Puasa adalah ibadah yang perlu dilakukan oleh umat muslim, namun banyak sekali hal-hal yang membatalkan puasa. Puasa menjadi salah satu rukun islam yang harus dilakukan. Puasa sendiri memiliki beberapa macam macam puasa sunnah. Apa hukumnya bila umat muslim berpuasa pada hari sabtu? Apakah diperbolehkan?
Beberapa ulama juga memperdebatkan kebenaran laragan berpuasa di hari Sabtu. Beberapa ulama menilai itu adalah makruh, sedangkan beberapa ulama lainnya menilai tidak makruh dan mengatakan hadis as-Somma adalah syazz atau mansukh.
Beberapa ulama menyatakan bahwa berpuasa di hari Sabtu dilarang dengan berpedoman pada hadits berikut,
لَا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلَّا فِيمَا افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلَّا لِحَاءَ عِنَبَةٍ أَوْ عُودَ فَلْيَمْضُغْهُ
Artinya: “Jangan kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali karena Tuhan memfardlukan tersebut atas kalian. jika tidak ada seorang dari kalian yang dapat menemukan sesuatu pun (untuk dimakan pada hari Sabtu) kecuali kulit pohon anggur atau batang kayu pohon maka hendaklah ia mengunyahkannya.” (HR. At-Tirmidzi: 675, Abu Dawud: 2423, Ibnu Majah: 1716, Ahmad: 17026, 25828).
Selain itu, hukum makruh untuk berpuasa di hari Sabtu diperjelas dengan hadits berikut,
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ ، وَمَعْنَى كَرَاهَتِهِ فِي هَذَا أَنْ يَخُصَّ الرَّجُلُ يَوْمَ السَّبْتِ بِصِيَامٍ لأَنَّ الْيَهُودَ تُعَظِّمُ يَوْمَ السَّبْتِ
Artinya: “Ini adalah hadits yang baik, dan makna larangan makruh dalam hadits ini adalah bahwa seseorang harus berpuasa pada hari Sabtu, karena orang-orang Yahudi sangat mengagungkan hari Sabtu.” (Jami’ At-Tirmidzi no. 744)
Hal ini menunjukkan bahwa umat muslim hendaklah tidak melakukan puasa pada hari Sabtu. Hal ini karena hukumnya makruh. Menurut hadits sebelumnya, umat muslim selayaknya untu makan (mengunyah) makanan yang tersedia apapun itu, kecuali kulih pohon anggur atau batang kayu pohon. Ulama berpendapat juga hari Sabtu adalah hari yang mulia bagi kaum Yahudi.
Ulama berpendapat bahwa seseorang dapat melakukan puasa di hari Sabtu apabila puasa pada hari Sabtu tersebut telah didahului hari sebelumnya (Jumat) atau akan diikuti dengan hari yang lain (Minggu). Ini dijelaskan dalam hadits berikut ketika Rasulullah bertanya kepada Juwairiyyah sebagai berikut
أَصُمْتِ أَمْسِ ؟ قَالَتْ : لا . قَالَ : تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي غَدًا ؟ قَالَتْ : لا . قَالَ : فَأَفْطِرِي
Artinya: “Apakah kamu kemarin berpuasa?” Juwairiyyah menjawab: “tidak” Rasulullah bersabda: “Apakah kamu ingin berpuasa besok?” Ia menjawab: “tidak” Beliau bersabda: “Berbukalah”. (HR. Al-Bukhari no. 1986)
Hadits Abu Hurairah dan Hadits Juwairiyyah dapat ditarik kesimpulan bahwa berpuasa di hari Sabtu diperbolehkan jika bersamaan dengan hari sebelum atau sesudahnya, sehingga hukum berpuasa di hari Sabtu adalah tidaklah dipahami secara zhahir.
Hal ini juga dijelaskan oleh Rasulullah yang juga sering melakukan berpuasa di hari Sabtu dan Minggu (Ahad) karena hal tertentu yang dijelaskan dalam hadits berikut,
كان أكثر صومه السبت و الأحد و يقول : هما يوما عيد المشركين فأحب أن أخالفهم
Artinya: “Rasulullah banyak berpuasa pada hari Sabtu dan Minggu dan berkata: “Kedua hari tersebut adalah hari raya orang musyrik, dan aku senang menyelisihi mereka.” (Shahih wa Dho’if Al Jami’ Ash Shogir, no. 8934)