Memiliki asuransi bisa menjadi usaha perlindungan finansial terhadap hidup Anda di masa depan. Karena kita tidak tahu hal apa yang mungkin terjadi baik itu asuransi harta, asuransi jiwa, asuransi kesehatan, ataupun asuransi perjalanan.
Dengan asuransi hal-hal buruk yang menimpa Anda akan mendapatkan biaya ganti rugi oleh perusahaan asuransi dengan melakukan klaim. Artinya, asuransi memiliki manfaat perlindungan bagi siapa saja yang terdaftar sebagai peserta asuransi, baik asuransi yang dikelola pemerintah maupun pihak swasta.
Sebagai contoh, Anda terkena musibah dan mengalami kecelakaan sehingga mengharuskan Anda dirawat inap di rumah sakit. Untungnya, Anda memiliki asuransi kesehatan sehingga semua biaya berobat dan rumah sakit Anda akan ditanggung oleh pihak asuransi.
Jadi, Anda tidak perlu khawatir lagi secara finansial. Hanya saja, tidak semua masyarakat Indonesia sadar akan pentingnya memiliki asuransi sebagai bentuk perlindungan diri pribadi.
Bahkan, sebagian umum masyarakat masih memandang asuransi memiliki unsur yang merugikan dan bertentangan dengan agama. Ada yang berpendapat bahwa hukum bekerja di asuransi menurut Islam adalah halal. Pendapat ini terlebih diperkuat oleh adanya asuransi syariah. Hukum bekerja di asuransi akan menjadi halal apabila memiliki beberapa aspek berikut:
- Melibatkan kesepakatan di antara kedua belah pihak
Kesepakatan memang pedoman penting dalam setiap asuransi. Namun, secara khusus agar tidak melanggar ketentuan agama Islam, kesepakatan harus benar-benar disepakati bersama dan tidak boleh ada yang dirugikan. - Menerapkan prinsip kemaslahatan umat
Kemaslahatan umat sangat penting dalam hidup beragama dan bermasyarakat. Apabila asuransi mengandung prinsip ini, seperti untuk membantu mengatasi musibah sakit atau kecelakaan, maka asuransi dibolehkan.
Kriteria asuransi yang dihalalkan dalam Islam sesuai Fatwa MUI dan Al Quran
Perusahaan asuransi kian berkembang di Indonesia sehingga tidak mengherankan sudah banyak yang bekerja di bidang ini. Hukum bekerja di asuransi dapat diurai dari kriteria asuransi yang dihalalkan dalam islam sesuai fatwa MUI dan Al Quran.
Kriteria yang harus dikedepankan dalam asuransi adalah sebagai berikut:
- Tidak memasukkan unsur-unsur riba dalam perhitungan premi.
- Menggunakan akad asuransi yang diperbolehkan dalam Islam.
- Investasi yang terdapat dalam asuransi tidak mengandung unsur riba, judi, penipuan, dan lain-lain.
- Perusahaan asuransi syiariah harus menerapkan prinsip syariah dalam menyelenggarakan bisnisnya, bukan sekadar nama.
- Pengelolaan asuransi hanya dilakukan oleh satu lembaga saja.
- Besarnya premi dihitung berdasarkan rujukan tabel mortalita untuk asuransi jiwa serta morbidita untuk asuransi umum.
- Selalu berkonsultasi dan diawasi oleh DPS.
- Perusahaan asuransi diperbolehkan menerima ujrah dari pengelolaan dana tabarru’ yang disetor nasabah.
Landasan hukum asuransi syariah di Indonesia
Asuransi yang diperbolehkan dalam Islam adalah asuransi yang tidak mengandung unsur riba, judi, dan unsur haram sebagainya. Untuk itu, hukum bekerja di asuransi menurut Islam haruslah sejalan dengan landasan hukum asuransi syariah.
Selain landasan hukum menurut Al Quran, Hadis ulama dan terlebih hukum asuransi dalam Islam terjawab dengan adanya fatwa MUI tentang Pedoman Asuransi Syariah. Mengacu pada Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, berikut rangkumannya:
- Berpendoman sebagai bentuk perlindungan
Asuransi sejatinya memang adalah bentuk perlindungan. Ditegaskan dalam fatwa MUI NO: 21/DSN-MUI/X/2001 bahwa, “dalam menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.” Artinya, untuk mengantisipasi terjadinya resiko, asuransi dibutuhkan sebagai bentuk perlindungan terhadap harta dan nyawa. - Terdapat Unsur Tolong Menolong
Semua agama tentunya mengajarkan sikap tolong-menolong. Fatwa MUI NO: 21/DSN-MUI/X/2001 menyebutkan di dalam asuransi syariah terdapat unsur tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai syariah. - Memiliki unsur kebaikan
Apabila telah memiliki pedoman pada unsur tolong-menolong, maka hukum bekerja di asuransi tentu memiliki aspek kebaikan.Dalam setiap produk asuransi syariah memiliki unsur akan kebaikan atau istilahnya memiliki akad tabbaru’. Secara harfiah, tabbaru’ dapat diartikan sebagai kebaikan. Aturannya, jumlah dana premi yang terkumpul disebut hibah yang nantinya digunakan untuk kebaikan berupa klaim yang dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian. - Resiko dan keuntungan dirasakan oleh pihak bersangkutan
Asuransi yang berpedoman dan dikelola sesuai dengan prinsip syariah, resiko dan keuntungan akan dibagi rata kepada orang-orang yang terlibat dalam investasi. Menurut MUI, asuransi sejatinya tidak dilakukan dalam rangka mencari keuntungan komersial. Dengan demikian, hukum bekerja di asuransi adalah halal dengan prinsip sama-sama menanggung resiko dan keuntungan ini. - Bermuamalah
Apa itu Muamalah? Muamalah merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan antarmanusia, contohnya dalam sector perdagangan. MUI mengkategorikan asuransi termasuk bagian dari bermuamalah dikarenakan adanya keterlibatan manusia dalam hubungan finansial. Namun, aturan dan tata caranya harus sesuai dengan syariat Islam. Apabila menerapkan muamalah, tidak diragukan lagi hukum bekerja di asuransi tidaklah menjadi haram, karena dianggap ikut serta dalam menjalankan perintah agama.
Jadi telah dicantumkan bahwa asuransi tidaklah haram jika tidak memberatkan, dan memiliki kesepakatan yang sah.