Hukum Menyentuh Wanita Setelah Wudhu

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Menurut bahasa, wudhu berarti bersih dan indah. Sedangkan menurut syara’, wudhu berarti membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadas kecil. Wudhu adalah syarat sahnya shalat. Oleh karena itu, orang yang hendak melaksanakan shalat, wajib berwudhu terlebih dahulu. Sebagai muslim, tentunya paham mengenai fardlu wudhu, syarat-syarat wudhu, sunnat-sunnat wudhu, hal-hal yang dapat membatalkan wudhu, dan tata cara berwudhu yang benar.

Sebagai syarat sahnya shalat, tak jarang timbul silang pendapat terkait dengan hal-hal yang dapat membatalkan wudhu. Salah satu permasalahan terkait dengan hal-hal yang dapat membatalkan wudhu adalah tersentuhnya kulit antara laki-laki dan perempuan. Sebagian muslim berpendapat bahwa tersentuhnya kulit antara laki-laki dan perempuan dapat membatalkan wudhu. Namun, sebagaian muslim yang lain juga berpendapat bahwa tersentuhnya kulit antara laki-laki dan perempuan tidaklah membatalkan wudhu. Terdapat beberapa syarat dan ketentuan yang mengamini pendapat ini.

Lalu, bagaiamanakah sebenarnya hukum menyentuh wanita setelah wudhu? Berikut adalah ulasan singkatnya.

Sejatinya terdapat tiga pendapat ulama terkait dengan hukum menyentuh wanita setelah wudhu, yakni :

1. Membatalkan wudhu secara mutlak.

Pendapat ini dinyatakan oleh Imam Asy Syafi’I, Ibnu Hazm, Ibnu Mas’ud, dan Ibnu ‘Umar berdasarkan Q.S Al Maidah : 6 yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”

Menurut Ibnu Jaffar Ath Thobari, yang dimaksud dengan menyentuh perempuan dalam ayat di atas adalah berhubungan badan dan bukan dimaknai sebagai makna lain.

2. Tidak membatalkan wudhu secara mutlak.

Pendapat ini dinyatakan oleh Imam Malik dan Imam Ahmad. Dalil-dalil yang mendasari pendapat ini di antaranya adalah :

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata,  “Suatu malam, aku kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau ternyata pergi dari tempat tidurnya dan ketika itu aku menyentuhnya. Lalu aku menyingkirkan tanganku dari telapak kakinya (bagian dalam), sedangkan ketika itu beliau sedang (shalat) di masjid … “ (HR. Muslim)

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma “Aku pernah tidur di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua kakiku di arah kiblat beliau. Ketika ia hendak sujud, ia meraba kakiku. Lalu aku memegang kaki tadi. Jika berdiri, beliau membentangkan kakiku lagi.” Aisyah mengatakan, ”Rumah Nabi ketika itu tidak ada penerangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Membatalkan wudhu apabila disertai dengan syahwat.

Pendapat ini dinyatakan oleh para ulama namun tidak berdasarkan dalil tertentu. Terkait dengan hal ini, para ulama menganjurkan untuk mengambil air wudhu sebegaimana ketika orang sedang marah dianjurkan mengambil air wudhu. Namun, hal ini tidak wajib.

Jika wanita yang dimaksud adalah wanita yang bukan muhrim, maka kita harus merujuk pada hadits. Dari Abu Hurairah r.a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu bagian yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim)

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa  mengacu pada pendapat yang lebih kuat maka menyentuh wanita – dalam hal ini istri – setelah wudhu hukumnya tidak membatalkan wudhu sebagaimana hukum menyentuh kemaluan setelah berwudhu. Namun, jika wanita yang dimaksud adalah wanita yang bukan muhrim, maka hukum menyentuh wanita yang bukan muhrim adalah haram sebagaimana hukum berjabat tangan bukan muhrim dalam Islam berdasarkan dalil di atas.

Wallahu a’alam.

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum menyentuh wanita setelah wudhu. Semoga dapat bermanfaat

fbWhatsappTwitterLinkedIn