengantin Perempuan
  • Dua orang saksi pernikahan (2 orang laki-laki)
  • Pernyataan Ijab dan Qobul

Jika dilihat dari syarat-syarat yang ada tersebut, yang juga sebagai rukun nikah dalam islam, syarat pencatatan dalam negara atau KUA tidak terdapat dalam syarat pernikahan dalam Islam. Artinya, selagi hal-hal yang ada diatas dipenuhi, maka pernikahan menjadi sah.

Hal ini didukung pula oleh argumentasi dan Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa pernikahan tanpa pencatatan masih bisa dianggap sah selama syarat pernikahan lengkap dan sesuai dengan ketentuannya. Pencatatan menjadi aspek tambahan yang dipenuhi agar pihak suami-istri dapat melakukan kewajiban dan hak nya dengan baik, dengan bantuan hukum negara yang berlaku.

Di Indonesia, pemerintah menetapkan agar semua bentuk pernikahan harus diketahui dan dicatat resmi oleh Kantor Urusan Agama. Untuk itu, terhadap aturan dan pemerintah yang baik islam memerintahkan untuk melaksanakannya, dan mematuhinya. Pencatatan sipil bukanlah suatu yang mudharat melainkan sesuatu yang bermanfaat untuk dilakukan.

Syarat-Syarat Pernikahan Siri

Persyaratan pernikahan siri yang dimaksud disini adalah pernikahan siri yang tidak ada pencatatan sipil bukan pernikahan siri yang tanpa wali. Pada umumnya pernikahan memiliki syarat yang sama dimana hal-hal ini harus dipenuhi sebagaimana harus dipenuhi syarat-syarat dalam akad nikah, dalam hal ini terutama memperhatikan syarat wali nikah yang harus dipenuhi. Tanpa adanya wali nikah dengan kesengajaan maka batal atau tidak sah.

Sehingga, syarat pernikahan siri tentu tidak berbeda dengan syarat pernikahan secara umumnya. Yang membedakan hanyalah pada aspek diketahuinya oleh orang banyakatau tidak, serta dicatat dalam payung hukum atau tidak. Sedangkan, pernikahan siri yang dilakukan tanpa wali nikah tentu tidak diperbolehkan oleh ajaran islam. Fiqh pernikahan dalam islam tentunya tidak pernah memberatkan, jikalaupun terdapat kondisi khusus islam memberikan aturan-aturan yang lebih longgar, namun tetap mampu memecahkan persoalan.

Dampak Pernikahan Siri

Pernikahan siri bukanlan tanpa adanya dampak. Aturan islam mengenai pernikahan yang harus disosialisasikan bukan tanpa maksud melainkan ada manfaat yang didapatkan. Untuk itu perlu diketahui pula apa dampaknya jika pernikahan siri ini tetap dilangsungkan oleh pasangan yang hendak menikah.

  1. Tidak ada perlindungan hukum

Pihak yang paling dirugikan dari pernikahan siri yang tidak bertanggung jawab adalah perempuan. Jika tidak ada pencatatan hukum, dampaknya bisa terhadap masalah harta waris, status secara legal formal, serta jika ada masalah antara suami-istri maka negara tidak bisa membantu dikarenakan status mereka tidak terdaftar secara formal dalam payung hukum.

Mengingat di zaman ini banyak sekali kasus penipuan, kezaliman terhadap pihak wanita, akibat nikah siri bisa jadi membuat korban tidak bisa mendapat pembelaan atau dukungan dari negara akibat hukum yang tidak mengikat pada mereka.

Untuk itu, perlu ditimbang kembali bagi pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan tanpa adanya pencatatan yang sah oleh negara. Bisa jadi dampaknya bukan waktu dekat, melainkan saat di masa yang akan datang, di masalah-masalah yang tidak kita prediksi saat ini.

  1. Rawan terkena fitnah

Status hubungan suami-istri yang tidak banyak diketahui atau adanya bukti yang legal, tentu akan memicu lahirnya persepsi, opini negatif, atau adanya fitnah dari masyarakat. Hal ini bisa wajar terjadi, karena bukti pernikahan sangat lemah.

  1. Menjadi masalah bagi administrasi di negara

Masalah pernikahan siri tanpa pencatatan sipil pun bisa berdampak pada masalah administrasi negara. Hal ini seperti status dalam keluarga, pencatatan status anak, identitas dalam KTP, dan seabgainya. Merahasiakan dan tanpa adanya pencatatan pernikahan tentunya mempersulit negara untuk memastikan status dan juga perlindungan bagi warga negaranya.

Dari hal-hal tersebut tentunya Islam tidak menganjurkan pernikahan siri sedangkan syarat pernikahan siri sama sebagaimana pernikahan pada umumnya akan dilaksanakan.

