Bagi seorang wanita muslimah yang hendak melangsungkan pernikahan diwajibkan memiliki wali. Hal ini disebabkan keberadaan seorang wali dalam pernikahan merupakan rukun nikah dalam Islam sekaligus syarat-syarat dalam akad nikah yang harus dipenuhi di samping mempelai laki-laki, mempelai wanita, saksi dua orang, dan ijab kabul. Hal ini ditegaskan oleh Imam Zakaria al-Anshari yang menyatakan,
“Pasal tentang rukun-rukun nikah dan lainnya. Rukun-rukun nikah ada lima, yakni mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua orang saksi, dan shigat (ijab kabul).”
(Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab, Beirut : Dar al-Fikr, juz II, hal. 41)
Jika wali nikah dan saksi tidak ada, maka pernikahan tersebut menjadi batal. Dengan kata lain, hukum nikah tanpa wali atau hukum nikah tanpa wali dan saksi adalah tidak sah.
Baca juga:
- Hukum Merahasiakan Pernikahan dalam Islam
- Hukum Menikah Diam Diam dalam Islam
- Hukum Menunda Menikah Bagi Wanita
- Adab Menghadiri Pernikahan Dalam Islam
- Hukum Dinikahi tanpa Mahar Dalam Islam
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Secara bahasa, wali atau perwalian menurut Mustafa al-Khin dan Mustafa al-Bugha dalam Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syafi’i bermakna cinta atau pertolongan. Beliau juga menyatakan bahwa secara syariat yang dimaksud dengan perwalian adalah menyerahkan perkataan pada orang lain dan pengawasan atas keadaannya.
Dalam pernikahan, yang berhak menjadi wali nikah bagi wanita merujuk pada urutan wali nikah dalam Islam yakni bapak kandung dan seterusnya sesuai dengan urutan ashabah mempelai wanita, atau orang bijak dari keluarga wanita atau pemimpin setempat.
Untuk dapat menjadi wali nikah, ada beberapa syarat wali nikah yang harus dipenuhi menurut pendapat para ulama, salah satunya adalah beragama Islam. Dengan demikian, seorang non-muslim tidak bisa menjadi wali nikah bagi seorang wanita muslimah. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an yang artinya,
“Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain.”
(QS. At-Taubah : 71)
Dengan demikian, bagaimana wali nikah untuk wanita mualaf?
Yang dimaksud dengan mualaf adalah orang yang baru masuk Islam. Dengan demikian, wanita mualaf adalah wanita yang baru masuk Islam. Jika wanita mualaf ingin menikah, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut.
- Jika sang ayah kandung dari wanita mualaf tersebut telah memeluk agama Islam, maka ia berhak menjadi wali nikah dari wanita tersebut.
- Jika sang ayah belum memeluk agama Islam dan ada anggota keluarga wanita mualaf yang memeluk agama Islam sesuai dengan urutan prioritas yang berhak menjadi wali nikah maka ia berhak menjadi wali nikah untuk wanita mualaf tersebut.
- Jika sang ayah dan seluruh anggota keluarga wanita mualaf belum memeluk agama Islam maka mereka tidak dapat menjadi wali nikah bagi wanita tersebut. Yang berhak menjadi wali nikah untuk wanita mualaf adalah wali hakim yang dilaksanakan oleh Kepala KUA Kecamatan setempat menurut tata perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada nikah kecuali dengan wali. Dan sultan (pemerintah) merupakan wali bagi orang yang tidak memiliki wali.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syuaib al-Arnauth)
Baca juga:
- Pahala yang Didapat Bersama Istri
- Hukum Wanita Menanggung Biaya Resepsi Pernikahan
- Sunnah Sebelum Akad Nikah
- Hukum Memaksa Anak Perempuan Menikah
- Hukum Melakukan Akad Nikah Dua Kali
Demikianlah ulasan singkat tentang wali nikah untuk wanita mualaf. Artikel lain yang dapat dibaca antara lain hukum nikah tanpa wali kandung, dan hukum dalam Islam menikahi wanita non-muslim. Semoga bermanfaat.