The post Nikah Siri Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Wali Nikah Janda – Pengertian dan Hukumnya https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/wali-nikah-janda Thu, 09 Jun 2016 03:59:09 +0000 http://dalamislam.com/?p=661 Tujuan pernikahan dalam islam memang untuk menciptakan hubungan suami istri yang harmonis serta membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah. Namun adakalanya terjadi masalah dalam rumah tangga maupun konflik dalam keluarga ynag menyebabkan pasangan bercerai. Seorang istri bisa dijatuhkan talak (baca hukum talak dalam pernikahan dan perbedaan talak satu, dua dan tiga) atau cerai […]

The post Wali Nikah Janda – Pengertian dan Hukumnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Tujuan pernikahan dalam islam memang untuk menciptakan hubungan suami istri yang harmonis serta membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah. Namun adakalanya terjadi masalah dalam rumah tangga maupun konflik dalam keluarga ynag menyebabkan pasangan bercerai. Seorang istri bisa dijatuhkan talak (baca hukum talak dalam pernikahan dan perbedaan talak satu, dua dan tiga) atau cerai oleh suaminya dan setelah bercerai maka sang istri menyandang predikat janda.

Janda yang kita kenal dalam sebutan masyarakat tentunya sedikit berbeda dengan pengertian janda dalam islam. Seorang wanita yang sudah menjadi janda berhak menikah kembali dan memiliki suami dan hal ini tidak boleh dihalalngi meskipun oleh walinya sendiri. Untuk lebih mengetahui hukum pernikahan janda serta wali nikah bagi janda, simak penjelasannya dalam uraian berikut.

Pengertian Janda

Masyarakat kita mengenal janda sebagai wanita yang telah dicerai atau ditalak oleh suaminya baik cerai mati maupun cerai hidup. Namun dalam islam pengertian janda sedikit berbeda. Janda dalam islam berarti perempuan yang sudah kehilangan kegadisannya atau sudah tidak perawan lagi, baik perawannya tersebut hilang karena pernikahan secara resmi, nikah siri maupun karena zina (baca zina dalam islam). Adapun sebab-sebab seorang wanita yang menjadi janda yang langsung ditalak atau dicerai suaminya bisa bermacam-macam. Sesuai dengan alasan perceraian yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116 diantaranya

  • Salah satu pihak baik suami ataupun istri berselingkuh atau zina atau menjadi seorang penjudi, pemadat, pemabuk dan hal lain yang merugikan.
  • Suami ataupun istri pergi dan meninggalkan pasangannya selama 2 tahun berturut-turut tanpa ada alsan yang tepat dan tidak ada kabar beritanya.
  • Baik suami atau istri mendapatkan hukuman selama 5 tahun atau hukuman yang lebih berat karena kejahatan yang dilakukannya setelah pernikahan
  • Suami melakukan penganiayaan yang berat pada istri ataupun sebaliknya
  • Salah satu pasangan memiliki penyakit atau cacat yang tidak dapat disembuhkan sehingga cacat tersebut menghalanginya untuk melaksanakan kewajiban baik kewajiban suami terhadap istri atau kewajiban istri terhadap suami.
  • Terjadi pertengkaran atau konflik dalam rumah tangga yang tidak berujung dan tidak ada penyelesaiannya sehingga berdampak buruk pada keluarga.
  • Pihak suami melanggar atau tidak mematuhi sighat taklik talak.
  • salah satu pihak berpindah agama atau murtad yang dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam keluarga dan menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga

Seorang wanita juga bisa menjadi janda apabila suaminya pergi dan tidak kunjung kembali dan tidak diketahui bagaimana nasib si suami apakah ia masih hidup atau sudah meninggal. Jika sang suami dikabarkan sudah meninggal maka seorang wanita bisa menjadi janda apabila orang yang menyampaikan berita kematian suaminya tersebut adalah orang yang adil atau orang yang memiliki sifat yang baik dan tidak pernah melakukan dosa besar.

Wali Nikah Janda

Sertelah bercerai seorang janda berhak menikah kembali dan pernikahan tersebut tidak boleh dihalangi sekalipun oleh walinya atau ayahnya sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 232 yang berbunyi

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Berdasarkan firman tersebut maka dapat disimpulkan jika seorang janda ingin menikah kembali maka walinya tidak boleh menghalangi tanpa alasan yang jelas. Selain itu wali dari wanita yang telah menjadi janda tidak boleh memaksanya untuk menikah dengan seorang lelaki tanpa persetujuan wanita yang telah menjadi janda tersebut. Terdapat beberapa pendapat dari ulama yang menyatakan perlu tidaknya seorang wali menikahkan seorang janda. Pendapat tersebut antara lain mengenai wali nikah janda :

  • Imam maliki, bedasarkan pendapat imam maliki seorang janda yang akan menikah kembali harus dengan persetujuan walinya dan ia sama sekali tidak boleh menikahkah dirinya sendiri. Sehingga jika janda tersebut menikah lagi maka kehadiran wali untuk menikahkannya merupakan suatu keharusan dan nikah tanpa wali tidaklah sah.
  • Imam Hanafi, menurut pendapat imam Hanafi pernikahan seorang janda tanpa wali hukumnya sah-sah saja namun sang wali boleh melarang pernikahan tersebut apabila dirasa pernikahan tersebut tidak sesuai dengan syariat agama misalnya sang wanita menikah dengan laki-laki yang berbeda agamanya
  • Imam Syafi’i, berdasarkan pendapat imam Syafi’i kehadiran wali dalam nikah adalah suatu keharusan karena wali nikah adalah salah satu rukun nikah yang harus dipenuhi dan apabila tidak ada wali nikah pernikahan tersebut tidaklah sah termasuk pernikahan seorang janda.
  • Imam Hambali, hampir sama dengan Imam Maliki dan imam Syafi’i, imam Hambali menyebutkan bahwa pernikahan seorang janda haruslah dengan persetujuan dan kehadiran walinya. Tanpa adanya wali nikah dalam pernikahan seorang janda sekalipun, hukum pernikahan tersebut tidaklah sah atau batal nikahnya.

Hukum Pernikahan Janda

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pernikahan seorang janda terutama berdasarkan fiqih pernikahan. Seorang wali dari janda yang akan menikah kembali perlu mengetahui hukum pernikahan janda tersebut apakah janda tersebut boleh menikah ataukah tidak. Berikut ini hukum pernikahan janda (termasuk janda yang diakibatkan perbuatan zina atau tidak melalui pernikahan dan perceraian) :

  • Apabila janda tersebut masih belum mencapai usia baligh atau dewasa maka wali dari janda tersebut tidak boleh menikahkanya. Jika ia dinikahkan meskipun oleh walinya seniri maka hukum pernikahnnya tidaklah sah atau batal
  • Apabila sang janda atau wanita tersebut telah mencapai usia baligh atau dewasa maka ia boleh dinikahkan kembali oleh walinya namun harus dengan persetujuan wanita atau janda tersebut
  • Pernikahan tersebut terlarang jika janda tersebut adalah muhrim (baca muhrim dalam islam) atau berdasarkan pengertian mahram maka ia adalah wanita yang haram dinikahi oleh mempelai pria (baca pernikahan sedarah)

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa wali nikah janda haruslah ada dalam pernikahan meskipun ia tidak berhak memaksa atau menghalangi pernikahan janda tersebut. Apabila wali nikah dari sang janda tidak setuju dan tidak memiliki alasan yang jelas tentang penolakannya tersebut maka wali nikahnya dapat digantikan oleh seorang wali hakim. Wali nikah seorang janda juga harus memenuhi syarat-syarat wali nikah dan sesuai urutan wali nikah dalam islam.

The post Wali Nikah Janda – Pengertian dan Hukumnya appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Nikah Tanpa Wali dalam Islam – Hukum Menurut Ulama https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/nikah-tanpa-wali Mon, 06 Jun 2016 22:26:53 +0000 http://dalamislam.com/?p=646 Pernikahan adalah salah satu bentuk bukti keimanan kita kepada Allah SWT karena pernikahan adalah sebuah ibadah. Dalam ajaran agama islam, pernikahan adalah salah hal yang dianjurkan dan sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 2 yang menyebutkan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidzan) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan ibadah. Memiliki pasangan […]

The post Nikah Tanpa Wali dalam Islam – Hukum Menurut Ulama appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan adalah salah satu bentuk bukti keimanan kita kepada Allah SWT karena pernikahan adalah sebuah ibadah. Dalam ajaran agama islam, pernikahan adalah salah hal yang dianjurkan dan sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 2 yang menyebutkan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidzan) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan ibadah. Memiliki pasangan dan menikah pastinya merupakan keinginan setiap manusia dimana setelah menikah ada kewajiban suami terhadap istri maupun kewajiban istri terhadap suami yang harus dipenuhi baik dalam nikah resmi di KUA (baca menikah di KUA dengan WNA) maupun nikah siri. Adapun tujuan pernikahan dalam islam adalah untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah.

Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan didefinisikan sebagai mana termuat dalam pasal 1 ayat 1 yaitu:“Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.” Sementara di dalam Alqur’an pernikahan di sebutkan dalam surat Ar Ruum ayat 21 yang bunyinya

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(Ar Ruum : 21)

Pengertian Wali Nikah

Dalam suatu pernikahan tentunya ada syarat-syarat akad nikah dan rukun yang harus dipenuhi. Salah satu rukun pernikahan adalah adalah adanya wali nikah di samping harus ada mempelai pria, mempelai wanita, dan ijab kabul. Wali didefinisikan sebagai seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Akad nikah harus dilakukan oleh dua pihak, yakni pihak laki-laki yang dilakukan oleh mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan yang diwakili oleh walinya. Dalam Kompilasi Hukum Islam atau KHI disebutkan bahwa wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahinya. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat An-Nur ayat 32:

وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Sebagaimana rukun dalam pernikahan lainnya, wali haruslah memenuhi syarat wali nikah diantaranya islam, baligh, berakal sehat, tidak sedang ihram, dan adil.(baca juga urutan wali nikah)

Hukum Nikah Tanpa Wali

Ada beberapa pendapat menyangkut hukum nikah tanpa wali yang dikemukakan oleh pendapat ulama. Berikut ini adalah hukum nikah tanpa wali berdasarkan pendapat para ulama

  1. Berdasarkan Mahzab Syafi’i, Malikiyah, dan Hanabilah

Pada madzhab Syafi’i’ kedudukan wali dalam perkawinan adalah syarat sah dan wajib ada dalam suatu pernikahan dan tanpa adanya wali maka pernikahan tersebut tidaklah sah. Demikian halnya dengan mahzab syafi’i, mahzab Malikiyah, dan Hanabilah telah sepakat bahwa keberadaan wali sangatlah penting dalam pernikahan maka setiap pernikahan yang dilakukan tanpa keberadaan wali hukumnya tidak sah atau batal hukumnya.

Berdasarkan mahzab tersebut, ulama berpendapat bahwa tidak ada seorang perempuan pun yang dapat melangsungkan akad nikah bagi dirinya sendiri termasuk gadis yang sudah dewasa dan berakal. Namun, meskipun demikian para ulama juga berpendapat bahwa menikahkan seorang wanita janda oleh wali tidaklah baik bila sang wali menikahkan anaknya lagi tanpa persetujuannya.

2. Berdasarkan Mahzab hanafiyah

Lain halnya dengan pendapat Abu Hanifah, dalam madzhab Hanafiyah, seorang perempuan yang sudah dewasa dan berakal sehat memiliki hak untuk mengawinkan dirinya atau mengawinkan anak perempuannya yang masih kecil dan atau anaknya yang majnunah, atau ia juga boleh pula mengawinkan dirinya sendiri atau mengawinkan dengan mewakilkan kepada orang lain dan juga anaknya yang masih kecil atau anaknya yang majnunah tadi. Hal ini disebabkan karena menurut ulama Hanafiyah rukun nikah hanya terdiri dari tiga perkara yakni ijab, qabul, dan perpautan antara keduanya (ijab dan qabul).

Sebagaimana pernyataan iman Hanafi yakni

“Perempuan yang merdeka, baliq, akil ketika menikahkan dirinya sendiri dengan seorang laki-laki atau mewakilkan kepada laki-laki lain dalam suatu pernikahan, maka pernikahan perempuan itu atau suaminya diperbolehkan. Qaul Abi Hanifah, Zufar dan Abi Yusuf sama dengan yang awal, perempuan itu boleh menikahkan dirinya sendiri dengan orang yang kufu’ atau yang tidak kufu’ dengan mahar yang lebih kecil atau rendah, ketika perempuan itu menikahkan dirinya sendiri dengan seorang yang tidak kufu’, maka bagi para wali berhak menghalangi pernikahannya, bila pernikahannya itu dengan mahar yang kecil.”

3. Menurut Jumhur Ulama

Berdasarkan pendapat jumhur ulama, keberadaan seorang wali dalam akad nikah adalah suatu yang mutlak atau harus ada dan hukum pernikahan tanpa wali adalah tidak sah. Pernikahan tanpa adanya wali tersebut haruslah dihindari. Saat akan menikah hendaknya pihak perempuan telah memiliki wali dan ini berlaku pada semua perempuan termasuk semua perempuan yang masih kecil atau dewasa, baik perawan atau sudah janda. Dan apabila syarat ini tidak dipenuhi maka status perkawinannya tidak sah. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW

“Dari Aisyah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam bersabda, “perempuan yang nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil. Jika sang laki-laki telah mencampurinya, maka ia wajib membayar maskawin untuk kehormatan yang telah dihalalkan darinya, dan jika mereka berselisih; maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.”(HR. Al-Arba’ah)

Dan juga disebutkan dalam hadits berikut ini :

“Dari Abu Burdah Ibnu Abu Musa, dari ayahnya Radhiyallahu Anhum bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,”Tidaklah sah suatu pernikahan kecuali dengan adanya wali.”(HR. Ahmad dan Al-Arba’ah)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa tidak ada suatu pernikahanpun yang dilaksanakan tanpa adanya seorang wali dan pernikahan tanpa wali tersebut hukumnya tidak sah. Meskipun terdapat perbedaan pendapat antara ulama, hukum pernikahan tanpa wali nikah tetaplah tidak diperbolehkan.

4. Berdasarkan Alqur’an

Memang tidak ada ayat al-Qur‟an yang menjabarkan dengan jelas tentang hukum pernikahan tanpa adanya wali namun berdasarkan beberapa pendapat ulama maupun tafsir maka ada beberapa ayat yang secara tidak langsung memberi pengertian bahwa seorang perempuan bisa menikah sendiri tanpa adanya seorang wali. Hal ini disebutkan dalam Surat Al Baqarah berikut ini :

“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila Telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian.itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. kawin lagi dengan bekas suami atau dengan laki-laki yang lain.”

Ayat diatas ditafsirkan bahwa ayat tersebut hanya menunjukkan tentang perintah Allah kepada para wali untuk menikahkan anaknya perempuan mereka bukan perintah tentang harusnya keberadaan dalam suatu pernikahan.

Meskipun demikian, masyarakat tetap berpegang bahwa seorang wanita harus menikah dengan izin walinya dan nikah tanpa wali hukumnya tidak sah atau batal. Pernikahan sah jika semua rukun dan syarat akad nikah terpenuhi dan wanita yang menikah tersebut bukanlah wanita yang haram dinikahi oleh sang pria untuk menghindari adanya pernikahan sedarah.

Proses pernikahan tersebut boleh didahului oleh proses mengenal atau dalam islam disebut ta’aruf dan kemudian bertunangan (baca tunangan dalam islam). Ada baiknya saat mencari jodoh, kita mengetahui beberapa hal yang penting misalnya kriteria calon isteri maupun kriteria calon suami yang baik agar nantinya tercipta pernikahan yang harmonis dan sesuai dengan kaidah islam.

The post Nikah Tanpa Wali dalam Islam – Hukum Menurut Ulama appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Syarat Wali Nikah yang Wajib Diketahui https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/syarat-wali-nikah Mon, 06 Jun 2016 05:29:30 +0000 http://dalamislam.com/?p=643 Pernikahan adalah salah satu bentuk rasa taqwa dan ibadah kita kepada Allah SWT. Pernikahan adalah sesuatu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan rasa kasih sayang, dan kebutuhan jasmani maupun rohani lainnya. Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah agar dapat memenuhi tujuan pernikahan dalam islam yakni untuk membangun rumah tangga dalam islam yang sakinah, mawaddah dan […]

The post Syarat Wali Nikah yang Wajib Diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Pernikahan adalah salah satu bentuk rasa taqwa dan ibadah kita kepada Allah SWT. Pernikahan adalah sesuatu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan rasa kasih sayang, dan kebutuhan jasmani maupun rohani lainnya. Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah agar dapat memenuhi tujuan pernikahan dalam islam yakni untuk membangun rumah tangga dalam islam yang sakinah, mawaddah dan warahmah.  Adapun pernikahan memiliki beberapa syarat-syarat akad nikah dan rukun yang harus dipenuhi dan diadului dengan proses taaruf atau tunangan dalam islam. Diantara rukun nikah yang harus dipenuhi adalah adanya wali nikah atau orang yang berhak menikahkan wanita dengan pria yang dikehendaki tentunya jika wanita tersebut bukan wanita yang haram dinikahi baik nikah secara resmi maupun nikah siri. Untuk mengetahui pengertian, macam dan syarat dari wali nikah maka simak penjelasan berikut ini.

Pengertian Wali Nikah

Kata wali secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa arab yakni wala’ yang berarti yang menguasainya, membantu, atau menolongnya. Berdasarkan pengertian dari kata wala tersebut maka wali nikah dapat diartikan sebagai orang yang memiliki hak atau kuasa untuk melaksanakan akad pernikahan bagi seorang mempelai wanita dan emnikahkan wanita tersebut dengan seorang pria lain. Hak tersebut adalah mutlak dan tidak dapat diganggu oleh orang lain namun dapat hilang karena suatu kondisi dimana wali tidak memenuhi syarat-syarat wali nikah. Tanpa adanya wali maka pernikahan hukumnya tidak sah sebagaimana hadits rasulullah SAW berikut ini

Wanita mana saja yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal.” (HR Tirmidzi)

“Tidak (sah) nikah kecuali dengan kehadiran wali dan dua orang saksi.” (HR. Thabrani)

Syarat Wali Nikah

Seseorang dapat sah menjadi wali nikah apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yakni sebagaimana yang dijelaskan berikut ini :

a. Baligh

Baligh disini diartikan bahwa orang yang menjadi wali nikah haruslah sudah mencapai akil baligh atau telah dewasa atau berusia lebih dari 15 tahun pada umumnya. Anak-anak yang belum baligh tidaklah sah menjadi wali meskipun ia memiliki hak perwalian terhadap seorang wanita.

b. Berakal sehat, tidak gila

Seorang wali haruslah sehat jiwanya dan ia sadar akan kewajibannya menjadi wali dalam pernikahan. Seorang wali terutama wali nasab dapat kehilangan haknya menjadi wali nikah apabila ia kehilangan akalnya atau menjadi gila.

c. Merdeka

Seorang wali haruslah orang merdeka dan bukan budak atau hamba sahaya. Hal ini berlaku pada zaman rasulullah atau zaman dahulu dimana manusia masih diperbudak oleh orang lainnya. Dewasa ini sudah jarang terjadi perbudakan seperti halnya di zaman rasul dan manusia di zaman ini adalah manusia yang merdeka. Pada zaman rasul, seorang hamba sahaya tidak dapat menjadi wali dalam pernikahan seorang wanita dengan seorang pria.

d. Laki-laki

Seorang wali dalam pernikahan haruslah seorang laki-laki. Hal ini dikarenakan laki-laki adalah orang atau pihak yang bisa melindungi sang wanita dan hal ini disebutkan dalam hadits rasulullah SAW berikut ini

“Dan jangan pula menikahkan seorang perempuan akan dirinya sendiri”. (HR Ibnu Majah dan Abu Hurairah)

e.  Islam

Syarat lain yangharus dipenuhi seorang wali adalah ia harus beragam islam. Orang islam dapat menjadi wali bagi wanita yang berada di bawah perwaliannya dan seseorang tidak dapat menjadi wali atau hilang haknya sebagai wali apabila ia tidak beragama islam. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 51 yang menyebutkan bahwa

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang -orang yang lalim. (Al maidah : 5)

Dan juga disebutkan dalam surat Ali Imrom ayat 28 yang berbunyi

لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَمِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً
وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).” (Al Imron ; 28)

Di Indonesia sendiri, orang yang dapat menjadi wali nikah juga haruslah seorang islam saja.

f. Tidak sedang ihram haji atau umrah

Seseorang yang sedang melaksanakan ihram dalam ibadah haji maupun umrah tidak bisa menjadi wali dalam pernikahan dan apabila ia sedang melaksanakan ibadah haji ataupun umrah maka ia dapat memberikan amanat pada wali yang selanjutnya sesuai urutan wali nikah yang berlaku dalam hukum islam. Hal ini sesuai dengan mahzab syafi’i yang dianut oleh masyarakt Indonesia pada umumnya. Sementara pada mahzab hanafi meneybutkan bahwa ihram tidaklah menjadi penghalang seseorang untuk melaksanakan haknya sebagai wali nikah.

g. Adil

Seorang wali haruslah dapat bersikap adil atau dapat menentukan apakah pernikahan tersebut baik dilakukan atau tidak seperti halnya untuk mencegah pernikahan sedarah. Wali harus dapat bersikap adil pada wanita yang ada dalam perwaliannya dan tidaklah boleh melakukan pemaksaan yang dapat merugikan pihak mempelai wanita. Orang yang memiliki sifat adil biasanya memiliki pendirian yang teguih dalam agama, akhlak dan harga diri.

Macam Wali Nikah

Berdasarkan hukum islam maka wali nikah dibagi menjadi tiga golongan yakni :

a. Wali nasab

Wali nasab adalah orang yang memiliki hubungan darah atau keturunan yang bersifat patrinial atau menurun dari garis keturunan sang ayah. Ada beberapa urutan dalam wali nasab dan ayah adalah orang yang paling berhak menjadi wali nikah seorang wanita. Berikut ini adalah urutan dalam wali nasab dalam hukum islam

1. Bapak, kakek (orang tua bapak) dan seterusnya ke atas
2. Saudara laki-laki kandung sebapak seibu
3. Saudara laki-laki sebapak lain ibu
4. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki kandung
5. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dan seterusnya
6. Paman, yaitu saudara dari bapak sekandung
7. Paman sebapak, yaitu saudara dari bapak sebapak lain ibu
8. Anak-anak paman kandung (saudara sepupu)
9. Anak laki-laki paman sebapak

b. Wali hakim

Jika wali nasab tidak dapat menjalankan haknya sebagai wali dikarenakan beberapa hal misalnya gila, belum dewasa, sedang dalam perjalan jauh, sedang haji atau umrah dan lainnya maka hak untuk menjadi wali jatuh pada penguasa negara dalam hal ini pemimpin, menteri agama dan selanjutnya diwakilkan oleh petugas pencatat nikah di Indonesia pada khususnya. Wali hakim dapat menjadi wali dalam pernikahan jika disetujui oleh kedua belah pihak keluarga.

c. Wali Muhakkam

Wali muhakkam adalah wali yang diangkat oleh pihak mempelai jika wali nasab dan wali hakim menolak untuk menjadi wali nikah dikarenakan adanya konflik dalam keluarga atau tidak adanya persetujuan keluarga dalam pernikahan tersebut misalnya dalam pernikahan seorang laki-laki muslim yang ingin menikahi wanita berbeda agama atau WNA wanita yang mualaf dan tidak memiliki wali nikah (baca menikah di KUA dengan WNA). Wali ini selanjutnya diangkat oleh kedua mempelai untuk menjadi wali dalam pernikahan tersebut.

Demikian syarat dan macam wali nikah yang bisa diketahui. Sebelum menikah hendaknya seoarang mengetahui nasab dari wanita dan mengetahui siapa yang berhak menjadi wali nikahnya. Ia juga perlu menegtahui kriteria calon isteri yang baik (baca juga kriteria calon suami yang baik) agar nanti sang istri dapat memenuhi kewajiban istri terhadap suami dan sang suami dapat memenuhi kewajiban suami tehadap istri.

The post Syarat Wali Nikah yang Wajib Diketahui appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Urutan Wali Nikah Dalam Islam https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/urutan-wali-nikah-dalam-islam Mon, 06 Jun 2016 05:22:09 +0000 http://dalamislam.com/?p=642 Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki banyak kebutuhan diantaranya adalah kebutuhan akan rasa cinta dan kasih sayang. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka Islam menganjurkan umatnya untuk menikah. Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah dan tujuan pernikahan dalam islam adalah untuk membangun rumah tangga atas dasar rasa cinta dan kasing sayang yang berlandaskan pengetahuan agama. Pernikahan […]

The post Urutan Wali Nikah Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>
Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki banyak kebutuhan diantaranya adalah kebutuhan akan rasa cinta dan kasih sayang. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka Islam menganjurkan umatnya untuk menikah. Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah dan tujuan pernikahan dalam islam adalah untuk membangun rumah tangga atas dasar rasa cinta dan kasing sayang yang berlandaskan pengetahuan agama. Pernikahan dapat didahului dengan bertunangan (baca tunangan dalam islam) Islam menganjurkan umat nya untuk menikah sebagaimana hadits Rasulullah SAW berikut ini

“Hai pemuda barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak nikah (kawin), hendaklah ia itu kawin (nikah), karena sesungguhnya perkawinan itu akan menjauhkan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya dan akan memeliharanya dari godaan syahwat”.

“Dan barang siapa yang tidak kawin hendaklah dia puasa karenadengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang”.

Adapun tujuan pernikahan dalam islam menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 3 adalah “Perkawinan  bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah” Sedangkan tujuan perkawinan menurut hukum Islam adalah untuk :

  • Menunjukkan bakti atau taqwa kepada Allah SWT
  • Memenuhi kebutuhan atau kodrat manusia dimana pria dan wanita saling membutuhkan satu sama lain termasuk memenuhi kewajiban suami terhadap istri dan sebaliknya kewajiban istri terhadap suami
  • Melanjutkan keturunan
  • Meningkatkan ketentraman hidup pria dan wanita baik jasmani maupun rohani
  • Menimbulkan rasa saling pengertian antar manusia

Pengertian Wali Nikah

Pernikahan tentunya memiliki syarat-syarat akad nikah dan rukun-rukun yang harus dipenuhi dan jika tidak dipenuhi maka pernikahannya tidaklah sah serta wanita yang dinikahi bukanlah wanita yang haram  dinikahi. Salah satunya rukun pernikahan baik nikah resmi maupun nikah siri adalah adanya wali nikah. Wali nikah adalah orang yang akan menikahkan pihak wanita atau menjadi wali mempelai wanita. Wanita yang akan menikah harus dengan persetujuan walinya sedangkan pria tidak membutuhkan wali. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi

“Barangsiapa diantara perempuan yang nikah dengan tidak seizin walinya, nikahnya itu batal.” (HR Aisyah RA)

“Jangan menikahkan perempuan akan perempuan yang lain dan jangan pula menikahkan perempuan akan dirinya sendiri”(HR Ibnu Majah)

Kedua hadits tersebut menjelaskan bahwa wali nikah adalah salah satu rukun yang harus dipenuhi selain, calon mempelai pria, calon mempelai wanita dan saksi. Tanpa adanya wali nikah dari pihak wanita maka pernikahannya tidak dapat dilangsungkan atau dengan kata lain pernikahannya batal.  Meskipun demikian, terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama tentang hukum wali nikah. Mahzab syafi’i menyatakan bahwa wali nikah hukumnya wajib sementara mahzab hanafi berpendapat bahwa wali nikah hukumnya sunnah. Di Indonesia sendiri, masyarakatnya cenderung sependapat dengan mahzab Syafi’i dan mewajibkan adanya wali dalam pernikahan.

Penggolongan dan Urutan Wali Nikah

Falam agama islam hanya pihka wanita saja yang memerlukan wali dalam pernikahan dan wali dari wanita tersebut haruslah pria. Dalam Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat wali nikah dalam hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh. Wali nikah terdiri dari 3  yakni wali nasab, wali hakim dan ali mahakkam yang dijelaskan berikut ini

  1. Wali nasab

Nasab dalam bahasa arab artinya keturunan menurut ajaran patrinial, dan diartikan juga sebagai hubungan darah yang dirurunkan secara patrinial. Wali nasab adalah orang yang merupakan anggota keluarga pihak mempelai wanita yang memiliki hubungan darah patrinial dan bisa menikahkan wanita tersebut dengan seorang pria. Berdasarkan mahzab Syafi’i maka urutan wali nasab adalah sebai berikut

  • Bapak, kakek (orang tua bapak) dan seterusnya ke atas
  • Saudara laki-laki kandung sebapak seibu
  • Saudara laki-laki sebapak lain ibu
  • Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki kandung
  • Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dan seterusnya
  • Paman, yaitu saudara dari bapak sekandung
  • Paman sebapak, yaitu saudara dari bapak sebapak lain ibu
  • Anak-anak paman kandung (saudara sepupu)
  • Anak laki-laki paman sebapak

Berdasarkan urutan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ayah adalah orang yang paling berhak menjadi wali bagi anak perempuannya dan apabila sang ayah tidak ada maka dapat digantikan sesuai urutan pada penjelasan diatas. Namun jika pihak yang paling berhak menjadi wali masih ada, pihak anggota keluarga lain tidak memiliki hak untuk menjadi wali pada pernikahan sang wanita. Dalam mahzab syafi’i juga dijelaskan bahwa apabila ayah atau orang yang paling berhak menajdi wali tidak memenuhi syarat menjadi wali misalnya kehilangan akal, belum baligh dan lainnya maka wali selanjutnya dalam urutan tersebut atau wali hakim bisa menjadi wali dalam pernikahan tersebut.

2. Wali Hakim

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang menjadi wali nikah yang utama adalah orang yang dalam urutan-urutan tersebut namun apabila wali nasab tersebut tidak ada atau belum memenuhi syarat maka kuasa untuk menjadi wali nikah diberikan kepada kepala negara dalam hal ini yang diwakili oleh menteri agama dan selanjutnya diserahkan pada petugas pencatat nikah atau yang dikenal dengan sebutan wali hakim . Biasanya petugas tersebut berasal dari kantor KUA (baca menikah di KUA dengan WNA)  Berikut ini adalah syarat wali hakim dapat menjadi wali dalam pernikahan apabila ditemui kondisi berikut ini :

  • Wali nasab memang tidak adatidak ada atau sudah meninggal
  • Wali nasab sedang berpergian jauh atau tidak berada di tempat dimana pernikahan akan berlangsung dan ia tidak memberi kuasa kepada wali nasab yang lainnya
  • Wali nasab kehilangan hak atas perwaliannya.
  • Wali nasab sedang pergi menunaikan ibadah haji atau umrah.
  • Wali nasab menolak bertindak sebagai wali.
  • Wali nasab tersebut menjadi mempelai laki-laki dari wanita yang ada di bawah perwaliannya seperti halnya jika seorang wanita menikah dengan anak dari saudara ayahnya atau sepupunya yang tidak termasuk pernikahan sedarah. 

3. Wali Muhakkam

Golongan wali terakhir disebut sebagai wali muhakkam. Wali ini menjadi pilihan terakhir apabila wali nasab maupun wali hakim menolak bertindak sebagai wali nikah dan tidak dapat menjalankan kewajiban maupun haknya sebagai wali. Misalnya dalam kasus seorang laki-laki islam menikah dengan seorang wanita beragama nasrani atau mualaf yang tidak memiliki wali. Jika pernikahan itu tetap ingin berlangsung meski terjadi konflik dalam keluarga maka mereka dapat mengangkat seseorang untuk menjadi walinya karena tanpa adanya wali pernikahan tidaklah sah. Dengan kata lain wali muhakkam adalah wali yang terjadi karena wali tersebut diangkat oleh pihak mempelai.

Demikianlah pengertian dan urutan wali dalam pernikahan. Urutan tersebut perlu diperhatikan mengingat pentingnya kedudukan wali dala pernikahan dan hal tersebut menentukan sah atau tidaknya suatu pernikahan. Sebelum menikah sebaiknya perhatikan terlebih dahulu bagaimana kriteria calon suami dan kriteria calon isteri yang baik agar pernikahan dapat berlangsung dengan baik dan recipta rumah tangga yang harmonis.

The post Urutan Wali Nikah Dalam Islam appeared first on DalamIslam.com.

]]>